Orang tua Safia dan Manan pun datang mereka berembuk dengan warga, dan akhirnya warga pun pulang karena sudah ada keputusan bahwa besok pagi Manan harus menikahi Safia di rumah mantan mertuanya itu.
Itu semua tidak luput dari akal-akalan orang tua Manan agar lelaki itu tidak dapat mengelak tetapi dengan terjadinya kejadian itu membuat Manan semakin membenci Safia karena wanita itu tidak melatih anaknya untuk bisa minum ASIP di botol dan karena itu Amar menjadi tergantung dengan Safia hingga dia harus menikahi wanita itu.Safia di ajak pulang oleh orang tuanya bersama Amar karena bayi itu menangis lagi ketika terdengar ribut-ribut di rumah Manan.Manan terlihat sangat kacau ia menatap tajam kedua orang tua itu. Ia yakin semua itu ada sangkut pautnya dengan mereka dan Kenapa tiba-tiba sopirnya tidak ada di tempat lalu warga berdatangan dan menggedor rumahnya."Jangan tanya kami, itu kesalahanmu sendiri yang sudah teledor jadi bertanggung jawablah," ucap Sang Ayah pada Manan lalu mengajak istrinya pulang dari rumah anaknya itu.Sepulang orang tuanya dari rumahnya, Manan tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Pria itu begitu shock akan kejadian barusan. Begitu pula dengan Safia sepanjang malam ia menagis sambil memeluk bayi mungil itu.Alarm dari tubuh membangunkannya tepat jam lima pagi ia segera berlari ke kamar mandi untuk buang air kecil lalu ia membersihkan tubuhnya dan keluar setelah lima belas menit berlalu.Mengenakan pakaian kokoh dan sarung ia pun melaksanakan sholat subuh yang hampir terlambat. terdengar bel dan ketukan pintu di luar saat ia selesai.Dengan sangat malas ia pun membuka pintu dan terlihat orang tuanya berdiri di depan pintu sambil membawa box ukuran besar, tanpa menunggu di persilahkan tuan rumahnya mereka pun masuk ke dalam."Pakai ini dan segera berangkat!" perintah ibunya .Dengan malas ia pun mengambil kotak itu dan masuk kedalam kamarnya sepuluh menit kemudian ia kembali dengan setelankemeja putih dan celana hitam berserta jas yang membalut tubuhnya.Ia sudah pasrah tidak bisa mengelak lagi, dengan wajah datar ia mengikuti orang tuanya keluar dari rumahnya.Sudah menunggu mobil beserta supirnya di luar, ia menatap supir itu dengan tatapan sambil duduk di sampingnya. "Maaf anak saya sakit," ucap sang sopir.Hem ... jalan!" perintah Manan tanpa menghiraukan alasan sang supir.Di rumah Safia orang tua memberikan baju miliknya dan milik Laila sang kakak. "Aku tidak ingin memakai kedua baju itu. Aku sedang tidak mencari pengganti suamiku dan aku juga tidak ingin menjadi pengganti mbak Laila. Aku akan memakai pakaian biasa saja," ucapnya mengambil gaun yang pernah dibeli sang kakak saat pulang dari bulan madu dulu.Ia menyentuh gaun itu. 'Aku tak mengira bahwa akan memakai baju ini di pernikahan keduaku dengan mantan suamimu Mbak, percayalah aku tidak ingin mengkhianatimu mbak juga almarhum suamiku,' gumamnya dalam hati.Lalu ia memakai pakaian itu merias sendiri wajahnya, ia menolak di rias oleh MUA bahkan ia mengancam akan pergi dari rumah saat itu juga jika tidak menuruti kehendaknya.Orang Tua Safia tidak bisa berkutik saat Safiah tak ingin ada perayaan besar-besaran mereka pun tidak berani membantah sebab Safia bersedia saja membuat hati mereka sangat senang dan bersyukur.Mobil Manan sudah sampai, Mereka pun masuk kedalam rumah. Di sana sudah menunggu beberapa tetangga dan penghulu. Tanpa menunggu waktu lama hijab kabul atas nama Safia pun di ucapkan Manan setelah dua kali menyebut nama yang salah lalu terdengar kata SAh di akhir ucapan hijabnya tersebut.Safia keluar untuk mencium tangan Manan. Lelaki itu memberikan doa dan mencium kening Safia sekilas, senyum yang terpaksa di perlihatkan oleh orang-orang yang hadir terlihat jelas.Saat penghulu mengeluarkan buku nikah mereka. Mereka terperanjat dan menoleh kepada orang tua mereka ternyata mereka telah merencanakan ini sudah lama terbukti buku nikah pun sudah jadi."Kemasi pakaianmu sekarang juga, kau akan tinggal di rumahku," bisik Manan dengan suara datarnya setelah menandatangani buku nikah.Safia mengangguk dan beranjak dari duduknya dan di ikuti Manan dari belakang. Lelaki itu mengikuti Safia hingga ke kamar wanita itu untuk mengambil Amar yang masih terlelap tidur lalu keluar lagi tanpa melihat Safia.Wanita itu menghembuskan napasnya, ia dari tadi pagi belum makan apapun dan begitu hijab Kabul lelaki itu memaksanya mengikuti dirinya tinggal di rumahnya.Ia mencoba untuk tidak menangis, dikemas pakaiannya dan di masukan ke dalam koper lalu berjalan dengan tertatih, kakinya masih sangat sakit dan tubuhnya juga.Sang Ayah membantunya tanpa berkata apapun tidak ada wejangan yang diberikan untuk Safia.Sesampainya di mobil Manan sang Ayah memasukan koper ke dalam bagasi dan safia duduk di samping Manan dan mengambil alih Amar untuk di gendongannya.Mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan rumah Safia. Tak ada percakapan di antara mereka.Setengah jam mereka sampai, Safia turun dari mobil dan akan melangkah masuk ke rumah di hentikan Manan."Tunggu!" teriaknya sambil berjalan mendekatinya dan Safia berhenti untuk menunggu pria itu."Kau bawa kopermu sendiri!" ucap Manan dengan dinginnya sambil meraih Amar dari gendongan Safia.Wanita itu menghelah napasnya. Ia tahu bahwa pernikahannya kali ini tak seindah Pernikahan pada umumnya.Ia membuka bagasi lalu mengeluarkan kopernya kemudian menutupnya lalu menggeretnya dengan langkah tertatih memasuki rumah itu."Di sana kamarmu, dan bersihkan sendiri sebab di sini tidak ada pembantu," ucap Manan dengan tatapan tak bersahabat."Iya," cicitnya sambil berjalan menuju kamar yang di tunjukkan Manan."Amar akan berada di kamarku dan akan ku berikan padamu saat dia butuh ASImu," ucap Manan.Safia berhenti berjalan sebentar lalu kembali melangkahkan kakinya ke kamar yang di tunjukkan Manan.Manan menaruh anaknya ke dalam box dan berjalan keluar kamarnya menuju kamar Safia dan ia pun masuk begitu saja membuat Safia terkejut apalagi Manan mengunci pintu tersebut membuat hati seolah berhenti berdetak. ia membalikkan tubuhnya dan menatap pria yang memasang wajah dingin itu serta ada guratan kemarahan."Semua ini karena dirimu, Safia! Andai kau melati Amar untuk bisa minum di botol, semua ini tidak akan terjadi dan mereka tidak akan merencanakan ide gila ini!" ucap Manan dengan nada tinggi."Aku sudah mencobanya, Mas tetapi memang Amar tidak bisa minum dengan botol lalu apa itu salahku!" teriak safia membela diri."Pasti kamu sudah merencanakan bukan, karena kamu wanita kesepian, lama tidak mendapatkan belaian dari suamimu bukan begitu dia datang sudah almarhum. Apa kau ingin kusentuh hah?" tanyanya sambil terus melangkah maju.Safia sangat ketakutan, ia terus berjalan mundur hingga terbentur dinding, kaki dan tangannya gemetaran ia menatap pria itu dengan hati sedih tegahnya menuduh dirinya seperti itu.Malam semakin larut, Manan tak bisa memejamkan matanya. Berbaring di ranjang sebentar kemudian duduk lalu bangkit dan berjalan mondar-mandir. Saat hatinya gusar meraih sesuatu dan melemparkannya begitu saja. vas bunga yang pecah berhamburan kosmetik Safia yang bertebaran. Suara pecahan kaca, benda-benda yang jatuh di malam yang sunyi. Manan benar-benar menyesal dengan keputusan yang telah diambilnya. Setelah Safia pergi baru sadar, di mana hatinya berada dan untuk siapa. Badan lelah, mata merah dan pikiran berkecamuk tak tentu arah. Saat tubuhnya tak mampu lagi menahan kantuk dan lelah ia pun mengelepar di atas ranjang dengan kaki menjuntai menapak lantai. Seperti baru terpejam beberapa menit, terdengar suara ketukan pintu dan anak-anak yang berusaha membangunkannya. "Papa, bangun, ayo antar kami!" teriak mereka saling bersautan. Manan membuka matanya saat terdengar suara-suara samar di telinganya. Ia mengerjab beberapa kali untuk menghilangkan kantuknya Dengan langkah
Akran mengusap wajahnya. membersihkan wajah dari makanan yang disemburkan oleh Safia. Ia menatap dengan dalam lalu membungkuk dan mendekatkan bibirnya tepat di telinga Safia. "Aku perna melihat Mas Manan melakukannya padamu, aku pun bisa lebih gila melakukan itu padamu." Mata Safia terbelalak dan ia menggeleng. Berharap ia tidak melakukan hal yang sama. Dua lelaki yang pernah begitu sangat dekat sama-sama melukainya sangat dalam. "Kalau begitu makanlah! Aku akan memperlakukanmu dengan baik," tekan Akran tepat di depan telinganya. pria itu kembali menegakkan tubuhnya lalu kembali menyodorkan sendok di depan mulut Safia. Wanita itu mau tidak mau harus menerima suapan Akran. Perlahan ia membuka mulut dan mulai mengunya makanan itu dan menelannya dengan susah payah. Terasa ada duri menyangkut di lehernya. Sementara itu Manan mulai cemas dan bingung. Hari sudah mulai petang tetap
Safia terbangun, dan ia terkejut saat melihat tangannya terikat di selah-selah ranjang yang terbuat dari kayu jati itu dan tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Akran bangkit dari duduknya dan berjalan mendekatinya. "Aku sangat merindukanmu, Safia. Rindu dengan bentuk tubuhmu, rindu dengan aromamu dan sangat rindu menyentuhmu. "Aku tidak mau, kau sentuh, Akran. Aku tidak mau di sentuh oleh pria yang membunuh anakku. Kau tegah membohongiku!" teriak Safia dengan keras. "Aku terpaksa Safia. Aku harus memilih antara engkau dan ibuku. Maaf aku memilih ibuku," ucapnya seraya melepaskan pakaian. "Jangan khawatir aku akan memberikan keturunan lagi untukmu, " lanjut Akran berjalan semakin dekat. "Kau, gila!Jangan sentuh aku!" teriak Safia sambil berusaha melepaskan ikatan tangannya. "Saat kuminta baik-baik tidak bisa, maka aku akan kuminta dengan paksa," ucap Akran menyentuh tubvh bagian bawah Safia. Membelai dengan lembut membuat Safia memejamkan matanya menahan rasa yang b
Amplop coklat melayang dan isinya terburai menapar muka Aran, Pias di wajahnya terlihat sekilas saat ia terkejut lalu dengan cepat ia merubah ekspresinya. Tersenyum dengan tenang, sebab ia sudah menduga ini akan terjadi. Safia akan tahu cepat atau lambat. "Tenanglah, Safia! Akan kujelaskan," ucap seraya jemari tangannya dengan cepat menyemprotkan cairan yang ada dalam botol kecil di arah muka Safia. Beberapa saat kemudian, tubuh Safia limbung setelah menghirup aroma cairan yang terpercik di wajahnya. Aran menangkap tubuh Safia dan membawanya ke dalam kamar lalu pria itu keluar rumah menemui supir taksi, bernegoisasi sebentar. Setelah itu, taksi itu berjalan meninggalkan rumahnya. Aran meraup wajahnya dan menghelah napas berat. 'Aku tidak punya kesempatan untuk bersamamu lagi, Safia, tetapi biarkan aku memiliki keturunan denganmu sekali lagi.' Ia berjalan masuk kembali dalam rumahnya, dan melangkah dengan tenang ke dalam
Safia melempar amplop coklat ke arahnya. "Apa maksudmu menyembunyikan Semua ini, hah?!" "Katakan padaku!" teriak Safia lebih lantang seraya memukuli dada Manan dengan sekuat tenaga sambil menangis dan berteriak histeris. "Ahhhh! Kalian berdua biadap!" teriaknya lagi. Manan memegang kedua tangan Safia dan mencoba menghentikan pukulan wanita itu lalu memeluknya erat. "Tenangkan dirimu, Safia. Kau boleh memakiku sepuasmu, tetapi dengarkan aku dulu," ucap Manan lembut. "Apa lagi yang harus kudengar darimu, Mas Manan?" ucapnya lirih sebab ia tak lagi bisa berteriak. Manan memeluknyq sangat kuat. "Aku tanya padamu, Fia, apa saat itu jika aku mengatakannya kau akan percaya? Tidak Safia kau tidak akan percaya padaku. Dimatamu Akran ada pria baik, lagi pula kau baru saja kehilangan putrimu." Safia ter
Hari berganti hari, mereka berjalan sendiri- sendiri. Hangat saat di dalam rumah tetapi dingin ketika berada di luar dan jauh dari anak-anak mereka. Menjalani cinta yang tak sewajarnya. Manan dengan Lala dan Safia dengan Aran. Hingga suatu ketika Manan melihat sesuatu yang membuatnya terpukul. Siang itu Manan melihat Lala masuk ke dalam kamar hotel yang sama dengan Aran. Saat dimana ia harus menghadiri pertemuan dengan kliennya. Sementara itu di rumah, Safia telah menemukan kunci serep ruang kerja Manan dan ia segera membukanya. ia ingin mengumpulkan surat-surat untuk mengurus perceraiannya dengan Manan. Namun saat ia tengah mencari berkas-berkas yang akan dibutuhkan. Ia menemukan sebuah amplop coklat yang begitu menarik perhatiannya. saat melihat isinya ia begitu sangat terkejut. "Surat Cerai," bisiknya lirih "Apa Mas Manan diam-diam sudah mengurusnya? Bukankah ia menyerahkan semua it