Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, tetapi kediaman Guntara sudah didatangi oleh seorang wanita paruh baya yang mengamuk di depan pagar. Ia menggucang-guncang pagar dan melempar semua benda ke pagar hingga meimbulkan kebisingan, di belakangnya juga ada seorang pria dengan perawakan seperti preman dan pria itu adalah anak buahnya. Ia adalah Rista, seorang rentenir sekaligus teman satu geng arisan Imah.
"Bu Imah, keluar! bayar hutangmu! Jangan berlagak sok kaya tapi hutang menumpuk!" teriak sambil terus menendangi pagar. Dari balik gorden wajah Imah terlihat pucat pasi bahkan ia tidak berani mengeluarkan suaranya, para tetangga juga mulai keluar dari rumah mereka dan melihat Rista mengamuk di depan rumah. Rista tidak ragu membeberkan hutang Imah yang hampir mencapai tiga ratus juta kepada para tetangganya, Rista juga membeberkan aib Imah soal ia yang memiliki simpanan pria muda di luar sana. Imah mengepalkan tangannya karena terlalu geram pada Rista, ia ingin sekali merobek mulut Rista yang terlalu cerewet tetapi ia tidak memiliki keberanian bahkan untuk sekedar menujukkan wajahnya dari jendela. "Bu, ini ada apa? kenapa bu Rista membuat keributan dirumah ini?" tanya Adimas dengan raut wajah kesal, ini baru jam tujuh pagi dan tidurnya terganggu karena teriakan Rista. "Nak, tolong ibu. Bu Rista menagih hutang ibu yang sudah lewat tempo, bisa kan kamu bayarkan dulu?" pinta Imah sambil memegang tangan Adimas. "Berapa hutang ibu?" "Dua ratus sembilan puluh lima juta," jawabnya dengan nada ketakutan. Semua orang sontak terkejut setengah mati mendengar nominal yang Imah ucapkan, bukannya dibantu Imah justru malah dimaki juga oleh kedua anak perempuannya karena berhutang begitu banyak. Mereka juga memaksa Imah untuk jujur soal hutang tersebut, selama ini mereka selalu memberikannya uang lebih dari cukup. Apapun yang Imah inginkan pasti mereka berikan, Adimas bahkan sampai tidak menafkahi Karina dengan layak demi menuruti permintaan Imah. Setelah mendengar alasan Imah tentu mereka tidak habis pikir dengan kebodohan Imah, bisa-bisanya ia diporoti oleh pria yang usianya sama dengan Anindya . Rista sekarang semakin tidak terkendali di luar sana, bahkan ia sampai mengundang ketua RT untuk membantunya menemui Imah. "Windy, Anindya. Kalian punya uang tabungan kan untuk membantu mas membayar hutang ibu? tabungan mas tidak cukup untuk membayar lunas bu Rista," "Apa? mas gila ya! aku tidak mau menggunakan uangku untuk membayar hutang ibu! suruh ibu pikir sendiri bagaimana cara membayarnya!" bentak Anindya lalu pergi, ia tidak mau perduli mau diapakan ibunya oleh Rista. "Win.." "Maaf mas, uang itu mau Windy pakai untuk menikah dengan Aryo." Kini hanya tinggal Imah, Adimas dan Alya yang masih berdiam di ruang tamu. Adimas baru ingat jika kemarin Alya mengambil uang tabungan Karina sebanyak enam puluh juta, uang itu bisa ia gunakan untuk membantunya membayar setengah hutang Imah. "Al, mana uang tabungan Karina yang kamu ambil tempo hari lalu? aku membutuhkan uang itu." ujarnya sambil menandahkan satu tangannya di hadapan Alya. Alya terlihat gelisah, "Mas, uangnya sudah habis." "Apa? itu uang yang sangat banyak Al, bagaimana bisa kamu menghabiskannya hanya dalam waktu dua hari!" "Aku membelanjakan uang itu untuk keperluan pribadiku dan kebutuhan calon anak kita mas, itu justru kurang!" Alya mencebik kesal. Adimas mengacak rambutnya karena terlalu frustasi, ia juga tidak mungkin mengeluarkan semua uang tabungannya untuk membayar hutang ibunya. Mobil yang ia gunakan juga mobil dinas milik kantor, hanya rumah ini yang bisa Adimas jadikan jaminan tetapi Adimas tidak akan rela jika rumah ini diambil oleh Rista. Rista kini sudah berhasil membobol pagar rumah, ia masuk bersama dua orang polisi dan setelah ia berhasil menemukan Imah ia menyeret Imah keluar dan mempermalukannya. Keadaan begitu kacau, tetapi polisi berhasil mengamankan Imah masuk ke dalam mobil dan memberikan Adimas surat tugas penangkapan Imah atas tuduhan penipuan. "Adimas, ibu tidak mau dipenjara." ucap Imah dengan air mata berlinang, kedua tangannya kini sudah diborgol. "Bu, tunggu Adimas ya. Adimas akan mencoba mencari jalan keluar untuk membebaskan ibu," Imah sukses menjadi bahan gosipan semua orang di perumahan ini dan berita penangkapannya juga langsung tersebar luas ke luar komplek dalam waktu cepat, nama baik keuarga Guntara hancur dalam waktu kurang dari satu hari akibat ulahnya. ******** "Ibu Imah sudah dipenjara sekarang, tuan muda." "Bagus, jangan biarkan wanita itu keluar dengan mudah." Kaivan menyesap kembali teh chamomilenya sambil menikmati pemandangan indah di hadapannya, bukan hal yang sulit untuknya menghancurkan hidup seseorang dalam sekejap tanpa mengotori tangannya. "Bagaimana bisa kamu tau soal hutang ibu mertuaku yang aku sendiri bahkan tidak tau?" tanya Karina penasaran. "Kamu bisa mendapatkan dan mengetahui apapun yang kamu inginkan selama kamu memiliki uang, Karina." "Apa lagi yang kamu tau soal keluarga Guntara?" "Banyak, persiapkan saja dirimu untuk membalas perbuatan mereka." sahutnya dengan satu sudut bibir terangkat. Sejujurnya Karina merasa agak takut dengan Kaivan, tetapi ia sudah sampai sejauh ini demi membalas perbuatan Adimas dan keluarganya termasuk juga Alya. Ia tidak boleh lemah, setiap memar dan luka hati yang ia rasakan harus mereka bayar. Mereka pantas sengsara, tidak ada satupun dari mereka yang boleh bahagia setelah memperlakukannya seburuk ini. ********** "Mas, tidur yuk. Aku ngantuk, mau dikelonin sama mas." pinta Alya manja sambil bergelayut di lengan Adimas. Sejak Karina pergi dan menghilang tanpa kabar, juga ditahannya Imah karena hutangnya pada bu Rista, sikap Adimas kini berubah sangat dingin padanya. Alya tidak diperhatikan seperti biasanya, bahkan Adimas lebih sering berada di luar rumah untuk mencari pinjaman uang dan baru akan kembali saat tengah malam. Sejujurnya Alya merasa agak keberatan jika Adimas menggunakan uang tabungannya untuk membayar hutang Imah, karena jika tabungan Adimas terkuras habis maka Alya tidak akan bisa berfoya-foya lagi. Adimas juga lupa soal janjinya yang ingin memberikan Alya kalung berlian, bahkan honeymoon mereka batal karena masalah yang datang tidak kunjung selesai. "Mas, kamu denger gak sih!" bentak Alya kesal karena diabaikan oleh Adimas. "Kalau kamu ngantuk, tidur duluan saja sana Al! aku lagi pusing, jangan buat aku tambah pusing!" bentak Adimas balik lebih keras. Bola mata Alya langsung berkaca-kaca saat dibentak oleh Adimas, setelah melihat istri mudanya itu menangis Adimas langsung tersadar dari amarahnya dan memeluknya erat sambil meminta maaf. Adimas hanya merasa sangat kelelahan, ditambah dengan masalah Karina dan Imah yang sangat membebaninya. Setelah berhasil menenangkan Alya, Adimas lalu menggiring Alya ke dalam kamar dan menuruti keinginnya. Namun saat mereka baru melakukan pemanasan, tiba-tiba terdengar suara benturan dari halaman rumah seperti pagar yang ditabrak juga suara deru mesin mobil. Adimas berlari keluar untuk melihat siapa yang sudah membuat keributan di rumahnya, saat pintu utama terbuka Adimas langsung disergap oleh dua orang pria bertubuh kekar yang tidak ia kenal. "Tanda tangani surat ini, sekarang!" titah salah satu pria yang berdiri di hadapannya, sedangkan yang satunya lagi memegangi kedua tangannya agar ia tidak melakukan perlawanan."Untuk gatalnya bisa dioleskan ini ya pak," Kaivan menerima obat salep itu dari tangan perawat yang memeriksa keadaannya, demi menuruti ngidamnya Karina Kaivan akhirnya harus menderita bentol di seluruh tubuhnya karena ulat bulu, juga cedera di kaki dan lengan kirinya karena terjatuh dari pohon rambutan. Kaivan hanya berhasil mengambil lima buah rambutan setelah semua cedera yang ia alami, Randy juga baru datang disaat ia sudah terjatuh ke tanah dan mengerang kesakitan. Sebenarnya Randy ada disana sejak awal, namun ia lebih memilih bersembunyi dan baru keluar setelah melihat Kaivan jatuh terguling dari atas pohon. Sedangkan di sudut ruangan, Karina kini sedang asik memakan rambutan-rambutan itu seorang diri sambil menonton televisi dan tidak menawarkannya sedikitpun. Menyebalkan memang, tetapi Kaivan cukup senang melihat Karina begitu menikmati apa yang ia inginkan. "Rin," "Ya," sahut Karina tanpa menoleh. "Bisa tolong bantu aku?" "Bantu apa?" "Tolong bantu bersih
Kaivan berjalan tergesa-gesa menuju ke dalam rumah sakit tempat dimana Karina berada sekarang, sejak menerima pesan dari Randy pikiran Kaivan menjadi tidak fokus bahkan ia hampir saja menabrak saat mengemudi. Degup jantungnya berdetak tidak karuan, ia sangat khawatir dengan keadaan Karina mengingat Karina juga baru saja keluar dari rumah sakit. "Pasien atas nama Karina Faradilla, dia dirawat di kamar nomor berapa?" "Sebentar ya pak, saya cek dulu." Perawat itu terlihat berkali-kali membaca daftar nama pasien untuk mencari nama Karina, tetapi perawat itu tidak menemukan nama Karina di bangsal manapun. "Maaf, tapi tidak ada nama Karina Faradilla yang terdaftar sebagai pasien di rumah sakit ini." "Tidak mungkin, saya mendapatkan info dari anak buah saya jika istri saya dirawat disini." "Iya pak, tapi sekali lagi saya tidak menemukan nama istri bapak di daftar pasien." "Kai," Kaivan menoleh cepat ke arah wanita yang memanggil namanya, ternyata seseorang yang ia khaw
"Terima saja, berlian itu mahal harganya." bisik Oma Gia. Entah ada angin apa, Retno dan Danu tiba-tiba datang dengan membawa satu set perhiasan untuk Karina. Mereka tidak lagi ketus seperti sebelumya, semenjak mereka mengetahui kehamilan Karina Retnolah yang pertama kali berubah drastis sikapnya pada Karina. Retno juga yang paling antusias memberikan ini dan itu untuk Karina termasuk perhiasan ini juga idenya, bahkan renovasi rumah Karina juga Retno ikut membantu membiayai dan memperkerjakan seorang arsitek ternama. Semenjak itu juga hubungan Retno, Danu dan Oma Gia perlahan membaik. Danu merasa beryukur kehamilan Karina ternyata menjadi pemecah ketegangan yang selalu terjadi di antara mereka, Oma Gia bahkan sekarang memperlakukan Retno selayaknya menantu bukan lagi musuh seperti dulu. Karina menutup kotak perhiasan itu dan mendorongnya kembali ke arah Retno, "Maaf bu, tapi ini terlalu berlebihan." "Berlebihan? ini bahkan tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terimakasih kami,
“Good job Agatha, kamu memang dewi di agensi ini." puji Martin sambil melihat hasil jepretan foto Agatha di kameranya. "Thanks Martin, semua ini juga berkat kamu." Senyum penuh rasa bangga mengembang di wajah Agatha, setelah sekian lama berusaha ia akhirnya bisa menjadi model profesional dan sebentar lagi ia akan mengikuti kontes untuk menjadi model kelas internasional. Hanya butuh satu langkah lagi untuknya agar bisa mencapai tujuan, setelah semuanya berhasil ia gapai maka apapun yang ia inginkan akan dengan mudah terwujud dan ia tidak perlu lagi bersusah payah menjadi jalang. Suara stiletto terdengar menggema di ruang pemotretan, seorang wanita yang usianya lebih muda dari Agatha masuk sambil melangkah angkuh memerhatikan sekitar. Satu sudut bibir gadis itu terangkat sambil menatap remeh dirinya, ia bahkan menertawakan hasil jepretan Martin lalu menghapusnya. Tidak perduli seberapa sulit mereka untuk mendapatkan foto-foto itu, baginya ini hanya file sampah tidak berguna dan
"Saya masih berbaik hati dan memberikan kalian kesempatan untuk berbicara jujur, namun kalian tetap keras kepala." Yudhana melirik ke arah halaman rumah Rahmi yang sempit dan kotor, disana terparkir mobil Arkana yang sudah penyok bagian body depannya dan lecet dimana-mana karena ulah Alya. Saat pengejaran, Alya mengemudikan mobil Arkana secara ugal-ugalan sampai menabrak pembatas jalan. Untungnya kecelakaan tidak terlalu parah dan Alya hanya mengalami luka ringan, namun tetap saja Yudhana tidak melupakan apa yang harus ia lakukan pada ibu dan anak ini. "Alasan kalung ini diberikan kepada saya karena anak anda sudah mati, bapak Yudhana! jika anda sangat ingin bertemu dengan putri anda silahkan susul dan temui dia di neraka!" Plak!! Tamparan keras mendarat di wajah Alya bahkan jahitan di bibirnya sampai terbuka lagi dan mengeluarkan darah, kesabaran Yudhana benar-benar sudah habis menghadapi mereka terutama Alya. Setelah topeng aslinya terbuka, Yudhana akhirnya sadar jika pu
"Ini yang dia lakukan disana, dia mencoba melakukan tes DNA Yudhana dan Alya dan inilah hasilnya." Arkana membaca salinan test DNA tersebut, jelas disana tertulis jika Alya bukan putri kandung Yudhana. Kini Arkana mulai menaruh curiga jika dibalik kecelakaan mobil itu mungkin ada campur tangan Alya, mengingat Alya pernah hampir ketahuan sedang berusaha mencopot ventilator Chandra. Mungkin saja Alya tau jika Chandra melakukan tes DNA ini dan ia takut ketahuan, jadi Alya berusaha melenyapkan Chandra agar ia tetap aman. "Tolong berikan aku uang lagi, aku mempertaruhkan diri hanya demi selembar kertas ini untukmu." Tidak perlu waktu lama sejumlah uang langsung masuk ke rekening pria di hadapannya, pria bertubuh gempal itu akhirnya pergi dengan senyum sumringah setelah menerima sisa bayarannya. Urusan mereka selesai sampai disini, sekarang giliran Arkana menghadapi Alya yang sudah berani menipu Yudhana. Meskipun ia sangat tidak menyukai Yudhana, namun biar bagaimanapun Yudhana tet
"Kamu baru kembali?" tanya Karina dengan wajahnya yang terlihat sangat pucat. Kaivan tidak menyahutinya, ia tetap mengemas semua pakaian Karina ke dalam tas karena hari ini Karina sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Karina bangkit perlahan dari tempat tidur, ia lalu duduk di hadapan Kaivan yang bahkan tidak mau menatap wajahnya sedikitpun. Terlihat jelas kesedihan yang begitu mendalam di mata Kaivan, untuk pertama kalinya Karina akhirnya bisa melihat ekspresi Kaivan dan Karina merasa sangat bersalah. "Kai, maafkan aku. Tapi aku sungguh tidak bisa menggugurkan bayi ini," Ucapannya tetap tidak dihiraukan oleh Kaivan, sekarang Kaivan malah sibuk sendiri dengan ponselnya yang sedari tadi terus menyala. "Kai, ayo bercerai setelah aku melahirkan." Kaivan akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Karina, "Tidak bisa, Oma tidak akan setuju. Kita sudah sepakat untuk tetap menikah kontrak sampai waktu yang belum ditentukan," "Tapi untuk apa menjalani pernikahan jika k
Agatha melangkah lesu menyusuri lorong lantai apartemen seorang diri, wajah berseri penuh kebahagiaan itu kini sudah lenyap dan berganti dengan air mata yang membasahi pipinya. Kehamilan Karina benar-benar membuat Agatha takut jika suatu saat Kaivan akan berpaling darinya, karena biar bagaimana pun bayi yang ada di rahim Karina adalah darah daging Kaivan, calon penerus keluarga Bimantara selanjutnya. Posisi Karina sekarang sangat kuat di keluarga Bimantara, bahkan Retno dan Danu begitu memihak Karina setelah mengetahui kehamilannya. Kebencian mereka pada Karina hilang begitu saja, kehadiran bayi itu benar-benar membawa keberuntungan untuk Karina dan kesialan untuknya. Terlalu lelah menangis, Agatha akhirnya mencoba menahan tangisnya dan mendongakkan kepalanya ke atas, dengan harapan air matanya akan berhenti keluar. Namun saat ia kembali menatap lurus ke depan, tiba-tiba Arkana muncul di hadapannya dan membuatnya terkejut. Sorot mata Arkana begitu tajam menatap dirinya, meskipun me
"Sudah bangun?" tanya Kaivan setelah melihat kelopak mata Karina perlahan bergerak. Karina hanya mengangguk pelan, ia belum mampu membuka mata sepenuhnya karena masih terlalu pusing. Sekarang ia malah merasa mual, Karina merasa kebingungan dengan apa yang ia rasakan sekarang. Seingatnya, ia tidak makan makanan yang basi atau tidak bagus jadi tidak mungkin jika ia keracunan makanan. "Tidur saja lagi jika masih pusing," titah Kaivan setelah membantu memapahnya ke kamar mandi. Memang hanya itu sepertinya yang bisa ia lakukan, karena setiap kali ia membuka mata yang ia rasakan hanya pusing dan mual yang luar biasa. Tidak lama kemudian dokter datang, sebelum memberitahukan apa yang terjadi padanya dokter terlebih dulu memeriksa kondisi Karina. Tetapi Karina tidak melihat kekhawatiran di wajah dokter itu, bahkan ketika ia mengeluhkan apa yang ia rasakan sekarang dokter itu hanya menanggapinya dengan senyuman. "Jadi sebenarnya saya sakit apa dok?" tanya Karina penasaran, satu tan