Anjani menarik napas, kemudian menghembuskan nya. Cewek itu berdecak, menatap jengkel badan jangkung Sean yang tengah berjalan di depannya. Sudah hampir setengah jam mereka mengitari mall, bulak-balik masuk kedalam toko baju, perhiasan, tas, tapi belum juga menemukan kado yang cocok untuk Lucia.
"Kamu jangan diam aja, kasih saran--" ucapan Sean terputus ketika ia menoleh kesamping namun tidak menemukan sosok Anjani yang menjadi lawan bicaranya. Spontan Sean berbalik badan, bola matanya memutar jengah ketika mendapati Anjani yang berdiri membeku di belakangnya dengan wajah tertekuk sebal.
"Kenapa?" tanya Sean sembari berjalan menuju Anjani.
Anjani menunduk lesuh, "Capek." keluh nya. Sebenarnya bukan itu alasan Anjani menghentikan langkahnya, tapi karena ia bete sedari tadi terus berjalan di belakang Sean, sebab langkah kakinya tidak cukup cepat untuk berjalan beriringan dengan Sean.
"Om jalannya cepet bange
Bola mata Sean tidak bisa lepas memandang layar ponselnya, sesekali bibir tipis pria itu berdecak kesal lantaran pesan yang ia kirim ke Anjani tak kunjung mendapat balasan. Sean menoleh kearah jam dinding mewah yang tertempel di dinding, jarum pendek sudah menunjuk ke angka sebelas, tapi istrinya belum juga pulang."Sean, kamu belum tidur?" Lucia yang berniat mengambil air di dapur langsung mengarahkan kakinya saat mendapati Sean yang tampak gelisah di sofa ruang tengah."Anjani belum pulang, Mah." jawab Sean datar.Setelah mengantar Yuna pulang dari mall, Sean langsung menginjak pedal gas mobilnya kerumah orang tuanya karena besok adalah acara ulang tahun Lucia, tepat jam 12 malam pergantian hari nanti Sean juga berniat ingin memberi suprise kepada Lucia bersama Ayahnya. Tapi Sean merasa kurang lengkap jika Anjani tidak ikut memberi kejutan untuk sang Mamah bersamanya."Lho, Anjani kan nginap di rumah tem
"Maaf ya Lang, aku ngerepotin kamu." ujar Anjani menatap sendu Langit yang sedang menyetir. Sementara Anjani dan Jane duduk di kursi penumpang di belakang. Anjani berhasil membujuk Jane untuk duduk manis di kursi penumpang dan mempercayakan Langit untuk mengantarnya sampai depan rumah dengan selamat.Mendengar perkataan Anjani, ekor mata Langit melirik ke cewek itu melalui kaca, "Santai, kayak sama siapa aja lo." jawabnya."Memang lo siapanya Anjani, lang? Pacar?" Jane yang sudah tertidur tiba-tiba saja kembali membuka matanya dan menyeletuk asal."Pengennya sih gitu," balas Langit seraya melirik Anjani dengan tatapan menggodanya. Ucapan Langit berhasil membuat Anjani menunduk menyembunyikan pipinya yang bersemu. Cewek itu tersipu."Sialan lo!" maki Jane sambil menendang badan kursi pengemudi, praktis membuat Langit terkejut dan meringis."Kok lo malah marah?!" protes Langit tak terima.
"Kamu kok gitu sih, Lang?" tanya Anjani seraya menatap Langit tak percaya dengan sorot teduhnya.Kening Langit mengernyit, tak paham dengan perkataan Anjani barusan, "Gitu gimana?" jawabnya balik bertanya.Anjani bersedekap dada, memalingkan wajahnya enggan menatap insan tampan yang berdiri tegak di depannya."Kenapa kamu ngajak aku nginap di apartemen kamu? Memangnya kamu kira aku cewek apaan?" ujar Anjani sewot. Wajahnya berubah jutek, tapi tetap terlihat menggemaskan di mata Langit.Langit tertawa kecil, rasanya tangan Langit ingin sekali menguyel-uyel pipi Anjani yang sedikit menggembung itu."Ngomong apa sih, maksud gue bukan gitu kali, Jan. Apartemen gua kosong, lo bisa nginap di sana kalau lo mau.""Terus kita berduaan gitu?" ucapan Anjani masih terdengar ketus."Kalau lo gak nyaman gue di sana, gue bisa pulang ke rumah bokap. Lagian gue juga masih
Langit membuka kelopak matanya yang masih berat, cowok itu menguap dan merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Langit mengucek matanya, kesadaran Langit masih belum terkumpul penuh."Morning, Lang." seru Anjani yang keluar dari dalam kamar. Di lihat dari handuk yang melilit di kepala Anjani, sepertinya cewek itu habis mandi.Seketika Langit terkejut hingga matanya melebar. Ia kembali mengucek kedua matanya, kemudian memandang Anjani lamat-lamat seolah tidak percaya kalau sosok di depannya beneran Anjani dan bukan siluman yang sedang menjelma."Kamu kenapa, deh?" tanya Anjani sambil melangkah menghampiri Langit yang masih terduduk di atas sofa."Lupa ya kalau aku nginap di sini semalam?" ujar Anjani membuat Langit menemukan potongan puzzle ingatan yang hilang. Langit menepuk jidat, ia tertawa kecil menertawakan dirinya sendiri.Anjani mengambil selimut yang tergeletak diatas lantai, kemudia
"Lang, nanti turunin aku di depan gerbang aja."Langit menjawab permintaan Anjani dengan anggukan di kepala. Cowok itu terlalu fokus menyetir dan mendengarkan lagu kesukaan nya yang sedang mengalun di radio mobilnya.Seperti yang di lihat, pada akhirnya Anjani pasrah di antar kerumah mamah mertua nya oleh Langit. Tidak ada alasan untuk Anjani menolak tawaran dari Langit dan Langit juga tidak akan membiarkan Anjani pulang sendirian. Langit akan tetap mengantar Anjani meski cewek itu menolaknya."Jan," Usai lagu favoritnya tergantikan lagu yang lain, Langit buka suara, memanggil Anjani yang asik sendiri dengan dunianya.Anjani yang sedang menatap keluar jendela menoleh ke sumber suara yang memanggilnya, "Iya, kenapa Lang?" tanyanya.Langit tertawa kecil, kini pandangannya mengarah penuh ke Anjani karena lampu merah sedang menyala di depan sana."Apa? Kena
Anjani tidak mengerti kenapa Sean memandangnya begitu tajam. Mencekal tangannya dan menyeret Anjani masuk kedalam rumah dengan langkah tak sabaran. Anjani terus meringis dan merengek meminta Sean melambatkan langkahnya dan melepaskan cekalan di tangannya."Om, pelan-pelan kek!" rengek Anjani berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Sean, namun tidak berhasil, yang ada cekalan tangan Sean semakin mengerat.Sean menulikan pendengaran nya, ia terus melangkah cepat memasuki rumah meski Anjani terus meringis kesakitan dan merengek di belakangnya."Eh, menantu mamah yang cantik sudah datang." sambut Lucia begitu melihat kedatangan Anjani yang di gandeng Sean."Hallo, mah!"Anjani langsung melengkung kan bibirnya, tersenyum manis menyapa sang mamah mertua. Anjani berusaha menghentikan langkahnya, ia berniat mencium telapak tangan mamah mertuanya. Tapi Sean malah terus menyeret Anjani ke lantai
"Jan, kamu lihat Sean?"Anjani mengangkat alisnya, mengedarkan pandang mencari sosok Sean yang jadi pertanyaan Lucia tadi. Anjani menggaruk rambut yang tak gatal, ia kebingungan karena matanya tidak menemukan batang hidung Sean."Aku coba cari dulu ya, Ma." ujar Anjani.Lucia mengangguk, tak lupa ia juga menyuguhkan senyum manisnya untuk Anjani, "Nanti kalau udah ketemu langsung ke dalam ya, kita makan siang sama - sama." kata Lucia kemudian beranjak masuk meninggalkan Anjani yang sedang duduk menyendiri di kursi teras rumah.Anjani bangkit dari duduknya, ia meletakan secangkir gelas berisi susu coklat yang ada di genggaman nya ke atas meja. Tungkai Anjani berjalan tak tentu arah dengan mata yang terus mendengar ke kanan ke kiri.Langkah lambat Anjani perlahan mencepat, ia berlari kecil menghampiri pembantu rumah tangga Lucia yang baru saja keluar dari pintu belakang sambil membawa k
Sesampainya di apartement Anjani dan Sean langsung masuk kedalam kamar masing - masing dan membersihkan diri. Hanya butuh waktu 10 menit bagi Sean membersihkan diri, namun Anjani memakan waktu 30 menit karena ia berendam dulu dengan air hangat untuk menetralisir rasa penat di kepalanya.Banyak hal yang bersarang di kepalanya usai melewati setengah hari ini. Mulai dari pernyataan cinta dari Langit dan kejadian dimana ia harus mengaku kalau kado yang Yuna berikan untuk Lucia adalah darinya.Seharusnya Anjani tidak merasa bersalah untuk itu, karena yang menjadi dalangnya Sean. Anjani hanya manusia bodoh yang hanya mengangguk saja seperti kacung yang di beri perintah oleh majikan.Yuna: Keluar, saya di depan.Anjani yang baru saja memegang ponsel nya mengernyitkan dahi membaca pesan dari Yuna yang masuk dari beberapa menit lalu. Dengan malas Anjani bangkit dan melilitkan tubuhnya dengan handuk.&n