Share

Tiga

Dua orang yang saling membenci,  saling diam karena merasa sama -sama lelah lalu saling membuang muka. Dari tadi Fajar mengamati kamar Raya, mencari celah untuk kabur, namun kamar itu lebih kokoh dari sebuah penjara. Setiap jendela di lapisi besi padat berupa terali yang sangat kuat. Fajar harus mencari akal untuk melarikan diri.

Tiba-tiba pintu terbuka kasar, seonggok baju dilempar dari luar oleh penjaga pintu.

Suara besar berseru dari luar. "Bung, kau harus mandi, itu pakaian gantimu." 

Pintu kembali ditutup kasar, Fajar memungut baju dan celana itu.

"Heh, dimana kamar mandimu?"

Raya tidak menanggapi, dia diam saja memandang keluar jendela. 

Fajar mendecih. "Bahkan dengan keadaanmu yang sekarang kau masih bersikap sombong, kesialan apa yang menimpaku sehingga harus terlibat dengan keluargamu," celoteh Fajar.

Raya memandangnya tajam, kemudian kembali tidak peduli, dia memalingkan wajahnya kembali. Dia tidak peduli dengan Fajar, tidak peduli dengan apapun yang akan dilakukan pria itu. Fajar yang dicuekin mendecih malas, kemudian meraup baju baru yang dilempar kasar oleh penjaga pintu.

Dia mengamati kamar besar Raya sekilas dan menemukan pintu bewarna putih yang diyakini sebagai kamar mandi pribadi wanita itu. Fajar tidak mau tau dan tidak akan meminta izin terlebih dahulu pada pemiliknya, dia sekarang memang harus mandi. Debu jalanan dan baju lusuh itu sudah tidak layak untuk dilihat.

Fajar mendorong pintu itu sedikit, dia bersiul takjub dengan kemewahan kamar mandi milik Raya, sebuah Jacuzzi bewarna putih persis seperti yang dilihaymtnya di film-film, dengan santai Fajar meloloskan seluruh pakaiannya, melompat kedalam jacuzzi itu yang sebelumnya diisi dengan air hangat. 

Ini benar-benar nyaman, batin Fajar. Menjadi orang kaya memang enak, tempat mandinya saja lebih mahal dari harta warisan turun temurun nenek moyangnya, bahkan sabun yang mereka miliki tidak dijual di pasar tradisional. Fajar tertawa pahit, ini kemewahan yang dikejar ibunya dulu sehingga tega meninggalkan kekuarganya sendiri. 

Satu yang tidak bisa dicerna oleh Fajar, rumah besar ini hanya dihuni laki-laki yang merupakan pengawal yang dimiliki ayah Raya. Ketika ijab kabul pun Fajar tidak melihat ibu wanita itu, keluarga Raya penuh misteri dan tidak terduga.

Fajar tidak tau persis apa pekerjaan ayah Raya, yang jelas dia orang kaya yang cukup berpengaruh di negri ini, rasanya terlalu berlebihan memelihara puluhan pengawal hanya untuk menjaga rumah itu. 

Raya sendiri dari dulu tidak memiliki teman, dia kaku dan tidak mudah bergaul dengan orang lain, dia selalu memisahkan diri dan lebih memilih bersama pengawalnya dari pada teman sebayanya. Itu makanya dia di cap sombong dan angkuh di kampus dulu.

Fajar yang sedang menikmati sensasi rileks berendam dalam jacuzzi menyumpah kesal, saat pintu kamar mandi digedor tidak sabaran dari luar. Suara serak milik Raya terdengar sayup-sayup.

"Aku butuh kamar mandiku sekarang."

Fajar rasanya ingin menenggelamkan wanita itu ke laut Antartika, tak bisakah Raya memberi kesempatan padanya untuk bahagia sejenak? dia benar-benar kesal sekarang, bahkan tubuh berbusa miliknya belum dibilas dengan air bersih.

Fajar mengambil handuknya dan melilitkan kesekitar pinggulnya, membuka pintu dengan terpaksa, Raya langsung nyelonong masuk sambil menutup mulutnya dan mencari westafel di samping Fajar.

"Hoeekkk." Wanita itu memuntahkan semua isi perutnya, tidak hanya satu kali, berulang-ulang sampai perutnya benar-benar kosong.

Fajar hanya tertawa masam, tentu saja wanita itu akan muntah-muntah. Alangkah tak berharganya hidupnya, menikah dengan wanita yang dibenci yang parahnya tengah hamil anak laki -laki lain.

Raya mencuci mulutnya lali membasuh wajah kacaunya. Dia melirik Fajar dari kaca kamar mandi, busa sabun mulai menghilang dari tubuhnya, namun tidak ada tanda -tanda laki-laki itu akan keluar.

"Keluar dari kamar mandiku!" 

"Apa? Kau wanita gila, sombong dan angkuh, bahkan kau tidak bisa berkorban sedikit air untukku, dasar," umpat Fajar.

"Aku membencimu, semua ini karenamu bajingan," teriak Raya menerjang Fajar dengan membabi buta.

"Ada apa denganmu? Kau yang melakukan zina dan menikmati enaknya sampai kau hamil, tapi aku yang bertanggung jawab, orang kaya memang bertindak seenaknya."

"Kau hina, mulut kotormu selalu bicara sembarangan, kau yang membuatku mabuk sehingga aku diperkosa oleh Marsel "

"Ho ho ho... kau kira aku percaya? Walaupun aku belum pernah melakukannya, mana mungkin kalian yang statusnya berpacaran merasa terpaksa melakukannya, kau dapat enaknya, aku dapat bala nya," ejek Fajar.

Plak.! Tamparan kuat mendarat di pipi Fajar, wanita itu seperti orang kesetanan, memukul Fajar sekuat tenaga dengan tangannya. Fajar menangkap tangan Raya namun berhasil di sentakkan Raya dengan kuat sehingga tangannya telepas.

Fajar tidak habis fikir dengan tenaga wanita itu, dia terdorong paksa masuk jacuzzi, refleks Fajar mencari pegangan merengkuh pinggang Raya, mereka tercebur bersama dengan air yang tumpah ruah ke luar.

Raya mencekik leher Fajar sekuat tenaga sampai laki-laki itu terbatuk- batuk. Raya memang berniat menghabisinya kali ini, tak ada pancaran mata bercanda sedikitpun. Berkali kali Raya menceburkan kepala Fajar kedalam air sampai Fajar tersedak air mandinya sendiri.

Ini sudah tidak bisa dibiarkan, jika dia tidak membela diri dia akan mati di tangan istri gilanya itu. Sekali angkat Fajar berhasil membalikkan posisi, Raya yang berada di bawah kuasanya kali ini, kedalaman air sudah menyusut, anehnya Raya malah tertawa.

"Bunuh aku sekarang! Kalau tidak aku yang akan membunuhmu."

Raya memaksa tangan Fajar menyentuh lehernya, Fajar memang  membencinya namun tidak sedikitpun dia berniat menghabisi nyawa Raya.

"Kau sudah gila, hentikan!" Fajar menarik tangannya secara paksa kemudian mengusap sisa air di wajahnya, dia berusaha menjauhi Raya.

Mata Fajar melongo saat Raya berdiri di depannya meloloskan pakaiannya, duduk di sisi jacuzzi putih miliknya lalu menantang Fajar dengan berani.

"Kau ingin menghancurkanku bukan?Kau ingin memperkosaku juga, hah? Lakukan, lakukan sekarang! " 

Raya membuka lututnya lebar-lebar dan membuat Fajar panik.

"Kau wanita gila, sangat gila." 

Fajar bangkit dari Jacuzzi, memalingkan wajahnya ke sembarang tempat. Bagaimana Raya menilainya serendah itu. Dia tidak tertarik dengan wanita sisa dari laki -laki lain, bagaimanapun seksinya Raya saat ini. Bagaimana bisa Raya melakukan itu di depan kepala Fajar, dia lebih gila dari arti gila itu sendiri.

"Aku membencimu, sekarang aku sudah tidak berharga lagi."

Raya menangis sesenggukan. Fajar memilih keluar sambil memungut baju gantinya sendiri, dia tidak peduli dengan handuk basahnya yang mengotori lantai. 

Dua orang yang saling membenci,  saling diam karena merasa sama -sama lelah lalu saling membuang muka. Dari tadi Fajar mengamati kamar Raya, mencari celah untuk kabur, namun kamar itu lebih kokoh dari sebuah penjara. Setiap jendela di lapisi besi padat berupa terali yang sangat kuat. Fajar harus mencari akal untuk melarikan diri.

Tiba-tiba pintu terbuka kasar, seonggok baju dilempar dari luar oleh penjaga pintu.

Suara besar berseru dari luar. "Bung, kau harus mandi, itu pakaian gantimu." 

Pintu kembali ditutup kasar, Fajar memungut baju dan celana itu.

"Heh, di mana kamar mandimu?"

Raya tidak menanggapi, dia diam saja memandang keluar jendela. 

Fajar mendecih. "Bahkan dengan keadaanmu yang sekarang kau masih bersikap sombong, kesialan apa yang menimpaku sehingga harus terlibat dengan keluargamu," celoteh Fajar.

Raya memandangnya tajam, kemudian kembali tidak peduli, dia memalingkan wajahnya kembali. Dia tidak peduli dengan Fajar, tidak peduli dengan apapun yang akan dilakukan pria itu. Fajar yang dicuekin mendecih malas, kemudian meraup baju baru yang dilempar kasar oleh penjaga pintu.

Dia mengamati kamar besar Raya sekilas dan menemukan pintu bewarna putih yang diyakini sebagai kamar mandi pribadi wanita itu. Fajar tidak mau tau dan tidak akan meminta izin terlebih dahulu pada pemiliknya, dia sekarang memang harus mandi. Debu jalanan dan baju lusuh itu sudah tidak layak untuk dilihat.

Fajar mendorong pintu itu sedikit, dia bersiul takjub dengan kemewahan kamar mandi milik Raya, sebuah Jacuzzi bewarna putih persis seperti yang dilihaymtnya di film film, dengan santai Fajar meloloskan seluruh pakaiannya, melompat kedalam jacuzzi itu yang sebelumnya diisi dengan air hangat. 

Ini benar-benar nyaman, batin Fajar. Menjadi orang kaya memang enak, tempat mandinya saja lebih mahal dari harta warisan turun temurun nenek moyangnya, bahkan sabun yang mereka miliki tidak dijual di pasar tradisional. Fajar tertawa pahit, ini kemewahan yang dikejar ibunya dulu sehingga tega meninggalkan kekuarganya sendiri. 

Satu yang tidak bisa dicerna oleh Fajar, rumah besar ini hanya dihuni laki-laki yang merupakan pengawal yang dimiliki ayah Raya. Ketika ijab kabul pun Fajar tidak melihat ibu wanita itu, keluarga Raya penuh misteri dan tidak terduga.

Fajar tidak tau persis apa pekerjaan ayah Raya, yang jelas dia orang kaya yang cukup berpengaruh di negri ini, rasanya terlalu berlebihan memelihara puluhan pengawal hanya untuk menjaga rumah itu. 

Raya sendiri dari dulu tidak memiliki teman, dia kaku dan tidak mudah bergaul dengan orang lain, dia selalu memisahkan diri dan lebih memilih bersama pengawalnya dari pada teman sebayanya. Itu makanya dia di cap sombong dan angkuh di kampus dulu.

Fajar yang sedang menikmati sensasi rileks berendam dalam jacuzzi menyumpah kesal, saat pintu kamar mandi digedor tidak sabaran dari luar. Suara serak milik Raya terdengar sayup-sayup.

"Aku butuh kamar mandiku sekarang."

Fajar rasanya ingin menenggelamkan wanita itu ke laut Antartika, tak bisakah Raya memberi kesempatan padanya untuk bahagia sejenak? dia benar-benar kesal sekarang, bahkan tubuh berbusa miliknya belum dibilas dengan air bersih.

Fajar mengambil handuknya dan melilitkan kesekitar pinggulnya, membuka pintu dengan terpaksa, Raya langsung nyelonong masuk sambil menutup mulutnya dan mencari westafel di samping Fajar.

"Hoeekkk." Wanita itu memuntahkan semua isi perutnya, tidak hanya satu kali, berulang-ulang sampai perutnya benar-benar kosong.

Fajar hanya tertawa masam, tentu saja wanita itu akan muntah-muntah. Alangkah tak berharganya hidupnya, menikah dengan wanita yang dibenci yang parahnya tengah hamil anak laki -laki lain.

Raya mencuci mulutnya lali membasuh wajah kacaunya. Dia melirik Fajar dari kaca kamar mandi, busa sabun mulai menghilang dari tubuhnya, namun tidak ada tanda -tanda laki-laki itu akan keluar.

"Keluar dari kamar mandiku!" 

"Apa? Kau wanita gila, sombong dan angkuh, bahkan kau tidak bisa berkorban sedikit air untukku, dasar," umpat Fajar.

"Aku membencimu, semua ini karenamu bajingan," teriak Raya menerjang Fajar dengan membabi buta.

"Ada apa denganmu? Kau yang melakukan zina dan menikmati enaknya sampai kau hamil, tapi aku yang bertanggung jawab, orang kaya memang bertindak seenaknya."

"Kau hina, mulut kotormu selalu bicara sembarangan, kau yang membuatku mabuk sehingga aku diperkosa oleh Marsel "

"Ho ho ho... kau kira aku percaya? Walaupun aku belum pernah melakukannya, mana mungkin kalian yang statusnya berpacaran merasa terpaksa melakukannya, kau dapat enaknya, aku dapat bala nya," ejek Fajar.

Plak.! Tamparan kuat mendarat di pipi Fajar, wanita itu seperti orang kesetanan, memukul Fajar sekuat tenaga dengan tangannya. Fajar menangkap tangan Raya namun berhasil di sentakkan Raya dengan kuat sehingga tangannya telepas.

Fajar tidak habis fikir dengan tenaga wanita itu, dia terdorong paksa masuk jacuzzi, refleks Fajar mencari pegangan merengkuh pinggang Raya, mereka tercebur bersama dengan air yang tumpah ruah ke luar.

Raya mencekik leher Fajar sekuat tenaga sampai laki-laki itu terbatuk- batuk. Raya memang berniat menghabisinya kali ini, tak ada pancaran mata bercanda sedikitpun. Berkali kali Raya menceburkan kepala Fajar kedalam air sampai Fajar tersedak air mandinya sendiri.

Ini sudah tidak bisa dibiarkan, jika dia tidak membela diri dia akan mati di tangan istri gilanya itu. Sekali angkat Fajar berhasil membalikkan posisi, Raya yang berada di bawah kuasanya kali ini, kedalaman air sudah menyusut, anehnya Raya malah tertawa.

"Bunuh aku sekarang! Kalau tidak aku yang akan membunuhmu."

Raya memaksa tangan Fajar menyentuh lehernya, Fajar memang  membencinya namun tidak sedikitpun dia berniat menghabisi nyawa Raya.

"Kau sudah gila, hentikan!" Fajar menarik tangannya secara paksa kemudian mengusap sisa air di wajahnya, dia berusaha menjauhi Raya.

Mata Fajar melongo saat Raya berdiri di depannya meloloskan pakaiannya, duduk di sisi jacuzzi putih miliknya lalu menantang Fajar dengan berani.

"Kau ingin menghancurkanku bukan?Kau ingin memperkosaku juga, hah? Lakukan, lakukan sekarang! " 

Raya membuka lututnya lebar-lebar dan membuat Fajar panik.

"Kau wanita gila, sangat gila." 

Fajar bangkit dari Jacuzzi, memalingkan wajahnya ke sembarang tempat. Bagaimana Raya menilainya serendah itu. Dia tidak tertarik dengan wanita sisa dari laki -laki lain, bagaimanapun seksinya Raya saat ini. Bagaimana bisa Raya melakukan itu di depan kepala Fajar, dia lebih gila dari arti gila itu sendiri.

"Aku membencimu, sekarang aku sudah tidak berharga lagi."

Raya menangis sesenggukan. Fajar memilih keluar sambil memungut baju gantinya sendiri, dia tidak peduli dengan handuk basahnya yang mengotori lantai. 

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Whana
ngeselin banget sih ceritax di ulang ulang terus
goodnovel comment avatar
Kris Adriana
kok ceritanya berulang ulang ya
goodnovel comment avatar
Tati sumiyati
knp ceritanya gini sih?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status