Aryo berjalan menghampiri Laras lalu ia duduk di tepi ranjang.
Laras duduknya agak menjauh dari Aryo supaya ada jarak di antara mereka berdua. "Maaf, Pak Aryo. Tapi saya udah punya suami, saya udah nikah jadi saya nggak bisa terima ajakan Bapak untuk menikah," ucap Laras yang berusaha untuk sopan karena walau bagaimanapun Aryo adalah orang yang sudah menolongnya tadi. Wajah Aryo terlihat tegang mendengar jawaban dari Laras yang sudah jelas merupakan penolakan untuknya. Baru kali ini ada seorang wanita yang langsung menolak dirinya. Seorang Aryo Malik, putra pemilik perusahaan terkemuka di kota ini yang pesonanya begitu luar biasa di hadapan wanita namun ditolak oleh Laras. Diam-diam Aryo menyunggingkan senyum tipis. Laras menolak dirinya dan menggunakan alasan sudah bersuami? Sungguh ia salut pada wanita cantik dan sederhana di hadapannya itu. "Saya tau kamu bohong, mana mungkin wanita muda seperti kamu ini sudah nikah. Kamu pasti bercanda kan?" Laras bingung mendengar ucapan Aryo. Bohong bagaimana? Memang ia statusnya sudah menikah! "Maaf, Pak. Tapi saya nggak bohong, saya serius saya memang udah nikah," kata Laras kukuh dengan ucapannya. "Saya nggak mau tau pokoknya kamu harus nikah sama saya!" kata Aryo tegas. Ia semakin yakin dengan keputusan yang ia buat tersebut. Melihat pribadi Laras hanya sebentar ia kenal namun ia sudah sangat yakin jika pilihannya tidak salah. Laras memang wanita yang tepat untuk menjadi istrinya, menjadi ibu untuk anak-anaknya kelak. "Nggak bisa, Pak." Laras merasa kesal akhirnya dengan Aryo. "Saya nggak mau tau, pokoknya kamu harus jadi istri saya!" "Tapi gimana mungkin, saya kan udah nikah nanti saya dosa kalau punya suami dua." "Tetep saya nggak peduli, kalau pun kamu memang udah nikah ceraikan laki-laki itu dan nikah sama saya!" Laras semakin kesal dengan Aryo, apa pria itu waras ya? Orang sudah menikah malah disuruh cerai. Bagaimana mungkin ia bisa bercerai dari Radit suaminya yang sangat ia cintai itu? Meski memang sekarang hubungan mereka sedang tak baik-baik saja namun ia takkan pernah meminta cerai dari Radit. "Kalau gitu saya mau pulang dulu, Pak. Terima kasih sudah menolong saya," kata Laras datar. "Oke. Saya anterin kamu pulang tapi kamu nanti balik ke sini lagi. Rumah ini selalu terbuka buat kamu. Oh iya siapa nama kamu?" "Saya Laras," jawab Laras tanpa melihat ke arah Aryo. "Laras nama yang cantik sama seperti orangnya," rayu Aryo tanpa ekspresi. "Terima kasih." Mau tak mau Laras tertawa dalam hati, niat hati merayu namun ekspresi di wajah Aryo sama sekali tak ada. Benar-benar aneh pria satu itu. Laras akhirnya pulang diantar oleh Aryo tentunya, pria itu mengantarnya tepat di tempat yang tadi mereka bertemu. Laras yang menyuruhnya untuk hanya mengantarnya di sana saja agar Radit tak melihat ia pergi dengan pria lain. Jika Radit sampai tahu dan sampai melihat ia bisa habis di tangan suaminya itu. "Nggak usah repot-repot, Pak. Biar saya yang buka pintu sendiri," kata Laras saat ia melihat Aryo akan turun dari mobil. Aryo hanya mengangguk saja. Ia melirik Laras yang turun dari mobilnya itu. Laras berjalan menuju kontrakannya, tepat saat itulah Radit baru saja pulang entah dari mana. "Bagus ya kamu udah berani pergi dari rumah! Masuk kamu sekarang!" bentak Radit murka. Tatapan marah terlihat sekali di wajahnya. Namun sekarang Laras sudah tak merasa takut. "Aku pergi juga ada alesan, Mas. Aku tadi denger suara perempuan di telepon pas aku ngangkat telepon di hp kamu, Mas. Siapa perempuan itu? Kenapa dia bilang dia butuh uang buat anaknya! Ada hubungan apa kamu sama dia, Mas? Jawab!" cecar Laras menahan tangisnya karena hatinya sungguh terasa sakit. "Kamu alesan aja! Kamu tuh salah denger, nggak ada perempuan lain! Kamu jangan aneh-aneh deh, berani banget kamu nuduh suami kamu sendiri selingkuh! Istri macem apa kamu hah? Udah kabur dari rumah dan pulang pulang malah nuduh aku sembarangan! Emang kamu ada bukti kalau aku udah selingkuh?" Radit membela diri. "Kamu nanya bukti? Itu tadi buktinya aku denger sendiri kalau perempuan itu minta duit ke kamu!" Laras tak bisa menahan air matanya yang mengalir di pipinya. "Udah kamu jangan banyak alesan! Sekarang juga kamu masuk!" bentak Radit sambil menarik tangan Laras. "Lepasin aku, Mas. Tanganku sakit," rintih Laras yang mencoba memberontak namun apa daya tenaga Radit jauh lebih kuat. "Lepasin dia!" seru Aryo yang berjalan ke arah mereka berdua. Laras terkejut melihat Aryo, begitu juga Radit. "Lo tuh siapa? Urusannya apa lu sama kami? Emang kami kenal sama situ?" balas Radit kasar namun tangannya tak melepaskan Laras. "Mulai sekarang kamu berurusan sama saya," kata Aryo datar. "Lepaskan Laras atau kamu akan tau akibatnya!" Radit segera melepaskan genggaman tangannya sedangkan Laras langsung memegangi tangannya dan mengusap-usapnya karena sakit. Genggaman Radit kuat sekali. "Lo pikir lu itu siapa bisa ngomong gitu hah? Lu tiba-tiba dateng terus ikut campur urusan rumah tangga gue sama istri gue tuh gimana maksudnya?" Aryo terdiam, jadi ternyata perkataan Laras tadi benar adanya? Ternyata wanita itu memang sudah menikah. "Saya calon suaminya Laras!" balas Aryo tegas dan penuh percaya diri. Radit terkejut bukan main mendengar pengakuan dari Aryo tersebut. "Apa? Calon suami? Laras itu istri gue, sekate kate aje lu kalau ngomong! Bisa gue tuntut lu dengan tuduhan mau ngambil bini orang bisa langsung dipenjara lu!" "Justru kamu yang bisa dipenjara karena udah semena-mena kasar sama Laras!" tandas Aryo telak. Ia memperlihatkan layar ponselnya dan terlihat video yang mana perbuatan Radit yang kasar kepada Laras. "Saya udah rekam perbuatan kamu di sini, ini cukup buat bukti yang bisa menjebloskan kamu ke penjara," ancam Aryo.Aryo yang membaca pesan tersebut sama sekali tidak terpengaruh. Raut wajahnya juga datar saja. Karena merasa haus ia pun pergi ke dapur untuk mengambil minum. Ia membuka kulkas lalu mengambil air dingin dan langsung ia teguk dari botolnya. "Makin nggak waras aja si Safira itu, bisa-bisanya dia ngaku kalau lagi hamil anakku." Aryo mendengus. Bagaimana bisa wanita yang merupakan mantan kekasihnya itu mengaku hamil anaknya sedangkan mereka berdua saja tak pernah lagi bertemu. Mendadak Laras terbangun dari tidurnya yang nyenyak itu. Ia menoleh dan kaget karena suaminya tak ada di sampingnya. "Mas Aryo ke mana ya?" tanya Laras pada dirinya sendiri setelah ia menguap. "Aku cari aja deh." DUAR! GLUGUR GLUGUR GLUGUR! Terdengar suara petir yang sangat kencang membuat Laras kaget dan refleks ia menutup wajahnya dengan bantal. Ya, ia memang sangat takut pada yang namanya petir. Ia pun menangis tersedu-sedu saking takutnya ia. "Mas Aryo aku takut," jerit Laras di antara tangisnya. Aryo
"Kinan, umumkan pernikahan kamu dan sekarang juga! Undang semua temen-temen kamu dan Kita akan menggelar pesta pernikahan yang sangat mewah!" perintah Sekar sambil menatap Linda dengan tatapan yang sinis. Kinan dan Linda terkejut mendengar Sekar mengatakan hal itu. "Apa, Ma? Nikah? Ma, please aku sama Mas Saka tuh baru kenal itu pun baru itungan hari. Aku nggak mau buru-buru nikah, Ma..." "Kinan kamu itu selalu mendengarkan perintah Mama ini kan?" potong Sekar yang membuat Kinan mengangguk cepat. "Iya, Ma," lirih Kinan. Sekar tersenyum puas. "Kalau begitu kamu nggak ada alesan lagu untuk menolak perintah Mama kamu ini. Secepatnya kamu harus menikah sama Saka!" "Oke, Ma." Linda menatap ibu dan anak itu tak percaya. Apa pula dua orang ini? batinnya. "Pernikahan kamu dan Saka akan digelar besar-besaran di hotel paling mewah di negara ini," kata Sekar dengan sombongnya. Ia mengatakan kesombongannya itu persis di hadapan Linda. Linda tertawa mengejek. "Nikah di hotel mewah? Meman
"Hai! Perkenalken saya adalah calon suaminya Neng Kinan yang cantik mempesona," ucap Saka yang membuat kaget semua orang. Ya, keluarga Malik saat ini sedang berkumpul di ruang tamu menyambut kepulangan Laras dan Aryo dari berbulan madu. "Duh kamu tuh siapa sih kok tiba-tiba main kagetin orang aja kalau ada yang jantungan gimana!" hardik Linda yang merasa kesal pada Saka. Saka tak merasa sedikitpun takut pada Linda. Ia malah cengengesan. "Hehehe ampun deh Tante, saya kan enggak ada niatan tuk membuat kalian semua terkaget-kaget terbengong bengong melihat saya yang kece ini." Ia bahkan dengan penuh rasa percaya diri membuat pose dua peace. Tingkah tengil Saka tentu saja membuat Linda dan Rita geram. "Kamu tuh mendingan pergi dari rumah kami sekarang juga! Siapa juga yang ngundang kamu ke sini!" seru Rita. "Iya, dasar tidak jelas!" lanjut Linda. "Dia itu kok lucu ya, Mas," ucap Laras lalu ia terkikik pelan. Aryo diam saja karena ia merasa cemburu mendengar Laras
"Mas Aryo!" seru Laras yang membuat Aryo dan Safira panik. Dengan kasar Aryo melepaskan diri dari pelukan Safira. Safira cemberut kesal. Laras pun segera mendekati suaminya itu dengan langkah cepat. "Sayang kamu jangan salah paham ya..." "Siapa perempuan itu, Mas? Kenapa dia bisa meluk kamu seenaknya kayak gitu?" tanya Laras dingin. "Dia itu bukan siapa-siapa aku, kami nggak ada hubungan apapun. Kamu harus percaya sama aku," kata Aryo menjelaskan sambil mencoba untuk memegang tangan Laras namun istrinya itu menjauh darinya. Aryo menghela napas berat. "Terus kenapa kamu mau mau aja dipeluk peluk sama dia, Mas?" "Kalau gitu aku minta maaf, ok? Aku nggak tau kalau dia tiba-tiba dateng terus meluk aku." "Emangnya kenapa kalau aku datengin Aryo dan meluk dia? Masalah?" tanya Safira dengan gaya menantang. Laras menjadi geram mendengar hal itu. Wanita asing itu bertanya apa masalahnya? Jelas-jelas itu sebuah kesalahan besar karena ia sudah menggoda suaminya! Laras mendengus. "Kamu
[ Sayang? Kok kamu diem aja sih? Sayang? Hello? ] Aryo yang tak ingin Laras mendengarnya sedang ditelepon seseorang lantas ia pun pergi keluar kamar. [ Sayang? Kamu masih di situ kan? Jangan diem aja dong! ] [ Ngapain kamu telepon saya terus? Kita kan udah putus. ] balas Aryo tegas. Terdengar suara tawa wanita itu di seberang sana. [ Putus kamu bilang? Sayang, kita tuh nggak putus. Aku ini masih pacar kamu! ] [ Safira dengerin saya baik-baik jangan hubungi saya lagi! ] Dengan itu Aryo mematikan sambungan telepon, ia menghela napas kasar. "Aku harus secepatnya kembali ke kamar, takutnya Laras nyariin." Aryo kembali ke kamarnya dengan sang istri, ia terkejut melihat Laras ternyata tak ada di tempat tidur. Ke mana istrinya itu pergi? "Sayang? Kamu di mana?" panggil Aryo sambil mencari Laras di kamar mandi dan tak ada orangnya. "Sayang?" "Justru aku yang harusnya nanya sama kamu, Mas. Kamu tadi ke mana kok aku tadi nyariin kamu tapi kamunya nggak ada." Aryo berbalik dan ia le
Aryo menyeruput kopinya sambil melihat pemandangan dari balkon hotel. Pagi ini cuacanya sangat cerah, cocok untuk jalan-jalan nanti. Tanpa terasa ia dan Laras istrinya sudah tiga hari berada di Paris. Mereka sudah jalan-jalan menyusuri kota nan indah itu. Mereka juga merekamnya dan memotret kegiatan mereka untuk diabadikan. Ia pun juga merasa lega karena sudah berhasil mewujudkan impian Laras yang katanya sejak dulu ingin sekali pergi ke Paris. Ngomong-ngomong di mana Laras? Tak terlihat di manapun. Aryo menoleh ke arah Laras, rupanya istri tercintanya itu masih tidur pulas di kasur. Ia tersenyum ketika mengingat kegiatan mereka semalam yang sangat bersemangat sampai Laras lelah seperti itu. Laras menggeliat lalu ia pun membuka matanya perlahan. Ia menoleh ke sampingnya dan panik karena tak melihat keberadaan suaminya di sampingnya. Lantas ia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan ia memeriksa jam. "Udah jam sepuluh pagi nih, Mas Aryo ke mana ya?" gumam Laras sambil menguc