Share

Pernikahan Rahasia (Aku, Suamiku dan Istri Pertamanya)
Pernikahan Rahasia (Aku, Suamiku dan Istri Pertamanya)
Penulis: OptimisNa_12

Pernikahan Rahasia

Bab 1 Pernikahan Rahasia

 "Fathaaaann!!!"

Terdengar teriakan yang cukup kencang memanggil nama suamiku. Siapa lagi kalau bukan Bu Joko. Wanita paruh baya yang hampir setiap hari kerjaannya hanya marah-marah. Meski begitu aku diharuskan menghormatinya karena statusnya yang mana ia adalah ibu mertuaku sendiri. Alias ibu dari suamiku.

Oke! Namaku Setiana Arum. Biasa di panggil Arum oleh keluargaku, teman-temanku juga orang-orang di sekitarku. Aku menikah dengan Mas Fathan baru sepekan yang lalu. Itu pun secara mendadak dan karena pernikahan yang tanpa direncana sebelumnya itu pula lah menjadikan statusku hanya sebagai istri siri sekaligus istri kedua dari Mas Fathan.

Tapi tenang, sehari setelah mengucapkan ijab qobul tersebut aku dan Mas Fathan langsung mengurus surat-surat pernikahan kami. Dan itu artinya aku dan suami baruku itu akan segera menjadi pasangan halal di mata negara.

Mendengar panggilan dari Ibunya, Mas Fathan bergegas untuk keluar kamar. Sayangnya belum juga melewati pintu kamar tiba-tiba saja Ibunya sudah lebih dulu mendatanginya. 

Dengan wajah sadis serta tatapan jengkel Bu Joko membuka suaranya tepat di hadapan anak sulungnya itu. 

"Kamu, tuh, semenjak nikah sama gadis misk*n itu jadi budek, ya!" bentak Bu Joko pada Mas Fathan. 

Mas Fathan hanya terdiam mendengar Ibunya yang lagi-lagi menghinaku. Sebab, ia tahu jika ia melawan atau menyanggah ucapan Ibunya, hal itu tidak akan berarti apapun. Bu Joko akan tetap pada pendiriannya dan tidak akan mengubah sikapnya padaku.

Begitu juga dengan diriku yang sudah ke sekian kalinya terus-terusan disalahkan pun hanya bisa terdiam sembari menatap sikap arogan ibu mertuaku itu. Benar, ini bukan kali pertama aku disalahkan seperti barusan. Sebab apapun yang aku lakukan di rumah ini pastilah selalu salah di mata Bu Joko.

Awalnya aku sempat merasa sedih ketika diperlakukan demikian, namun seiring berjalannya waktu aku belajar untuk mengabaikannya. Lagipula selama Mas Fathan masih bersamaku, aku percaya suatu saat hubungan antara aku dan ibunya akan berubah ke yang lebih baik. 

"Astagfirullah, Bu ... Istighfar," kata Mas Fathan mencoba menenangkan wanita yang telah melahirkannya itu. 

Bu Joko yang setiap kali mencak-mencak tak jelas seperti itu dan hanya dibalas anaknya dengan diminta beristighfar pun hanya menghela napasnya secara kasar. 

"Iya, ya, ya!" ucap Bu Joko dengan kesal. 

"Yaudah, kenapa Ibu manggil aku? Ada yang mau dikerjain lagi?" tanya Mas Fathan pada Ibunya. 

Ya, kerap sekali Bu Joko memanggil anak lelakinya itu untuk mengerjakan sesuatu. Dan karena ingin menjadi istri yang baik aku pun mendukung Mas Fathan setiap kali Ibunya itu membutuhkan bantuannya. Namun, lama-lama kesal juga diriku lantaran hampir setiap kali Mas Fathan bersamaku, entah bersantai-santai atau bahkan sedang tidur malam pun Bu Joko memanggilnya dengan berbagai alasan.

Jelas dengan sikap ibu mertuaku yang seperti itu membuatku curiga. Pasalnya ia bertindak seakan-akan tidak ingin membiarkan anaknya menghabiskan waktunya bersamaku.

"Enggak! Ibu cuma mau bilang kalau sekarang Mira lagi perjalanan pulang," kata Bu Joko yang kali ini nada bicaranya telah berbeda. Bahkan raut wajahnya terlihat lebih ceria ketika menyampaikan perkataannya barusan pada Mas Fathan. 

"Apa?!" 

Berbeda dengan sang ibu yang terlihat berseri, Mas Fathan malah tampak terkejut mendapati kabar yang disampaikan ibunya barusan. 

Begitu juga denganku yang hanya mendengarkannya saja pun ikut terkejut. Sebab jika memang benar seseorang yang bernama Mira itu pulang, itu artinya pernikahanku dan Mas Fathan kemungkinan besar akan mulai terancam.

"Kamu siap-siap dan jemput Mira ke bandara sekarang, ya. Jangan sampai dia nunggu lama," kata Bu Joko lagi lalu berlalu meninggalkan kami.

Dengan raut wajah tak enak hati Mas Fathan kembali ke tempat duduknya tadi bersamaku. Aku tahu bagaimana perasaannya kali ini dan mengingat bagaimana status pernikahan kami dengan terpaksa aku mendukung permintaan Ibunya tadi. Mengizinkan Mas Fathan menjemput Mira.

"Pergi lah, Mas. Sumber uang Ibumu sudah pulang," godaku pada Mas Fathan.

"Kamu, tuh!" balas Mas Fathan sembari tersenyum kecil.

Dengan penuh keterpaksaan Mas Fathan beranjak dari tempat duduknya dan bersiap-siap sesuai instruksi ibunya tadi. Ia meninggalkanku dengan wajah yang tidak bersemangat.

***

"Selamat datang sayaaangku!"

Dengan raut wajah sumringah Bu Joko menyambut wanita berkaca mata hitam yang barusan datang bersama Mas Fathan. Aku yang diperlihatkan dengan pemandangan di depanku itu entah mengapa tidaklah merasa iri. Mungkin hal ini dikarenakan memang aku nya yang masih tidak begitu menyukai tabiat dari ibu mertuaku itu.

"Lama gak pulang suasana di sini sama aja, ya," kata wanita yang bernama Mira itu setelah berpelukan melepas rindu dengan Bu Joko.

"Ayo, masuk!" ajak Mas Fathan padaku yang membuatku terheran-heran.

"Lha, kok, malah ngajak aku?" batinku.

Meski merasa aneh aku tetap saja mengikuti langkah suamiku itu. Dan disaat yang bersamaan ketika aku baru memulai langkah meninggalkan dua wanita tadi, jelas terdengar di telingaku kalau Mira mengajukan pertanyaan pada Bu Joko mengenai siapa diriku.

Tetapi bukan pertanyaan dari Mira lah yang membuat batinku seketika terasa sakit. Melainkan jawaban dari ibu mertuaku itu yang sebelumnya sudah ia beritahukan kepadaku.

"Adik sepupu jauhnya Fathan."

Benar, kalimat itu lah yang menjadi jawaban Bu Joko kepada Mira. Meski merasa sakit hati dan tak terima akan statusku di rumah ini ketika adanya kehadiran dari Mira, tetapi baik aku atau Mas Fathan sendiri juga tidak bisa berbuat banyak. Adanya sebuah surat perjanjian di atas materai antara aku dan suamiku dengan Bu Joko yang hasil akhirnya aku bisa menikah dengan Mas Fathan yang membuatku mau tak mau harus menerima statusku untuk berpura-pura menjadi adik sepupu Mas Fathan. Lagipula dalam surat perjanjian tersebut tertera jelas akan ada konsekuensi yang cukup besar jika aku atau Mas Fathan berani mengungkapkan pernikahan ini ke publik.

Hal tersebut terjadi lantaran Bu Joko tidak ingin kalau Mira tahu akan adanya pernikahan kedua dari anak lelakinya itu. Bukan tanpa alasan, karena sejak awal hubungan antara aku dan Mas Fathan berlangsung Bu Joko sama sekali tidak merestui kami. Jadilah pernikahanku dengan Mas Fathan dirahasiakan dari semua orang termasuk Mira yang merupakan istri pertama Mas Fathan.

Jadi sebenarnya Mira adalah wanita yang terpaksa dinikahi Mas Fathan dua bulan yang lalu karena adanya sebuah insiden. Dimana Mira yang merupakan anak dari salah satu orang terkaya di kampung ini, ia telah dihamili mantan pacarnya yang tidak mau bertanggung jawab.

Dan Bu Joko yang tahu akan hal itu, ia mendatangi Pak Surya —ayah Mira— untuk melamarkan anak lelakinya supaya bisa menikahi Mira. Tentu saja hal itu dilakukan demi uang. Dan yang paling bikin kesal Bu Joko melakukan hal itu tanpa sepengetahuan Mas Fathan. Tentu saja Mas Fathan yang mengetahui perbuatan ibunya itu jelas marah dan tak terima. Namun, karena diiming-imingi akan diberikan restu agar bisa menikahiku alhasil Mas Fathan memaafkan dan menerima tindakan ibunya tersebut.

Awalnya aku sendiri juga tidak bisa menerima, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Mas Fathan memberitahukan itu semua beberapa saat setelah ijab qobul yang ia ucapkan pada kakak lelakiku telah usai.

Alhasil mau tak mau aku juga harus menerimanya karena selain aku sudah terlanjur menjadi istrinya aku juga sudah kadung cinta sejak secara tiba-tiba ia datang ke rumahku dulu untuk melamarku. Padahal sebelumnya kami hanya sebatas teman biasa karena pada dasarnya Mas Fathan sendiri adalah teman dekat kakak kandungku, Mas Haris.

Di momen itu lah yang menjadi titik terberat dalam hidupku. Aku yang awal mulanya menjadi cinta pertama Mas Fathan harus terpaksa menjadi istri keduanya. Apalagi Bu Joko sendiri begitu senang mendapati anaknya menikah dengan wanita kaya yang tentunya membuatku semakin insecure.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status