Share

Pernikahan Dendam Dengan CEO Tampan
Pernikahan Dendam Dengan CEO Tampan
Penulis: Polaris

Bab 1: Malam Pengantin

"Ini kamarmu sekarang! Kamu bisa tidur di sini. Dan ingat, jangan coba-coba berani masuk ke dalam kamarku, mengerti? Kalau sampai kamu dengan lancangnya masuk ke kamarku, aku akan mematahkan tanganmu." ancam seorang pria yang kini mengenakan jas hitam setelah acara pernikahannya dengan wanita yang saat ini berhadapan dengannya.

"Tapi kita kan suami istri. Kenapa kita harus pisah kamar?" tanya seorang wanita yang masih mengenakan gaun pengantin.

"Jangan banyak bicara! Atau aku akan memindahkanmu di gudang," pria itu menatap tajam wanita yang sekarang sudah sah menjadi istrinya.

"Maaf! Aku hanya menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan." Wanita itu menunduk.

Pria itu langsung pergi dari sana dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Pria tersebut langsung menghubungi seseorang yang sejak tadi sudah sangat dirindukannya.

"Hallo, Honey!" Suara seorang wanita.

"Hallo, kamu sedang apa?"

"Sedang memikirkanmu. Apalagi yang bisa aku lakukan selain memikirkanmu, hm?"

"Kamu ini begitu menggemaskan. Oh iya, apa kamu tahu, apa yang sudah aku lakukan pada saudara tirimu itu?" ujar pria tersebut.

"Apa?" tanya wanita tersebut.

"Aku memintanya untuk tidur terpisah denganku. Melihat wajahnya saja aku merasa jijik," jelas pria itu.

"Baguslah kalau begitu. Ingat, jangan sampai kamu tergoda padanya! Atau aku akan marah padamu" ancam sang wanita.

"Kau tenang saja, Honey! Tidak ada wanita yang mampu menggodaku selain dirimu, benarkah?" jawab pria tersebut.

"Kamu ini, selalu bisa mengambil hatiku,"

"Hahaha.... jangan panggil aku Deon Hayden kalau aku sendiri tidak bisa menjerat kekasihku sendiri, Aurora Jovita."

"Jangan banyak bicara, Deon! Lebih baik kamu istirahat. Aku tidak ingin kamu kelelahan."

"Baiklah, Honey! Kalau begitu, aku tutup dulu teleponnya. Bye!"

"Bye, Honey!"

Deon langsung menutup teleponnya dan mengganti jas pengantinnya dengan piyama tidurnya. Meskipun sekarang adalah malam pengantinnya, tapi bagi Deon tidak ada yang spesial, karena ia menikahi wanita yang tidak ia cintai.

**

Di kamar yang berukuran sangat kecil, seorang wanita sedang duduk termenung di atas tikar yang akan menjadi alas tidurnya saat ini. Karena di dalam kamar tersebut tidak ada kasur. Hanya ada satu bantal dan satu bantal guling. Jadi, mulai malam ini wanita tersebut tidak bisa merasakan tidur di kasur yang empuk. Suaminya hanya menyediakan kamar seadanya. Bahkan kamar tersebut lebih kecil dari kamar pembantu yang berada di rumah besar tersebut.

"Ibu, aku merindukanmu, Bu! Andai Ibu masih ada di sini, aku pasti tidak akan kesepian." Wanita tersebut meneteskan air matanya.

Hingga pagi hari tiba, Deon sudah bersiap untuk pergi ke kantornya seperti biasa. Ia bekerja di perusahaannya sendiri sebagai direktur utama. Perusahaan yang bernama PT Ursa Major adalah perusahaan yang ia dirikan sendiri tanpa bantuan siapa pun.

"Selamat pagi, Bi!" sapa Deon dengan pembantu yang tinggal di rumahnya.

"Selamat pagi, Tuan!"

"Di mana Iza? Apa dia belum bangun?" tanya Deon karena ia tidak melihat istrinya.

"Nona Izabel belum bangun, Tuan! Nona masih di kamarnya." jawab bi Kinar, pelayan di rumah Deon.

Tanpa bicara, Deon langsung menghampiri Izabel di kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya begitu saja karena memang tidak dikunci. Di sana terlihat Izabel masih berbaring di atas tikar dengan masih mengenakan gaun pengantinnya. Deon berbalik badan lagi untuk mengambil sesuatu. Saat ia sudah kembali, ia langsung menyiram tubuh wanita yang bernama lengkap Izabel Taqi Ganendra dengan air yang sudah ia bawa.

Byuuurrrrrr

Sontak saja Izabel merasa terkejut dan langsung bangun begitu saja. Ia merasa kedinginan karena Deon menyiram tubuhnya dengan air yang ia ambil dari kulkas.

"Mas Deon, kenapa kamu siram aku?" tanya Izabel begitu ia menyadari Deon sudah berdiri di hadapannya.

"Kamu pantas untuk disiram. Kamu pikir kamu siapa, hah? Kamu tidak lihat ini sudah jam berapa? Jangan berlagak seperti Nyonya di rumah ini! Karena bagiku, kamu itu lebih rendah dari pada pembantu." ucap Deon dengan emosinya. Ia tidak suka melihat Izabel yang masih tertidur, sedangkan dirinya sendiri sudah siap untuk bekerja.

"Kenapa kamu bicara seperti itu, Mas? Aku ini istrimu, Mas Deon!" Mata Izabel berkaca-kaca.

"Jangan katakan kalau kamu adalah istriku! Meskipun itu benar. Karena aku jijik mendengar kata-kata itu dari mulutmu."

Izabel hanya bisa sabar dan menahan dirinya. Ia tidak tahu mengapa Deon membencinya. Padahal sebelumnya, pria itu selalu bersikap manis padanya meskipun saat itu mereka baru mengenal selama satu bulan dan Deon langsung mengajaknya menikah.

"Cepat bangun! Bereskan tempat tidurmu!" titah Deon.

"Iya," lirih Izabel.

Deon langsung keluar dari kamar Izabel. Ia kembali ke meja makan untuk menikmati sarapannya. Setelah selesai, ia langsung pamit pada bi Kinar untuk pergi ke kantornya.

"Bi Kinar,"

"Iya, Tuan?"

"Tolong awasi Izabel! Ingat, jangan biarkan dia menyentuh barang-barang di rumah ini! Termasuk dia juga tidak boleh duduk di sofa dan duduk di meja makan. Kalau dia mau makan, suruh dia duduk di lantai. Dan kalau dia mau makan atau pun minum, jangan izinkan dia memakai piring dan gelas yang sama dengan yang aku pakai. Mengerti?" tegas Deon dengan pesan-pesannya.

"Baik, Tuan!" kata bi Kinar menunduk.

Deon pun segera pergi dari sana untuk berkerja seperti biasa di kantornya. Ia sengaja tidak mengambil cuti meskipun semalam baru saja ia merayakan pesta pernikahannya.

Setelah kepergian Deon, kini Izabel sudah membersihkan kamarnya dan juga dirinya. Ia beranjak ke dapur untuk makan karena perutnya terasa sangat lapar dari semalam.

"Selamat pagi, Bi!" sapa Izabel pada bi Kinar.

"Pagi, Non Iza sudah bangun?" balas bi Kinar.

"Iya, Bi. Oh iya, apa Bibi sudah memasak? Perutku lapar sekali dari semalam," ucap Izabel.

"Iya, Non, Bibi sudah masak. Mau Bibi siapkan?" tawar bi Kinar.

"Tidak usah, Bi! Aku ambil sendiri saja," Izabel tersenyum dan berjalan ke arah meja makan. Ia baru saja ingin mengambil piring, namun tiba-tiba saja bi Kinar mencegahnya.

"Non Iza, jangan pakai piring itu!" cegah bi Kinar.

"Kenapa, Bi?" tanya Izabel heran.

"Maaf, Non, bukannya Bibi melarang, hanya saja Tuan Deon meminta Bibi untuk melarang Non Iza memakai barang yang biasa dipakai oleh Tuan Deon. Tuan Deon juga meminta Bibi untuk melarang Nona menyentuh barang-barang di rumah ini. Nona tidak boleh duduk di sofa yang ada di sini. Tuan Deon meminta Nona untuk duduk di lantai. Pokoknya, Nona tidak boleh menyentuh barang apa pun yang ada di sini. Sekali lagi Bibi minta maaf ya, Non. Bibi hanya menjalankan perintah Tuan." Bi Kinar sebenarnya merasa kasihan pada Izabel. Namun ia tidak bisa melakukan apa pun selain menuruti apa kata majikannya itu.

Izabel yang mendengar pesan dari bi Kinar tentu saja merasa teriris hatinya. Ia merasa tidak ada harga dirinya di mata suaminya. Padahal Deon sendiri yang memintanya untuk menikahinya. Ia tidak tahu mengapa Deon bersikap kejam pada dirinya.

"Tidak apa-apa, Bi, aku mengerti! Kalau begitu, mana piring yang boleh aku pakai untuk makan?" tanya Izabel.

Bi Kinar mengambil piring yang biasa digunakan oleh pelayan di sana. Ia memberikan piring tersebut pada majikannya.

"Ini Non piringnya,"

"Terima kasih, Bi!" Izabel mencoba untuk tetap tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status