Hanzero nampak frustasi sekali. Otaknya begitu Stres memikirkan kenyataan pahit akhir dari hubungannya dengan Vanya sang kekasih laknatnya.
Hanzero melangkah keluar dengan gontai diikuti Arpha.
"Apa anda ingin pulang Tuan?" Tanya Arpha.
Hanzero belum bersuara sampai di depan mobilnya.
"Kita ke Apartemen saja Ar, aku ingin menenangkan diri."
"Baik!" Arpha dengan cekatan membuka pintu mobil untuk Presdir nya. Dan setelah memastikan Hanzero duduk dengan baik dia pun melajukan mobilnya.
"Jangan katakan apapun pada Ibuku. Aku tidak ingin membuatnya semakin kecewa."
Arpha hanya mengangguk. Dia sudah paham bagaimana harus menghadapi Ibu Hanzero. Untuk mendapatkan restu sang Ibu saja, Hanzero perlu waktu yang cukup lama untuk Ibu mau menerima Vanya. Lalu masalah ini? Itu sudah pasti akan membuat Ibu syok, dan bisa bisa jantungan.
Ibu bukan tanpa alasan tidak menyukai Vanya. Bukan hanya Royal dan kurang menjaga hubungan baik dengan keluarga calon mertua, tapi Ibu tau jika Vanya juga dari keluarga yang kurang memiliki riwayat baik . Kakak kandung dari Vanya bahkan adalah musuh Perusahaan Jaya Dipa. Seorang laki laki yang terkenal mesum dan beristri tiga. Belum terhitung paral gundiknya.
Tapi demi kebahagiaan Putranya, Ibu bisa mengalah dan akhirnya mau memberi restu. Semua persiapan Pesta Pernikahan mereka pun Ibu yang mengatur.
"Bawa aku ke Cafe dulu!" Ucap Hanz
"Baik Tuan!"
_____
Sementara di Rumah Besar bertingkat Tuan Lubis!
Arumi hanya bisa menghabiskan sisa air matanya yang terasa mulai mengering akibat terus menerus menangis.
Dan sore ini juga, Tuan Lubis sudah mengumumkan tentang hari pernikahannya dengan Arumi yang akan dilangsungkan secepatnya. Dia sudah menyuruh anak buahnya untuk mengatur resepsi.
Kepada ketiga istrinya dia berpesan untuk menjaga Arumi dengan baik dan memperlakukan Arumi seolah Permaisuri Raja. Itu tentu membuat tiga istrinya seketika kesal dan cemburu.
Mereka hanya pura pura mengangguk tanpa berani memprotes dan memilih melangkah pergi.
Tiga wanita itu sudah berada di ruangan lain yang terpisah dan nampak berbisik-bisik dengan raut wajah geram.
"Bisa bisanya, Suami kita mengeluarkan begitu banyak uang hanya demi gundik sialan itu!" Ucap Istri Ketiga.
"Mungkin wanita itu memakai guna guna." Sahut sang istri kedua.
"Ah bisa jadi. Tapi yang perlu dicemaskan, sekarang saja suami kita sudah tidak peduli pada kita dan tergila gila pada wanita itu. Bagaimana kedepannya? Dan kita harus memperlakukan wanita itu selayaknya Permaisuri Raja?? Itu menyebalkan!" Timbal Istri Tua.
"Aku tidak Sudi! Enak saja. Memangnya siapa dia?" Ketus istri kedua.
"Aku jadi ingin mencekiknya!" Geram istri ketiga.
Wanita sebagai istri pertama nampak diam seperti sedang berpikir.
"Kita harus melakukan sesuatu sebelum terlambat!"
Dua wanita lainnya pun setuju dan ikut memikirkan sesuatu sekarang.
"Aku ada ide!" Istri pertama tiba tiba berseru.
"Apa itu?" Mereka mendekatkan telinga mereka untuk mendengar bisikan Istri Pertama.
Ketiganya terlihat tersenyum senang. Lalu mengatur siasat.
Satu diantara mereka yang tak lain adalah istri ketiga keluar dari ruangan untuk memeriksa. Setelah mengetahui jika Lubis sedang keluar, dia segera melapor pada para madunya.
___
Arumi masih menangis, duduk bersandar dengan putus asa di sudut ruangan.
"Beri Aku pertolongan Tuhan. Aku menunggu keadilan darimu."
Rupanya doa Arumi seketika terkabul. Pintu kamarnya dibuka seseorang. Arumi langsung berdiri dan berlari ke arah pintu. Tapi dia segera menghentikan langkahnya ketika melihat seorang wanita dengan pakaian Mini itu berdiri menatapnya dengan sangat sinis.
"Nyonya , ku mohon bantu aku."
"Aku memang akan membantumu!" Dia menarik kasar tangan Arumi sebelum Arumi sempat berbicara lagi.
"Ayo cepat!"
Arumi tidak menolak, karena ini adalah kesempatan baik untuknya. Dia mengikuti langkah cepat wanita itu tanpa bertanya lagi.
Sial, Tiba tiba Penjaga muncul menghadang mereka.
"Nyonya! Berhenti." Dua wanita itu seketika berhenti.
"Anda mau membawa Nona ini kemana? Jika Tuan Lubis tau, maka dia akan murka."
Beruntung, istri pertama muncul tepat waktu bersama istri kedua.
"Eh, aku yang menyuruhnya. Kami ingin mengajak dia ini ketaman belakang untuk sekedar mengobrolkan hari pernikahannya. Bukankah dia akan menjadi bagian dari kita? Sudah seharusnya kami mulai saling mendekatkan diri. Bukankah Tuan Lubis juga mengatakan jika kami harus memperlakukannya dengan baik?"
Wanita yang masih menggandeng tangan Arumi menyenggol Pinggang Arumi untuk isyarat.
"Oh iya. Tuan. Aku juga yang mau. Aku harus membiasakan diri dengan mereka." Arumi ikut berakting.
Penjaga nampak menimbang sebentar.
"Baiklah para Nyonya Nyonya. Kalau begitu silahkan. Tapi jangan di luar pagar dan cepat kembalikan Nona ini ke kamarnya sebelum Tuan Lubis datang."
"Ah , tentu saja. Kami juga takut kalau sampai Tuan mu murka." Sahut istri pertama.
Penjaga akhirnya beranjak pergi. Kesempatan itu segera diambil mereka.
"Cepat lah Lelet!" Wanita di samping Arumi kembali menyeret Arumi.
Mereka menuju Taman belakang.
Satu diantara mereka membuka pintu pagar belakang taman setelah memastikan keadaan aman. Lalu menarik kasar tangan Arumi.
"Kami tidak ingin kamu berada disini. Jadi pergilah. Kehidupan di luar sana jauh lebih baik untukmu. Percayalah."
"Terimakasih." Ucap Arumi sebelum melangkah keluar.
"Ya ya ya. Pergi lah. Kau harus berlari agar tidak terkejar Penjaga." Sahut wanita yang membuka pintu.
"Apa tadi, dia berterima kasih? Jangan jangan dia memang terpaksa berada disini." Ucap wanita yang lain.
"Bisa jadi. Kita hanya salah menilainya. Tapi baguslah. Artinya kita sudah berbuat baik membantunya untuk kabur."
" Tapi kalau kita ketahuan bagaimana?"
"Ah, kita pikirkan nanti."
Sementara Arumi saat ini sudah berlari sekencang Kencang kencangnya.
Tapi sayang, sebelum Arumi dapat menjauh dari Rumah itu, seorang Penjaga melihatnya.
"Itu Nona Arumi. Kenapa bisa disana?"
" Dia ingin kabur! Ayo cepat kejar!"
Beberapa Penjaga mengejar Arumi.
Sialnya, Arumi yang sudah kelelahan malah terjatuh. Para penjaga akhirnya berhasil menangkapnya.
"Lepas! Lepaskan aku!" Dua pria membekuk tangan Arumi. Satu pria menelpon Lubis. Lubis yang ternyata sudah berada di halaman depan pun segera mendatangi lokasi.
Arumi masih berusaha memberontak, namun tenaga dua pria itu begitu kuat untuk seorang Arumi. Arumi semakin takut dan panik , apalagi ketika dari arah sana sudah melihat Lubis muncul ke arahnya.
Arumi yang tidak ingin putus asa lagi masih berusaha untuk melepaskan diri. Tiba tiba ia menendang pusaka satu dari pria yang menahannya dengan sekuat tenaga yang ia punya dan menggigit jari jemari pria yang satu lagi.
Sontak mereka berteriak kesakitan dan reflek melepaskan tangan mereka. Kesempatan itu diambil Arumi untuk kembali melarikan diri.
Lubis yang melihat itu tentu panik dan berteriak.
"Wanita Jalang! Kembali padaku!"
"Bodoh kalian! Cepat kejar!" Memberi perintah kepada anak buahnya yang langsung kembali mengejar Arumi.
Lubis tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar.
Arumi berlari pontang panting ke arah jalan besar. Dia masih bisa melihat gerombolan Lubis mengejarnya.
Arumi sudah panik. Sambil berlari dengan sisa tenaganya sambil mengedarkan pandangan.
Tidak ada tempat yang baik untuk dituju selain di sebuah parkiran Cafe. Arumi memutuskan untuk berlari ke arah sana.
Tanpa peduli apapun dia mencoba membuka semua pintu mobil. Sial! Tidak ada yang terbuka satu pun.
Di Tengah keputus asaannya, sebuah pintu mobil berhasil terbuka. Tanpa pikir panjang lagi Arumi masuk dan bersembunyi di sana.
___
Arpha terlihat berjalan mendahului Hanzero dari Cafe itu. Lalu segera membukakan pintu mobil untuk Hanzero. Namun betapa terkejutnya Hanzero saat ia hendak masuk malah mendapati seorang wanita meringkuk di jok mobilnya."Heh, apa yang kau lakukan? Kau mau mencuri?" Tegur Hanzero.Arumi menoleh dengan wajah pucat.Menatap dua pria yang sudah menatap penuh curiga padanya."Tuan, tolong saya. Biarkan saya bersembunyi disini. Ada yang mengejar saya dan hendak memaksa saya untuk menikah dengannya. Tolong saya tuan. Saya tidak mau menikah dengan pria itu.""Apa peduliku! Cepat keluar!" Bentak Hanzero."Tuan. Kasihani saya. Saya mohon." Arumi tidak menyerah untuk mengiba. "Nona keluarlah! Jangan menunggu Tuan ku marah." Sekarang Arpha yang membentak Arumi. Arumi tapi masih bertahan hingga Hanzero hilang kesabaran dan menarik tangan Arumi agar keluar.Hanzero akhirnya bisa membuat Arumi keluar dari mobilnya bersamaan dengan gerombolan Lubis datang menghampiri mereka."Dasar wanita Jalang.
Sudah sehari semalam Arumi berada di apartemen milik Hanzero. Arpha seperti tau cara menghargai wanita, bersedia menyiapkan semua kebutuhan Arumi dengan bantuan pelayan lain. Arumi berterima kasih untuk itu. Arpha hanya mengangguk sambil sekali lagi mengatakan jika Arumi harus bertingkah baik dan bekerja dengan baik. Arumi mengiyakan, meski sebenarnya dia tidak tau apa yang harus dikerjakan disini. Tidak tau apa yang harus diperbuat selain hanya mondar mandir. Masak pun tidak ada menyentuh selain dirinya sendiri. Beruntung Arpha sedikit mau memakannya. Arumi bukan tidak coba menawarkan makanan pada Hanzero yang sejak semalam tidak keluar kamar. Tapi Arumi malah hanya mendapat usiran kasar dari Pria itu.Hingga sore hari Arumi kembali ke kamarnya.Sementara Hanzero masih berada di kamarnya. Tidak ada yang dilakukannya kecuali duduk bersandar di sofa dengan kepala bersandar. Pikirannya tak karuan.Besok, adalah hari pernikahannya. Bukan dia tidak khawatir atau panik. Apa yang akan
Sepanjang malam Arumi tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya terus melayang tak tentu arah. Sebenarnya dia tidak terlalu memikirkan tentang hari besok. Sebab dia yakin, hari pernikahan besok hanyalah sebatas sandiwara saja. Jadi dia tidak terlalu memikirkan itu. Namun yang mengganggu pikirannya adalah, kenapa Bryan begitu tega? Lima tahun pernikahan yang dijalani penuh perjuangan berakhir pengkhianatan. Bukan dia tidak bertahan dengan segala beban dan penderitaan yang diberikan Bryan. Tapi semua itu ternyata sia sia. Namun Arumi masih beruntung karena belum sempat diberi keturunan dalam pernikahannya. Jika sudah, mungkin bukan hanya dia yang akan terluka.Hingga hampir sepertiga malam, Arumi baru bisa memejamkan matanya. Rasanya baru satu jam Arumi tertidur, pintu kamar sudah diketuk seseorang dari luar. Arumi beranjak bangun untuk mengintip."Nona. Persiapkan dirimu. Kita akan segera berangkat!" Arumi tertegun menatap Arpha yang sudah berdiri didepan pintu. Gila! Dia melupakan
Pesta Pernikahan Hanzero telah usai. Para tamu undangan telah menarik tubuhnya satu persatu untuk pulang. Arumi nampak lelah dengan begitu banyaknya ucapan selamat untuk dirinya. Sementara Hanzero terlihat sumringah. Dia tidak membayangkan jika Hari yang ia khawatir ini bisa berjalan lancar dan semenyenangkan ini. Semua orang terus memuji pengantinnya. Bahkan beberapa teman dekatnya yang menyadari jika wanita yang dinikahi Hanzero itu bukanlah Vanya pun nampak terpukau dan melontarkan banyak banyak pujian padanya.Apalagi desas desus tentang kaburnya Vanya pun sudah menyebar walaupun baru masih sebagian orang yang mendengarnya."Tuan Hanz. Anda adalah Pria beruntung. Membuang sampah dan mendapatkan Berlian!" Hanzero tersenyum lebar dengan bangga dan semakin berdebar jantungnya. Kembali melirik Arumi yang saat ini tengah sibuk dengan Mamanya. Kenapa harus kawin kontrak? Coba saja kalau bukan, aku pasti akan sangat bahagia. Tak sadar Hanzero tersenyum senyum sendiri."Apa Tuan mulai
Hampir tengah malam, mobil mereka tiba di Apartemen. Arpha segera pergi ke kamarnya setelah memastikan mereka masuk ke dalam Apartemen. Membanting tubuhnya di kasur untuk melepaskan penat. Lelah badan dan pikiran akibat terlalu andil dalam masalah bosnya. Arpha bisa bernafas lega sekarang. Satu masalah sudah selesai Meskipun harus dengan main sandiwara.Tapi ada yang mengganggu pikirannya. Nyonya besar dan Nona Shela sudah tau atau curiga dengan pernikahan mereka?Bagaimana mereka bisa mengetahuinya? Ah, bisa kacau sebelum waktunya!Arpha hanya bisa berharap, Pernikahan mereka akan bisa berubah arah.Tidak lagi dengan status pernikahan kontrak. Dia berharap begitu. Ini akan meringankan pekerjaannya.Hanzero sudah mengantar Arumi ke depan kamar. Membukakan pintu untuk Arumi."Terimakasih Tuan.""Tidak masalah. Seharusnya aku yang berterima kasih. Kau sudah banyak membantuku malam ini.""Ah tidak juga. Aku punya hutang begitu banyak padamu. Sepertinya ini belum terasa lunas."Kau bena
Mama terlihat tersenyum. 'Wah ternyata menantuku pintar memasak. Jika begini tidak khawatir Hanz akan kelaparan.hehehe' tanpa sadar memuji dalam hati."Kalau begitu kita makan malam bersama saja ya Ma, kak Shela. Biar aku memanggil Tuan Hanz dulu." Ucap Arumi."Tuan?" Dua wanita itu seketika menoleh.Arumi langsung tersadar dan menutup mulutnya. "Maksudnya, Mas Hanz." Hehe, Arumi keceplosan.Mama dan ka Shela mengangguk secara bersamaan. Arumi pun cepat cepat berlalu dari dapur pergi kekamar untuk memanggil Hanzero."Ma. Jangan lupakan tujuan kita kesini!" Ucap Shela memperingatkan. Walaupun begitu ia begitu kagum pada Arumi.Ceklek..Arumi membuka pintu kamar,terlihat Hanz masih tertidur pulas disana. Sebenarnya Hanz sudah terbangun saat mencium bau masakan tadi,hanya saja ia pura pura tidur saat mendengar seseorang membuka pintu kamarnya."Tuan. Apa anda belum bangun?" "Emm.." Hanzero pura pura menggeliat."Kenapa?" Menoleh pada Arumi."Ada Mama dan Kak Shela disini.""Hah.. Mama d
____Makan malam telah usai. Arumi terlihat sibuk membereskan bekas makan mereka. Mama ingin membantu, tapi Arumi mencegah. Lalu Shela akhirnya turun tangan untuk membantu. Sementara Hanz mengajak Mama ke ruang tengah.Mengobrol ringan disana sambil sesekali Mama masih menyindir Malam pertama mereka.Shela menyusul setelah selesai membantu Arumi. Kemudian Arumi juga dengan membawa cemilan.Nampak seperti Keluarga Bahagia sebagaimana mestinya. Hanz duduk menempel tubuh Arumi. Wanita itu terasa risih, menggeser sedikit duduknya. Tapi lagi lagi Hanzero menarik pinggangnya agar menempel lagi. "Jangan membuat Mama curiga." Hanzero berbisik.Mau tidak mau, Arumi hanya bisa menurut. Apalagi ketika Hanzero sesekali mengangkat dagunya, mencium pipinya kadang juga Singgah ke bibirnya. Arumi mengeram. Tapi lagi lagi Hanzero berbisik, "Biar Mama tidak curiga."Huh! Arumi hanya bisa pasrah. Sambil mengumpat dalam hati. 'Lihat setelah ini! Aku akan menuntut mu Tuan Hanz!'"Ah, Mama pergi ke Toilet
Setelah selesai berkemas Arumi menyeret kopernya ke luar kamar,sebelum itu ia masuk ke kamar Hanz untuk melihatnya apa sudah selesai berkemas.Melihat pintu kamar Hanz yang sedikit terbuka Arumi masuk tanpa mengetuk pintu." Tuan. Apa sudah selesai?" tanya Arumi menghampiri Hanz.Hanz yang sedang mengambil pakaiannya dari lemari menghentikan sejenak aktivitasnya. Menengok ke arah Arumi yang berdiri tak jauh darinya." Sudah, tinggal ini doang" mengacungkan baju yang baru saja diambilnya dari lemari. Setelah selesai memasukan bajunya ke dalam koper Hanz berjalan mendekati Arumi sambil membawa kopernya."Nanti di rumah Mama,jangan bikin mereka curiga. Ok!" bisik Hanz pada Arumi." Tapi tuan…"" Ikuti saja permainannya atau kamu mau balikin uang saya sekarang!" Lagi lagi Hanz mengeluarkan jurusnya agar Arumi menurut.Arumi yang kesal mengerucutkan bibirnya,Ia berjalan keluar kamar Hanz dengan perasaan kesal.' Ih ngeselin banget sih! Pasti nanti disana dia curi curi kesempatan lagi deh. H