Share

Bab 4

Tersenyum puas melihat Nesya sudah lemas tak berdaya, apalagi Nesya sampai saat ini belum menyentuh makanan ataupun minuman. Tangan kekarnya merobek pakaian Nesya yang sudah basah, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menggoda, gadis itu hanya bisa menangis tanpa suara, apalagi saat tubuhnya benar-benar sudah polos tanpa sehelai benang pun.

“Tubuhmu lumayan bagus, bagaimana kalau aku mencobanya?” suara Fariz mendayu-dayu di telinga Nesya, tangisnya semakin menjadi saat Fariz mencium bibirnya, tangannya pun tak tinggal diam, harga diri Nesya terasa diinjak-injak. Awalnya menjadi seperti ratu, kini dia diperlakukan layaknya lebih rendah dari kupu-kupu malam.

Fariz menyudahi aktivitasnya, ia mendorong Nesya hingga terantuk di dinding. Ia melempar sebuah handuk kemudian meninggalkan Nesya yang masih menangis.

“Kak Abi..” Nesya menangis tersedu-sedu seraya meremas handuknya, tubuhnya merosot hingga ke lantai, bagaimana bisa dia akan menjalani hari-harinya tanpa kehadiran sang kakak, ditambah lagi dengan Fariz yang kini memiliki jiwa psikopat serta temperamental.

Nesya mengusap air matanya, ia melanjutkan ritual mandinya kemudian keluar dari kamar mandi, melangkah pelan berharap jika Fariz tidak berada di sana, dan benar jika lelaki itu tidak ada di kamarnya. Gadis itu kebingungan, dia tidak memiliki pakaian selain yang dikenakannya tadi, dan itupun sudah basah. Matanya tertuju pada sebuah lemari berukuran besar, namun dia tidak memiliki keberanian untuk membukanya tanpa seizin pemiliknya. Tubuhnya menggigil, wajahnya pun sudah pucat, kepalanya terasa berputar-putar, sepersekian detik kemudian, tubuhnya ambruk di lantai yang hanya terbungkus handuk.

Membuka matanya secara perlahan, Nesya terkejut melihat Fariz yang tengah duduk dan menatapnya tajam, gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk, ia baru sadar jika dia sudah mengenakan pakaian lengkap. Nesya kembali menegang saat Fariz mendekatinya, gadis itu takut sekaligus trauma dengan laki-laki yang pernah dianggap sebagai kakaknya.

“Makanlah!” menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan lauknya, melihat Nesya menggeleng dan menunduk takut, lagi-lagi tangannya menjambak rambut Nesya.

“Sakit hiks..” Nesya menitikkan air matanya, merasakan kulit kepalanya yang juga perih karena ulah Fariz.

Bukannya melepaskan, Fariz menguatkan jambakannya membuat Nesya mengerang kesakitan, Fariz tertawa keras, kebahagiaannya adalah tangisan pilu Nesya.

Melihat Nesya yang hampir pingsan, Fariz menghentikan aksinya, laki-laki itu semakin geram saat Nesya menepis tangannya saat hendak menyuapinya. Fariz yang tak punya hati pun memukul Nesya hingga tersungkur, menindih tubuh mungil itu kemudian duduk di atas perut Nesya dengan lutut bertumpu pada kasur, Fariz mencekik leher Nesya.

“Itu akibatnya jika kamu membangkang, jika kamu berpikir jika aku akan memperlakukanmu seperti dulu, kamu salah besar. Aku bukanlah Fariz yang penyayang, karena dia sudah mati bersamaan dengan kepergian Amel!” manik hitam itu berkaca-kaca saat mengucapkan itu, dadanya naik turun, Nesya bisa melihat betapa hancurnya Fariz kehilangan Amel.

Nesya yang sudah tak berdaya pun pasrah saat Fariz membantunya untuk duduk, menerima suapan dari Fariz, makanan lezat itu terasa hambar di lidahnya, rasanya lebih nikmat menyantap semangkuk mie yang kelebihan kuah bersama Abi ketimbang seperti ini.

Fariz berdecak, melihat Nesya yang seperti tidak berselera makan, ia meletakkan piringnya dengan kasar membuat Nesya terkejut. Ditariknya tubuh yang tak berdaya itu, lagi-lagi Nesya pasrah saat Fariz menyeretnya dan membawanya ke dapur.

“Itu adalah peraturan dan tugas yang harus kamu kerjakan setiap hari!” ujar Fariz sembari melempar beberapa lembar kertas pada Nesya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status