"Tiduri beberapa gadis malam ini, aku tidak peduli bagaimana latar belakangnya yang jelas aku ingin kau segera memberikan aku cucu!" Sebuah pesan terlihat masuk di ponsel seorang pria yang sedang duduk sofa. Pria itu menatap ke arah minuman yang baru dia tenggak setengah itu, kemudian melirik ke arah salah satu pria yang sepertinya sangat dia kenal. Dia, asisten kakeknya orang yang sudah memberikan obat terlarang ini kepadanya.
"Sh*t!" Pekik seorang pria ketika dia baru saja membaca pesan dari kakeknya. Pria itu meremas rambutnya kuat berharap jika hal itu bisa menghilangkan rasa sesak di bawah tubuhnya. Beberapa saat yang lalu dia ada janji dengan salah satu klien di bar ini dan dia setuju tanpa ada rasa curiga sedikit pun, sampai tiba tiba rasa panas dan gerah membayangi Ken, pria itu merasa tubuhnya sangat panas dan matanya tak bisa berhenti melihat wanita wanita yang sedang bergerilya di lantai dansa, rasanya dia ingin menggerayangi mereka satu persatu dan semua ini, tentu adalah rencana dari kakeknya yang memang sudah mendesaknya untuk memberikan seorang cucu. "Kita akhiri saja pertemuannya, sepertinya kakekku baru saja memberikan hadiah yang sama sekali tidak aku inginkan." Ujar Ken, pria itu mengambil kembali jas yang semula dia buka dan berharap jika dirinya bisa keluar dari tempat ini secepat yang dia bisa. "Kau tidak bisa keluar Ken, aku sudah menyuruh orang untuk tidak membiarkan kamu keluar! Aku lelah menunggumu menikah dan memberikan aku cucu! Sekarang aku hanya ingin kau tidur dengan beberapa wanita di sana dan berikan aku cucu secepatnya!" Lagi, sebuah pesan masuk ke ponsel Ken. Pria itu mengutuk pelan dan benar saja, dia benar benar sudah di kepung oleh beberapa penjaga yang sepertinya tidak akan membiarkan Ken keluar dari sana. "Pak, anda baik baik saja?" Rere, sekretaris berbadan bak gitar spanyol itu terus mendesaknya. Membuat Ken benar benar hampir muak di buatnya. "Berikan aku satu kamar, setelah itu kalian boleh pergi." Ujar Ken, dia menepis kasar tangan Rere kemudian mengambil sembarang kunci yang ada di atas meja kasir lalu berjalan menuju ke arah lorong sepi yang dia ketahui sebagai penginapan untuk para tamu. "Nggak akan! Aku nggak akan ngelepas keperjakaanku hanya untuk wanita malam yang ada di sini, aku akan menjaganya untuk Anna. Hanya untuk Anna." Gumam Ken, dia tidak bisa keluar dari bar ini dan dia juga tidak mau menghabiskan malam dengan siapa pun, jadi jalan terbaik baik Ken hanya menghabiskan waktu di dalam kamar sampai efek obat perangsang ini benar benar hilang. Tiga puluh menit sudah berlalu sejak Ken masuk ke dalam kamar itu dan efek obat yang dia minum jelas masih ada, membuat tubuhnya yang tadi sudah panas menjadi semakin panas. Pria itu mengerang pelan, bajunya yang semula rapi sudah tidak terlihat rapi sama sekali bahkan rambutnya juga sudah acak acakan karna dia tidak bisa menahan tangannya untuk mengacak acak rambutnya. Ting! Sebuah pesan kembali muncul di ponselnya, kali ini pria itu benar benar geram dengan kakeknya. Sepertinya pria berumur tujuh puluh dua tahun itu benar benar tidka main main kali ini. "Kamar nomor delapan kan? Sebentar lagi aku akan mengirimkan seorang gadis ke sana, jangan kau tolak! Aku sudah tua dan aku ingin segera menimang cucu!" Isi pesan itu benar benar membuat Ken hampir kehilangan kesabaran. Brak! Sebuah suara di depan pintu membuat Ken mengalihkan perhatiannya dari ponselnya, pria itu menyeringai sudah pasti ini adalah gadis yang di kirim oleh kakeknya. Ken menghembuskan nafasnya pelan, dia masih mencoba untuk menahan dirinya tapi bagian tubuhnya yang lain seolah tak ingin mengerti. "Si*lan, aku tidak akan menahan diri lagi." Gumam Ken, pria itu langsung melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu dan langsung membukanya. "Au!" Terdengar jelas bagaimana jeritan seorang gadis ketika dia membuka pintu itu dengan tiba tiba. Ken sama sekali tak peduli, jika dia memang di kirim untuk dia tiduri lalu kenapa dia harus peduli? "Kiriman kakek kan? Baiklah, aku akan menikmatimu, jalang!" Ken langsung menarik tangan Alaia, membuat gadis itu terlihat sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. "Hei, hei! Ada apa? Lepaskan aku, kau salah orang!" Ujar Alaia, dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Pria asing yang sialnya terlihat sangat tampan ini tiba tiba saja menghempaskan tubuhnya ke kasur, membuat Alaia hampir saja mengenai sisi ranjang karna sangking kuatnya dia mendorong Alaia. "Nggak usah pura pura, kakek udah bilang kalo kamu bakalan datang dan menghiburku." Ujar Ken, pria itu langsung membuka bajunya dan memperlihatkan dengan jelas bagaimana bentuk tubuhnya di hadapan Alaia. "Tunggu tuan, aku bukan kiriman siapa siapa! Aku bukan orang itu, anda salah orang!" Ujar Alaia, dia baru saja hendak menjauh tapi tiba tiba saja tubuh kekar itu langsung mengunci seluruh pergerakannya. Pria itu sama sekali tak memberikan Alaia ampunan, dia langsung menciumi bibir Alaia hingga membuat gadis itu hampir kehabisan nafas. Alaia mencoba untuk menolak, tangannya bahkan mencoba untuk menjauhkan tubuh Ken tapi pria itu sama sekali tidak mau melepaskan Alaia. "Zaman sekarang mana ada pacaran nggak tidur!" "Kamu kolot!" "Kamu nggak mau aku tidurin, jadi aku tidurin Kania!" Sekelebat kata kata yang di ucapkan oleh Alvano kembali teringat oleh Alaia, gadis itu tersenyum tipis. Dia benci di beri label sebagai gadis kolot dan sekarang dia akan menghilangkan label itu, membiarkan pria asing ini mengambil mahkota yang sudah dia jaga selama dua puluh tiga tahun hidupnya. Alaia memejamkan matanya, kali ini dia bertekad untuk menikmati semua permainan dari pria asing ini, dia sama sekali tidak peduli dengan siapa pria ini dan apa konsekuensi yang akan dia dapatkan yang jelas malam ini dia akan membuang jauh jauh pikiran kolot yang selama ini menghantuinya. Ciuman Ken membuat Alaia mulai mabuk, entah sejak kapan gadis itu mengalungkan tangannya pada leher Ken, sesekali dia meremas rambut Ken geram saat pria itu mulai menggerayangi tubuhnya. Dari leher, bagian depan tubuhnya hingga yang terakhir tempat paling sensitif yang membuat Alaia mengerang nikmat setiap kali pria itu memainkannya. "Kau basah rupanya."Gumam Ken, pria itu menyeringai kemudian dia langsung melepaskan sisa baju yang masih melekat di tubuhnya kemudian langsung melepaskan baju yang Alaia yang masih lengkap. "A -aku malu."Gumam Alaia saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana bentuk alat tempur Ken. Untuk pertama kali di dalam hidupnya Alaia bisa melihat benda ini dan itu terlihat sedikit menakutkan baginya. "Nggak usah akting deh, udah sering di jajahkan? Nggak usah sok polos." Ujar Ken, pria itu langsung menghamtam Alaia tanpa mendengarkan keluhan sakit yang di rasakan oleh gadis itu. Alaia meringis, tangannya yang tadi memeluk leher Ken kini berubah mencakar punggung pria itu, mencoba untuk melampiaskan rasa sakit yang dia derita di bawah tubuhnya itu. "Sakit, tuan."Guman Alaia lagi, dia menggeleng gelengkan kepalanya. Mencoba untuk menahan rasa nyeri dan panas yang terasa membakar di bawah sana. "Nggak usah sok polos deh, wanita murahan kayak kamu mana bisa sakit!"Ujar Ken, dia memang merasa sulit untuk masuk tapi dia sama sekali tidak tahu jika ini adalah kali pertama untuk Alaia, yang dia tahu dia adalah salah satu dari sekian gadis yang di bayar untuk menghibur Ken oleh kakeknya dan otomatis mereka semua memang sudah tidak perawan lagi. Alaia memejam matanya pelan, rasa sakit masih terasa di bawah tubuhnya tapi perlahan rasa sakit itu mulai di gantikan dengan rasa nikmat yang sulit untuk dia jelaskan. Erangan, lenguhan serta bunyi kasur yang beradu dengan lantai mewarnai malam itu, cinta satu malam yang panas itu akhirnya berakhir di bawah sinar rembulan yang nampak terang di ikuti dengan lenguhan puas dari sepasang insan yang tak saling kenal itu.Ke esokan harinya, seperti yang sudah di rencanakan oleh Addison Kenandra dan Alaia akhirnya benar benar berangkat ke Bali dengan keterpaksaan tentunya. Keduanya terlihat saling merangkul saat hendak masuk ke dalam pesawat, berpamitan pada Addison yang terlihat enggan meninggalkan tempat dimana dia berdiri sebelumnya."Dadah! Jangan lupa senang senang, ingat bawain kakek cicit!" Ujar Addison dengan nada pelan."Iya kek, tenang saja." Balas Kenandra dengan senyuman palsunya yang sangat lebar.Sebelum mereka menikah bahkan setelah keduanya menikah Addison selalu meminta cucu kepada Kenandra dan juga Alaia. Kali ini Kenandra mulai berpikir, apakah dia benar harus memberikannya atau hanya sekedar menghindari tapi jika dia tidak kunjung memberikannya maka kakeknya pasti akan terus mendesak bahkan mungkin akan mengirim mereka kemana pun agar mereka bisa memiliki anak dan sayangnya Kenandra sama sekali tidak bisa menolak tentang hal itu."Sepertinya kakek benar benar ingin memiliki cicit da
Jam sudah menunjukkan pukul lima ketika Alaia baru saja selesai dengan pekerjaannya. Wajahnya terlihat sangat kusut, bekerja menjadi kepala tim bukanlah hal yang mudah, apalagia dia masuk dengan cara yang tidak adil, membuat bawahannya diam diam mengutuk ke arahnya. "Mau masuk nggak? Lama banget."Ujar Kenandra, sekarang mau tidak mau dia harus berangkat dan pulang dengan Alaia karna jika tidak kakeknya pasti akan mengamuk, belum lagi dia memang tidak ingin membuat orang lain menggiring opini buruk tentang rumah tangganya. Alaia menghembuskan nafasnya pelan, baru saja dia perpikir jika pulang kerja pikirannya akan tenang tetapi barusan sumber kesengsaraannya baru saja memanggil dan memaksanya untuk masuk ke dalam mobil hanya untuk kepentingan pribadinya. "Lelet banget, heran."Sindir Kenandra, Alaia hanya bisa diam. Selagi dia masih bisa menahan amarahnya, dia harus menahannya karna dia marah pun hanyan akan merugikan dirinya sendiri. "Maaf tuan."Balas Alaia, dia pun langsung masuk
Ke esokan harinya, seperti yang sudah di janjikan oleh Kenandra dia akhirnya benar benar membawa Alaia untuk bekerja di tempat dia bekerja. Tanpa basa basi, dia langsung membawa Alaia ke divisi yang akan di emban oleh gadis itu tentunya di iringi dengan tatapan tak suka hampir dari seluruh karyawan yang ada di sana."Mulai hari ini Nona Alaia yang akan menjadi ketua tim marketing di sini." Ujar sekretaris Kenandra, sementara pria itu terlihat hanya berdiri dengan tatapan tak peduli kepada Alaia."Salam kenal semuanya, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Ujar Alaia dengan ramah kepada seluruh karyawan yang ada di ruangan itu. Ada sekitar lima orang di sana dengan tiga wanita dan dua pria. Mereka terlihat tersenyum ramah kepada Alaia dan tentunya itu bukanlah senyuman ikhlas dari pejuang jabatan yang akhirnya harus menyerah dengan jabatan mereka hanya karna seorang istri penguasa yang datang bekerja di sini."Salam kenal juga, buk." Balas mereka bersamaan di iringi dengan senyum
Setelah mereka menyelesaikan sarapan yang lumayan canggung pagi itu, Alaia akhirnya mengikuti langkah kaki Kenandra dengan perlahan sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh pria itu sebelumnya, dia menghentikan langkahnya saat pria itu masuk ke sebuah ruangan yang dia rasa itu adalah kamar Kenandra, tempat dimana dia dan pria itu akan menghabiskan hari hari mereka bersama."Ini kamarku, pakaianmu letakkan saja di lemari yang ada di bagian pojok sana. Aku tidur di ranjang dan kau di lantai, tapi kalau kakek nanya bilang aja kita seranjang. Ingat, jaga batasanmu. Kita hanya suami istri di atas kertas." Ujar Kenandra, kembali mengingatkan Alaia jika hubungan mereka tak lebih dari sebatas kontrak yang mereka tanda tangani."Dan ya, ingat kau juga di larang ikut campur dengan urusanku." Ujar Kenandra sekali lagi."Jangan menggodaku juga, malam panas itu adalah kesalahan fatal bagiku dan aku tidak akan mengulanginya lagi, tidak akan pernah." Ucap Kenandra dengan nada dingin seperti biasa
Ke esokan harinya Alaia terlihat bangun karna suara bising yang di buat oleh Kenandra pria itu terlihat sedang sibuk memberantakannkan kamar hotel yang mereka tempati. Membuat kelopak bunga mawar yang ada di atas ranjang berserakan di lantai."Apa yang anda lakukan, tuan?" Tanya Alaia dengan bingung, dia masih sangat kantuk tapi sepertinya Kenandra tak berniat untuk membiarkannya tidur sedikit lebih lama lagi."Nggak usah ikut campur, diem aja." Ujar Kenandra dengan kesal, entahlah melihat wajah Alaia saja sudah membuatnya sangat muak jadi dia sebenarnya sangat enggan jika harus berada di ruangan yang sama dengan gadis ini.Mendengar jawaban ketus dari Kenandra, Alaia hanya bisa diam dan patuh. Dia sama sekali tidak bisa membantah, baginya Kenandra adalah orang yang sangat menakutkan dan sekarang dia akan menghabiskan sisa hidupnya dengan pria ini."Iya, tuan." Balas Alaia dengan patuh setelah beberapa saat dia hanya diam dan tak bisa menjawab."Buruan mandi siap siap, habis ini kita
Jam hampir menunjukkan pukul dini hari ketika Alaia dan Kenandra baru saja sampai ke sebuah hotel yang di pesankan oleh kakeknya untuk menghabiskan malam pertama mereka setelah pernikahan. Awalnya Kenandra menolak dengan keras hadiah dari kakeknya ini, tapi karna pria itu memaksa bahkan mengancam jadi mau tidak mau dia pun akhirnya menyetujuinya.Alaia berdiri dengan canggung diambang pintu, aroma bunga mawar tercium sangat harum. Suasana gelap dan remang membuatnya merasa sedikit aneh. Apalagi dia tidak sendirian di sini melainkan berdua dengan Kenandra."Masuk."Titah Kenandra kepada Alaia yang sejak tadi hanya berdiri diambang pintu."Jangan berpikir yang tidak tidak karna malam itu tidak akan pernah terulang lagi."Ujar Kenandra dengan dingin, dia menghidupkan lampu yang semula mati kemudian duduk di sofa dan mengisyaratkan kepada Alaia untuk melakukan hal yang sama.Melihat kode dari Kenandra, Alaia pun menurut. Dia kemudian langsung duduk di hadapan pria itu dengan kedua tangan ya