Share

Empat

Mata sembab itu milik Raya, menengadahkan wajah cantiknya kelangit-langit kamar, dia sedikit tenang setelah menumpahkan kemarahannya kepada Fajar. Dia tidak pernah bahagia dengan hidupnya, terkurung bagaikan tawanan dan tidak boleh kemana -mana. 

Dari dulu dia tidak pernah pergi tanpa pengawal ayahnya. Ke sekolah, ke Mall, dan kemanapun dia diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan berotot kuat yang tak lain adalah anak buah ayahnya. Raya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan siapa yang diinginkannya, dia dijauhi dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya kepada Marsel dia bisa membuka diri walaupun sedikit, Raya ditaklukkan dengan bujuk rayu dan mulut manis pria itu sehingga dia menerima Marsel sebagai kekasihnya.

Malam itu puncaknya ketika perayaan ulang tahun alumni kampusnya. Dia berhasil memanipulasi ayahnya agar pengawalan tidak dilakukan lagi karena hanya orang dalam yang merupakan alumni kampusnya yang diperbolehkan masuk.

Untuk yang pertama kalinya ayahnya mengabulkan keinginannya, namun untuk pertama kalinya juga Raya menyesal dengan tak adanya pengawal disekitarnya. Malam terkutuk itu masih terbayang-bayang di matanya, dia masih ingat senyum sumringah Fajar saat menerima beberapa lembar uang dari Marsel saat laki-laki itu selesai memperkosanya.

Raya tidak tau apa yang akan dilakukannya dimasa depan, dia tidak memiliki semangat hidup sama sekali. Tak ada lagi yang tersisa darinya saat ini, Fajar suami penutup malunya adalah laki-laki dingin yang tidak punya belas kasih.

Lamunan Raya terganggu saat Fajar berusaha membongkar kunci pintu dengan sebuah logam yang dirangkainya dari tadi. Sekarang sudah jam satu malam, laki-laki itu dari tadi siang tidak berhenti berusaha melarikan diri, dimulai dengan pura-pura sakit perut dan tidak di acuhkan penjaga sampai pura -pura kesurupan dan tetap tidak diacuhkan penjaga.

Fajar menendang pintu kamar Raya dengan kesal saat usahanya sama sekali tidak berhasil. Raya bangun, wajah pucatnya terlihat lebih segar dari pertama Fajar melihatnya saat dilempar ke kamar wanita itu.

"Aku akan membantumu kabur."

Raya mencoba membuat kesepakatan. Fajar memandangnya malas.

"Kau sedang mengigau? bagaimana mungkin kau bisa membantuku kabur."

"Ini rumahku, aku yang tau seluk beluk rumah ini."

"Apa kau bisa kupercaya? membiarkan aku kabur berarti kau siap kehilangan suami." Fajar terkekeh mengatakan kata suami, jelas saja dengan nada mengejek.

"Jangan kau kira aku sudi menerimamu sebagai suamiku, aku lebih memilih menikah dengan kambing dari pada dirimu."

Fajar semakin tertawa dengan perumpamaan Raya, memang wanita yang bermulut tajam.

"Dan aku lebih memilih menikahi domba hamil dari pada menikah denganmu," balas Fajar tidak kalah pedas.

"Terserah kau, aku akan kabur sendiri tanpa mengajakmu." Raya mengikat rambutnya, Fajar sedikit tertarik, benarkah wanita itu bisa membantunya kabur?

"Kau serius dengan ucapanmu?"

"Serius dengan satu syarat." Raya menantang mata Fajar.

"Kau mulai bertingkah ya!"

"Ajak aku kemana kau pergi, karena aku tidak memiliki keberanian hidup sendiri di luar sana."

"Apa?Hua ha ha ha." Fajar memegangi perutnya. Gadis di depannya sungguh lucu, kabur bersama seakan-akan melarikan diri karena hubungan mereka tidak direstui.

"Apanya yang lucu?" Raya kelihatan tersinggung.

"Aku menyetujui untuk kabur bersama, tapi tidak setuju jika harus membawamu kemana aku pergi, hei! jangan menghayati pernikahan ini, karena pernikahan kita tidak sah, ayahmu menipu penghulu dan saksi dengan mengatakan kau masih perawan, menyeretku layaknya binatang dan memaksaku untuk mengucapkan kalimat sakral itu, yang harus kau ketahui pernikahan ini sebenarnya tidak sah, tidak sah menikah dengan wanita yang tengah hamil anak orang lain, jelas? Jadi urungkan niatmu untuk mengekoriku kemana aku pergi."

Raya terdiam dengan kebenaran yang disampaikan Fajar, begitu hinakah seorang wanita yang hamil di luar nikah? sampai-sampai pernikahannya tidak sah jika dinikahi oleh laki-laki yang bukan merupakan penyebab kehamilannya. Dia baru tau itu, artinya Fajar bukanlah suaminya, tapi kenyataan itu tak merubah apapun.

"Kau tau pasti, aku membencimu dan jangan besar kepala seolah-olah aku mengikutimu karena aku menikmati peran menjadi istrimu, aku hanya ingin lari dari kekangan ayahku." Raya menjawab ketus.

Fajar berfikir sesaat, tak ada salahnya mereka saling memanfaatkan, terkurung dengan wanita gila itu hanya akan membuat umurnya berkurang karean terus marah -marah.

"Baiklah ... sepakat," jawab Fajar, Raya langsung membuka lemarinya, mengambil sepasang pakaian dan memasukkan kedalam tasnya. 

"Lewat sini!" Raya mendorong lemari pakaiannya. Ajaib, ada pintu rahasia yang berada persis di belakang lemari itu. Pintu itu ditemukan Raya tidak sengaja sewaktu dia SMA dulu.

Fajar langsung menyelinap mengikuti Raya, mereka melalui sebuah tangga kecil yang berbelit-belit, penerangannya sangat minim dan mengeluarkan bau apek yang aneh. Fajar tidak peduli, wanita di depannya berlari dengan gesit sampai akhirnya mereka sampai di ujung lorong.

"Kau laki-laki, dorong pintu besi itu!" Perintah Raya

Fajar tidak menjawab, sekali dorong pintu itu bergeser, Raya keluar lebih dulu dan kemudian diikuti oleh Fajar.

Mereka berguling di semak belukar, bahkan Fajar tidak tau dimana posisi mereka saat ini, begitu asing dan terpencil.

"Tutup mulutmu! nyamuk akan dengan senang hati bersarang di sana, kita tidak punya waktu untuk berfikir, ayahku akan menyadari bahwa kita sudah kabur, cepat!" Raya bergerak gesit.

Fajar baru tau, gadis yang terlihat lemah dan manja itu cukup berani dan kelihatan gesit. Mereka sampai di jalan setapak yang tidak berpenghuni, berjalan tegesa-gesa sambil mengamati situasi. 

Mereka terus berjalan tanpa tujuan yang jelas, Raya memiliki keyakinan bahwa jalan kecil ini akan membawa mereka ke jalan raya.

Benar saja, sepuluh menit kemudian mereka sampai di jalan aspal yang tidak begitu besar. Kendaraan lewat sesekali, rata-rata kendaraan yang membawa hasil pertanian.

"Kita harus mencari cara agar menjauh dari tempat ini, bisa saja orang-orang ayahku sudah menyadari kaburnya kita dan berkeliaran di sekitar sini." Raya menutup kepalanya dengan topinya, menyamarkan sedikit wajahnya.

Fajar tidak kehilangan akal, mereka harus mencari tumpangan jika ingin selamat. Dengan percaya diri Fajar menyetop mobil bak terbuka yang berisi hewan ternak, mobil itu berhenti dan dipandangi Raya dengan mulut menganga.

"Kau bercanda?" 

"Aku dengan senang hati meninggalkanmu jika kau tidak mau naik," ketus Fajar. 

Bunyi klakson tak sabaran mengingatkan mereka. Raya sekali loncat naik di mobil bak itu dengan Fajar, berbaur dengan sapi-sapi yang penuh kotoran.

Mata sembab itu milik Raya, menengadahkan wajah cantiknya kelangit-langit kamar, dia sedikit tenang setelah menumpahkan kemarahannya kepada Fajar. Dia tidak pernah bahagia dengan hidupnya, terkurung bagaikan tawanan dan tidak boleh kemana -mana. 

Dari dulu dia tidak pernah pergi tanpa pengawal ayahnya. Ke sekolah, ke Mall, dan kemanapun dia diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan berotot kuat yang tak lain adalah anak buah ayahnya. Raya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan siapa yang diinginkannya, dia dijauhi dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya kepada Marsel dia bisa membuka diri walaupun sedikit, Raya ditaklukkan dengan bujuk rayu dan mulut manis pria itu sehingga dia menerima Marsel sebagai kekasihnya.

Malam itu puncaknya ketika perayaan ulang tahun alumni kampusnya. Dia berhasil memanipulasi ayahnya agar pengawalan tidak dilakukan lagi karena hanya orang dalam yang merupakan alumni kampusnya yang diperbolehkan masuk.

Untuk yang pertama kalinya ayahnya mengabulkan keinginannya, namun untuk pertama kalinya juga Raya menyesal dengan tak adanya pengawal disekitarnya. Malam terkutuk itu masih terbayang-bayang di matanya, dia masih ingat senyum sumringah Fajar saat menerima beberapa lembar uang dari Marsel saat laki-laki itu selesai memperkosanya.

Raya tidak tau apa yang akan dilakukannya dimasa depan, dia tidak memiliki semangat hidup sama sekali. Tak ada lagi yang tersisa darinya saat ini, Fajar suami penutup malunya adalah laki-laki dingin yang tidak punya belas kasih.

Lamunan Raya terganggu saat Fajar berusaha membongkar kunci pintu dengan sebuah logam yang dirangkainya dari tadi. Sekarang sudah jam satu malam, laki-laki itu dari tadi siang tidak berhenti berusaha melarikan diri, dimulai dengan pura-pura sakit perut dan tidak di acuhkan penjaga sampai pura -pura kesurupan dan tetap tidak diacuhkan penjaga.

Fajar menendang pintu kamar Raya dengan kesal saat usahanya sama sekali tidak berhasil. Raya bangun, wajah pucatnya terlihat lebih segar dari pertama Fajar melihatnya saat dilempar ke kamar wanita itu.

"Aku akan membantumu kabur."

Raya mencoba membuat kesepakatan. Fajar memandangnya malas.

"Kau sedang mengigau? bagaimana mungkin kau bisa membantuku kabur."

"Ini rumahku, aku yang tau seluk beluk rumah ini."

"Apa kau bisa kupercaya? membiarkan aku kabur berarti kau siap kehilangan suami." Fajar terkekeh mengatakan kata suami, jelas saja dengan nada mengejek.

"Jangan kau kira aku sudi menerimamu sebagai suamiku, aku lebih memilih menikah dengan kambing dari pada dirimu."

Fajar semakin tertawa dengan perumpamaan Raya, memang wanita yang bermulut tajam.

"Dan aku lebih memilih menikahi domba hamil dari pada menikah denganmu," balas Fajar tidak kalah pedas.

"Terserah kau, aku akan kabur sendiri tanpa mengajakmu." Raya mengikat rambutnya, Fajar sedikit tertarik, benarkah wanita itu bisa membantunya kabur?

"Kau serius dengan ucapanmu?"

"Serius dengan satu syarat." Raya menantang mata Fajar.

"Kau mulai bertingkah ya!"

"Ajak aku kemana kau pergi, karena aku tidak memiliki keberanian hidup sendiri di luar sana."

"Apa?Hua ha ha ha." Fajar memegangi perutnya. Gadis di depannya sungguh lucu, kabur bersama seakan-akan melarikan diri karena hubungan mereka tidak direstui.

"Apanya yang lucu?" Raya kelihatan tersinggung.

"Aku menyetujui untuk kabur bersama, tapi tidak setuju jika harus membawamu kemana aku pergi, hei! jangan menghayati pernikahan ini, karena pernikahan kita tidak sah, ayahmu menipu penghulu dan saksi dengan mengatakan kau masih perawan, menyeretku layaknya binatang dan memaksaku untuk mengucapkan kalimat sakral itu, yang harus kau ketahui pernikahan ini sebenarnya tidak sah, tidak sah menikah dengan wanita yang tengah hamil anak orang lain, jelas? Jadi urungkan niatmu untuk mengekoriku kemana aku pergi."

Raya terdiam dengan kebenaran yang disampaikan Fajar, begitu hinakah seorang wanita yang hamil diluar nikah? sampai-sampai pernikahannya tidak sah jika dinikahi oleh laki-laki yang bukan merupakan penyebab kehamilannya. Dia baru tau itu, artinya Fajar bukanlah suaminya, tapi kenyataan itu tak merubah apapun.

"Kau tau pasti, aku membencimu dan jangan besar kepala seolah-olah aku mengikutimu karena aku menikmati peran menjadi istrimu, aku hanya ingin lari dari kekangan ayahku." Raya menjawab ketus.

Fajar berfikir sesaat, tak ada salahnya mereka saling memanfaatkan, terkurung dengan wanita gila itu hanya akan membuat umurnya berkurang karean terus marah -marah.

"Baiklah ... sepakat," jawab Fajar, Raya langsung membuka lemarinya, mengambil sepasang pakaian dan memasukkan kedalam tasnya. 

"Lewat sini!" Raya mendorong lemari pakaiannya. Ajaib, ada pintu rahasia yang berada persis di belakang lemari itu. Pintu itu ditemukan Raya tidak sengaja sewaktu dia SMA dulu.

Fajar langsung menyelinap mengikuti Raya, mereka melalui sebuah tangga kecil yang berbelit-belit, penerangannya sangat minim dan mengeluarkan bau apek yang aneh. Fajar tidak peduli, wanita di depannya berlari dengan gesit sampai akhirnya mereka sampai di ujung lorong.

"Kau laki-laki, dorong pintu besi itu!" Perintah Raya

Fajar tidak menjawab, sekali dorong pintu itu bergeser, Raya keluar lebih dulu dan kemudian diikuti oleh Fajar.

Mereka berguling di semak belukar, bahkan Fajar tidak tau dimana posisi mereka saat ini, begitu asing dan terpencil.

"Tutup mulutmu! nyamuk akan dengan senang hati bersarang di sana, kita tidak punya waktu untuk berfikir, ayahku akan menyadari bahwa kita sudah kabur, cepat!" Raya bergerak gesit.

Fajar baru tau, gadis yang terlihat lemah dan manja itu cukup berani dan kelihatan gesit. Mereka sampai di jalan setapak yang tidak berpenghuni, berjalan tegesa-gesa sambil mengamati situasi. 

Mereka terus berjalan tanpa tujuan yang jelas, Raya memiliki keyakinan bahwa jalan kecil ini akan membawa mereka ke jalan raya.

Benar saja, sepuluh menit kemudian mereka sampai di jalan aspal yang tidak begitu besar. Kendaraan lewat sesekali, rata-rata kendaraan yang membawa hasil pertanian.

"Kita harus mencari cara agar menjauh dari tempat ini, bisa saja orang-orang ayahku sudah menyadari kaburnya kita dan berkeliaran di sekitar sini." Raya menutup kepalanya dengan topinya, menyamarkan sedikit wajahnya.

Fajar tidak kehilangan akal, mereka harus mencari tumpangan jika ingin selamat. Dengan percaya diri Fajar menyetop mobil bak terbuka yang berisi hewan ternak, mobil itu berhenti dan dipandangi Raya dengan mulut menganga.

"Kau bercanda?" 

"Aku dengan senang hati meninggalkanmu jika kau tidak mau naik," ketus Fajar. 

Bunyi klakson tak sabaran mengingatkan mereka. Raya sekali loncat naik di mobil bak itu dengan Fajar, berbaur dengan sapi-sapi yang penuh kotoran.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yani Mulya
tiap bab.. diulang setengah bab ...‍♀️
goodnovel comment avatar
asgar tenar14
ini tulisan nya parah berulang2 terus,,
goodnovel comment avatar
Tambiyo
berulang teroooooosssssss.....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status