Share

Bab 5 Menikah

Orang tua Safia dan Manan pun datang mereka berembuk dengan warga, dan akhirnya warga pun pulang karena sudah ada keputusan bahwa besok pagi Manan harus menikahi Safia di rumah mantan mertuanya itu.

Itu semua tidak luput dari akal-akalan orang tua Manan agar lelaki itu tidak dapat mengelak tetapi dengan terjadinya kejadian itu membuat Manan semakin membenci Safia karena wanita itu tidak melatih anaknya untuk bisa minum ASIP di botol dan karena itu Amar menjadi tergantung dengan Safia hingga dia harus menikahi wanita itu.

Safia di ajak pulang oleh orang tuanya bersama Amar karena bayi itu menangis lagi ketika terdengar ribut-ribut di rumah Manan.

Manan terlihat sangat kacau ia menatap tajam kedua orang tua itu. Ia yakin semua itu ada sangkut pautnya dengan mereka dan Kenapa tiba-tiba sopirnya tidak ada di tempat lalu warga berdatangan dan menggedor rumahnya.

"Jangan tanya kami, itu kesalahanmu sendiri yang sudah teledor jadi bertanggung jawablah," ucap Sang Ayah pada Manan lalu mengajak istrinya pulang dari rumah anaknya itu.

Sepulang orang tuanya dari rumahnya, Manan tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Pria itu begitu shock akan kejadian barusan. Begitu pula dengan Safia sepanjang malam ia menagis sambil memeluk bayi mungil itu.

Alarm dari tubuh membangunkannya tepat jam lima pagi ia segera berlari ke kamar mandi untuk buang air kecil lalu ia membersihkan tubuhnya dan keluar setelah lima belas menit berlalu.

Mengenakan pakaian kokoh dan sarung ia pun melaksanakan sholat subuh yang hampir terlambat. terdengar bel dan ketukan pintu di luar saat ia selesai.

Dengan sangat malas ia pun membuka pintu dan terlihat orang tuanya berdiri di depan pintu sambil membawa box ukuran besar, tanpa menunggu di persilahkan tuan rumahnya mereka pun masuk ke dalam.

"Pakai ini dan segera berangkat!" perintah ibunya .

Dengan malas ia pun mengambil kotak itu dan masuk kedalam kamarnya sepuluh menit kemudian ia kembali dengan setelankemeja putih dan celana hitam berserta jas yang membalut tubuhnya.

Ia sudah pasrah tidak bisa mengelak lagi, dengan wajah datar ia mengikuti orang tuanya keluar dari rumahnya.

Sudah menunggu mobil beserta supirnya di luar, ia menatap supir itu dengan tatapan sambil duduk di sampingnya.

"Maaf anak saya sakit," ucap sang sopir.

Hem ... jalan!" perintah Manan tanpa menghiraukan alasan sang supir.

Di rumah Safia orang tua memberikan baju miliknya dan milik Laila sang kakak. "Aku tidak ingin memakai kedua baju itu. Aku sedang tidak mencari pengganti suamiku dan aku juga tidak ingin menjadi pengganti mbak Laila. Aku akan memakai pakaian biasa saja," ucapnya mengambil gaun yang pernah dibeli sang kakak saat pulang dari bulan madu dulu.

Ia menyentuh gaun itu. 'Aku tak mengira bahwa akan memakai baju ini di pernikahan keduaku dengan mantan suamimu Mbak, percayalah aku tidak ingin mengkhianatimu mbak juga almarhum suamiku,' gumamnya dalam hati.

Lalu ia memakai pakaian itu merias sendiri wajahnya, ia menolak di rias oleh MUA bahkan ia mengancam akan pergi dari rumah saat itu juga jika tidak menuruti kehendaknya.

Orang Tua Safia tidak bisa berkutik saat Safiah tak ingin ada perayaan besar-besaran mereka pun tidak berani membantah sebab Safia bersedia saja membuat hati mereka sangat senang dan bersyukur.

Mobil Manan sudah sampai, Mereka pun masuk kedalam rumah. Di sana sudah menunggu beberapa tetangga dan penghulu. Tanpa menunggu waktu lama hijab kabul atas nama Safia pun di ucapkan Manan setelah dua kali menyebut nama yang salah lalu terdengar kata SAh di akhir ucapan hijabnya tersebut.

Safia keluar untuk mencium tangan Manan. Lelaki itu memberikan doa dan mencium kening Safia sekilas, senyum yang terpaksa di perlihatkan oleh orang-orang yang hadir terlihat jelas.

Saat penghulu mengeluarkan buku nikah mereka. Mereka terperanjat dan menoleh kepada orang tua mereka ternyata mereka telah merencanakan ini sudah lama terbukti buku nikah pun sudah jadi.

"Kemasi pakaianmu sekarang juga, kau akan tinggal di rumahku," bisik Manan dengan suara datarnya setelah menandatangani buku nikah.

Safia mengangguk dan beranjak dari duduknya dan di ikuti Manan dari belakang. Lelaki itu mengikuti Safia hingga ke kamar wanita itu untuk mengambil Amar yang masih terlelap tidur lalu keluar lagi tanpa melihat Safia.

Wanita itu menghembuskan napasnya, ia dari tadi pagi belum makan apapun dan begitu hijab Kabul lelaki itu memaksanya mengikuti dirinya tinggal di rumahnya.

Ia mencoba untuk tidak menangis, dikemas pakaiannya dan di masukan ke dalam koper lalu berjalan dengan tertatih, kakinya masih sangat sakit dan tubuhnya juga.

Sang Ayah membantunya tanpa berkata apapun tidak ada wejangan yang diberikan untuk Safia.

Sesampainya di mobil Manan sang Ayah memasukan koper ke dalam bagasi dan safia duduk di samping Manan dan mengambil alih Amar untuk di gendongannya.

Mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan rumah Safia. Tak ada percakapan di antara mereka.

Setengah jam mereka sampai, Safia turun dari mobil dan akan melangkah masuk ke rumah di hentikan Manan.

"Tunggu!" teriaknya sambil berjalan mendekatinya dan Safia berhenti untuk menunggu pria itu.

"Kau bawa kopermu sendiri!" ucap Manan dengan dinginnya sambil meraih Amar dari gendongan Safia.

Wanita itu menghelah napasnya. Ia tahu bahwa pernikahannya kali ini tak seindah Pernikahan pada umumnya.

Ia membuka bagasi lalu mengeluarkan kopernya kemudian menutupnya lalu menggeretnya dengan langkah tertatih memasuki rumah itu.

"Di sana kamarmu, dan bersihkan sendiri sebab di sini tidak ada pembantu," ucap Manan dengan tatapan tak bersahabat.

"Iya," cicitnya sambil berjalan menuju kamar yang di tunjukkan Manan.

"Amar akan berada di kamarku dan akan ku berikan padamu saat dia butuh ASImu," ucap Manan.

Safia berhenti berjalan sebentar lalu kembali melangkahkan kakinya ke kamar yang di tunjukkan Manan.

Manan menaruh anaknya ke dalam box dan berjalan keluar kamarnya menuju kamar Safia dan ia pun masuk begitu saja membuat Safia terkejut apalagi Manan mengunci pintu tersebut membuat hati seolah berhenti berdetak. ia membalikkan tubuhnya dan menatap pria yang memasang wajah dingin itu serta ada guratan kemarahan.

"Semua ini karena dirimu, Safia! Andai kau melati Amar untuk bisa minum di botol, semua ini tidak akan terjadi dan mereka tidak akan merencanakan ide gila ini!" ucap Manan dengan nada tinggi.

"Aku sudah mencobanya, Mas tetapi memang Amar tidak bisa minum dengan botol lalu apa itu salahku!" teriak safia membela diri.

"Pasti kamu sudah merencanakan bukan, karena kamu wanita kesepian, lama tidak mendapatkan belaian dari suamimu bukan begitu dia datang sudah almarhum. Apa kau ingin kusentuh hah?" tanyanya sambil terus melangkah maju.

Safia sangat ketakutan, ia terus berjalan mundur hingga terbentur dinding, kaki dan tangannya gemetaran ia menatap pria itu dengan hati sedih tegahnya menuduh dirinya seperti itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status