Share

Empat Puluh Delapan

Raya belum mengedipkan matanya, lalu dengan susuah payah dia menelan air liurnya sendiri. Diikuti oleh matanya yang mengerjap tidak fokus.

"Hmmm ... kita, sedang di kampung, tidak ada hotel di sini." Suara Raya nyaris berisik. Fajar menghela nafasnya, membuangnya kemudian. Ini masih terlalu pagi untuk berfikir ke arah situ.

"Kau merindukanku? Kau menginginkannya juga?" Pancing Fajar. Raya meremas jari-jarinya sendiri. Kemudian mengangkat wajah putus asanya, tentu saja dia sangat merindukan laki-laki itu. Hubungan tempat tidur adalah ke istimewaan yang paling indah yang dia dapatkan dari suaminya itu.

Raya akhirnya mengangguk, mengabaikan rona merah yang menjalar di pipinya. Fajar tersenyum sumringah, baru kali ini Raya jujur dengan dirinya.

"Sepertinya kita harus bersabar dulu," kata Fajar mengelus lengan Raya, dia melihat bulu-bulu halus di lengan itu meremang.

"Mendekatlah, Raya!"

"Eh?"Raya kembali kebingungan, entah apa yang terjadi padanya saat ini, bunga bunga itu terus saja be
Locked Chapter
Ituloy basahin ang aklat na ito sa APP

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status