Home / Young Adult / Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal / Bab 2 - Gantikan Dia, Senangkan Aku

Share

Bab 2 - Gantikan Dia, Senangkan Aku

Author: EYN
last update Huling Na-update: 2025-05-28 20:33:10

"Hey, Maureen! Kamu sudah mengganggu kesenanganku. Gantikan dia, senangkan aku!" ucap Erland penuh penekanan.

Nyali Maureen ciut saat melihat sepasang mata dingin Erland sedang menatapnya tak berkedip. Ketika mata Erland turun ke bibir, Maureen menyentakkan tangan sekuat tenaga hingga cekalan Erland lepas.

Tapi, usahanya itu seakan sia-sia. Di belakangnya ada dinding yang membatasi gerakannya.

Dia terperangkap di antara tubuh Erland dan dinding. Gadis itu menelan ludah dengan berat.

Menyeringai, Erland mendekatkan wajahnya kepada Maureen. 

"Aku harus segera pergi dari sini," batin Maureen. Otaknya berputar cepat supaya bisa lolos dari situasi ini.

"Kita bicara setelah ini. Setelah kamu memuaskan aku," bisik Erland, kedua tangannya yang kokoh mengurung tubuh Maureen. Tanpa risih, Erland semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Maureen.

Tanpa sadar Maureen memejamkan mata, seakan pasrah pada keadaan.

"Ya sudahlah. Yang akan terjadi biarlah terjadi," pikir Maureen nelangsa.

"Ada apa? Kamu sudah tidak sabar lagi merasakan ciumanku?" tanya Erland dengan nada meremehkan.

"APA?!" pekik Maureen, membuka kembali matanya. Tapi, tetap saja Maureen tidak berani bergerak. Sekali saja bergerak, maka bibir mereka akan saling menempel.

"Kamu berdiri terlalu dekat," jawab Maureen mencoba mengulur waktu. Dia menempelkan kepalanya serapat mungkin ke tembok supaya ada sedikit jarak antara Erland dan dirinya.

"Kamu setuju menikah denganku, kenapa risih kalau harus berdekatan seperti ini?" tanya Erland, melanjutkan intimidasinya.

Tidak tahan lagi, Maureen mengangkat salah satu kakinya dan mengarahkan lutut kanannya tepat di bagian tengah di antara kedua kaki Erland. Namun dengan lincah, Erland berkelit. Serangan Maureen meleset!

"Sial! Kamu berani menyerangku!" umpat Erland, setengah tak percaya kalau gadis yang terlihat culun ini tahu ilmu bela diri dasar.

"Aku hanya menyelamatkan diri! Dasar berandal!" pekik Maureen, menggunakan kesempatan ini untuk berlari keluar ruangan. Dia mengabaikan teriakan Erland yang memanggil namanya.

Tiba di halte bus, barulah Maureen mengurangi kecepatan kakinya. Jantungnya berdebar-debar dan kakinya terasa kebas karena berlari tanpa jeda. Dia menghempaskan tubuhnya di bangku panjang, lalu menarik napas panjang.

Suara Tuan Diandra terngiang di kepala. Maureen teringat moment dimana dia meminta pinjaman kepada atasannya. Siapa sangka, Tuan Diandra malah turun tangan langsung.

"Aku akan membayar seluruh biaya pengobatan Nenekmu, lalu mencarikan tempat tinggal terbaik. Kamu tidak perlu khawatir lagi tentang biaya hidup Nenek dan kelangsungan kuliahmu. Semuanya aku yang tanggung." 

Semua bantuan itu seharusnya membuat Maureen bersyukur, tapi dadanya terasa sesak saat mengingat syarat yang diberikan oleh Tuan Diandra.

"Menikah dengan Erland. Apa ini satu-satunya cara untuk membalas budi?" monolog Maureen dalam hati.

Sebuah bus berhenti. Seperti robot yang sudah diprogram, Maureen bangkit dari duduknya lalu naik keatas bus.

Di dalam bus, Maureen duduk di kursi dekat jendela. Gadis itu menatap kosong ke jendela. Wajah Erland yang sinis muncul, lalu berganti dengan Tuan Diandra yang baik hati. Terakhir ada bayangan Nenek yang menyayanginya. 

Omong-omong soal Nenek, Maureen jadi rindu kepada wanita yang sudah merawatnya sejak kecil.

"Sebaiknya aku berkunjung ke panti sebelum kembali ke asrama," putus Maureen, berdiri dan memencet bel supaya bus berhenti di halte berikutnya.

Turun dari bus, Maureen berjalan kaki melalui jalan-jalan kecil menuju ke sebuah panti jompo yang terletak di kompleks perumahan berlatar belakang pohon-pohon hijau yang asri.

Maureen masuk ke dalam bangunan putih mewah dengan sebuah papan bertuliskan 'Golden Bloom Elderly Resort'.

Di ruang bersama, Maureen berdiri dengan perasaan haru, menatap pada sosok tua yang sangat dekat di hatinya.

Nenek tercintanya sedang duduk merajut sambil mengobrol. Sesekali dia tertawa mendengar candaan dari teman-teman lansianya. Di dekat mereka ada seekor kucing kecil bermain-main dengan gulungan benang wol.

Melihat wajah bahagia Neneknya, beban di hati Maureen sedikit terangkat. Beberapa waktu yang lalu, Nenek terbaring tak berdaya di rumah sakit. Anak kandung dan cucunya mengabaikannya.

Maureen menghampiri. "Waaah, kalian asyik sekali. Rajutannya rapi dan indah," puji Maureen sekaligus menyapa mereka semua.

"Maureen!" seru mereka hampir berbarengan, wajah-wajah kaum usiawan itu tampak sumringah.

Serta merta Nenek Argantha merentangkan tangannya lebar-lebar. Maureen menghambur ke pelukan Nenek yang hangat.

"Terima kasih banyak, Reen. Nenek tidak tahu apa jadinya hidupku tanpa kamu. Nenek sudah sembuh dan senang sekali tinggal disini," ucap Nenek bahagia.

"Ah, Nenek selalu mengatakan hal yang sama setiap kali aku berkunjung. Aku kan jadi bosan mendengarnya." Maureen melerai pelukannya dan berpura-pura merajuk, tapi bibirnya membentuk senyum kecil.

Nenek Argantha terkekeh. "Tadi pagi kami membuat pudding almond dan fla. Apa kamu mau mencobanya?" tanyanya, yang disambut ceria oleh yang lain.

"Ayo, Maureen. Kamu harus mencobanya." Oma Nancy mengambil kucing kecil dan menggendongnya.

"Ya, Maureen. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan menghabiskan pudding itu?" Oma Melinda menimpali. Beliau ikut berdiri setelah meraup benang wol dan memasukkannya ke dalam keranjang.

"Baiklah, kalau kalian memaksa. Dipaksa makan enak, aku tidak berani menolak," sahut Maureen sambil mengerling jenaka, yang langsung disambut kekehan para wanita usiawan disana.

Lalu Maureen mendorong kursi roda Nenek Argantha. "Bagaimana kondisi Nenek?" tanyanya penuh perhatian. Neneknya masih dalam masa pemulihan. 

"Nenek sehat dan bahagia, Nak. Jangan khawatir."

Mereka tiba di ruang makan yang bersih dan terang. Aroma manis pudding almond menyeruak, memancing air liur.

Maureen mendorong kursi roda Nenek Argantha ke dekat jendela, lalu menyapa beberapa lansia yang sedang minum teh sambil bercengkerama. Selanjutnya, dia mengambil semangkuk pudding untuk dirinya dan satu untuk sang nenek.

“Hmm… harum sekali.” Maureen menyendok sedikit dan mencicipinya. “Wah, enak! Fla-nya lembut dan manisnya pas banget!”

“Kami memasaknya pakai resep cinta,” kata Oma Nancy sambil tertawa kecil dari meja seberang.

“Aku mengaduknya dengan senyum," celetuk Oma Melinda.

"Hey, aku yang menuang kebahagiaan di setiap cetakan." Oma Argantha menimpali tak mau kalah. Penghuni yang lain tertawa-tawa mendengar humor khas wanita lanjut usia.

Maureen ikut tertawa, suasana yang begitu hangat ini membuat hatinya nyaman. Dunia luar terlupakan sejenak.

Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling—interiornya tidak seperti panti jompo sederhana yang dulu pernah dia lihat di media sosial.

Tempat ini lebih menyerupai rumah tinggal yang luas, hangat, dan dipenuhi tanaman hijau di setiap sudut. Ada ruang baca, ruang terapi, ruang musik, taman kecil di belakang, dan staf yang ramah serta sigap. Tuan Diandra memang tidak main-main. Beliau benar-benar menempatkan Nenek Argantha di tempat terbaik.

“Apa Nenek benar-benar bahagia tinggal di sini?” tanya Maureen, ingin memastikan.

Nenek Argantha menoleh, tersenyum dan mengangguk mantap. “Tentu saja! Teman-teman disini seperti keluarga besar. Aku tidak merasa terpaksa tinggal di sini. Aku juga bisa berbagi dengan sesama lansia. Dan, lebih dihargai.”

Lalu, dengan penuh kelembutan, beliau menyentuh tangan Maureen. “Lagipula, banyak kegiatan yang membuat kami tetap aktif. Pagi ini saja aku belajar teknik merajut pola bunga mawar. Setiap pagi, aku bisa berjemur di taman bersama teman-teman."

“Wah, terdengar menyenangkan," Maureen tersenyum, tapi bibirnya sedikit bergetar, "Aku ingin kita bersama lagi. Aku bekerja dan Nenek di rumah menanam lavender dan tomat ceri."

Nenek tersenyum makin hangat, tapi kini matanya ikut basah. Dengan penuh kasih, beliau mengusap kepala Maureen. “Fokus sama kuliahmu. Cari pekerjaan yang bagus. Berbahagialah, Reen. Bahagiamu adalah bahagianya Nenek."

Setelah berbincang cukup lama, Nenek tampak mengantuk. Maureen membawa Neneknya kembali ke kamar. Setelah memastikan sang Nenek nyaman di ranjangnya dan menyelimuti tubuh rentanya, Maureen mengecup keningnya pelan. "Sampai jumpa, Nek. Maureen sayang Nenek."

Maureen keluar kamar, bertepatan dengan ponselnya berbunyi. Di layar tertera nama Tuan Diandra.

Menghela napas, Maureen menerima panggilan itu. Firasatnya mengatakan Tuan Diandra ingin membicarakan hal yang paling tidak ingin dia bicarakan saat ini.

"Hallo, Maureen? Aku menunggumu. Kita akan bicara soal perjanjian pranikah. Sekarang." Suara Tuan Diandra terdengar lembut tapi tegas.

"Ya, Tuan," jawab Maureen pasrah.

Dan kalimat selanjutnya, sungguh membuat Maureen panik.

"Aku mau semua beres. Pengacara, dan juga Erland juga akan hadir."

Jantung Maureen berdegup kencang, setelah apa yang terjadi tadi. Bagaimana reaksi Erland saat bertemu kembali nanti?

"Aku harus bersikap bagaimana?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
menikah terpaksa lama² jadi jatuh cinta
goodnovel comment avatar
Effie Widjaya
wah ide bagus
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 159 - Melindungi Dan Mencintainya

    Mobil yang dikendarai Erland baru saja meninggalkan bandara. Setelah kasusnya dengan Clarisse terekspose, dan berakhir dengan dia menikahi Lourdes, kagum dan simpati terus mengalir kepadanya.Agensinya sengaja memanfaatkan moment itu untuk mengatur jadwal yang padat supaya momentum popularitasnya tidak turun.Mulai dari shooting iklan, promo album baru, mini konser, tampil sebagai tamu undangan dan rangkaian kegiatan lain yang susul menyusul tanpa jeda.Dan akhirnya setelah dua bulan, bertepatan dengan kabar kehamilan Lourdes, Erland bisa kembali ke rumahnya."Langsung pulang ke rumah," perintah Erland pada Jefta yang melajukan mobilnya. Dia tidak bisa mendefinisikan perasaannya pada kabar kehamilan Lourdes.Bahagia atau tidak? Erland benar-benar tidak tahu. Yang dia tahu, pulang ke rumah dimana Lourdes tinggal adalah hal yang benar dan harus dia lakukan."Baik, Tuan." Jefta menjawab sambil melirik sekilas pada majikannya. Dia tahu rumah yang dimaksud oleh Erland adalah tempat tingga

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 158 - Garis Dua

    Lourdes tercengang.Meski sudah menduga sebelumnya, tetap saja dia terkejut."Bagaimana, Nyonya?" tanya Bibi Maretha. Menghempaskan Lourdes kembali kepada kenyataan.Lourdes menoleh pada Bibi Maretha yang berdiri di ambang pintu kamar mandi. Wajah wanita itu tampak harap-harap cemas.Perlahan Lourdes mengangkat batang testpack ditangannya dan berkata pelan, "Warnanya kurang jelas."Bibi Maretha yang sudah berusia diatas empat puluh tahun menyipitkan mata, lalu mendekat."Bagaimana, bagaimana?" tanyanya antusias."Dua garis, Bibi.""O'ya?" pekik Bibi Maretha."Dua garis, tapi warnanya kurang jelas. Artinya, aku hamil atau tidak?" tanya Lourdes yang tiba-tiba saja merasa bodoh sekali. Dia tahu Erland bertanggung jawab atas kejadian malam itu, tapi tidak ada pembicaraan soal anak."Bodoh sekali! Seharusnya aku minum pil pencegah kehamilan," sesal Lourdes dalam hati. Saat itu dia terlalu fokus pada pelaku kejahatan yang sudah menjebaknya.Bibi Maretha mengambil testpack dari tangan Lourde

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 157 - Jangan-Jangan...

    "Tampaknya aku harus pergi malam ini, Lou. Masih ada beberapa jadwal yang harus aku selesaikan," kata Erland dengan raut wajah penuh sesal.Lourdes tersenyum manis. Dari awal dia sudah tahu pekerjaan Erland adalah seorang penyanyi yang sedang naik daun. Saat ini agency sedang gencar-gencarnya promo album terbarunya.Mengharapkan bersama Erland di malam pernikahan adalah hal yang konyol. Terlebih pernikahan mereka karena kecelakaan."Kamu harus maklum, Lou," ucap Lourdes dalam hati."Istirahatlah. Aku akan bersiap-siap." Ucapan Erland berikutnya membuyarkan lamunan Lourdes."Bagaimana kalau aku membantumu bersiap-siap?" tawar Lourdes, bersiap memulai tugas pertama sebagai seorang istri. Toh, mereka sudah terlanjur menikah.Erland tersenyum tipis. "Terima kasih."Selanjutnya, mereka berbenah. Lourdes mempersiapkan keperluan Erland dengan detail. Hal yang tidak pernah dilakukan oleh Maureen selama ini karena Erland terlalu mandiri."Kamu tahu kemana harus menghubungiku kalau butuh sesuat

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 156 - Kamu Bersedia?

    Lourdes mengangkat wajah dan menatap wajah Erland. Lelaki itu tampak berbeda hari ini. Entah caranya memandang kepada Lourdes, atau karena sikap bertanggung jawabnya yang membuat Lourdes semakin jatuh cinta pada Erland.Sebelumnya dia sudah kagum pada Erland berkat penampilannya di layar televisi.Dan, sekarang?Kekaguman itu naik berlipat-lipat, ditambah dengan hati yang meleleh. Lelaki ini bersedia menanggung kesalahan orang lain, dalam hal ini Clarisse."Bagaimana, Lou?" tanya Erland, memecahkan keheningan yang tercipta beberapa saat."Erland, apa kamu serius?" tanya Lourdes untuk memastikan. Dia menatap mata Erland dalam-dalam.Erland membalas tatapan Lourdes."Tentu saja," jawabnya sungguh-sungguh. Seumur-umur, dia tidak pernah meminta seorang gadis menikah dengannya. Dengan Maureen sekali pun. Tapi kali ini, dia harus - yang anehnya, dia tidak merasa keberatan menikahi Lourdes.Lourdes menahan napas saat Erland memalingkan wajah, dan melanjutkan ucapannya."Tapi, Lou... aku tida

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 155 - Perasaan Bersalah

    Mobil yang dikendarai Jefta meninggalkan kantor polisi. Masalah Clarisse, dia sudah memastikan gadis itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Setidaknya, Clarisse tidak akan gampang-gampang bisa kembali ke dunia hiburan.Tapi, Erland belum bisa bernapas lega. Masih ada satu beban pikiran yang belum terselesaikan, yaitu janjinya untuk menikahi Lourdes.Meski mulutnya berkata akan menikahi, tapi hatinya tidak yakin bisa membahagiakan Lourdes."Pergi ke Lourdes!" perintah Erland, seraya memasukkan alamat Lourdes ke layar yang terpasang di dashboard mobil."Baik, Tuan." Jefta melirik sekilas peta digital yang kini menampilkan titik tujuan.Tanpa bertanya lebih jauh, dia menginjak pedal gas dan mengikuti arah yang dipandu oleh suara sistem navigasi mobil.Rasa bersalah pada Lourdes membuat Erland memutuskan secara impulsif dengan mengatakan akan menikahi Lourdes. Sekarang dia baru meragukan keputusannya itu. Maureen dan dirinya harus patah hari, rasanya tidak adil.Sepanjang perjalanan,

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 154 - Menyelesaikan Satu Per Satu

    Di kantor polisi kota sebelah... Erland, selepas sidang cerainya, kembali ke kota sebelah. Proses penyelidikan kasusnya sudah dimulai. Clarisse sempat kabur keluar negeri, tapi berhasil dicekal dan dibawa kembali untuk dimintai keterangan.Dia sengaja datang untuk mendengarkan pertanyaan penyidik dari balik kaca ruangan di kantor polisi. Di balik kaca, ada Clarisse sebagai tersangka dan Nollan yang sedang menginterogasi.Sedari tadi, gadis itu menjawab pertanyaan dengan seenaknya sendiri. Dia duduk dengan ekspresi masam, dan sering berteriak histeris kalau tidak mau menjawab tanpa pendampingan pengacara."Katakan kenapa anda memasukkan obat ke dalam minuman Tuan Erland?""Saya tidak tahu kalau Erland sakit dan harus minum obat," jawabnya, sengaja berkelit.Dia kini duduk sambil menyilangkan kaki, dan sedikit membungkukkan tubuh supaya belahan bajunya yang rendah sengaja bisa membuat penyidik salah fokus.Tapi, ternyata usahanya sia-sia. Nollan adalah seorang polisi dengan integritas

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status