Gadis yang baru saja selesai mengepel lantai itu mendengus kesal. Ponsel disakunya terus saja berdering. Namun, meliat nomor asing yang sama sekali tak dikenalinya, Lea memilih untuk mengabaikannya.
Ponselnya kembali berbunyi. Kali ini bukan panggilan telpon melainkan sebuah pesan. Merasa tergelitik, akhirnya gadis cantik itu mengunduh pesan gambar yang diterimanya.
Deg!
“Apa-apaan ini?” batinnya mulai bergemuruh.
Terlihat pria yang tak asing itu duduk bersama seorang gadis seksi. Hanya saja, wajah wanita itu tidak terlihat jelas karena mengarah pada pipi sang pria. Pria yang tak lain kekasihnya.
“Wanita ini cuma berbisik atau lagi nyium Kak Heru sih?!” gumam gadis berambut panjang itu kesal bukan main. Rasanya ingin meroyok wanita itu seperti kertas pembukus roti. Sialnya, sang kekasih malah tersenyum lebar dalam foto itu.
Tanpa pikir panjang, Lea menghubungi Heru. Ia ingin tahu apa yang sedang dilakukan kekasihnya. Setidaknya, ia tidak boleh berburuk sangka. Lea harus memastikannya lebih dulu demi keutuhan hubungan mereka.
Panggilan pertama, tidak dijawab. Panggilan kedua, telpon Heru sibuk. Panggilan ketiga, masih saja sibuk. Panggilan keempat, ponsel Heru justru tidak aktif dan berada di luar jangkauan.
Lea tak kehabisan akal. Ia segera mengganti seragamnya. Jam kerjanya sudah berakhir. Setelah tiba di apartemen sederhana tempatnya tinggal, ia meminjam ponsel tetangganya yang juga seorang WNI.
Beruntungnya sang tetangga mau berbaik hati meminjamkan ponsel. Namun, Lea harus menerima kenyataan pahit. Yang menyambutnya, justru suara halus dan serak.
“Halo? Halo? Beb, ada yang telpon kamu,” ucap wanita yang menjawab panggilan telpon Heru.
“Ck, aku masih ngantuk, Sayang,” sahut Heru.
Tangan Lea terkepal kuat. Air matanya jatuh begitu saja. Tetesannya mulai berlomba keluar tanpa mampu melawan gravitasi.
Wanita paruh baya tetangga Lea merasakan ada yang tidak beres. Tanpa bertanya, diusap lengan gadis pekerja keras itu. Air matanya yang berderai sudah menjelaskan jika Lea sedang menerima kabar buruk.
Rasanya seluruh sendi tubuhnya mendadak tak mampu bekerja. Lea merasa jika harapan yang telah lama ia pupuk sirna. Kekalutannya beberapa saat lalu mulai jelas.
Heru ... selingkuh.
Menjalani hubungan LDR memang rentan. Lea akui jika ia seringkali merasa takut jika Heru berpaling. Mereka terpisah jarak yang cukup jauh.
Tubuh mungil setinggi 158 cm itu masih membeku di tempatnya. Terbayang akan keputusannya beberapa bulan lalu untuk tetap tinggal dan bekerja di Singapura sambil menyelesaikan pendidikan magisternya.
Tak memiliki cukup uang untuk membeli tiket pulang. Lea akhirnya memanfaatkan visa pelajar yang tersisa dan menyambungnya dengan visa liburan. Tujuannya untuk menghasilkan uang lebih.
Papanya juga sudah meninggal. Lea cukup tahu diri untuk tidak jadi beban siapapun. Termasuk Heru.
“Ada apa, Nak Lea?” tanya wanita paruh baya itu berempati.
“Saya harus pulang secepatnya ke Indonesia, Bu. Ada sesuatu yang penting. Sebelum itu, saya harus mencari uang lebih banyak agar bisa melunasi biaya sewa dan beli tiket pulang,” ungkap Lea mencoba tersenyum disaat hatinya hancur.
“Tunggu sebentar,” ujar wanita itu yang kemudian mengambil selembar brosur kecil.
Lea menerimanya dan membaca informasi yang tertulis di sana. Pekerjaan darurat dengan upah tertentu asalkan kedua pihak sepakat. Jenis pekerjaan bervariasi tergantung klien yang ditemui dalam platform itu.
“Saya sudah mencobanya dan menemukan seorang terapis wanita yang datang mengobati,” jelas wanita itu lagi.
Lea menerimanya dengan secercah harapan. Semoga bisa mendapatkan pekerjaan dengan bayaran yang cukup mahal. Misinya sekarang adalah pulang ke Indonesia secepatnya.
***
Kata pepatah, usaha tak akan menghianati hasil. Dua pekerjaan dalam sehari membuat Lea mendadak berduit. Kurang dari 24 jam setelah tahu perselingkuhan Heru, Lea lekas mencari pekerjaan di platform Any Work.
Ia bahkan mendapatkan satu gaun mahal dari klien wanita. Lea diminta bersandiwara sebagai kliennya dan memutuskan seorang cowok.
“Harusnya dari dulu aku tahu ada lapak kerjaan seperti ini. Aku nggak perlu susah-susah cuci piring sama ngepel lantai,” gumam Lea dengan mata berbinar menatap nominal di rekeningnya.
Kebahagiaan kecil Lea terusik. Nomor misterius kemarin, kembali mengirim foto. Kali ini foto makan malam romatis. Lagi-lagi Lea dibuat kesal karena wajah wanita berambut pirang itu tidak terlihat.
Lea akhirnya kembali menghubungi Heru. Ia ingin tahu apakah Heru masih bersama wanita itu atau tidak. Ia bertekad ingin mengumpulkan banyak bukti.
“Halo, Sayang,” sapa Heru.
“Kamu udah makan?” tanya Lea.
“Udah tadi, makan mie instan. Aku harus berhemat biar bisa punya duit lamar kamu,” jawab Heru.
Lea tertawa bukan karena lucu, tapi sadar telah ditipu. Tanpa bisa ia bendung air matanya kembali jatuh. Namun, lambat laun isakannya mulai terdengar.
“Sayang, kamu nggak usah sesedih itu. Kamu jangan kayak aku yang harus makan makanan instan buat berhemat,” ucap Heru terdengar begitu peduli.
Padahal, Lea tahu kebenarannya. Di berang sana, kekasihnya itu menikmati menu resto yang cukup mahal.
“Sayang, entar aku telpon lagi ya. Aku lagi lembur sama atasan aku di kantor,” kilah Heru sebelum menutup telpon.
Lea mengusap air matanya lalu berkata, “Kamu benar. Aku nggak harus berhemat. Malam ini aku juga bakalan nyari cowok ganteng biar bisa bikin kamu cemburu!”
Patah hati yang Lea rasakan, ia lampiaskan dengan menenggak beberapa gelas minuman alkohol di bar hotel. Di saat ia hendak meminta sebotol lagi, seorang pria mencegahnya.
“Berikan saja gadis ini air mineral,” pinta pria itu.
Lea menggeleng pelan. Kepalanya terasa berat dan sosok yang berdiri di dekatnya itu tidak terlihat jelas. Namun, setiap kali Lea hendak meneguk minumannya, sang pria lebih dulu meraih dan mengosongkan gelas itu.
“Om, jangan kasihani aku. Selain papaku, semua pria itu sama. Tukang selingkuh!” racau Lea.
“Kalau begitu, balas dengan selingkuh juga,” saran pria itu.
“Om mau jadi selingkuhanku?” bisik Lea dengan mata terpejam. Pria itu menggeleng.
“Pacar aku selingkuh, Om. Yang jawab telponnya kayaknya cewek seksi,” gumam Lea lagi.
“Kasihan juga kamu. Bukannya di resto tadi, kamu nolak cowok yang makan malam sama kamu?” tanya pria itu tersenyum sambil melonggarkan dasinya.
Lea menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum menggoda ke arah pria itu. “Aku nggak tahu maksud, Om. Tapi yang jelas, aku mau lupain rasa sakit ini. Apa Om mau bantu aku?”
Pria tampan itu tersenyum tipis. Sembari mencondongkan tubuhnya ke arah Lea, pria itu berbisik, “Jangan salahkan aku, kalau kamu tidak bisa jalan besok pagi.”
***
"Tidak, Lea. Tari disenggol orang di kafe. Dia pendarahan dan dibawa karyawan kafe itu ke rumah sakit ini. Saya cuma antisipasi, jangan sampai dia mendekat ke sini karena tahu kamu juga rawat di sini," jelas Juna.Angga mengangguk setuju dan berterimakasih pada Juna. Ucapan terima kasihnya terdengar begitu tulus sampai Juna dan Gani heran. Apakah benar dia Angga yang selama ini mereka kenal?"Acii ...."Ucapan Keysa terdengar jelas dalam keheningan di ruangan itu. Angga sampai terkejut mendengarnya. Keponakannya baru saja menirunya mengucapkan terima kasih."Keysa bilang terima kasih?" tanya Angga.Keysa menganggukkan sampai tertawa. Gani dan Juna kembali mengulang kata terima kasih. Benar saja, Keysa pun ikut mengulang ungkapan yang sama dengan bahasanya sambil bertepuk tangan."Sana kamu suapi Lea makan. Sekalian kamu juga makan. Biar Keysa sama ayah dulu," saran Gani mendekat meminta cucunya.Awalnya Keysa menolak. Namun, Gani buka
Sore hari, keluarga berkumpul bersama di ruang rawat inap Lea. Keysa tak mau lepas dari mamanya. Hanya saat dokter ingin memeriksa kondisi Lea saja, Keysa mau digendong oleh Angga. Mungkin karena takut melihat dokter paruh baya itu mendekati mamanya.Juna yang melihat Keysa mulai ketakutan, turut mengeluarkan stetoskopnya. Dengan usilnya, dokter yang satu itu memeriksa denyut jantung Angga sambil melaporkan hasilnya pada bayi cantik itu. Kemudian, turut memeriksa Keysa seperti Lea dan Angga."Keysa mau jadi dokter juga?" tanya sang kakek saat melihat cucunya memainkan tali stetoskop milik Juna.Keysa menoleh lalu menatap semua orang satu persatu. "Mau jadi dokter juga kayak Om Ganteng ini?" tanya Juna melucu sambil mengarahkan alat stetoskopnya ke perut Keysa lalu beralih ke kakinya."Keysa mau jadi dokter?" tanya Angga. Entah paham atau tidak, tapi kali ini Keysa mengangguk."Dia cuma nurut sama papanya," komentar Gani. Ia akui jika cucunya belum
Sepasang mata yang terasa berat itu perlahan mengerjap. Mencoba sebisa mungkin untuk melihat sekelilingnya. Samar ia melihat seseorang yang berada di sisinya.Siapa dia?Lea memejamkan matanya sejenak. Menunggu sesaat hingga indra pendengarannya bisa bekerja dengan baik. Terdengar suara tangisan lirih seorang pria yang menyebut namanya.Sesaat Lea bergeming dengan sudut mata yang basah. Menitikkan bulir bening kala mendengar pengakuan Angga. Pria itu takut ditinggalkan.Seterpuruk inikah suaminya? Apa kondisinya sulit untuk disembuhkan? Apakah dirinya tidak akan sembuh?Lea pernah merasakan kejamnya dunia. Ia menjadi yatim piatu, hidup terlantar dan dihianati orang-orang yang ia percayai. Pernah sekali ia berpikir untuk menabrakkan dirinya di jalanan. Akan tetapi, ia teringat Melati.Kalau bukan karena melihat Melati yang bernasib mirip seperti dirinya, mungkin sudah lama Lea menyerah dalam hidupnya. Lea ingat jika ia masih memiliki Melati yang peduli padanya.Saat ini, Lea bahkan sud
Senyum yang pudar dan kantung mata yang menebal. Sorot mata kosong dan keheningan yang tak kunjung pergi. Diamnya Angga membuat pria itu seperti mayat hidup. Suaranya hanya terdengar saat menenangkan Keysa.“Ga, lo cukuran dulu gih! Udah tiga hari loh ini. Keysa nanti malah takut lihat papanya sendiri. Jangan salahin gue kalau nanti dia lebih milih ikut gue ketimbang sama lo,” ungkap Juna.Angga hanya mengangguk seolah tak benar-benar menyimak ucapan sepupunya. Setelah membaringkan Keysa, Angga hendak ke ICU. Namun, kedatangan Melati menunda niatnya.Gadis bar-bar sahabat istrinya itu memaksanya makan siang lebih dulu. Melati mengancam akan melaporkan kelakuan Angga yang mulai tidak waras itu saat Lea sadar nanti.“Ya terserah Anda saja. Sekali saya bilang bakalan buka mulut sama Lea, tak ada yang bisa mencegah. Biar saja, Lea tahu. Anda pikir, saya mengatakan ini karena Lea akan memarahi Anda nantinya? Tidak, Tuan Anggara Yang Ter
Gani menoleh lalu menjitak kepala Seno. Ya ampun, Seno baru tahu kalau kebiasaan Angga itu adalah warisan sifat dari Presdir Tanufood ini. “Ampun, Om.”“Jangan berpikir yang tidak-tidak!”“Iya, maaf, Om. Terus, yang tadi om bilang itu maksudnya apa? Kehilangan lagi? Kehilangan apa, Mo?” desak Seno.Gani menghela napas panjang. “Lea keguguran. Angga sama sekali tidak tahu kalau Lea hamil. Dokter menduga Lea sendiri belum menyadari kalau ada janin yang tumbuh dalam rahimnya.”“Dia mungkin berpikir kalau perubahan kecil di tubuhnya karena efek program induksi laktasi yang Lea laku- humpp.” Seno membelalak menutup mulutnya sendiri.“Om sudah tahu kalau Lea melakukan prosedur itu. Om juga tahu kalau demi Keysa dia melakukannya. Padahal, ada resiko untuk tubuhnya sendiri dari keputusannya itu,” ucap Gani mengusap sudut matanya.Hari ini, kebahagiaan yang dirasakannya han
“Jadi Lea hamil? Hamil anak kami?” batin Angga yang matanya berkaca-kaca. Baru saja ia kehilangan calon anaknya.“Innalillahi ...,” lirih Angga yang merasakan dinding lorong itu perlahan menyempit. Menghimpit tubuhnya yang kini terasa remuk.Tatapan mereka kini beralih pada Angga. Pria itu tampak lebih syok sampai nyaris tidak bisa berdiri dengan tegak. “Kamu kenapa tidak bilang kalau Lea hamil?” tanya Ivanka.Angga menggeleng pelan sembari berkata, “Aku tidak tahu.”Sang dokter mengangguk lalu berkata, “Kemungkinan besar, Ibu Lea juga belum menyadari kehamilannya. Usia kandungannya memang masih muda, baru memasuki minggu keempat atau usia satu bulan. Umumnya wanita hamil belum merasakan gejalanya. Pendarahan yang dialaminya tadi, membuat janinnya kekurangan oksigen. Ditambah dengan efek racun yang menyebar di area lukanya.”Sejam kemudian, Lea sudah dipindahkan ke ICU. Di sampingnya, Angga duduk meggenggam tangan istrinya.Hal yang tengah dirasakan pria itu sekarang adalah terguncang