Ia mendongakkan kepalanya, menarik tengkuk Lagrand agar kembali ke bibirnya. “Jangan berhenti ... belum saatnya, aku masih merindukan sentuhanmu,” bisiknya dengan napas berderu. Mengulur waktu agar ia bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik.Lagrand tertawa kecil, “Kau selalu bisa membuat pria ingin menyerahkan segalanya padamu, Faye ....”Faye tersenyum di sela ciuman yang semakin membakar nafsu Lagrand. “Mungkin ... itu sebabnya kau selalu kalah di dekapanku.”Dan tak lama setelahnya, sensor di jamnya berkedip berwarna hijau dua kali. Cukup utnuk memberitahu jika semua sinyal berhasil disedot. Mulai dari satelit, log komunikasi, bahkan posisi real-time Patricia dan Lagrand sekalipun.“Aku ingin bermain denganmu terlebih dahulu,” bisiknya serak di telinga Faye, tangan besarnya kembali menelusuri sisi tubuh wanita itu yang kini sudah bersandar pada meja kerja miliknya. “Kau tak tahu bukan ... seberapa lama aku menunggu kesempatan ini datang kembali.”Faye menggigit bibir bawahnya, sa
Lagrand tersenyum penuh kepuasan. “Dan setelah itu?”“Setelah itu ... mungkin aku akan menghilang terlebih dahulu. Atau mungkin ... aku akan duduk di singgasana yang sudah kalian tinggalkan.”“Kau tahu aku selalu memiliki selera yang tinggi untuk menutup babak terakhir dengan kemenangan,” jawab Lagrand mencengkeram pinggang Faye dan memajukan duduknya. “Untuk malam yang lebih tenang,” tambahnya menyerahkan gelas yang baru diambilnya pada Faye.“Tenang, ya ...” katanya sambil memutar gelas dengan perlahan. “Kupikir justru kita sedang berada di tengah badai, Lagrand.”Lagrand terkekeh pelan. “Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”Faye menatapnya sekilas, lalu mencondongkan tubuh dan membuat jarak di antara wajah mereka nyaris tak tersisa. “Kau pria yang cerdas bukan? Kau tahu benar jika orang seperti Damian takkan diam begitu saja. Apalagi jika dia merasa kehilangan sesuatu yang sangat ... dia miliki.”Lagrand menyeringai pelan. “Maksud kau?”Faye menyentuh kerah bajunya pelan. “Mak
“Faye,” suara berat itu terdengar dari atas tangga yang meliuk. Tuan Lagrand menatap ke bawah dengan senyum tipis yang memenuhi wajah senjanya. “Akhirnya kau datang juga.”Faye menaikkan dagunya sedikit, “Aku datang bukan karena rindu padamu, Lagrand,” katanya dingin. “Kau tahu itu.”Tuan Lagrand menuruni tangga dengan pelan seakan ingin menikmati paras cantik wanitanya itu dari atas sana, “Tapi dengan kau datang ke sini. Itu sudah cukup bagiku,” ujarnya menatap Faye tajam. “Dan kudengar kau sedang ... bermasalah dengan Damian?” lanjutnya dengan mengangkat sebelah alisnya.Faye menahan senyum yang nyaris muncul. Permainan segera dimulai. “Masalah?” ia mengangkat sebelah alisnya. “Aku tidak tahu apakah kau menyebut pengkhianatan sebagai sebuah ‘masalah’. Tapi ya, bisa dibilang aku cukup lelah diperalatnya,” ujarnya menganggukkan kepala.Tuan Lagrand tersenyum puas mendengarnya. “Kau tidak sendirian, Fay. Banyak yang sudah lelah dengan permainan bocah yang arogan itu.”Faye membiarkan d
Carden mengangguk dengan cepat. “Kerja yang bagus.”Faye mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. “Jika aku mati di dalam sana, Damian harus melunasi semua hutangku dengan membunuh Lagrand dan juga Patricia. Kau harus memastikan hal itu akan terjadi.”Carden menghela napas panjang, mengeluarkan beban yang selama ini menghantuinya, “Dia akan melakukan lebih dari sekadar melunasi hutang dendam yang kau maksud,” jawab Carden dengan tenang. “Dia akan menghapus nama Tuan Lagrand dari peta dunia tanpa meninggalkan jejak sekalipun.”Faye tersenyum tipis mendengarnya. “Bagus. Karena aku sudah terlalu muak melihat wajahnya yang begitu arogan.”Ia menatap berkas-berkas di hadapannya tanpa benar-benar mengamatinya. Tangannya sudah menggenggam sebagian ujungnya, tetapi pikirannya masih berkelana entah ke mana. Ke masa lalu di mana harga diri dan masa depannya dihancurkan begitu saja oleh Patricia, kebahagiaan semu yang ia rasakan seakan menghilang dalam waktu sekejap dan tergantikan dengan rasa
Alea menyodorkan piring yang berisi hidangan hangat pada Damian, lalu ikut duduk di sampingnya. “Terima kasih,” ucap pria itu pelan dengan menatap uap yang masi mengepul panas.Alea menganggukan kepalanya, lalu menarik napas dalam, seolah tengah menyiapkan dirinya, “Jadi bagaimana rencanamu setelah berdiskusi dengan Carden?” tanya Alea di sela suapannya.Damian mengangkat wajahnya, lalu menelan makanan di mulutnya sebelum ia menjawab. “Berjalan sesuai rencana,” katanya pendek. “Kami tengah menyiapkan konferensi pers untuk kecelakaan mobil tempo hari. Barang bukti kecelakaan akan disampaikan ke publik secara utuh, berikut tentang kekeliruan investigasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Termasuk rekaman satelit dan jalur komunikasi yang selama ini disembunyikan oleh mereka.”Alea mengangguk pelan, meski pikirannya sedikit merasa cemas. “Itu … akan berbahaya untuk keselamatan kalian, kan?”“Semua yang kita lakukan sejak awal memang berbahaya, Alea. Tapi jika tak satu pun dari kami ya
Sebelum Damian benar-benar meninggalkan ruangan itu, ia kembali menepuk bahu Carden dengan tekanan yang keras dan penuh makna. "Carden," ucapnya dengan serius. "Tetap hati-hati dalam setiap keputusan yang kau ambil. Patricia belum benar-benar kalah dan ia bisa saja mencari jalan lain yang tidak kita sangka sebelumnya. Aku tidak ingin ada satu pun dari kita yang lengah."Carden mengangguk sekali. "Saya paham dan saya berjanji untuk itu.""Jika ada perkembangan yang kau temukan, sekecil apa pun, segera kabari aku. Langsung," tambah Damian lagi. "Jangan menunggu keadaan semakin buruk, karena sistem di bawah tanah selalu aktif selama dua pulub empat jam.""Selalu," jawab Carden tegas dan mneyalami tangan Damian.Setelah itu, Damian berbalik arah dan berjalan kembali ke dalam kamarnya untuk menuruni tangga menuju ruang bawah tanah yang seperti memisahkan dunia di antara mereka.“Tuan ... hati-hati.”Suara langkah kakinya menggema hingga ia berhenti di depan pintu besi yang tertutup.“23HY3