Share

Empat

Author: Gleoriud
last update Last Updated: 2021-10-19 07:30:48

Mata sembab itu milik Raya, menengadahkan wajah cantiknya kelangit-langit kamar, dia sedikit tenang setelah menumpahkan kemarahannya kepada Fajar. Dia tidak pernah bahagia dengan hidupnya, terkurung bagaikan tawanan dan tidak boleh kemana -mana. 

Dari dulu dia tidak pernah pergi tanpa pengawal ayahnya. Ke sekolah, ke Mall, dan kemanapun dia diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan berotot kuat yang tak lain adalah anak buah ayahnya. Raya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan siapa yang diinginkannya, dia dijauhi dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya kepada Marsel dia bisa membuka diri walaupun sedikit, Raya ditaklukkan dengan bujuk rayu dan mulut manis pria itu sehingga dia menerima Marsel sebagai kekasihnya.

Malam itu puncaknya ketika perayaan ulang tahun alumni kampusnya. Dia berhasil memanipulasi ayahnya agar pengawalan tidak dilakukan lagi karena hanya orang dalam yang merupakan alumni kampusnya yang diperbolehkan masuk.

Untuk yang pertama kalinya ayahnya mengabulkan keinginannya, namun untuk pertama kalinya juga Raya menyesal dengan tak adanya pengawal disekitarnya. Malam terkutuk itu masih terbayang-bayang di matanya, dia masih ingat senyum sumringah Fajar saat menerima beberapa lembar uang dari Marsel saat laki-laki itu selesai memperkosanya.

Raya tidak tau apa yang akan dilakukannya dimasa depan, dia tidak memiliki semangat hidup sama sekali. Tak ada lagi yang tersisa darinya saat ini, Fajar suami penutup malunya adalah laki-laki dingin yang tidak punya belas kasih.

Lamunan Raya terganggu saat Fajar berusaha membongkar kunci pintu dengan sebuah logam yang dirangkainya dari tadi. Sekarang sudah jam satu malam, laki-laki itu dari tadi siang tidak berhenti berusaha melarikan diri, dimulai dengan pura-pura sakit perut dan tidak di acuhkan penjaga sampai pura -pura kesurupan dan tetap tidak diacuhkan penjaga.

Fajar menendang pintu kamar Raya dengan kesal saat usahanya sama sekali tidak berhasil. Raya bangun, wajah pucatnya terlihat lebih segar dari pertama Fajar melihatnya saat dilempar ke kamar wanita itu.

"Aku akan membantumu kabur."

Raya mencoba membuat kesepakatan. Fajar memandangnya malas.

"Kau sedang mengigau? bagaimana mungkin kau bisa membantuku kabur."

"Ini rumahku, aku yang tau seluk beluk rumah ini."

"Apa kau bisa kupercaya? membiarkan aku kabur berarti kau siap kehilangan suami." Fajar terkekeh mengatakan kata suami, jelas saja dengan nada mengejek.

"Jangan kau kira aku sudi menerimamu sebagai suamiku, aku lebih memilih menikah dengan kambing dari pada dirimu."

Fajar semakin tertawa dengan perumpamaan Raya, memang wanita yang bermulut tajam.

"Dan aku lebih memilih menikahi domba hamil dari pada menikah denganmu," balas Fajar tidak kalah pedas.

"Terserah kau, aku akan kabur sendiri tanpa mengajakmu." Raya mengikat rambutnya, Fajar sedikit tertarik, benarkah wanita itu bisa membantunya kabur?

"Kau serius dengan ucapanmu?"

"Serius dengan satu syarat." Raya menantang mata Fajar.

"Kau mulai bertingkah ya!"

"Ajak aku kemana kau pergi, karena aku tidak memiliki keberanian hidup sendiri di luar sana."

"Apa?Hua ha ha ha." Fajar memegangi perutnya. Gadis di depannya sungguh lucu, kabur bersama seakan-akan melarikan diri karena hubungan mereka tidak direstui.

"Apanya yang lucu?" Raya kelihatan tersinggung.

"Aku menyetujui untuk kabur bersama, tapi tidak setuju jika harus membawamu kemana aku pergi, hei! jangan menghayati pernikahan ini, karena pernikahan kita tidak sah, ayahmu menipu penghulu dan saksi dengan mengatakan kau masih perawan, menyeretku layaknya binatang dan memaksaku untuk mengucapkan kalimat sakral itu, yang harus kau ketahui pernikahan ini sebenarnya tidak sah, tidak sah menikah dengan wanita yang tengah hamil anak orang lain, jelas? Jadi urungkan niatmu untuk mengekoriku kemana aku pergi."

Raya terdiam dengan kebenaran yang disampaikan Fajar, begitu hinakah seorang wanita yang hamil di luar nikah? sampai-sampai pernikahannya tidak sah jika dinikahi oleh laki-laki yang bukan merupakan penyebab kehamilannya. Dia baru tau itu, artinya Fajar bukanlah suaminya, tapi kenyataan itu tak merubah apapun.

"Kau tau pasti, aku membencimu dan jangan besar kepala seolah-olah aku mengikutimu karena aku menikmati peran menjadi istrimu, aku hanya ingin lari dari kekangan ayahku." Raya menjawab ketus.

Fajar berfikir sesaat, tak ada salahnya mereka saling memanfaatkan, terkurung dengan wanita gila itu hanya akan membuat umurnya berkurang karean terus marah -marah.

"Baiklah ... sepakat," jawab Fajar, Raya langsung membuka lemarinya, mengambil sepasang pakaian dan memasukkan kedalam tasnya. 

"Lewat sini!" Raya mendorong lemari pakaiannya. Ajaib, ada pintu rahasia yang berada persis di belakang lemari itu. Pintu itu ditemukan Raya tidak sengaja sewaktu dia SMA dulu.

Fajar langsung menyelinap mengikuti Raya, mereka melalui sebuah tangga kecil yang berbelit-belit, penerangannya sangat minim dan mengeluarkan bau apek yang aneh. Fajar tidak peduli, wanita di depannya berlari dengan gesit sampai akhirnya mereka sampai di ujung lorong.

"Kau laki-laki, dorong pintu besi itu!" Perintah Raya

Fajar tidak menjawab, sekali dorong pintu itu bergeser, Raya keluar lebih dulu dan kemudian diikuti oleh Fajar.

Mereka berguling di semak belukar, bahkan Fajar tidak tau dimana posisi mereka saat ini, begitu asing dan terpencil.

"Tutup mulutmu! nyamuk akan dengan senang hati bersarang di sana, kita tidak punya waktu untuk berfikir, ayahku akan menyadari bahwa kita sudah kabur, cepat!" Raya bergerak gesit.

Fajar baru tau, gadis yang terlihat lemah dan manja itu cukup berani dan kelihatan gesit. Mereka sampai di jalan setapak yang tidak berpenghuni, berjalan tegesa-gesa sambil mengamati situasi. 

Mereka terus berjalan tanpa tujuan yang jelas, Raya memiliki keyakinan bahwa jalan kecil ini akan membawa mereka ke jalan raya.

Benar saja, sepuluh menit kemudian mereka sampai di jalan aspal yang tidak begitu besar. Kendaraan lewat sesekali, rata-rata kendaraan yang membawa hasil pertanian.

"Kita harus mencari cara agar menjauh dari tempat ini, bisa saja orang-orang ayahku sudah menyadari kaburnya kita dan berkeliaran di sekitar sini." Raya menutup kepalanya dengan topinya, menyamarkan sedikit wajahnya.

Fajar tidak kehilangan akal, mereka harus mencari tumpangan jika ingin selamat. Dengan percaya diri Fajar menyetop mobil bak terbuka yang berisi hewan ternak, mobil itu berhenti dan dipandangi Raya dengan mulut menganga.

"Kau bercanda?" 

"Aku dengan senang hati meninggalkanmu jika kau tidak mau naik," ketus Fajar. 

Bunyi klakson tak sabaran mengingatkan mereka. Raya sekali loncat naik di mobil bak itu dengan Fajar, berbaur dengan sapi-sapi yang penuh kotoran.

Mata sembab itu milik Raya, menengadahkan wajah cantiknya kelangit-langit kamar, dia sedikit tenang setelah menumpahkan kemarahannya kepada Fajar. Dia tidak pernah bahagia dengan hidupnya, terkurung bagaikan tawanan dan tidak boleh kemana -mana. 

Dari dulu dia tidak pernah pergi tanpa pengawal ayahnya. Ke sekolah, ke Mall, dan kemanapun dia diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan berotot kuat yang tak lain adalah anak buah ayahnya. Raya tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dengan siapa yang diinginkannya, dia dijauhi dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Hanya kepada Marsel dia bisa membuka diri walaupun sedikit, Raya ditaklukkan dengan bujuk rayu dan mulut manis pria itu sehingga dia menerima Marsel sebagai kekasihnya.

Malam itu puncaknya ketika perayaan ulang tahun alumni kampusnya. Dia berhasil memanipulasi ayahnya agar pengawalan tidak dilakukan lagi karena hanya orang dalam yang merupakan alumni kampusnya yang diperbolehkan masuk.

Untuk yang pertama kalinya ayahnya mengabulkan keinginannya, namun untuk pertama kalinya juga Raya menyesal dengan tak adanya pengawal disekitarnya. Malam terkutuk itu masih terbayang-bayang di matanya, dia masih ingat senyum sumringah Fajar saat menerima beberapa lembar uang dari Marsel saat laki-laki itu selesai memperkosanya.

Raya tidak tau apa yang akan dilakukannya dimasa depan, dia tidak memiliki semangat hidup sama sekali. Tak ada lagi yang tersisa darinya saat ini, Fajar suami penutup malunya adalah laki-laki dingin yang tidak punya belas kasih.

Lamunan Raya terganggu saat Fajar berusaha membongkar kunci pintu dengan sebuah logam yang dirangkainya dari tadi. Sekarang sudah jam satu malam, laki-laki itu dari tadi siang tidak berhenti berusaha melarikan diri, dimulai dengan pura-pura sakit perut dan tidak di acuhkan penjaga sampai pura -pura kesurupan dan tetap tidak diacuhkan penjaga.

Fajar menendang pintu kamar Raya dengan kesal saat usahanya sama sekali tidak berhasil. Raya bangun, wajah pucatnya terlihat lebih segar dari pertama Fajar melihatnya saat dilempar ke kamar wanita itu.

"Aku akan membantumu kabur."

Raya mencoba membuat kesepakatan. Fajar memandangnya malas.

"Kau sedang mengigau? bagaimana mungkin kau bisa membantuku kabur."

"Ini rumahku, aku yang tau seluk beluk rumah ini."

"Apa kau bisa kupercaya? membiarkan aku kabur berarti kau siap kehilangan suami." Fajar terkekeh mengatakan kata suami, jelas saja dengan nada mengejek.

"Jangan kau kira aku sudi menerimamu sebagai suamiku, aku lebih memilih menikah dengan kambing dari pada dirimu."

Fajar semakin tertawa dengan perumpamaan Raya, memang wanita yang bermulut tajam.

"Dan aku lebih memilih menikahi domba hamil dari pada menikah denganmu," balas Fajar tidak kalah pedas.

"Terserah kau, aku akan kabur sendiri tanpa mengajakmu." Raya mengikat rambutnya, Fajar sedikit tertarik, benarkah wanita itu bisa membantunya kabur?

"Kau serius dengan ucapanmu?"

"Serius dengan satu syarat." Raya menantang mata Fajar.

"Kau mulai bertingkah ya!"

"Ajak aku kemana kau pergi, karena aku tidak memiliki keberanian hidup sendiri di luar sana."

"Apa?Hua ha ha ha." Fajar memegangi perutnya. Gadis di depannya sungguh lucu, kabur bersama seakan-akan melarikan diri karena hubungan mereka tidak direstui.

"Apanya yang lucu?" Raya kelihatan tersinggung.

"Aku menyetujui untuk kabur bersama, tapi tidak setuju jika harus membawamu kemana aku pergi, hei! jangan menghayati pernikahan ini, karena pernikahan kita tidak sah, ayahmu menipu penghulu dan saksi dengan mengatakan kau masih perawan, menyeretku layaknya binatang dan memaksaku untuk mengucapkan kalimat sakral itu, yang harus kau ketahui pernikahan ini sebenarnya tidak sah, tidak sah menikah dengan wanita yang tengah hamil anak orang lain, jelas? Jadi urungkan niatmu untuk mengekoriku kemana aku pergi."

Raya terdiam dengan kebenaran yang disampaikan Fajar, begitu hinakah seorang wanita yang hamil diluar nikah? sampai-sampai pernikahannya tidak sah jika dinikahi oleh laki-laki yang bukan merupakan penyebab kehamilannya. Dia baru tau itu, artinya Fajar bukanlah suaminya, tapi kenyataan itu tak merubah apapun.

"Kau tau pasti, aku membencimu dan jangan besar kepala seolah-olah aku mengikutimu karena aku menikmati peran menjadi istrimu, aku hanya ingin lari dari kekangan ayahku." Raya menjawab ketus.

Fajar berfikir sesaat, tak ada salahnya mereka saling memanfaatkan, terkurung dengan wanita gila itu hanya akan membuat umurnya berkurang karean terus marah -marah.

"Baiklah ... sepakat," jawab Fajar, Raya langsung membuka lemarinya, mengambil sepasang pakaian dan memasukkan kedalam tasnya. 

"Lewat sini!" Raya mendorong lemari pakaiannya. Ajaib, ada pintu rahasia yang berada persis di belakang lemari itu. Pintu itu ditemukan Raya tidak sengaja sewaktu dia SMA dulu.

Fajar langsung menyelinap mengikuti Raya, mereka melalui sebuah tangga kecil yang berbelit-belit, penerangannya sangat minim dan mengeluarkan bau apek yang aneh. Fajar tidak peduli, wanita di depannya berlari dengan gesit sampai akhirnya mereka sampai di ujung lorong.

"Kau laki-laki, dorong pintu besi itu!" Perintah Raya

Fajar tidak menjawab, sekali dorong pintu itu bergeser, Raya keluar lebih dulu dan kemudian diikuti oleh Fajar.

Mereka berguling di semak belukar, bahkan Fajar tidak tau dimana posisi mereka saat ini, begitu asing dan terpencil.

"Tutup mulutmu! nyamuk akan dengan senang hati bersarang di sana, kita tidak punya waktu untuk berfikir, ayahku akan menyadari bahwa kita sudah kabur, cepat!" Raya bergerak gesit.

Fajar baru tau, gadis yang terlihat lemah dan manja itu cukup berani dan kelihatan gesit. Mereka sampai di jalan setapak yang tidak berpenghuni, berjalan tegesa-gesa sambil mengamati situasi. 

Mereka terus berjalan tanpa tujuan yang jelas, Raya memiliki keyakinan bahwa jalan kecil ini akan membawa mereka ke jalan raya.

Benar saja, sepuluh menit kemudian mereka sampai di jalan aspal yang tidak begitu besar. Kendaraan lewat sesekali, rata-rata kendaraan yang membawa hasil pertanian.

"Kita harus mencari cara agar menjauh dari tempat ini, bisa saja orang-orang ayahku sudah menyadari kaburnya kita dan berkeliaran di sekitar sini." Raya menutup kepalanya dengan topinya, menyamarkan sedikit wajahnya.

Fajar tidak kehilangan akal, mereka harus mencari tumpangan jika ingin selamat. Dengan percaya diri Fajar menyetop mobil bak terbuka yang berisi hewan ternak, mobil itu berhenti dan dipandangi Raya dengan mulut menganga.

"Kau bercanda?" 

"Aku dengan senang hati meninggalkanmu jika kau tidak mau naik," ketus Fajar. 

Bunyi klakson tak sabaran mengingatkan mereka. Raya sekali loncat naik di mobil bak itu dengan Fajar, berbaur dengan sapi-sapi yang penuh kotoran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yani Mulya
tiap bab.. diulang setengah bab ...‍♀️
goodnovel comment avatar
asgar tenar14
ini tulisan nya parah berulang2 terus,,
goodnovel comment avatar
Tambiyo
berulang teroooooosssssss.....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Sembilan ( End )

    Beberapa jam yang lalu, mereka berkumpul di sebuah restoran sederhana. Fajar, ibunya dan ayahnya. Dua manusia yang pernah menjadi suami istri itu sempat berbincang sekilas. Mereka memutuskan untuk berdamai dan meluruskan kesalah pahaman kepada Fajar setelah berdebat dengan sengit Beberapa menit.Ayahnya sempat menangis memeluk putra semata wayangnya saat Fajar sampai di restoran beberapa jam yang lalu. Meminta maaf telah menelantarkan Fajar kecil yang menderita di tinggal sang ibu. Dia tak menyangka, Fajar tumbuh menjadi pria yang gagah dan tampan. Fajar hanya diam walaupun dalam hatinya dia juga merindukan ayahnya itu.Semuanya terungkap, walaupun sempat ada pertengkaran kecil, pada akhirnya dua orang itu mengalah dan berdamai.Ayahnya terlihat lebih tua dari seharusnya, rambutnya memutih dengan kerut yang tak bisa di hitung jumlahnya. Dia terlihat miskin dan sakit-sakitan, tubuhnya kurus dan kering, belum lagi baju kemeja lusuh yang sudah memudar warnanya.Ternyata pernikahan kedua

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Delapan

    Raya termangu di depan kolam renangnya. Mata cantiknya mengamati kilauan air yang tertempa sinar matahari sore. Ini sudah pukul enam sore, warna matahari sudah berubah hingga keperakan, namun setelah berjam-jam menunggu, suaminya belum pulang dan belum memberinya kabar.Raya mencelupkan kakinya ke dalam kolam. Tanpa Fajar, semuanya menjadi membosankan. Dia tidak tertarik melakukan apa pun jika Fajar tak ada di sisinya Baru saja Raya mengangkat sebelah kakinya ke permukaan, bahunya di sentuh lembut. Gadis itu berbalik dan mata kosongnya langsung berbinar bahagia. Namun, buka Raya namanya kalau tidak menuhankan gengsi."Kapan kau pulang? Aku tak mendengar suara mobilmu."Fajar duduk di samping Raya. Mengamati rambut panjang yang terurai berantakan itu."Baru saja. Kenapa? Merindukanku?"Raya mencibir, menyembunyikan rona pipinya. Dia tak mau mengakuinya, tapi otak dan tubuh tak bekerja sama. Dia malah menghambur ke pelukan suaminya itu. Fajar terkekeh senang sambil mengecup puncak kepa

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Tujuh

    Fajar memandang tak percaya. Wanita itu masih cantik seperti dulu, walaupun banyak kerutan yang menandakan ia sudah menua. Ibunya, masih tipe wanita yang memperhatikan penampilan. Dia cantik dengan blouse putih yang dipadukan dengan rok kembang bermotif bunga. Jika boleh Fajar berkata jujur. Dia sangat merindukan wanita didepannya. Rasanya dekapan hangat itu masih terasa di kulitnya saat ini. Bagaimana saat sang ibu mendendangkan lagu Jawa saat menidurkannya dulu. Elusan kasih sayang dan suara merdunya masih diingat Fajar dengan jelas.Pada dasarnya ibunya adalah wanita yang baik dan penyayang. Dia wanita yang sempurna. Kecantikan masa muda itu di wariskan ya ke wajah tampan Fajar. Dalam hatinya, dia ingin mengadu dan bertanya sebanyak mungkin, kemana ibunya selama ini? Apa yang dilakukannya di rumah usang dan tinggal sendirian tanpa pasangan hidup? Banyak sekali. Tapi Fajar memilih mengunci mulutnya sambil menunggu wanita itu berbicara lebih dulu."Minumlah! Teh mu sudah mulai ding

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Enam

    Jika ada manusia yang paling jahat di bumi ini, maka Raya lah orangnya. Bagaimana bisa wanita itu menghentikan permainan sebelah pihak saat nasib Fajar sudah di ujung tanduk. Raya dengan santai merapikan dirinya, saat Fajar masih kesusahan menata nafasnya yang terputus putus. Dia masih bersandar tak berdaya, memejamkan matanya menikmati sisa-sisa kenekatan seorang Raya. Tapi apa yang dilakukan wanita itu sekarang? Dia menjulurkan lidah nakalnya dan tersenyum mengejek."Aku tidak mau dipergoki lagi. Bagaimana pun kita masih dalam kawasan yang tak boleh berbuat mesum.""Bunuh saja aku, Raya! Kau jahat." Fajar merasa kepalanya pening. Bayangkan saja, saat hasratmu di atas awang-awang, kau malah di hempaskan ke bumi secara kasar. Rasanya lebih sakit dari pada mati."Ck ck ck ... kau selalu tak pernah puas.""Ya tuhan Raya, laki-laki mana yang akan bertahan dengan wanita seseksi dirimu, terlebih lagi dia sudah menjadi milikmu secara utuh. Oh Tuhan, aku butuh air dingin." Fajar mengusap wa

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Lima

    Bukan restoran mewah yang terbiasa dikunjungi Raya. Hanya warung kecil yang diberi dinding dengan spanduk bekas untuk menghalangi cahaya matahari pagi yang mulai menerobos masuk ke warung sarapan pagi itu. Raya memilih duduk di bangku paling pojok, yang agak jauh dari sesaknya para pelanggan yang menyantap sarapan dengan lahap. Bangku di pojok ini sepertinya di sengaja untuk mereka yang ingin memilih ketenangan. Langsung menghadap ke kolam ikan yang berisi ikan nila dan ikan gurami."Kamu mau makan apa?""Apa saja, yang penting enak." Raya melirik sekilas jejeran menu sarapan pagi yang di tata sedemikian rupa di atas etalase kaca. Banyak sekali pilihan sehingga Raya menjadi bingung sendiri. Dia tidak menyadari Fajar bangkit memesan kepada pemilik warung. Tak butuh waktu lama, dua piring nasi yang dilengkapi dengan telor dadar dan toping tempe yang di goreng garing bersama ikan asin.Raya mengamati sambil menikmati aroma khas yang membuat perutnya meronta minta di isi."Ini namanya na

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Empat

    Pagi yang cerah, matahari mulai merangkak perlahan mengintip dari celah dedaunan pepohonan yang tumbuh persis di samping jendela kamar rumah itu. Raya membuka jendela kecil tersebut menyambut udara segar yang menerpa wajahnya.Mereka sebenarnya sudah bangun setelah shalat subuh tadi. Raya berberes sejenak sedangkan Fajar kembali ke tempat tidur dengan alasan mengantuk. Hari ini, tepat satu minggu Fajar menjalani hukuman mengumpulkan batu yang akan digunakan masyarakat sebagai pagar pembatas dari luapan sungai. Kebetulan pula, kemaren adalah masa hukuman Fajar berakhir. Hari ini adalah hari minggu, hari santai bagi Fajar. Sudah lama dia tidak merasakan nikmatnya tidur setelah subuh. Walaupun dia tahu, kebiasaaan ini tidak baik.Raya mengikat rambutnya yang masih basah, lalu berjalan perlahan mendekati ranjang sambil tersenyum. Dia, sang suami yang biasanya memiliki kulit cukup cerah sudah berubah menjadi gelap karena terbakar sinar matahari saat bekerja. Namun, Raya malah menyukai wa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status