Share

Bab 3

Penulis: IamEsthe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 22:21:03

"Kenapa Ibu percaya omongannya Ilham sih?" Aku tidak nyaman duduk di kursi riasku yang ada di dalam kamar. Ibu dan beberapa saudara perempuan ibu juga ikut di dalam kamarku, rasanya pengap asli.

"Kenapa emang?" balik Ibu bertanya dengan nada ketusnya yang masih belum runtuh. Ibu terus mengawasiku setelah Ilham pulang ke rumahnya untuk bersiap menikah. "Apa masalahmu?"

"Buk, Ilham itu sengklek. Ibu tau bedanya bercanda sama serius enggak sih?" tanyaku nelangsa. Pesimis aku dengan jawaban Ilham, mana mungkin Ilham sudi menikah mendadak kayak gini.

Lagian, Ilham juga banyak bercandanya dari seriusnya. Enggak mungkin dia serius perkara begini juga. Ilham itu dari dulu paling seneng pacaran sama cewek bau kencur dan sekarang mau nikahi dia? kayak bukan Ilham saja ini.

"Kowe iku dinikahi kok enggak ada roso syukur e?" sungut ibu kesal dengan perasaan pesimisku akan tindakan gegabah Ilham. "Bersyukur enggak jadi perawan tua,"

"Buk, Rin itu masih muda, enggak tua-tua banget," belaku untuk diriku sendiri. Mungkin di lingkungan rumah, perempuan seusiaku sudah menggendong anak, tapi aku masih sibuk mencari 'hilal' yang enggak pernah ada benernya. "Kenapa sih ibu enggak liat temen-temenku yang lainnya?"

"Sek, temen-temenmu yang mana? Tia aja udah mau punya anak dua. Yakup aja sudah nikah, istrinya sudah hamil besar. Kamu gimana? Nyari laki aja enggak ada yang bener," oceh ibu yang membuatku merengut kesal mendengarnya, masa bandinginnya sama temen-temen sekolah SD-ku, maksudku itu ya temen kuliah gitu.

"Mbak, gimana kalo enggak datang?" tanyaku pada Mbak Ami yang sedang duduk di sebelahku. Sumpah, aku cemas banget. Aku takut bakal jadi gagal kawin jilid dua.

"Kamu ngomong apa sih?" balik Mbak Ami yang bertanya padaku, sebagai isyarat untuk tidak terlalu khawatir dengan Ilham.

Ya Allah, masa aku jadi ...

"SAH!"

"SAH! ALHAMDULILLAH,"

Hening. Sah apa ya?

"Sah apa?" tanyaku pada Mbak Ami bingung. Mbak Ami hanya mengangguk pelan sambil memelukku, mengucapkan selamat untuk kata 'Sah' yang sudah diserukan para lelaki di luar sana tadi.

"Wes alhamdulillah," kata ibu yang membuatku semakin bingung.

"Ilham sudah ucap ijab kabul, Rin," Mbak Ami menjelaskan karena wajahku yang kebingungan. "Kamu sibuk mikir calon suami tidak datang sampe tidak dengar dia sudah ucap ijab kabul," lanjutnya yang membantuku untuk berdiri dan merapikan kebaya putihku.

"Ayo ketemu suamimu!" Ibu dan Mbak Ami membantu untuk berjalan keluar dari rumah, dimana Ilham sedang menungguku di luar.

Dia memakai setelah hitam putih dengan jas hitam yang kukenal sekali jas pribadi dia, peci hitam yang bertengger di atas rambut klemisnya.

"Ayah titip Rin. Tolong bimbing dia jadi istri yang sholeha." Ayah menyerahkan tanganku pada Ilham dan hanya dibalas dengan anggukan mahfum.

Ayah tersenyum dan menepuk sekilas pundak Ilham.

Aku bingung harus gimana sekarang? Aku beneran jadi istrinya Ilham? Beneran sudah nikah ini?

"Hai, istriku," goda Ilham saat aku mencium punggung tangannya untuk pertama kalinya, mengusap pelan punggungku.

"Dalem," ucapku canggung. Sumpah aku harus gimana bersikap kepada Ilham.

"Cantiknya istriku ini," godanya lagi yang membantuku untuk duduk di sebelahnya saat ijab kabul. Kami saling menandatangani akte nikah dan memamerkan di depan para tamu yang datang.

Dan jangan lupa dengan gaya sengklek Ilham, gimana dia dengan jumawa menunjukkan akte nikahnya.

Beberapa para tamu memberikan kami ucapan selamat setelah acara ijab kabul dan tetek bengeknya.

"Selamat ya sayang," Mama Annah datang menghampiriku, memelukku lembut sebelum aku sempat mencium punggungnya sebagai menantu.

"Maaf ya, Tante," kataku menyesal. "Pasti kaget tiba-tiba Ilham nikahin Rin,"

Mama Annah hanya tersenyum, menggenggam tanganku, "Apa sih? Enggak juga kok, Rin. Meski awalnya iya kaget juga dengan permintaan Ilham,"

Omah mengusap lembut lenganku, "Yang penting kalian bisa menjalani rumah tangga dengan baik,"

"Doain kami dong, Omah," celetuk Ilham yang membuat terperanjat karena ulah nakal tangannya memeluk pinggangku.

"Yo jelas didoain yang baik buat kalian," kata Omah melihat Ilham terlihat sumringah.

Kami hanya bersiap-siap satu jam saja sebelum naik ke pelaminan, acara resepsi dimulai jam enam. Tentu saja yang paling lama bersiap adalah aku.

"Ayo," Ilham membantuku berjalan naik ke panggung pelaminan, sudah banyak tamu yang datang sejak sore setelah acara ijab kabul.

"Habis ini kayaknya temenku datang," kata Ilham yang membantuku untuk duduk sebentar di kursi singgasana semalamku.

Kami berdua mulai diarahkan oleh fotografer untuk sesi pemotretan diselingi dengan foto bersama dengan para tamu, yang pengen-pengen aja mau foto.

"Ham, itu temen-temenmu?" Aku melihat beberapa gerombolan tamu yang memakai setelan baju kantor khas. Kayaknya mereka sekalian datang kesini deh.

"Pak Ilham, ganteng banget ya," goda temen kantor Ilham yang cewek, sengaja banget mereka duduk di meja paling depan dekat pelaminan.

"Makasih. Kalian juga kucel, enggak enak diliat," sahut Ilham yang membuat temen kantornya yang barusan memujinya langsung cemberut.

Emang itu mulut minta diketapel sama bakiak biar tau rasa.

"Silakan dinikmati makanannya, ya," ucapku mengalihkan omongan sengklek Ilham pada tamunya sendiri itu.

"Hey, bro!" Adit berjalan ke arah kami, memeluk Ilham dan menyalamiku. Adit ini teman Ilham sejak SMA, dan masih awet sampe kerja begini.

"Selamat ya, Ham," ucap Adit menjabat tangan Ilham. "Rin, tau gak lo,"

"Tau apaan?"

"Suamimu ini beneran sengklek," katanya yang menatapku seolah antusias.

"Tau kok dia sengklek,"

"Kita semua kaget denger dia mau nikah hari ini," katanya. "Semua langsung dimasukin ke dalam satu grup, sekalian sama pacar-pacarnya,"

"Maksudnya gimana?"

"Ya elah, dibikin pengumuman di satu grup WA sekalian isinya mantan-mantan pacarnya," ujar Adit yang membuatku menatap Ilham bingung, "Dia bilang gini, Rin, 'Buat kalian semua, sori hari ini gua mau nikah dan buat pacar-pacar gua, sori ya gua harus putusin lo semua sekarang. Gua enggak mau ada acara demo-demo dari kalian semua.'"

Aku terdiam dan menatap Ilham tak habis pikir dengan tingkahnya yang ajaib itu.

"Gua enggak mau ada adegan 'mawar ditangan, melati dipelukan', Rin," belanya untuk dirinya sendiri dengan cengiran tak berdosa itu. Adit terpingkal melihat kami berdua, apalgi Ilham.

"Parah lo, ya," kataku tak habis pikir dengan Ilham ini.

"Udahlah. mending kita foto aja." Dia mencoba mengalihkan pembicaraan, enggak mau aku semakin mengomel.

"Bang, ini nanti fotonya kasih hastag #PerjakaTuaDitinggalKawin," pinta Ilham yang membuat kami berdua melongo —aku dan Adit, tentunya.

"Kalo suami gua kasih hastag #RIPPerjaka," timpalku yang membuat beberapa tamu yang memperhatikan kami tertawa.

"Tunggu-tunggu, istri gua ini kasih hastag juga #BatalPerawanTua." Aku langsung mencubit lengan Ilham kesal.

"Eh, ini namanya KDRT,"

"Bodo amat. Bikin kesel aja," kataku yang malah mendapat pelukan erat dari Ilham. Lupakan Adit yang berdiri mojok dari kita, bak pemeran figuran yang ada di sinetron.

"Cieelah yang pengantin baru dadakan, enggak buntingkan lo, Rin?"

"Enak aja," sungutku yang membuat Adit menjerit kesakitan akibat cubitan mautku pada pinggangnya.

"Aduh, itu tangan apa tang sih, ya?" keluhnya.

"Bodo amat. Awas lo bilang gua bunting lagi."

"Belum gua unboxing, Dit. Nanti malam," katanya sambil mengangkat kedua alisnya padaku. Itu kode buat malam pertama, ya?

Unboxing ya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Dadakan dengan Sahabatku   Bab VII

    Liat hujan di pagi hari dengan kasur tidur yang asing itu agak gimana, ya? Aneh aja begitu tapi tetap syahdu sih. Apalagi harus terbiasa dengan orang lain yang tidur di sebelah kamu, tangannya aktif banget sentuh sana sini. Geli? Iya. Apalagi risih? Iya banget. Tapi mau gimana lagi, ini yang ngelakuin suami sendiri. "Udah bangun 'kan?" Tanya Ilham yang terdengar serak sekali di telinga kiriku, dan jangan lupakan tangan aktifnya yang sudah melingkar erat pada pinggangku. Eits, jangan lupa jemarinya yang aktif mengusap perutku ini. Ilham mengecup sisi kepalaku, dan menyadarkan kepalanya pada kepala ranjang besar miliknya. "Aku kemarin pengen banget jajan ke pasar," kataku yang masih menatap hujan di pagi hari, bukannya reda malah tambah deras. Behhh, syahdu banget ditambah bikin badan ini malas bergerak. Tidur cantik di atas kasur aja rasanya. "Mau pergi sekarang?" "Hujan," "Pake mobil, aku keluarin mobilnya," katanya yang menatapku lekat. Aku menggeleng pelan dan membalas t

  • Pernikahan Dadakan dengan Sahabatku   Bab VI

    Acara unduh mantun di rumah Ilham dilaksanakan dua Minggu setelah pernikahan mendadak kami. Tentu saja, surat-surat pernikahan kami yang diurus secara express oleh Ilham juga hampir selesai. Jadi, kita secara sah dan resmi menjadi suami istri. Cieelahhh... sold out juga sih aku. Hmmm.... Unduh mantu di rumah Ilham dilakukan secara siap, padahal pernikahan kami dilakukan secara mendadak banget. Beberapa jam sebelum ijab kabul. Tapi, tak kusangka keluarga Ilham menyiapkan acara unduh mantu untukku dengan baik. "Kamu mau jajan apa?" tanya Oma yang duduk di ambang pintu kamar yang digunakan untuk menyimpan jajanan seserahan unduh mantu dari orangtuaku dan juga beberapa kerabat keluarga Ilham yang datang. "Apa aja sih, Oma," jawabku yang duduk di sebelah Oma setelah menemani Mamah Anna, mertuaku menemui para tamu yang datang. "Oma ambilkan buat kamu makan di dalam kamar," katanya yang memasukkan beberapa jajanan me dalam kardus berwarna cokelat. "Kalo lapar, minta budhe-budhe

  • Pernikahan Dadakan dengan Sahabatku   Bab V

    Apa katanya? Penyemburan jampi-jampi bermodal Al Fatihah doang bisa buat aku sadar? Sadar apaan? Dari bau jigong dia, pake dikumur-kumur dulu baru disemburin ke wajahku. Iya, langsung ke wajahku. Ehh, inget kejadian itu, pengen banget aku pijek-pijek Ilham. Alhasil, aku ngondok ke dia selama dua hari. Aku childish? Enggak, mana ada yang enggak ngondok disembur air kumuran mulut, bau banget lagi. Kalau sampe besok ada berita koran keluar judulnya 'Nikah sehari, istri memutilasi suami karena semburan jigong' itu adalah aku. Iya, itu aku sangking keselnya sama Ilham. Aku dengan senyum sendiri dikata kesurupan. Mana ada kesurupan modelan aku begini? Enggak level banget dong. Dan setelah seminggu saling ngodok. Bukan, tapi cuman aku doang yang ngondok, enggak mau ngomong sama Ilham. Dia malah enggak ngerasa banget kalo istrinya lagi ngambek, entah kurang peka atau enggak mau tau aja. "Aygong," Aku diam saja mendengar panggilannya, menatap Ilham yang duduk diam di atas kas

  • Pernikahan Dadakan dengan Sahabatku   BAB IV

    Badanku rasanya sakit semua setelah acara unboxing Ilham, rasa kantuk kalah telak dengan demo perutku yang berteriak minta diisi. "Aduh," keluhku akan rasa pegal pada pinggangku. "Ham," "Hmm, lima menit lagi," rancaunya yang malah makin lelap dengan posisi tengkurap, mengekspos punggung liatnya hasil dari olahraga. Kesal. Aku memukul punggungnya itu, "Enggak mau sarapan," Hening. Yang ada malah suara ngoroknya yang makin menjadi. "Ya udah. Aku keluar sendirian," aslinya pengen gitu dia bangun terus ngebujuk manja aku yang lagi merajuk. Tapi, zonk. Ilham makin nyenyak tidurnya. Mendengus kesal, aku memilih meninggalkannya dan mengisi perutku yang emang sejak kemarin pagi belum keisi dengan benar. Salahkan aja si Riko. Emang dia dalangnya yang ngebuat aku kayak orang mau sekarat aja kemarin. Saat berada di dapur, sudah ada Budhe Ja yang sedang menghangatkan rawon sisa kemarin dan nasi yang sudah matang di dalam magic com. "Pengantin baru itu bangunnya enggak sepagi i

  • Pernikahan Dadakan dengan Sahabatku   Bab 3

    "Kenapa Ibu percaya omongannya Ilham sih?" Aku tidak nyaman duduk di kursi riasku yang ada di dalam kamar. Ibu dan beberapa saudara perempuan ibu juga ikut di dalam kamarku, rasanya pengap asli. "Kenapa emang?" balik Ibu bertanya dengan nada ketusnya yang masih belum runtuh. Ibu terus mengawasiku setelah Ilham pulang ke rumahnya untuk bersiap menikah. "Apa masalahmu?" "Buk, Ilham itu sengklek. Ibu tau bedanya bercanda sama serius enggak sih?" tanyaku nelangsa. Pesimis aku dengan jawaban Ilham, mana mungkin Ilham sudi menikah mendadak kayak gini. Lagian, Ilham juga banyak bercandanya dari seriusnya. Enggak mungkin dia serius perkara begini juga. Ilham itu dari dulu paling seneng pacaran sama cewek bau kencur dan sekarang mau nikahi dia? kayak bukan Ilham saja ini. "Kowe iku dinikahi kok enggak ada roso syukur e?" sungut ibu kesal dengan perasaan pesimisku akan tindakan gegabah Ilham. "Bersyukur enggak jadi perawan tua," "Buk, Rin itu masih muda, enggak tua-tua banget," be

  • Pernikahan Dadakan dengan Sahabatku   Bab 2

    "Gimana nasib'e anakmu, Pak?" keluh Ibu yang masih meringis kesal aku gagal nikah. "Anakmu iku jan mesti ruwat (Anak kamu itu memang harus diruwat)," lanjut Ibu yang mengelus dadanya, omelannya masih berlanjut sampai sekarang. Kalo udah batal nikah, ya udah. Aku harus gimana lagi? Bawa Riko paksa juga percuma. Batang hidungnya aja enggak kelihatan. "Ibu ini ngomong opo toh? Wes seng tenang," Ayah mulai kesal dengan keluh kesah Ibu yang tiada habisnya. Harusnya ibu juga ngertiin perasaan Rin, yang paling sakit dengan kejadian ini tuh aku. Aku, si pengantin wanita. "Anak wadonmu iku dadi perawan tua, Pak (Anak perempuan kamu itu sudah jadi perawan tua, Pak)," ujar Ibu yang akhirnya diam karena satu sentakan Ayah, menasehati ibu untuk tidak mengucapkan 'perawan tua' padaku. Tapi, kayaknya emang aku ditakdirkan buat jadi perawan tua sih. Gatot Mulu kalau masalah percintaan gini. "Budeh itu yang sabar," ujar Ilham yang sok bener aja ngomongnya, "Ilham bantuin cari calon mant

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status