Share

Dokumen Rahasia

Author: Anidania
last update Last Updated: 2025-06-04 10:15:55

Damian, dengan langkah mantap berjalan masuk tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. “Kau tidak perlu terkejut,” sahutnya dengan suara datar, menatap Alea dengan tatapan yang tidak terbaca.

Dalam suaranya terkandung otoritas dan sedikit ketidakpedulian, membuat Alea merasa kecil dan tidak berdaya di hadapan pemilik rumah tersebut. Alea mendekat perlahan. “Tolong lepaskan aku ….”

Damian menatapnya sejenak, lalu berkata pelan, “Jika aku membiarkanmu pergi, mereka akan menculikmu malam ini juga. Musuh ayahmu tidak buta dengan keberadaanmu.”

Detik berikutnya, Damian melemparkan sebuah map berisi foto-fotonya ke meja di depannya yang berhasil membuat Alea terkejut melihatnya. Sambil menggenggam map itu, jari-jarinya gemetar saat dia perlahan membukanya. Mata Alea melebar ketika melihat foto-foto dirinya yang diambil secara diam-diam dari jarak jauh. Beberapa di antaranya bahkan diambil dari jendela kamar kosnya dan di kampus bersama teman-temannya, menunjukkan betapa rahasianya dia diawasi.

Catatan waktu dan rute pulangnya juga tercatat rapi di sana, menambah rasa horor yang melingkupi pikirannya. Namun, yang paling mengguncang adalah foto seorang pria asing, yang ia ingat pernah menabraknya di jalanan dua minggu lalu. Wajah pria itu suram dan penuh teka-teki.

Alea menelan ludahnya kasar, seraya menunjuk pada foto pria tersebut, "Siapa mereka?" suaranya terdengar serak, dipenuhi rasa ketakutan.

Damian menarik napas dalam, matanya menatap Alea dengan serius. "Orang yang mencari ayahmu," jawabnya singkat. Jeda sesaat, sebelum kembali melanjutkan, "Dan sekarang… mereka sedang mengincarmu."

Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar di siang bolong bagi Alea. Tubuhnya terasa lemas dan dia terduduk pasrah di kursi, pikirannya berkecamuk mencoba memproses semua informasi itu dengan baik. 

“Masih mau pergi dari tempat ini?” tanya Damian dengan suara rendah.

Alea menatap Damian dengan air mata yang sudah berderai. “Damian, ak—aku,” ujarnya memegang sebuah foto di tangannya.

Damian menghela napasnya. “Kau aman berada di tempat ini,” ujar Damian singkat.

“Damian … kau—aku … aku—,” ujar Alea membekap mulutnya tak mampu melanjutkan ucapannya. Alea menangis, menumpahkan rasa takut dan lega di saat bersamaan mengingat bagaimana hidupnya selama ini diawasi oleh bayang-bayang kematian yang bisa terjadi kapan saja. Ia tak menyangka jika hidup yang dianggap normal ini menyimpan banyak rahasia menyeramkan di dalamnya.

“Jika kau ingin rasa aman, maka tidak perlu banyak bertanya.” Tanpa menunggu respons, Damian segera melangkah keluar, meninggalkan Alea yang terpaku di tempatnya. Tepat ketika pintu tertutup, sebuah isak tangis pelan kembali terdengar memecah keheningan ruangan tersebut. Alea menyandarkan tubuhnya pada dinding terdekat, menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha mengerti apa yang telah hilang dalam sekejap itu.

***

Sudah satu hari Alea terkurung di mansion itu tanpa bisaberkomunikasi degan dunia luar. Ia bukan tahanan dalam arti kasar—tak ada borgol, tak ada kekerasan fisik—tapi juga tidak bebas. Setiap langkahnya diawasi oleh kamera tersembunyi, setiap pelayannya berbicara terlalu sopan, terlalu hati-hati, seolah takut membuatnya marah. Tapi Alea tahu itu bukan rasa hormat … itu ketakutan.

Ketakutan akan Damian Alaric.

Dan yang lebih mengganggunya, ia mulai bertanya-tanya, siapa sebenarnya lelaki itu? Apa yang membuat seseorang jadi begitu ditakuti… bahkan bisa membuat pemerintah meresmikan pernikahannya secara sepihak?

Malam harinya, Rosa datang lebih awal dengan membawa nampan berisi teh herbal. “Untuk menenangkan pikiran,” katanya dengan lembut.

Alea menyambutnya dengan senyum tipis, tanpa ingin menjawab sedikitpun. Ia masih mencerna apa yang sedang terjadi pada dirinya. Hatinya merasa tak nyaman berada di tempat ini terus menerus, seakan bayangan kematian menghantuinya kapan saja.

Malam berlalu begitu cepat tanpa bisa membuatnya terlelap, ia berguling ke sisi ranjang seolah mencari kenyamanan di sana, kemudian beranjak dan duduk di sofa, tetapi semua itu tak bisa membuat hatinya tenang. Beberapa saat kemudian, ia memutuskan untuk keluar kamar, menelusuri satu per satu lorong mansion, sebelum kemudian ... ia menemukan sebuah pintu yang berbeda, dengan sedikit rasa takut, ia membuka pintu dengan perlahan. Gelap. Hanya tercium bau kulit tua dan parfum maskulin yang menyambutnya.

Ia menyalakan lampu kecil yang berada tak jauh darinya. Menelusuri ruangan yang ia yakini sebagai perpustakaan pribadi dengan banyaknya rak buku yang tersusun rapi. Dan di bawahnya, terdapat berkas-berkas lama dengan beberapa di antaranya sudah berdebu. Tapi yang paling menarik perhatiannya adalah satu map berwarna merah tua, dengan inisial:

R.M.

Nama ayahnya: Rinov Moreau

Dengan jari yang sedikit gemetar, Alea membuka isi map itu. Surat kawat. Percakapan penyadapan. Foto-foto dari tahun 2003. Di salah satu foto yang tersimpan di sana terlihat ayahnya tengah berdiri berdampingan dengan seorang pria berjubah hitam, berjabat tangan dengan seseorang yang wajahnya sudah dikaburkan. Ada catatan di bawahnya: “Tertuduh penjual informasi senjata biologis ke organisasi internasional. Status: informan ganda.”

Alea mundur dengan seketika. Dunia seakan runtuh begitu saja.

"Siapa yang memberimu izin masuk?" Suara Damian menggema di belakangnya dan berhasil membuatnya terlonjak.

Alea berbalik dengan cepat. Damian berdiri di ambang pintu, tak marah, tapi juga tak tenang. "Kau ... tahu semua ini? Kau menyembunyikan siapa ayahku sebenarnya?" tanya Alea dengan suara gemetar.

Damian menatapnya dalam, lalu berkata dengan pelan, "Aku hanya melindungimu dari fakta mengejutkan bahwa ayahmu mungkin menjadi penyebab kematian ibuku."

Tubuh Alea seketika membeku. Mulutnya terbuka tapi tak ada suara yang keluar. Kepalanya menggeleng seolah tak menerima fakta menyakitkan itu.

Damian menutup pintu ruang kerja di belakangnya lalu melangkah maju dan mendekatinya. "Aku menikahimu bukan karena cinta, jadi kau harus bersiap untuk mendengarnya."

"Jadi selama ini kau ... mengawasi aku? Seperti boneka eksperimen?" suara Alea nyaris pecah, tapi ia tetap berdiri tegak.

Ruangan itu kini hanya menyisakan mereka berdua dan dokumen berdarah yang telah membuka luka lama bagi diri Alea. Damian mengangkat dagu Alea agar mau memandangnya, "Aku ingin sebuah jawaban dari kebenaran ini. Dan kau adalah kuncinya," ujarnya dengan menatap dalam mata Alea.

Alea menatapnya dengan pandangan bercampur antara takut dan penasaran. “Jawaban apa yang membuatmu menjadikanku sebagai boneka?”

Damian menatap foto ayah Alea tajam. "Ayahmu bukan hanya seorang informan biasa," bisiknya. “Dia membocorkan nama-nama agen rahasia yang ditanam di luar negeri. Termasuk... ibuku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Paksa Sang Mafia   End

    “Kau tak apa?” tanya Alea kembali memastikan. Tangannya kini mulai melingkari lengan Damian, dan mengusapnya perlahan, seakan ingin menghapus sisa amarah yang masih berdiam pada tubuh pria itu.Damian menarik napasnya dalam, lalu menghembuskannya perlahan, seolah membuang beban yang sudah terlalu lama menghuni dadanya. “Sudah saatnya,” ucapnya dengan lirih. “Aku akan menyerahkan proses penyelidikan ini sepenuhnya pada pihak kepolisian. Jika benar Tuan Lagrand terlibat dalam pembunuhan ibuku, biarlah hukum yang akan berbicara, dan aku tak akan mengintervensi apapun.”Alea menatapnya dengan mata yang sedikit panas. “Kalau begitu … berarti ayahku mungkin saja tak bersalah?” ujarnya dengan penuh harap.Damian tak langsung menjawab. Hanya saja tatapannya yang berbicara, sebelum akhirnya ia menganggukkan kepala, sekali. “Kita akan tahu kebenarannya ... dan mungkin saja ayahmu adalah korban dari konspirasi mereka di masa lalu ... karena, aku pun tak berada di tempat ketika kejadian itu tenga

  • Pernikahan Paksa Sang Mafia   Sara Alaric

    Damian baru saja merebahkan kepala di atas bantal dan ingin memejamkan matanya ketika suara bip-bip dari interkom di dinding terdengar sedikit nyaring, dan berhasil memecah keheningan di dalam kamar. Ia mengerjapkan matanya pelan, sedikit terganggu dengan suara itu, lalu meraih remote kecil di atas nakas untuk menyambungkannya.“Tuan Damian,” panggil Carden dengan suara yang terdengar berat, “Anda harus ke ruang keamanan sekarang.”Alea, yang semula hampir terlelap dalam pelukannya, kini ikut membuka mata. Ia mendengar percakapan itu dengan jelas, lalu berbalik menatap pada Damian. “Apa yang terjadi?” tanyanya setengah berbisik.Damian menatapnya sebentar, lalu menggelengkan kepalanya. “Carden jarang memanggilku pagi-pagi begini jika tak ada berita yang tidak penting.”Alea menarik selimutnya lebih jauh, lalu duduk sambil menyibakkan rambut dari sisi wajahnya. “Kalau begitu aku akan ikut denganmu.”“Alea—” desis Damian mulai menolak.“Aku ikut,” potongnya dengan tegas, ia menatap Dami

  • Pernikahan Paksa Sang Mafia   Tidur Lagi?

    Alea mengerjapkan matanya pelan, mencoba menahan debaran yang merambat dari jantung hingga ke seluruh tubuhnya. Damian masih memeluknya erat, masih membungkus mereka dengan satu handuk besar seperti sepasang kekasih yang enggan beranjak dari keintiman yang mereka rasakan bersama.“Kalau kau baru mulai …” gumam Alea pelan, “aku harus segera menabung energi mulai dari sekarang.”Damian tertawa kecil mendengarnya. “Tenang saja, Alea. Aku bisa menjadi pelatih sekaligus pelindung bagimu. Kau hanya perlu … menyerahkan sepenuhnya padaku.”Alea menggigit bibir bawahnya seraya tertawa pelan. “Bahaya sekali kalimat itu.”“Bahaya yang menyenangkan,” balas Damian, lalu mengecup pelan sisi pelipis Alea dan membuat badan Alea sedikit terasa hangat. Detik berikutnya, ia membawa tubuh Alea ke dalam pelukannya, lalu kembali ke dalam kamar, Damian perlahan menarik selimut sambil meraih remote kecil di sisi tempat tidur, lalu menekan tombol pada panel interkom yang terpasang di dinding.“Bawakan sarapa

  • Pernikahan Paksa Sang Mafia   Mandi Bersama

    “Kalau kita begini terus,” gumam Alea pelan, “aku bisa-bisa tak sanggup bangun selama seminggu.”Damian terkekeh pelan mendengar celotehan Alea. “Itu risiko yang menyenangkan.”“Risiko untuk siapa?” balas Alea malas membuka mata.“Untukmu. Aku masih bisa menggendong jika kau tak bisa jalan,” ujar Damian sambil mencium lembut bahu Alea. “Seperti tadi malam.”Alea menahan senyumnya, sementara wajahnya kembali menghangat. “Kau benar-benar tak punya rasa bersalah ya…”“Kenapa harus merasa bersalah kalau sedang mencintai seseorang dengan sepenuhnya?”Alea menoleh sedikit dan menatap Damian dari bawah. “Mencintai?”Damian menatapnya sebentar, lalu mengangguk dengan lembut. “Ya. Aku mencintaimu, Alea.”Alea terdiam, matanya membulat sedikit, tak menyangka pernyataan itu keluar begitu langsung. Tapi bibirnya perlahan melengkung membentuk senyum kecil yang tulus.“Aku juga…” bisiknya. “Meski awalnya kupikir aku cuma tertarik… ternyata… perasaanku lebih dalam dari itu.”Damian mempererat peluk

  • Pernikahan Paksa Sang Mafia   Pagi yang Indah

    Sinar matahari pagi menyusup perlahan melalui celah tirai, menyinari kamar dengan cahaya keemasan yang lembut. Udara masih hangat, aroma kasur, dan jejak semalam masih terasa menyelimuti setiap inci ruangan.Alea mengerjapkan matanya perlahan. Tubuhnya terasa berat… tapi nyaman. Namun, yang membuat jantung Alea tiba-tiba berdetak lebih cepat … adalah kenyataan bahwa tubuhnya masih berada di atas Damian. Lebih tepatnya… miliknya masih menyatu dengan milik Damian.Wajah Alea langsung merona hebat. Ia refleks menggigit bibir, menahan napas dan tidak berani bergerak. Tapi perasaan penuh di dalam dirinya itu terlalu nyata untuk diabaikan—seolah tubuh mereka belum sempat benar-benar berpisah sejak semalam.“Hh…” gumamnya lirih, hampir seperti desahan tercekik oleh malu dan bingung sendiri.Ia mengangkat kepalanya pelan, menatap wajah Damian yang masih tertidur dengan tenang di bawahnya. Namun ketika tubuh Alea bergeser sedikit saja…Damian mengerang pelan dalam tidurnya. “Hmm…”Mata pria i

  • Pernikahan Paksa Sang Mafia   Bayangan Patricia

    Malam hari di pusat kota yang mulai padat menjelang jam pulang kantor, layar videotron raksasa yang berada di persimpangan jalan tiba-tiba berubah. Tayangan berita darurat mulai diputar, dan berhasil menarik perhatian orang-orang yang tengah berlalu lalang.“Breaking News: Polisi berhasil melumpuhkan dan menangkap Leopold Lagrand dalam penggerebekan berdarah di mansion pribadinya.”Wajah Patricia muncul beberapa detik kemudian, disandingkan dengan tulisan berwarna merah yang berjudul,“BURONAN: Patricia Lagrand. Dicurigai mengetahui dan terlibat dalam sabotase sistem hukum dan upaya pembunuhan.”Patricia yang sedang berjalan cepat di antara keramaian, berhenti secara mendadak. Ia berdiri mematung, wajahnya menegang saat melihat dirinya di layar raksasa. Ia segera memperbaiki masker yang melekat di wajahnya, lalu membenamkan rambuutnya di dalam topi yang dikenakannya.“TIDAK...” desisnya pelan.Beberapa orang mulai tertarik dan melihat ke arah layar, lalu saling berbisik satu sama lai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status