Laras hanya bisa menangis sejadi-jadinya, hatinya semakin terasa sakit.
Melihat itu, Aryo menjadi tak tega.
"Kondisi kamu kacau mendingan kamu ikut saya ke rumah, biar kamu bisa menenangkan diri kamu," ajaknya.
Laras sontak menoleh ke arah Aryo lalu ia menghela napas.
"Nggak usah, Pak. Terima kasih tapi saya mendingan di rumah saya sendiri aja," tolak Laras pelan. Aryo terdiam sejenak namun akhirnya ia mengangguk, ia paham dengan kondisi Laras. "Ok. Kalau gitu kamu masuk tapi saya janji saya akan tetap jaga di sini. Saya nggak mau orang itu datengin kamu takutnya dia bisa berbuat kasar nantinya." Laras mengangguk setuju, ucapan Aryo ada benarnya juga menurutnya. Setelah pertengkaran mereka bukan tak mungkin jika Radit akan pulang dan melukai fisiknya. Karena ia yang paling tahu bagaimana perlakuan suaminya itu kepadanya selama ini. "Ok. Kalau gitu saya permisi dulu, Pak. Maaf udah ngerepotin Bapak." "Nggak lah, mana ada saya repot justru saya malah khawatir sama keadaan kamu." Laras tak ingin berlama-lama bersama Aryo, ia pun masuk ke rumahnya. Ia masuk ke dalam kamarnya dan naik ke tempat tidurnya. Air matanya langsung menetes, ia pun menangis sejadi-jadinya sambil tengkurap. Betapa ucapan Radit sungguh menusuk hatinya, sungguh menyakitkan hatinya. Suaminya itu akhirnya berterus terang jika ia memang sudah punya wanita lain. Ternyata sudah ada wanita lain di hati suaminya itu. Laras kembali teringat masa lalunya dengan Radit. Flashback Saat itu sore, terlihat Laras yang tengah duduk di taman sendirian. Ia sibuk dengan ponselnya, sepertinya ia sedang membalas pesan dari seseorang. Wajahnya yang cantik terlihat semakin cantik saat ia tersenyum. Ya, mungkin seseorang itu adalah orang yang sangat spesial di hatinya maka dari itulah ia terlihat sangat bahagia. "Hai, Sayang! Maaf ya aku lama soalnya macet di jalan," kata Radit yang baru saja datang. Ya, ternyata Laras sedang menunggu Radit, mereka janjian di taman. Laras tersenyum manis melihat pria itu. "Nggak apa-apa kok, Mas. Aku aja baru sampai kok, aku kan baru pulang dari kantor," dustanya. Padahal ia sudah cukup lama berada di sana menunggu Radit. Radit tersenyum lalu ia pun duduk di bangku di samping Laras. Ia menyerahkan sekuntum mawar merah kepada Laras dan Laras langsung menerimanya dengan hati yang amat gembira. "Mawar ini aku kasih buat kamu biar hati kamu tambah berbunga-bunga karena liat aku," rayu Radit. "Bisa aja kamu, Mas. Makasih ya bunganya emang cantik banget nih." "Jauh lebih cantikan kamu lah, Sayang," goda Radit lagi sambil mengelus rambut panjang Laras yang tergerai indah. "Rambut kamu bagus banget jangan kamu potong ya," pinta Radit. Laras mengangguk. "Iya deh, biar kamu seneng liat rambut aku." "Bukan cuman liat aku pengennya tuh bisa ngelus rambut kamu terus. Aku kan maunya liat kamu terus tiap hari dari aku bangun tidur sampai aku tidur lagi."Kini, Laras terdiam mendengar perkataan dari Radit tersebut.Bila Radit mengatakan hal seperti itu bukankah itu terdengar seperti lamaran?
Apa Radit ingin menikah dengannya?
Wajahnya menjadi bersemu merah hanya karena pemikirannya tersebut.
Di sisi lain, Radit tersenyum. Rupanya, dia paham dengan gelagat Laras yang tersipu malu tersebut.Jadi, dipegangnya tangan Laras dan ditatapnya wajah cantiknya itu.
"Iya, Sayang. Aku mau kita nikah secepatnya, aku nggak mau wanita secantik kamu ini yang sangat berharga diambil orang lain. Aku nggak bisa bayangin hidupku bakalan hancur kalau liat kamu nikahnya sama laki-laki lain," kata Radit menatap tepat di mata indah Laras.
"Gimana, Sayang? Kamu bersedia kan jadi istri aku? Kamu bersedia kan jadi Nyonya Radit?" tanya Radit lagi.Hal ini jelas semakin membuat Laras gugup. Dengan mengangguk pelan dan malu-malu, ia pun berkata, "Iya, Mas. Aku mau jadi istri kamu."
Mereka pun menikah secara sederhana hanya dihadiri oleh orang terdekat dari pihak Laras yaitu teman kantor Laras. Entahlah mengapa keluarga dari pihak Radit tak ada satupun yang bisa hadir. Radit hanya mengatakan jika semua keluarganya tak bisa hadir di pernikahan mereka karena mereka berada di luar negeri. Laras percaya dengan ucapan suaminya itu.
Satu minggu menikah, sikap jahat Radit perlahan mulai terlihat. Laras sampai terkejut jika Radit yang selama ini ia kenal baik ternyata kejam. Bahkan suaminya itu tega berkata kasar padanya hanya kerena masalah sepele. Yaitu Laras bangun kesiangan namun itu pun hanya sekali karena biasanya Laras orangnya rajin bangun pagi. Radit juga mulai main tangan pada Laras hingga Laras menangis kesakitan namun Radit tak peduli. Namun meski begitu Laras masih memaklumi sikap Radit tersebut karena mungkin suaminya seperti itu karena bosan menganggur. Ia masih berharap jika suatu saat suaminya itu akan berubah baik lagi padanya seperti yang ia kenal dulu. Laras langsung mengusap air matanya itu, ia bangun dari tengkurapnya. "Aku nggak bisa begini terus, aku harus cari tau apa bener Mas Radit punya selingkuhan," ucap Laras. Maka Laras pun keluar dari kontrakannya, ia melihat mobil Aryo yang ternyata masih berada di sana. Rupanya pria yang baru ia kenal itu menepati janjinya sendiri. Ia melihat pria itu duduk di kursi kemudi. "Laras?" gumam Aryo. Ia pun keluar dari mobilnya itu dan menghampiri Laras. "Kamu mau pergi ke mana?" tanya Aryo. "Saya mau cari tau di mana Mas Radit sekarang karena saya nggak percaya sama omongan dia yang bilang kalau dia ada selingkuhan." "Tapi kamu mau nyari dia di mana? Emangnya kamu tau dia perginya ke mana?" "Saya nggak tau, Pak. Tapi saya tetep mau nyari dia, dia masih suami saya!" "Ok. Ya udah kalau gitu kamu masuk ke mobil saya biar saya anterin kamu nyari orang itu." Laras setuju, ia masuk ke mobil diikuti oleh Aryo. Mobil itu menyusuri jalanan dan tak lama kemudian Laras melihat Radit yang duduk di pinggir jalan dengan seorang wanita. Ia pun turun dari mobil dan langsung menghampiri mereka berdua. Tentu saja kedatangannya membuat si wanita terkejut sedangkan Radit terlihat sangat panik. "Oh ternyata kamu di sini, Mas? Kenapa kamu tega banget sama aku?" kata Laras sambil menangis. "Apa-apaan sih kamu ini!" seru wanita berambut pendek itu kesal. Radit hanya diam saja tak bisa berkutik, ia bahkan menunduk tak berdaya. "Kamu yang apa-apaan dasar kamu pelakor murahan beraninya kamu deketin suami saya!" teriak Laras yang murka. Namun wanita itu tak terlihat takut. "Apa? Kamu ngatain saya pelakor?" katanya lalu ia tertawa mengejek.Dengan berani, ia kembali berkata, "Justru kamu itu yang pelakor murahan Laras!"
Aryo yang membaca pesan tersebut sama sekali tidak terpengaruh. Raut wajahnya juga datar saja. Karena merasa haus ia pun pergi ke dapur untuk mengambil minum. Ia membuka kulkas lalu mengambil air dingin dan langsung ia teguk dari botolnya. "Makin nggak waras aja si Safira itu, bisa-bisanya dia ngaku kalau lagi hamil anakku." Aryo mendengus. Bagaimana bisa wanita yang merupakan mantan kekasihnya itu mengaku hamil anaknya sedangkan mereka berdua saja tak pernah lagi bertemu. Mendadak Laras terbangun dari tidurnya yang nyenyak itu. Ia menoleh dan kaget karena suaminya tak ada di sampingnya. "Mas Aryo ke mana ya?" tanya Laras pada dirinya sendiri setelah ia menguap. "Aku cari aja deh." DUAR! GLUGUR GLUGUR GLUGUR! Terdengar suara petir yang sangat kencang membuat Laras kaget dan refleks ia menutup wajahnya dengan bantal. Ya, ia memang sangat takut pada yang namanya petir. Ia pun menangis tersedu-sedu saking takutnya ia. "Mas Aryo aku takut," jerit Laras di antara tangisnya. Aryo
"Kinan, umumkan pernikahan kamu dan sekarang juga! Undang semua temen-temen kamu dan Kita akan menggelar pesta pernikahan yang sangat mewah!" perintah Sekar sambil menatap Linda dengan tatapan yang sinis. Kinan dan Linda terkejut mendengar Sekar mengatakan hal itu. "Apa, Ma? Nikah? Ma, please aku sama Mas Saka tuh baru kenal itu pun baru itungan hari. Aku nggak mau buru-buru nikah, Ma..." "Kinan kamu itu selalu mendengarkan perintah Mama ini kan?" potong Sekar yang membuat Kinan mengangguk cepat. "Iya, Ma," lirih Kinan. Sekar tersenyum puas. "Kalau begitu kamu nggak ada alesan lagu untuk menolak perintah Mama kamu ini. Secepatnya kamu harus menikah sama Saka!" "Oke, Ma." Linda menatap ibu dan anak itu tak percaya. Apa pula dua orang ini? batinnya. "Pernikahan kamu dan Saka akan digelar besar-besaran di hotel paling mewah di negara ini," kata Sekar dengan sombongnya. Ia mengatakan kesombongannya itu persis di hadapan Linda. Linda tertawa mengejek. "Nikah di hotel mewah? Meman
"Hai! Perkenalken saya adalah calon suaminya Neng Kinan yang cantik mempesona," ucap Saka yang membuat kaget semua orang. Ya, keluarga Malik saat ini sedang berkumpul di ruang tamu menyambut kepulangan Laras dan Aryo dari berbulan madu. "Duh kamu tuh siapa sih kok tiba-tiba main kagetin orang aja kalau ada yang jantungan gimana!" hardik Linda yang merasa kesal pada Saka. Saka tak merasa sedikitpun takut pada Linda. Ia malah cengengesan. "Hehehe ampun deh Tante, saya kan enggak ada niatan tuk membuat kalian semua terkaget-kaget terbengong bengong melihat saya yang kece ini." Ia bahkan dengan penuh rasa percaya diri membuat pose dua peace. Tingkah tengil Saka tentu saja membuat Linda dan Rita geram. "Kamu tuh mendingan pergi dari rumah kami sekarang juga! Siapa juga yang ngundang kamu ke sini!" seru Rita. "Iya, dasar tidak jelas!" lanjut Linda. "Dia itu kok lucu ya, Mas," ucap Laras lalu ia terkikik pelan. Aryo diam saja karena ia merasa cemburu mendengar Laras
"Mas Aryo!" seru Laras yang membuat Aryo dan Safira panik. Dengan kasar Aryo melepaskan diri dari pelukan Safira. Safira cemberut kesal. Laras pun segera mendekati suaminya itu dengan langkah cepat. "Sayang kamu jangan salah paham ya..." "Siapa perempuan itu, Mas? Kenapa dia bisa meluk kamu seenaknya kayak gitu?" tanya Laras dingin. "Dia itu bukan siapa-siapa aku, kami nggak ada hubungan apapun. Kamu harus percaya sama aku," kata Aryo menjelaskan sambil mencoba untuk memegang tangan Laras namun istrinya itu menjauh darinya. Aryo menghela napas berat. "Terus kenapa kamu mau mau aja dipeluk peluk sama dia, Mas?" "Kalau gitu aku minta maaf, ok? Aku nggak tau kalau dia tiba-tiba dateng terus meluk aku." "Emangnya kenapa kalau aku datengin Aryo dan meluk dia? Masalah?" tanya Safira dengan gaya menantang. Laras menjadi geram mendengar hal itu. Wanita asing itu bertanya apa masalahnya? Jelas-jelas itu sebuah kesalahan besar karena ia sudah menggoda suaminya! Laras mendengus. "Kamu
[ Sayang? Kok kamu diem aja sih? Sayang? Hello? ] Aryo yang tak ingin Laras mendengarnya sedang ditelepon seseorang lantas ia pun pergi keluar kamar. [ Sayang? Kamu masih di situ kan? Jangan diem aja dong! ] [ Ngapain kamu telepon saya terus? Kita kan udah putus. ] balas Aryo tegas. Terdengar suara tawa wanita itu di seberang sana. [ Putus kamu bilang? Sayang, kita tuh nggak putus. Aku ini masih pacar kamu! ] [ Safira dengerin saya baik-baik jangan hubungi saya lagi! ] Dengan itu Aryo mematikan sambungan telepon, ia menghela napas kasar. "Aku harus secepatnya kembali ke kamar, takutnya Laras nyariin." Aryo kembali ke kamarnya dengan sang istri, ia terkejut melihat Laras ternyata tak ada di tempat tidur. Ke mana istrinya itu pergi? "Sayang? Kamu di mana?" panggil Aryo sambil mencari Laras di kamar mandi dan tak ada orangnya. "Sayang?" "Justru aku yang harusnya nanya sama kamu, Mas. Kamu tadi ke mana kok aku tadi nyariin kamu tapi kamunya nggak ada." Aryo berbalik dan ia le
Aryo menyeruput kopinya sambil melihat pemandangan dari balkon hotel. Pagi ini cuacanya sangat cerah, cocok untuk jalan-jalan nanti. Tanpa terasa ia dan Laras istrinya sudah tiga hari berada di Paris. Mereka sudah jalan-jalan menyusuri kota nan indah itu. Mereka juga merekamnya dan memotret kegiatan mereka untuk diabadikan. Ia pun juga merasa lega karena sudah berhasil mewujudkan impian Laras yang katanya sejak dulu ingin sekali pergi ke Paris. Ngomong-ngomong di mana Laras? Tak terlihat di manapun. Aryo menoleh ke arah Laras, rupanya istri tercintanya itu masih tidur pulas di kasur. Ia tersenyum ketika mengingat kegiatan mereka semalam yang sangat bersemangat sampai Laras lelah seperti itu. Laras menggeliat lalu ia pun membuka matanya perlahan. Ia menoleh ke sampingnya dan panik karena tak melihat keberadaan suaminya di sampingnya. Lantas ia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan ia memeriksa jam. "Udah jam sepuluh pagi nih, Mas Aryo ke mana ya?" gumam Laras sambil menguc