Share

Bab 4 Fitnah

Manan meneguhkan hatinya ia berjalan keluar rumah mantan mertuanya itu dengan membawa serta Amar di gendongannya dan masuk kedalam mobilnya kemudian berjalan meninggalkan rumah itu.

Safia menangis tergugu, ia sudah sangat mencintai Amar dan menganggap putranya sendiri jika dia di pisahkan itu sama artinya memutus urat nadinya.

Ia tak sanggup berdiri membuat Manaf ayah Safia iba pada putrinya. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya langsung menghampiri putrinya itu dan menggendongnya membawanya naik ke lantai atas ke kamar Safia.

Sesampainya di sana sang Ayah mendudukkan di ranjang lalu keluar mencari dan memanggil bik Mina untuk membantu mengurut kaki Safia yang terkilir.

Bik Mina dengan cepat masuk ke dalam kamarnya dan mengambil minyak urut lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia, ia pun masuk setelah safia mengijinkannya..

Bik Mina mulai memijat kaki Safia, ia menaruh Iba kepada wanita itu. Sudah ditinggal suami dan anaknya sekarang harus dipisahkan dengan bayi yang telah dirawatnya selama empat puluh hari itu.

"Sudah, Bik, ini sudah enakan, tolong ambilkan alat pompa Asi dan botol steril ya, Bik, aku tidak mau nanti Amar kehausan ucapnya sambil mengusap air matanya.

Bik Mina pun tersenyum dan mengangguk Lalu ia keluar dari kamar Safia mengambilkan yang diminta majikannya itu.

Safia turun dari ranjang berjalan tertatih mengambil sebuah koper lalu membuka lemari mengambil pakaian dan popok Amar dan di masukan kedalam koper ia hanya menyusahkan sedikit saja untuk obat rindunya.

Bik Mina kembali mengetuk pintu lalu terdengar sautan dari dalam ia pun masuk. "Ini Mbak!" ucapnya lalu pergi.

Safia mulai memompa ASI dan di masukan di botol steril lalu di tanggal dan jamnya. setelah mengirim pesan pada Manan kalau semua sudah siap.

Setelah itu ia duduk di ranjangnya dengan menyelonjorkan kakinya sambil menatap koper dan bungkusan plastik di atas Meja.

Kembali pintu di ketuk sekali lagi ia mempersilakan masuk dan kali ini yang masuk adalah Manaf ayah dari Safia.

"Ini yang dibawa?" tanya Ayahnya sambil menjinjing kantong plastik dan memegang koper dan Safia mengangguk hatinya begitu pedih ia pasti akan merindukan Amar.

Safia menatap kepergian Ayahnya yang menghilang di balik pintu. ia menatap kosong ruangan ada yang hilang dari dalam hatinya.

Sementara itu Manan sudah sampai rumahnya setelah membeli peralatan untuk bayinya dan langsung menelpon seseorang untuk mengambil pakaian dan ASIP.

Ia sudah berbulat hati untuk membuat anaknya tidak tergantung pada Safia. Ia meletakan putranya di ranjang, Amar masih tertidur pulas rasanya masih aman untuk saat ini.

lalu ia merebahkan tubuhnya di samping putranya itu dengan kedua tangannya yang di jadikan bantalan kepalanya.

Ia merenung apa dan mengapa ini terjadi padanya, dia masih sangat sayang pada Laila tak ingin mengantikan tempat walau itu adik iparnya sendiri.

Ia larut dalam lamunan hingga tidak mendengar bel rumah berbunyi berkali-kali dari lima belas menit yang lalu. Ia tersentak dalam lamunan ketika bel terakhir berbunyi ia melangkah keluar rumah ternyata karyawannya yang tengah mengantarkan pakaian juga ASIP.

Ia masuk kedalam dan menaruh ASIP di dalam Freezer dan kembali ke kamar menemani sang putra.

Waktu berputar, satu jam ia terlelap dalam tidurnya dan terbangun saat mendengar jerit tangis anaknya itu ia bergegas mengecek popoknya.

Manan Pun mengganti popok putranya tetapi bayi itu tetap menangis. Ia segera memanaskan ASIP sebentar lalu memasukkan dalam botol kemudian meminumkan, di awal Amar mau menyesap tetapi kemudian bayi itu tersedak membuat Manan panik, ia memposisikan badan puranya ke dadanya lalu menepuk punggung perlahan, ingat waktu pertama kali Safia memberikan ASIP dari botol, tiba-tiba anaknya tersedak, dan Safia melakukan hal yang sama seperti ia lakukan saat ini, Amar bersendawa lalu menangis dengan keras.

Ia mendekap putranya sambil mengayun-ayun agar segera berhenti menangis ia mencoba memainkan kembali Asip kepada putranya itu.

Tetapi hanya menyesapnya sedikit lalu kembali menangis lagi. Manan tidak putus asa iya mencoba dan terus, egonya tidak ingin menghubungi Safia ia pasti bisa mengatasi putranya.

Amar tak kunjung berhenti menangis sudah dua jam ia mengayun bayi lelaki itu mencoba memberikan ASIP tetapi lagi-lagi usahanya nihil.

Amar terus menangis, berhenti sebentar lalu menangis lagi hingga badan bayi itu panas. Hari beranjak malam bayi itu pun tetap tidak mau minum dan tidak berhenti menangis membuat Manan bingung apa yang harus dilakukan. Mau tidak mau ia menyuruh menjemput Safia.

Sementara itu Safia tengah melamun, dikejutkan telpon yang berbunyi nyaring berkali-kali tertera di layar handphone nama Mas Manan, ia pun tidak menggubrisnya.

Hingga pintu di ketuk dari luar, dan Safia memerintahkan masuk. Pintu terbuka dan Bik Mina pun masuk. "Nyonya ada supir Pak manan, menjemput Anda, Nak Amar demam," ucapnya.

"Apa, sakit? Tetapi ini sudah malam," gumamnya lirih. Dia terdiam sejenak dan berfikir lalu memutuskan sesuatu.

"Bilang tunggu sebentar aku akan segera keluar!" perintah pada bik Mina

Safia bergegas berganti pakaian, saat akan berjalan sedikit lebih cepat kakinya yang terkilir tadi terasa sakit. Akhirnya dengan tertatih ia pun melangkah menuruni tangga berjalan hingga menuju mobil yang menunggunya itu.

Mobil itu pun berjalan meninggalkan rumah Safia setelah wanita itu masuk kedalam dan setengah jam kemudian ia sampai di rumah Manan mantan Kakak iparnya itu. Ia masuk kedalam dan melihat foto pernikahan kakaknya dengan pria itu tergantung di ruang tamu.

Manan keluar sambil menggendong putranya. "Ia demam dan tidak mau minum dengan botol."

Safia, langsung meraih bayi yang berumur 45 hari itu dan bayi itu langsung terdiam dan mencari sumber makanan degan mengendus dada Safia.

"Masuklah di kamar itu! Aku akan tetap di sini" ucapnya.

"Baiklah," ucap Safia lalu masuk ke dalam kamar itu dan menyusui Amar di kamar. Setelah itu, Amar tidur dengan pulas dan ia meletakan bayi itu di atas ranjang.

Tiba-tiba terdengar ribut-ribut di luar. banyak warga yang datang ke rumah Manan dengan menggedor pintu.

Safia yang terkejut akhirnya keluar kamar. Ia pun jadi bingung kenapa di rumah kakak iparnya banyak orang dan terlihat Manan terlibat perdebatan yang sangat panas.

"Kalian tidak bisa mengelak lagi, lihat wanita itu keluar dari kamarmu Pak Manan! Itu artinya kalian baru saja melakukan perbuatan mesum," tuduh salah satu warga.

"Kalian tidak bisa menuduh seenaknya sendiri, Amar sakit, itu sebabnya saya datang kemari dan tidak seperti kalian pikirkan, Kalian bisa tanya pada supir Pak Manan," ucap Safia ingin menangis.

"Mana? tidak ada sopir pak Manan dari tadi," ucap mereka.

"Pokoknya Malam ini juga kalian harus menikah," tuntut warga pada Manan dan Safia.

Wanita itu terkejut kakinya terasa lemas ia tidak mengira akan terjadi seperti ini. "Saya tidak mau saya tidak berbuat apa-apa?" teriaknya.

Manan pun duduk terkulai di sofa hingga dua mobil datang ke rumah itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status