Share

Bab 2 Di mana Kak Laila?

Penulis: Endiy Fathia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-21 08:46:03

Manan berjalan menuju ruang rawat Safia setelah melihat putranya, bayi itu tidak mau meminum susu formula dan selalu menangis. Ia ingin Safia membantunya dengan memberikan putranya AsI. Tanpa sengaja ia tadi melihat pakaian Safia basah di bagian dadanya dan berharap adik iparnya itu mau membantunya.

Sesampainya di depan pintu ruangan Safia ia pun membukanya alangkah terkejutnya dia, saat pintu terbuka. Darah mengalir dari pergelangan tangan Safia cukup banyak dan wanita itu mulai terlihat pucat serta lemas, ia berlari ke arah ranjang Safia menekan berkali-kali tombol memanggil dokter atau perawat sambil menggenggam tangan wanita itu, berharap darah tidak terlalu banyak mengalir.

"Apa yang kau lakukan? Kau tahu ini tindakkan dosa, kau tahu bukan?" teriaknya menggelegar.

Dokter pun datang dan melihat apa yang terjadi ia terkejut dan segera melakukan tindakan untuk menghentikan pendarahannya.

Safia kecewa apa yang dia inginkan tidak terwujud, setelah dokter itu pergi Safia menatap tajam pada Kakak iparnya itu.

"Kenapa kau menyelamatkan aku? Aku tidak ingin hidup lagi! Aku ingin menyusul suami dan anakku, urusi saja hidupmu sendiri dengan Mbak Laila dan putramu itu!" teriaknya putus asa.

"Dengarkan Aku, Fia! Kau masih muda, suatu saat nanti kamu akan bertemu jodohmu kembali, jangan bertindak bodoh suami dan anakmu akan bersedih melihatmu seperti ini. Setidaknya hiduplah untuk anakku, keponakanmu yang masih membutuhkan Asi. Laila tidak bisa memberikannya, tolonglah dia tidak mau minum susu formula," ucap Manan mengiba setelah mengeraskan suaranya.

"Kenapa, Mbak Laila tidak bisa menyusui, apa ASInya tidak mau keluar? Kenapa justru aku yang kehilangan anak yang melimpah? Dunia sungguh tidak adil, aku ingin pergi dari dunia ini, Mas Manan. Aku tidak ingin hidup lagi. Aku sudah tidak punya cinta, sudah habis mereka tidak ada di sisiku, Huhuhu ...." Terdengar isak tangisnya.

"Kau tidak boleh mendahului takdir, Fia! kau harus bisa mengikhlaskannya, kasihan suami dan anakmu!"teriak Manan sambil pergi meninggalkan Safia sendirian di ruangannya yang masih menangis meratapi hidupnya.

Tak lama kemudian pria itu kembali keruangan Safiah dengan menggendong putra yang tak mau berhenti menangis.

"Fia, lihatlah dia dari tadi menangis aku tidak tahu harus apa? Tolonglah!" pinta Manan menghiba

"Baiklah, bawa dia ke mari dan tolong panggilkan suster," pinta Safia.

Manan berjalan menuju ranjang Safia ia memberikan putranya ke gedongan Safia. lalu menekan tombol memanggil suster atau pun dokter.

Sungguh aneh bayi kecil itu pun berhenti menangis dalam dekapan Safia. Saat suster datang Manan menjelaskan apa maksud memanggil suster ke ruangan itu dan suster pun mengerti.

Suster berjalan menghampiri Safia sedangkan Manan keluar ruangan itu. Kemudian, suster membantu Safia mengarahkan mulut si kecil kepada sumber makanannya. setelah bayi Itu menyesap dengan sangat lahapnya. seolah mengatakan ia sedang lapar.

Air matanya merembes keluar, sungguh dia merasakan sesuatu yang luar biasa. Merasa jiwanya tenang dan merasa dibutuhkan. Setelah suami dan anaknya meninggal tidak ada kehidupan di dirinya lagi. Sekarang hati dan jiwa terketuk.

Setelah kenyang bayi itu pun tertidur, Safia menaruh bayi di ranjangnya di sebelah dia berbaring.

Manan melihat dari celah pintu yang terbuka sedikit. Melihat sang putra sudah tertidur lelap ia pun legah.

Pria itu mengusap wajah dengan sangat kasar. Ia tidak tahu bagaimana cara mengatakan pada Safia tentang Laila.

Sampai sekarang Safia belum tahu kalau kakaknya itu telah meninggal. Lalu bagaimana besok jika tidak pulang bersama Laila.

Manan membaringkan tubuhnya di kursi panjang lalu memejamkan matanya, tak lama kemudian terlelap dan terbangun saat azan subuh berkumandang dan ia pergi ke masjid rumah sakit setelah itu kembali ke ruangan Safia.

Ia mengetuk pintu, khawatir saat masuk ruangan itu, Safia sedang memberikan ASI pada putranya itu.

"Masuk!" perintah Safia.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Manan pada wanita itu.

"Aku baik, trimakasih telah membawa keponakanku ke mari ia sangat tampan, Siapa namanya?" tanya Safia.

"Aku belum memberikan nama untuknya, boleh aku membawanya ke ruang bayi agar bisa di mandikan?" tanya manan pada Safia.

"Boleh," jawabnya sambil mengambil bayi lelaki itu dan di serahkan pada Manan.

Manan menggendong putranya dengan sangat hati-hati lalu keluar dari ruangan itu menuju ruangan bayi.

Hari berganti hari tidak terasa Safia sudah tiga hari berada di rumah sakit dan ia mulai berkemas untuk pulang tidak banyak pakaian yang harus dibawa pulang karena hanya tiga potong baju saja yang dibawakan oleh kakak iparnya.

Manan datang ke ruangan Safia dengan menggendong anaknya. "Apa kau sudah siap?"

"Iya, Mana mbak Laila?" tanya Safia

"Dia sudah pulang lebih duluan," jawab dengan tenang.

"Loh, dengan siapa? Kenapa tidak sama-sama saja?" tanya Safia.

"Dengan Ayah, Laila belum bisa berjalan dia harus memakai kursi roda jika sama-sama dengan kita akan sedikit merepotkan, aku kan sedang menggendong Ammar," ucap Manan berbohong.

"Baiklah, ayo kita pulang!" ajak Safia meraih Ammar dari gendongannya Manan

Mereka pun keluar dari rumah sakit lalu mereka menaiki mobil dan berjalan meninggalkan rumah sakit. Di tengah perjalanan Safia terheran karena jalan yang dilewati bukan jalan pulang.

"Kita mau kemana?" tanya Safia.

"Kita pergi di suatu tempat. Ayah dan Ibu sudah menunggu di sana," ucap Manan.

"Kenapa Tidak kau katakan saja kita pergi kemana, mas?" protesnya sambil menatap tajam pada sang kakak ipar.

"Kau akan tahu sendiri nanti," ucapnya tenang.

Mobil pun berhenti di sebuah pemakaman umum dan di sana sudah menunggu orang tua Safia. "Kita Kesini?"

Manan mengambil alih Ammar dari gendongan Safia dan turun dari mobil lalu ia berjalan menghampiri mertuanya dan menitipkan putranya setelah mencium punggung tangan mereka.

Safia masih bingung, sebenarnya untuk apa kakak iparnya membawanya ke mari tetapi ia tetap mengikuti kakak iparnya itu hingga dia pun terkejut dengan sebuah pusaran yang bernamakan Laila binti Manaf dan ada lagi bernama Wulan binti Arkan.

Safia terpaku menatap nisan itu kakinya seperti membeku Lidahnya menjadi Keluh ia menatap sang kakak ipar dengan tatapan tajam.

"Inikah yang kau sembunyikan dariku, Mas? Kenapa tidak kau katakan saja? Kau kira aku Rapuh? tanyanya pada Manan.

"Bagaimana aku bisa katakan padamu, Fia ? Lidahku sendiri saja terasa keluh, aku tak sanggup mengatakannya," ucap Manan

"Lalu dimana makam suamiku?" tanya Safia

"Dia dimakamkan di tempat khusus itu sebabnya waktu kamu kesakitan kemarin mereka bersikeras meminta tanda tanganmu dan setelah itu kau pingsan. Apa kau tidak ingat itu?" tanya Manan pada Safia.

Dia kembali termangu terduduk di depan nisan dengan kaki yang lemas, setengah jam kemudian ia menatap Manan. "Antarkan aku ke makam suamiku," pintanya dengan suara lirih.

"Aku tidak bisa, Safia," ucap Manan, sesungguhnya pria itu curiga tentang sesuatu hal yang belum bisa ia pastikan sebab menurut tetangga mereka tidak diperbolehkan mengantar sampai lokasi pemakaman dan hanya bisa sampai keluar pintu gerbang rumah mertuanya saja.

"Apa yang kau sembunyikan lagi dariku Mas Manan?" tanya Safia pada pria itu.

Manan terdiam tak mampu berkata apa-apa lagi ia hanya berjalan pergi menuju mobil tanpa menghiraukan rengekan Safia yang semakin membuatnya pusing.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Kamu masih milikku

    Manan mengepalkan tangannya geram, ia tak menyangkah Safia menjeput anaknya dengan pria itu. Dia pun mempercepat makannya. Melihat hal itu Lala pun juga melakukan hal yang sama karena tidak enak jika Manan harus menunggu dia selesai makan. Beberapa menit kemudian Manan sudah selesai dan menunggu sejenak Lala menyelesaikan makanannya. tak lama terlihat Lala sudah menghabiskan makanan dan jus jeruknya. "Aku akan mengantarmu ke kantor, kita tunda dulu untuk pembahasan tetang proyek kerja sama kita sebab ada hal yang harus aku selesaikan hari ini juga, kau tidak apa-apa, 'kan?" tanya Manan "Tentu saja Tidak, Pak, kalau itu lebih penting silakan, Pak," ucapnya pada Pria Itu. Manan beranjak berdiri dari duduknya dan menuju kasir membayar semua makanan yang di pesannya lalu keluar dari restoran itu. Mobil melaju cepat meninggalkan restoran itu. Lala melihat keganjilan sikap Manan, sepertinya pria itu tengah kesal dengan seseorang dan itu membuatnya memilih diam tanpa bertanya apa-

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Menghibur Majikan Kecil

    Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Ada Apa Denganmu, Mas

    Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai Papamu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh j

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Dilema

    Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Liar Juga Dia

    Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Makin Jauh.

    "Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status