Share

Bab 3 Akan Kubawa Amar

Author: Endiy Fathia
last update Last Updated: 2023-12-21 08:46:13

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang, Manan hanya terdiam saat Safia merengek untuk minta diantar ke makam Suaminya. Hingga tiba di rumah yang sangat besar dan di sebelahnya ada makam Keluarga yang di jaga ketat.

"Mas Manan ini di mana?" tanya Safia.

"Di sanalah suamimu di makamkan Itu menurut info yang aku tahu," ucap Manan.

"Mana mungkin? Mas Akran itu tinggal di rumah yatim piatu," jawab Safia sambil mengeryitkan dahinya.

"Cobalah dulu jika tidak bisa langsung kembali kesini," Saran Manan.

"Baiklah!" ucap sambil turun dari mobil ia pun berjalan mendekati sekuriti yang menjaga pemakaman itu dan mulai berdebat dengan mereka tetapi akhirnya Safia kembali dengan wajah kesalnya.

Wanita itu membuka pintu mobil dan menutupnya sangat kasar serta menghentakkan pantatnya dengan sangat keras.

"Aku sangat kesal mereka tidak membolehkanku masuk. Kenapa aku tidak tahu apa-apa tentang Mas Akran, ya?," gerutunya

.Manan hanya diam dan menyalahkan kembali mobilnya berjalan berbalik arah. Sedangkan Safia masih tetap memikirkan tentang almarhum suaminya itu.

Setengah jam kemudian mereka sampai di rumah Safia. "Turunlah aku titip Amar, tolong jaga dia sepulang dari kantor aku akan ke sini mengunjungi Amar."

Safia menoleh pada pria itu dan mengangguk lalu membuka pintu dan turun. Setelah itu, mobil berjalan kembali meninggalkan rumah Safia

Safia menghela napas menatap mobil yang menjauh. Kakak iparnya itu tidak punya alasan untuk tinggal di rumah lagi sepeninggal Laila kakaknya.

Safia masuk kedalam rumahnya dengan menyapu pandangannya di sudut-sudut tempat dan ruangan. Sekelebat lintasan peristiwa teringat kembali.

'Kenapa begitu misterius kematian suaminya dan kenapa aku harus menandatangani surat itu di saat aku kesakitan? anaknya butuh pertolongan cepat. Surat apa sebenarnya yang aku tandatangani itu,' pikirnya.

Ia melangkahkan Kakinya menaiki tangga menuju kamarnya. Ia membuka pintu dan terlihat box bayi di samping tempat tidur hatinya menghangat.

Ia menghampiri dan menatap bayi yang berumur empat hari itu. "Hai, boy aku Tantemu, akan kuberikan kasih sayangku layaknya seorang ibu, jadi jangan khawatir kau tidak akan kehilangan kasih sayang sebab akan ada banyak kasih sayang yang datang untukmu." Safia membelai pipi bayi mungil itu dengan lembut.

-0-

Hari berganti hari Safia selalu sibuk dengan ponakannya, setiap malam selalu terbangun untuk memberikan Asi pada Amar uniknya bocah itu hanya mau minum dari sumbernya sehingga Safia tidak pernah memompa ASI untuk ditaruh di dalam freezer.

Tak terasa sudah 40 hari lebih dan masa Iddah Safia sudah selesai. Melihat ketergantungan Amar terhadap Safia itu membuat orang kedua belah pihak mempunyai keinginan untuk menikah Manan dan Safia, agar Safia bisa melupakan Akran dan putri yang sudah meninggal juga ada pelindungnya

Di acara makan malam bersama orang tua Safia menyampaikan keinginan mereka dan keinginan orang tua Manan.

"Aku tidak bisa, Bu, yah. Mas Manan itu sudah ku anggap sebagai mas aku sendiri, bagaimana mungkin aku bisa menikah dengannya? tolonglah jangan memaksa," ucapnya memohon

"Mereka tidak ingin menjalin ikatan dengan orang lain, kau tidak bisa menolaknya, mau tidak mau kau harus menikah dengan Manan," ucap Ibu Safiah dengan tatapan kesal.

Safia kesal ia meninggalkan ruang makan dengan perut kosong ia sudah tidak berselera makan lagi. Ia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

'Apa-apaan mereka, bisa-bisanya menentukan hidupku, aku bisa menjadi ibunya Amar tanpa harus menikah dengan Mas Manan,' pikirnya

Ia membuka pintu dengan kasar dan menutupnya sangat kencang lupa di kamarnya ada Amar keponakan itu dan bayi itu langsung menangis keras.

Ia tergopoh -gopoh menghampiri box lalu mengangkat Amar dan menggendongnya sambil mengayun-ayun agar dia diam.

"Oh, sayang maafkan Tante, kau pasti kaget bukan?" ucapnya menenangkan bayi itu.

Terdengar ketukan pintu dari luar membuatnya harus berteriak lebih keras. "Masuklah!"

Masuklah bik Mina dengan senampan makanan dan minuman kemudian di letakan di atas meja lalu berpesan agar memakannya sebab dia sedang menyusui Amar.

"Ia hanya mengangguk saja dan bik mina pun pamit meninggalkan kamar majikan mudahnya itu.

Setelah sekian lama bayi itu kembali tenang. Safia meletakan kembali amar ke tempat tidurnya lalu ia melangkah ke sofa dan duduk di sana mulai memakan makanan.

'Apa yang kukatakan pada Mas Manan, jika mereka ingin mewujudkan keinginannya, aku sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri. Andai mbak Laila masih hidup mungkin tidak akan terjadi perjodohan ini. Mas Akran aku harus apa?' tanya dalam batinnya air matanya menetes membasahi pipinya.

Sementara itu Manan di ruangan di rumahnya juga sangat gelisah. Ia tidak mungkin menuruti kehendak orang tuanya untuk menikahi Safia. Ia masih sangat mencintai Laila.

"Ahh ... sialan kenapa kalian memaksa dan membawa Amar dalam masalah ini, tanpa pernikahan Safia masih bisa menjadi ibu Amar karena dialah yang memberikan ASI untuk Amar," gerutunya kesal.

Manan berfikir sangat keras, ia keluar dari rumahnya dan masuk kedalam mobilnya lalu menjalankannya dengan sangat kencang serta berhenti di rumah orang tua Safia.

Ia mengucapkan salam lalu masuk kedalam mencium punggung tangan orang tua Safia dan bertanya tentang keberadaan Safia lalu ia pun berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia.

Mengetuk pintu berkali-kali hingga terdengar suara dari dalam. "Sebentar aku sedang menyusui."

Manan menghelah napasnya, ia berdiri menunggu hingga setengah jam lamanya lalu terdengar kembali suara dari dalam. "Masuklah aku sudah selesai!"

Pintu terbuka dan pria itu menerobos masuk kedalam lalu mencengkram tangan wanita itu sambil menatapnya tajam.

"Apa kau menerima permintaan mereka, Safia? Jawab aku!" tuntut Manan.

"Apa maksudmu, Mas? Aku tidak mengerti!" tanyanya bingung

"Jangan pura-pura tidak tahu apa yang sedang ku bicarakan!" teriaknya keras.

"Pelankan suaramu Mas! Nanti Amar terbangun," ucapnya lirih.

Manan menghembuskan nafasnya ia mencoba untuk meredakan amarahnya. "Kau tahu bukan orang tua kita menginginkan kita menikah demi Amar?" tanya Manan pada Safia.

"Iya tetapi aku belum menerimanya," jawab Safia

"Itu artinya kamu akan menerimanya?" tanya Manan dengan memicingkan matanya

"Tidak juga, aku tidak ingin mengkhianati almarhum suamiku dan almarhumah mbak Laila tetapi aku bisa apa? Kau yang harusnya menolak, bukan aku!" teriak Safia lirih dengan mata yang mulai basah.

"Akan kubawa pulang Amar! Kau kirimkan saja ASImu biar nanti diambil pegawaiku! Mulai sekarang Amar harus belajar meminum ASI dari botol agar tidak ketergantungan padamu," ucapnya dengan tegas sambil mengambil Amar dari box tempat tidurnya.

"Mas, akan kamu bawa Amar kemana? Tolong jangan lakukan itu aku akan berusaha menolak mereka!" teriak Safia mencegah Manan membawa Amar pergi.

"Tidak, Safia! kau tidak akan bisa menolak mereka jika Amar berada di sini, aku bisa mengurusnya sendiri tanpa bantuanmu. Akan kubeli ASImu itu!" putus Manan dengan tegas.

"Mas Manan, Jangan begitu! Aku tidak pernah menjual ASIku." tangis Safia pecah tetapi Manan tidak memperdulikan lagi. Ia sudah memutuskan untuk tidak akan dekat secara emosional dengan Safiah Mantan adik iparnya itu.

Ia berjalan keluar dengan langkah lebarnya. "Kemasi pakaian Amar nanti pegawaiku yang akan mengambilnya."

"Mas Manan, tolong jangan lakukan ini! Amar adalah nyawaku, aku tidak bisa berpisah dengannya," pinta Safia memohon.

Namun, Manan menulikan telinganya ia terus berjalan menuruni tangga dan di susul oleh Safiah ketika anak tangga hanya beberapa undakan saja untuk mencapai lantai bawah kaki Safia terkilir hingga pijakannya tidak seimbang ia pun jatuh terguling dan meringis kesakitan. Manan menghentikan langkahnya dan memejamkan matanya dia sangat dilema.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Saat Engkau Pergi

    Malam semakin larut, Manan tak bisa memejamkan matanya. Berbaring di ranjang sebentar kemudian duduk lalu bangkit dan berjalan mondar-mandir. Saat hatinya gusar meraih sesuatu dan melemparkannya begitu saja. vas bunga yang pecah berhamburan kosmetik Safia yang bertebaran. Suara pecahan kaca, benda-benda yang jatuh di malam yang sunyi. Manan benar-benar menyesal dengan keputusan yang telah diambilnya. Setelah Safia pergi baru sadar, di mana hatinya berada dan untuk siapa. Badan lelah, mata merah dan pikiran berkecamuk tak tentu arah. Saat tubuhnya tak mampu lagi menahan kantuk dan lelah ia pun mengelepar di atas ranjang dengan kaki menjuntai menapak lantai. Seperti baru terpejam beberapa menit, terdengar suara ketukan pintu dan anak-anak yang berusaha membangunkannya. "Papa, bangun, ayo antar kami!" teriak mereka saling bersautan. Manan membuka matanya saat terdengar suara-suara samar di telinganya. Ia mengerjab beberapa kali untuk menghilangkan kantuknya Dengan langkah

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Hari-hari Menyakitkan

    Akran mengusap wajahnya. membersihkan wajah dari makanan yang disemburkan oleh Safia. Ia menatap dengan dalam lalu membungkuk dan mendekatkan bibirnya tepat di telinga Safia. "Aku perna melihat Mas Manan melakukannya padamu, aku pun bisa lebih gila melakukan itu padamu." Mata Safia terbelalak dan ia menggeleng. Berharap ia tidak melakukan hal yang sama. Dua lelaki yang pernah begitu sangat dekat sama-sama melukainya sangat dalam. "Kalau begitu makanlah! Aku akan memperlakukanmu dengan baik," tekan Akran tepat di depan telinganya. pria itu kembali menegakkan tubuhnya lalu kembali menyodorkan sendok di depan mulut Safia. Wanita itu mau tidak mau harus menerima suapan Akran. Perlahan ia membuka mulut dan mulai mengunya makanan itu dan menelannya dengan susah payah. Terasa ada duri menyangkut di lehernya. Sementara itu Manan mulai cemas dan bingung. Hari sudah mulai petang tetap

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Aku Membencimu Akran

    Safia terbangun, dan ia terkejut saat melihat tangannya terikat di selah-selah ranjang yang terbuat dari kayu jati itu dan tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Akran bangkit dari duduknya dan berjalan mendekatinya. "Aku sangat merindukanmu, Safia. Rindu dengan bentuk tubuhmu, rindu dengan aromamu dan sangat rindu menyentuhmu. "Aku tidak mau, kau sentuh, Akran. Aku tidak mau di sentuh oleh pria yang membunuh anakku. Kau tegah membohongiku!" teriak Safia dengan keras. "Aku terpaksa Safia. Aku harus memilih antara engkau dan ibuku. Maaf aku memilih ibuku," ucapnya seraya melepaskan pakaian. "Jangan khawatir aku akan memberikan keturunan lagi untukmu, " lanjut Akran berjalan semakin dekat. "Kau, gila!Jangan sentuh aku!" teriak Safia sambil berusaha melepaskan ikatan tangannya. "Saat kuminta baik-baik tidak bisa, maka aku akan kuminta dengan paksa," ucap Akran menyentuh tubvh bagian bawah Safia. Membelai dengan lembut membuat Safia memejamkan matanya menahan rasa yang b

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Niat Jahat Aran

    Amplop coklat melayang dan isinya terburai menapar muka Aran, Pias di wajahnya terlihat sekilas saat ia terkejut lalu dengan cepat ia merubah ekspresinya. Tersenyum dengan tenang, sebab ia sudah menduga ini akan terjadi. Safia akan tahu cepat atau lambat. "Tenanglah, Safia! Akan kujelaskan," ucap seraya jemari tangannya dengan cepat menyemprotkan cairan yang ada dalam botol kecil di arah muka Safia. Beberapa saat kemudian, tubuh Safia limbung setelah menghirup aroma cairan yang terpercik di wajahnya. Aran menangkap tubuh Safia dan membawanya ke dalam kamar lalu pria itu keluar rumah menemui supir taksi, bernegoisasi sebentar. Setelah itu, taksi itu berjalan meninggalkan rumahnya. Aran meraup wajahnya dan menghelah napas berat. 'Aku tidak punya kesempatan untuk bersamamu lagi, Safia, tetapi biarkan aku memiliki keturunan denganmu sekali lagi.' Ia berjalan masuk kembali dalam rumahnya, dan melangkah dengan tenang ke dalam

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Kau Aran Apa Akran

    Safia melempar amplop coklat ke arahnya. "Apa maksudmu menyembunyikan Semua ini, hah?!" "Katakan padaku!" teriak Safia lebih lantang seraya memukuli dada Manan dengan sekuat tenaga sambil menangis dan berteriak histeris. "Ahhhh! Kalian berdua biadap!" teriaknya lagi. Manan memegang kedua tangan Safia dan mencoba menghentikan pukulan wanita itu lalu memeluknya erat. "Tenangkan dirimu, Safia. Kau boleh memakiku sepuasmu, tetapi dengarkan aku dulu," ucap Manan lembut. "Apa lagi yang harus kudengar darimu, Mas Manan?" ucapnya lirih sebab ia tak lagi bisa berteriak. Manan memeluknyq sangat kuat. "Aku tanya padamu, Fia, apa saat itu jika aku mengatakannya kau akan percaya? Tidak Safia kau tidak akan percaya padaku. Dimatamu Akran ada pria baik, lagi pula kau baru saja kehilangan putrimu." Safia ter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Rahasia terungkap

    Hari berganti hari, mereka berjalan sendiri- sendiri. Hangat saat di dalam rumah tetapi dingin ketika berada di luar dan jauh dari anak-anak mereka. Menjalani cinta yang tak sewajarnya. Manan dengan Lala dan Safia dengan Aran. Hingga suatu ketika Manan melihat sesuatu yang membuatnya terpukul. Siang itu Manan melihat Lala masuk ke dalam kamar hotel yang sama dengan Aran. Saat dimana ia harus menghadiri pertemuan dengan kliennya. Sementara itu di rumah, Safia telah menemukan kunci serep ruang kerja Manan dan ia segera membukanya. ia ingin mengumpulkan surat-surat untuk mengurus perceraiannya dengan Manan. Namun saat ia tengah mencari berkas-berkas yang akan dibutuhkan. Ia menemukan sebuah amplop coklat yang begitu menarik perhatiannya. saat melihat isinya ia begitu sangat terkejut. "Surat Cerai," bisiknya lirih "Apa Mas Manan diam-diam sudah mengurusnya? Bukankah ia menyerahkan semua it

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status