Share

Bab 4 Fitnah

Penulis: Endiy Fathia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-21 08:46:19

Manan meneguhkan hatinya ia berjalan keluar rumah mantan mertuanya itu dengan membawa serta Amar di gendongannya dan masuk kedalam mobilnya kemudian berjalan meninggalkan rumah itu.

Safia menangis tergugu, ia sudah sangat mencintai Amar dan menganggap putranya sendiri jika dia di pisahkan itu sama artinya memutus urat nadinya.

Ia tak sanggup berdiri membuat Manaf ayah Safia iba pada putrinya. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya langsung menghampiri putrinya itu dan menggendongnya membawanya naik ke lantai atas ke kamar Safia.

Sesampainya di sana sang Ayah mendudukkan di ranjang lalu keluar mencari dan memanggil bik Mina untuk membantu mengurut kaki Safia yang terkilir.

Bik Mina dengan cepat masuk ke dalam kamarnya dan mengambil minyak urut lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia, ia pun masuk setelah safia mengijinkannya..

Bik Mina mulai memijat kaki Safia, ia menaruh Iba kepada wanita itu. Sudah ditinggal suami dan anaknya sekarang harus dipisahkan dengan bayi yang telah dirawatnya selama empat puluh hari itu.

"Sudah, Bik, ini sudah enakan, tolong ambilkan alat pompa Asi dan botol steril ya, Bik, aku tidak mau nanti Amar kehausan ucapnya sambil mengusap air matanya.

Bik Mina pun tersenyum dan mengangguk Lalu ia keluar dari kamar Safia mengambilkan yang diminta majikannya itu.

Safia turun dari ranjang berjalan tertatih mengambil sebuah koper lalu membuka lemari mengambil pakaian dan popok Amar dan di masukan kedalam koper ia hanya menyusahkan sedikit saja untuk obat rindunya.

Bik Mina kembali mengetuk pintu lalu terdengar sautan dari dalam ia pun masuk. "Ini Mbak!" ucapnya lalu pergi.

Safia mulai memompa ASI dan di masukan di botol steril lalu di tanggal dan jamnya. setelah mengirim pesan pada Manan kalau semua sudah siap.

Setelah itu ia duduk di ranjangnya dengan menyelonjorkan kakinya sambil menatap koper dan bungkusan plastik di atas Meja.

Kembali pintu di ketuk sekali lagi ia mempersilakan masuk dan kali ini yang masuk adalah Manaf ayah dari Safia.

"Ini yang dibawa?" tanya Ayahnya sambil menjinjing kantong plastik dan memegang koper dan Safia mengangguk hatinya begitu pedih ia pasti akan merindukan Amar.

Safia menatap kepergian Ayahnya yang menghilang di balik pintu. ia menatap kosong ruangan ada yang hilang dari dalam hatinya.

Sementara itu Manan sudah sampai rumahnya setelah membeli peralatan untuk bayinya dan langsung menelpon seseorang untuk mengambil pakaian dan ASIP.

Ia sudah berbulat hati untuk membuat anaknya tidak tergantung pada Safia. Ia meletakan putranya di ranjang, Amar masih tertidur pulas rasanya masih aman untuk saat ini.

lalu ia merebahkan tubuhnya di samping putranya itu dengan kedua tangannya yang di jadikan bantalan kepalanya.

Ia merenung apa dan mengapa ini terjadi padanya, dia masih sangat sayang pada Laila tak ingin mengantikan tempat walau itu adik iparnya sendiri.

Ia larut dalam lamunan hingga tidak mendengar bel rumah berbunyi berkali-kali dari lima belas menit yang lalu. Ia tersentak dalam lamunan ketika bel terakhir berbunyi ia melangkah keluar rumah ternyata karyawannya yang tengah mengantarkan pakaian juga ASIP.

Ia masuk kedalam dan menaruh ASIP di dalam Freezer dan kembali ke kamar menemani sang putra.

Waktu berputar, satu jam ia terlelap dalam tidurnya dan terbangun saat mendengar jerit tangis anaknya itu ia bergegas mengecek popoknya.

Manan Pun mengganti popok putranya tetapi bayi itu tetap menangis. Ia segera memanaskan ASIP sebentar lalu memasukkan dalam botol kemudian meminumkan, di awal Amar mau menyesap tetapi kemudian bayi itu tersedak membuat Manan panik, ia memposisikan badan puranya ke dadanya lalu menepuk punggung perlahan, ingat waktu pertama kali Safia memberikan ASIP dari botol, tiba-tiba anaknya tersedak, dan Safia melakukan hal yang sama seperti ia lakukan saat ini, Amar bersendawa lalu menangis dengan keras.

Ia mendekap putranya sambil mengayun-ayun agar segera berhenti menangis ia mencoba memainkan kembali Asip kepada putranya itu.

Tetapi hanya menyesapnya sedikit lalu kembali menangis lagi. Manan tidak putus asa iya mencoba dan terus, egonya tidak ingin menghubungi Safia ia pasti bisa mengatasi putranya.

Amar tak kunjung berhenti menangis sudah dua jam ia mengayun bayi lelaki itu mencoba memberikan ASIP tetapi lagi-lagi usahanya nihil.

Amar terus menangis, berhenti sebentar lalu menangis lagi hingga badan bayi itu panas. Hari beranjak malam bayi itu pun tetap tidak mau minum dan tidak berhenti menangis membuat Manan bingung apa yang harus dilakukan. Mau tidak mau ia menyuruh menjemput Safia.

Sementara itu Safia tengah melamun, dikejutkan telpon yang berbunyi nyaring berkali-kali tertera di layar handphone nama Mas Manan, ia pun tidak menggubrisnya.

Hingga pintu di ketuk dari luar, dan Safia memerintahkan masuk. Pintu terbuka dan Bik Mina pun masuk. "Nyonya ada supir Pak manan, menjemput Anda, Nak Amar demam," ucapnya.

"Apa, sakit? Tetapi ini sudah malam," gumamnya lirih. Dia terdiam sejenak dan berfikir lalu memutuskan sesuatu.

"Bilang tunggu sebentar aku akan segera keluar!" perintah pada bik Mina

Safia bergegas berganti pakaian, saat akan berjalan sedikit lebih cepat kakinya yang terkilir tadi terasa sakit. Akhirnya dengan tertatih ia pun melangkah menuruni tangga berjalan hingga menuju mobil yang menunggunya itu.

Mobil itu pun berjalan meninggalkan rumah Safia setelah wanita itu masuk kedalam dan setengah jam kemudian ia sampai di rumah Manan mantan Kakak iparnya itu. Ia masuk kedalam dan melihat foto pernikahan kakaknya dengan pria itu tergantung di ruang tamu.

Manan keluar sambil menggendong putranya. "Ia demam dan tidak mau minum dengan botol."

Safia, langsung meraih bayi yang berumur 45 hari itu dan bayi itu langsung terdiam dan mencari sumber makanan degan mengendus dada Safia.

"Masuklah di kamar itu! Aku akan tetap di sini" ucapnya.

"Baiklah," ucap Safia lalu masuk ke dalam kamar itu dan menyusui Amar di kamar. Setelah itu, Amar tidur dengan pulas dan ia meletakan bayi itu di atas ranjang.

Tiba-tiba terdengar ribut-ribut di luar. banyak warga yang datang ke rumah Manan dengan menggedor pintu.

Safia yang terkejut akhirnya keluar kamar. Ia pun jadi bingung kenapa di rumah kakak iparnya banyak orang dan terlihat Manan terlibat perdebatan yang sangat panas.

"Kalian tidak bisa mengelak lagi, lihat wanita itu keluar dari kamarmu Pak Manan! Itu artinya kalian baru saja melakukan perbuatan mesum," tuduh salah satu warga.

"Kalian tidak bisa menuduh seenaknya sendiri, Amar sakit, itu sebabnya saya datang kemari dan tidak seperti kalian pikirkan, Kalian bisa tanya pada supir Pak Manan," ucap Safia ingin menangis.

"Mana? tidak ada sopir pak Manan dari tadi," ucap mereka.

"Pokoknya Malam ini juga kalian harus menikah," tuntut warga pada Manan dan Safia.

Wanita itu terkejut kakinya terasa lemas ia tidak mengira akan terjadi seperti ini. "Saya tidak mau saya tidak berbuat apa-apa?" teriaknya.

Manan pun duduk terkulai di sofa hingga dua mobil datang ke rumah itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Saat Engkau Pergi

    Malam semakin larut, Manan tak bisa memejamkan matanya. Berbaring di ranjang sebentar kemudian duduk lalu bangkit dan berjalan mondar-mandir. Saat hatinya gusar meraih sesuatu dan melemparkannya begitu saja. vas bunga yang pecah berhamburan kosmetik Safia yang bertebaran. Suara pecahan kaca, benda-benda yang jatuh di malam yang sunyi. Manan benar-benar menyesal dengan keputusan yang telah diambilnya. Setelah Safia pergi baru sadar, di mana hatinya berada dan untuk siapa. Badan lelah, mata merah dan pikiran berkecamuk tak tentu arah. Saat tubuhnya tak mampu lagi menahan kantuk dan lelah ia pun mengelepar di atas ranjang dengan kaki menjuntai menapak lantai. Seperti baru terpejam beberapa menit, terdengar suara ketukan pintu dan anak-anak yang berusaha membangunkannya. "Papa, bangun, ayo antar kami!" teriak mereka saling bersautan. Manan membuka matanya saat terdengar suara-suara samar di telinganya. Ia mengerjab beberapa kali untuk menghilangkan kantuknya Dengan langkah

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Hari-hari Menyakitkan

    Akran mengusap wajahnya. membersihkan wajah dari makanan yang disemburkan oleh Safia. Ia menatap dengan dalam lalu membungkuk dan mendekatkan bibirnya tepat di telinga Safia. "Aku perna melihat Mas Manan melakukannya padamu, aku pun bisa lebih gila melakukan itu padamu." Mata Safia terbelalak dan ia menggeleng. Berharap ia tidak melakukan hal yang sama. Dua lelaki yang pernah begitu sangat dekat sama-sama melukainya sangat dalam. "Kalau begitu makanlah! Aku akan memperlakukanmu dengan baik," tekan Akran tepat di depan telinganya. pria itu kembali menegakkan tubuhnya lalu kembali menyodorkan sendok di depan mulut Safia. Wanita itu mau tidak mau harus menerima suapan Akran. Perlahan ia membuka mulut dan mulai mengunya makanan itu dan menelannya dengan susah payah. Terasa ada duri menyangkut di lehernya. Sementara itu Manan mulai cemas dan bingung. Hari sudah mulai petang tetap

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Aku Membencimu Akran

    Safia terbangun, dan ia terkejut saat melihat tangannya terikat di selah-selah ranjang yang terbuat dari kayu jati itu dan tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Akran bangkit dari duduknya dan berjalan mendekatinya. "Aku sangat merindukanmu, Safia. Rindu dengan bentuk tubuhmu, rindu dengan aromamu dan sangat rindu menyentuhmu. "Aku tidak mau, kau sentuh, Akran. Aku tidak mau di sentuh oleh pria yang membunuh anakku. Kau tegah membohongiku!" teriak Safia dengan keras. "Aku terpaksa Safia. Aku harus memilih antara engkau dan ibuku. Maaf aku memilih ibuku," ucapnya seraya melepaskan pakaian. "Jangan khawatir aku akan memberikan keturunan lagi untukmu, " lanjut Akran berjalan semakin dekat. "Kau, gila!Jangan sentuh aku!" teriak Safia sambil berusaha melepaskan ikatan tangannya. "Saat kuminta baik-baik tidak bisa, maka aku akan kuminta dengan paksa," ucap Akran menyentuh tubvh bagian bawah Safia. Membelai dengan lembut membuat Safia memejamkan matanya menahan rasa yang b

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Niat Jahat Aran

    Amplop coklat melayang dan isinya terburai menapar muka Aran, Pias di wajahnya terlihat sekilas saat ia terkejut lalu dengan cepat ia merubah ekspresinya. Tersenyum dengan tenang, sebab ia sudah menduga ini akan terjadi. Safia akan tahu cepat atau lambat. "Tenanglah, Safia! Akan kujelaskan," ucap seraya jemari tangannya dengan cepat menyemprotkan cairan yang ada dalam botol kecil di arah muka Safia. Beberapa saat kemudian, tubuh Safia limbung setelah menghirup aroma cairan yang terpercik di wajahnya. Aran menangkap tubuh Safia dan membawanya ke dalam kamar lalu pria itu keluar rumah menemui supir taksi, bernegoisasi sebentar. Setelah itu, taksi itu berjalan meninggalkan rumahnya. Aran meraup wajahnya dan menghelah napas berat. 'Aku tidak punya kesempatan untuk bersamamu lagi, Safia, tetapi biarkan aku memiliki keturunan denganmu sekali lagi.' Ia berjalan masuk kembali dalam rumahnya, dan melangkah dengan tenang ke dalam

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Kau Aran Apa Akran

    Safia melempar amplop coklat ke arahnya. "Apa maksudmu menyembunyikan Semua ini, hah?!" "Katakan padaku!" teriak Safia lebih lantang seraya memukuli dada Manan dengan sekuat tenaga sambil menangis dan berteriak histeris. "Ahhhh! Kalian berdua biadap!" teriaknya lagi. Manan memegang kedua tangan Safia dan mencoba menghentikan pukulan wanita itu lalu memeluknya erat. "Tenangkan dirimu, Safia. Kau boleh memakiku sepuasmu, tetapi dengarkan aku dulu," ucap Manan lembut. "Apa lagi yang harus kudengar darimu, Mas Manan?" ucapnya lirih sebab ia tak lagi bisa berteriak. Manan memeluknyq sangat kuat. "Aku tanya padamu, Fia, apa saat itu jika aku mengatakannya kau akan percaya? Tidak Safia kau tidak akan percaya padaku. Dimatamu Akran ada pria baik, lagi pula kau baru saja kehilangan putrimu." Safia ter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Rahasia terungkap

    Hari berganti hari, mereka berjalan sendiri- sendiri. Hangat saat di dalam rumah tetapi dingin ketika berada di luar dan jauh dari anak-anak mereka. Menjalani cinta yang tak sewajarnya. Manan dengan Lala dan Safia dengan Aran. Hingga suatu ketika Manan melihat sesuatu yang membuatnya terpukul. Siang itu Manan melihat Lala masuk ke dalam kamar hotel yang sama dengan Aran. Saat dimana ia harus menghadiri pertemuan dengan kliennya. Sementara itu di rumah, Safia telah menemukan kunci serep ruang kerja Manan dan ia segera membukanya. ia ingin mengumpulkan surat-surat untuk mengurus perceraiannya dengan Manan. Namun saat ia tengah mencari berkas-berkas yang akan dibutuhkan. Ia menemukan sebuah amplop coklat yang begitu menarik perhatiannya. saat melihat isinya ia begitu sangat terkejut. "Surat Cerai," bisiknya lirih "Apa Mas Manan diam-diam sudah mengurusnya? Bukankah ia menyerahkan semua it

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status