Home / Young Adult / Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal / Bab 3 - Menikah, Bebas Melakukan Apa Pun

Share

Bab 3 - Menikah, Bebas Melakukan Apa Pun

Author: EYN
last update Huling Na-update: 2025-05-28 23:39:43

"Aku dengar kondisi Nenekmu sudah jauh lebih baik. Beliau juga menikmati kehidupannya di panti," ujar Tuan Diandra membuka percakapan. Tidak hanya Maureen, tapi Tuan Diandra juga terus memantau perkembangan kesehatan Nenek Argantha.

"Anda benar. Nenek sehat dan bahagia," jawab Maureen, menirukan ucapan Neneknya di panti tadi.

Mereka saat ini berada di sebuah ruangan di villa mewah milik keluarga Diandra

Maureen duduk di sofa, tepat di hadapan Boss Besar Diandra Group. Di sebelah kanannya, ada satu orang laki-laki, yang Maureen duga, adalah seorang pengacara. Lalu, di sofa yang terpisah, ada Erland duduk menatap tajam pada Maureen. Kaki kanannya bertumpu pada kirinya.

"Orang seusia beliau perlu mengisi waktu dengan kegiatan ringan dan sosialisasi supaya tetap merasa bahagia." Tuan Diandra menoleh laki-laki yang duduk disebelahnya. Lelaki itu menyodorkan tablet yang sedari tadi dia pegang kepada Maureen.

"Apa ini, Tuan?" tanya Maureen, meski dia sudah tahu kalau yang disodorkan adalah perjanjian pranikah.

"Silahkan baca isi perjanjiannya. Aku butuh tanda tanganmu untuk melangsungkan pernikahan. Kalau ada yang ingin diubah, katakan saja," ucap Tuan Diandra.

Maureen membaca isi perjanjian point demi point. Sebenarnya dia sudah tahu apa isi perjanjian itu, tapi dia tetap membacanya sambil berharap ada keajaiban yang membatalkan pernikahannya dengan Erland. Hingga poin terakhir, keajaiban yang ditunggu tidak kunjung tiba. Maureen memejamkan mata.

"Tuan Diandra menepati janjinya. Tidak ada satu poin pun yang merugikan aku," ucapnya dalam hati.

"Dimana saya harus menanda tangani perjanjian ini?" tanya Maureen, menyerah. Biarlah terjadi, apa yang akan terjadi.

"Kamu tidak ingin menambah atau mengurangi apa pun disitu?" tanya Tuan Diandra, menatap Maureen dengan seksama seakan-akan memberi kesempatan pada Maureen untuk berubah pikiran. Tapi, Maureen tahu kalau itu tidak akan terjadi.

Maureen menggeleng. "Tidak."

Lelaki yang menyodorkan tablet tadi, segera mengambil berkas dari amplop dan memberikannya kertas-kertas itu untuk ditanda tangani oleh Maureen.

Maureen menarik napas panjang dan menanda tangani berkas itu tanpa banyak bicara. Dalam waktu dekat, statusnya akan berubah menjadi istri Erland.

"Cepat sekali kamu menanda tangani berkas itu. Ternyata kamu tidak punya nyali di hadapan Tuan Besar Diandra," celetuk Erland sarkas. Sedari tadi mengawasi dia mengawasi gerak gerik Maureen. 

"Saya sudah menanda tanganinya, Tuan." Mengabaikan Erland, Maureen mengembalikan berkas pada pengacara sambil menahan perasaan. Pengacara menerimanya.

"Jaga sikapmu, Erland. Setelah ini giliranmu tanda tangan dan kita akan langsung ke tahap berikutnya, yaitu pernikahan." Tuan Diandra menatap puteranya.

"Aku belum mau menikah. Aku punya rencana masa depan yang lain," sahut Erland datar.

"Masa depan yang mana? Kuliah tidak selesai. Perusahaanmu dalam kondisi kritis," tegur Tuan Diandra terang-terangan. 

Erland mengepalkan tangan. Jawaban Tuan Diandra seakan menampar dirinya. Selama ini dia lebih suka menghambur-hamburkan uang di club malam, atau bersenang-senang dengan kekasih-kekasihnya.

"Biar aku pikirkan lagi," ucap Erland akhirnya. Setelah keluar dari tempat ini, dia akan memikirkan cara untuk kabur dari pernikahan ini.

"Tidak! Pernikahan kalian sudah siap. Kita akan melakukannya sore ini."

Erland dan Maureen menoleh bersamaan, terperangah oleh kalimat terakhir Tuan Diandra.

“Sore ini?” ulang Maureen, matanya membulat.

Erland ikut membuka mulutnya, hendak membantah. Tapi Tuan Diandra sudah lebih dulu menyodorkan dokumen yang lain, kali ini langsung diarahkan ke hadapan puteranya.

"Tanda tangani perjanjian pranikah ini! Sekarang. Atau…” Tuan Diandra menatap tajam pada anak laki-lakinya itu, suaranya berubah dingin, "…aku akan menutup semua akses keuanganmu. Semua fasilitasmu akan aku tarik, tanpa kecuali. Tidak ada warisan. Hiduplah hanya dengan baju yang melekat di tubuhmu."

Erland menatap ayahnya dengan rahang mengeras. Tangannya mengepal begitu kuat hingga buku jarinya memutih.

Kalah telak, Erland menarik berkas itu dengan kasar. “Baik. Tapi aku punya syarat."

"Sebutkan!"

“Rahasiakan pernikahan ini. Aku tidak ingin siapa pun tahu, apalagi publikasi," tegas Erland. Setelah ini dia bertekad akan membuat perjanjiannya sendiri dengan Maureen.

Tuan Diandra terhenyak. Dia menatap Maureen.

“Saya tidak keberatan, Tuan," jawab Maureen cepat. Lebih baik seperti ini. Dengan begitu, mereka tidak perlu berpura-pura tampil mesra di depan umum.

“Baiklah. Tidak ada pesta. Hanya dokumentasi dan pemberkasan. Sore ini. Secara tertutup di villa ini," ucap Tuan Diandra akhirnya. Erland menanda tangani berkas tanpa membaca lagi.

"O'ya. Setelah menikah, kalian akan tinggal di paviliun belakang supaya aku bisa memastikan kenyamanan menantuku," lanjut Tuan Diandra.

Erland membuka mulut, tapi Tuan Diandra mengangkat tangan. "Pembicaraan selesai. Sampai jumpa di gasebo nanti sore," tegasnya lalu menggandeng tangan Maureen dan membawanya ke ruang sebelah untuk bersiap-siap.

Setelah penanda tanganan perjanjian pranikah, waktu seakan melompat bagi Maureen. Saat ini gadis itu sudah tampil cantik dengan gaun pengantin sederhana dan veil yang menutupi wajahnya.

Tanpa sadar Erland memperhatikan Maureen yang berjalan menuju gasebo dimana dia berdiri.

"Si jelek itu bisa cantik juga rupanya," gumamnya dalam hati. Namun tidak sampai satu detik, ego dan gengsi menepis kekagumannya pada Maureen. "Cih! Cantik tapi palsu. Kalau bukan karena gaun mahal dan make up, pasti membosankan."

"Aku tidak akan salah pilih istri untukmu. Lihat Maureen! Dia tidak hanya cantik, tapi juga pintar," puji Tuan Diandra bangga. Tiba-tiba saja beliau berdiri disamping Erland.

Erland hanya mengangguk samar, tanpa senyum. Dia lakukan itu hanya untuk menghentikan pembicaraan soal Maureen.

Pernikahan kilat itu dilakukan tanpa kesan mendalam. Hanya sekedar tanda tangan diatas kertas. Tidak ada senyum, apalagi kecupan.

Saat tiba waktunya untuk berfoto, tiba-tiba Erland meraih bahu Maureen dan mendekatkan mulutnya ke telinga istrinya.

"Aku tidak menyukaimu. Penampilanmu kuno. Hidupmu kaku. Aku tidak akan pernah cocok dengan gaya hidupmu," ucapnya, menyerupai bisikan.

Maureen membeku sejenak. Tapi detik berikutnya, dia memutar kepala pelan.

"Sama! Aku pun tidak menyukaimu. Berandalan dan madesu," balasnya tak mau kalah. Mulutnya tersenyum, tapi matanya menatap tajam kepada Erland.

Kamera memotret momen itu. Kalau dilihat mereka terlihat seperti pasangan yang tengah berbisik romantis, padahal ada badai di dalam sana.

"Bahkan kalau kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku sekali pun, aku tidak akan tergoda!" lanjut Erland lagi, tanpa belas kasihan sedikit pun.

"Oh, kebetulan sekali. Kalau begitu, kamu tentu tidak akan keberatan kalau kita tidak tidur satu kamar." Maureen memanfaatkan kesempatan ini untuk melontarkan keinginannya.

"Deal! Dan, jangan mencampuri urusan masing-masing!" tambah Erland kemudian.

"Oke. Kamu bebas melakukan apa pun asalkan tidak membawa wanita pulang ke rumah."

"Tidak masalah, toh pernikahan kita hanya satu tahun sampai Papa mengalihkan semua assetnya ke aku."

Maureen tertegun. "Setelah itu?"

"Kita akan bercerai. Aku akan kembali mengejar impianku."

Maureen terdiam, sempat ragu. Tapi kemudian dia mengangguk. "Aku setuju."

Malamnya, Maureen keluar kamar hendak mengisi botol air sebelum tidur. Tak sengaja dia berpapasan dengan Erland.

Suaminya itu memakai berpakaian serba hitam. Jaket, celana, sarung tangan dan sepatu boot. Lalu rambut panjangnya diikat satu ke belakang.

"Jangan bertanya aku mau kemana. Pulang jam berapa. Kita cuma tinggal satu atap karena terpaksa menikah," ketus Erland, merasa risih dengan tatapan Maureen.

"Aku tidak mengatakan apa pun," ucap Maureen dingin, "Kamu boleh pergi kemana pun. Pulang jam berapa pun. Tidak pulang juga boleh. Cuma satu pesanku, aku tidak mau direpotkan dengan membuka tutup pintu di jam - jam tidurku.”

"Aku tidak butuh bantuanmu untuk pulang dan pergi di rumahku sendiri," dengus Erland. Selama ini dia terbiasa keluyuran sendiri kemana pun, tidak ada yang membukakan pintu untuknya.

"Bagus kalau kamu mengerti."

Maureen mengambil botol minum dari atas meja dan berjalan menuju kamarnya. Langkahnya tenang dan tegas, lalu...

BRAK!

Pintu tertutup dengan suara keras.

Erland mengatup rahang, tangannya mengepal.

“Tidak sopan!" umpatnya pelan.

Tapi, entah kenapa, ada satu hal yang Erland tidak mengerti.

Kenapa dia merasa jengkel saat Maureen tidak melarangnya pergi?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mommy Lmay
caper atau baper? .........
goodnovel comment avatar
Effie Widjaya
yah erland mulai caper
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 106 - Dia Itu Suamiku Kan?

    Nama Clarisse menarik perhatian Jillian. “Hm…, rupanya kamu juga menyusup untuk menemui Erland? Lalu Clarisse mengusirmu?" Suara Jillian meluncur tanpa disaring, penuh racun. Senyumnya tipis di wajahnya menggambarkan watak yang culas. Matanya menyipit sinis menatap Maureen seperti melihat kotoran. "Apa maksudmu?" tanya Maureen dingin. Kesabaran yang sedari tadi dia tarik sepanjang-panjangnya, kini mencapai ujung. Dan, harga dirinya tersenggol. Selama ini dia hidup mandiri, tidak merepokan siapa pun. Apa dosanya sehingga orang-orang itu selalu menghinanya? Tangannya otomatis menggenggam erat undangan yang ada di genggamannya. "Erland sudah melupakanmu. Buktinya, dia dekat dengan Clarisse sekarang. Tidak udah mengejar Erland lagi," Jillian berhenti sejenak, lalu memutar bola mata dan berkata, "Lagipula, tempat ini hanya untuk orang yang punya undangan." “Aku punya undangannya," tegas Maureen. Dia mengangkat undangannya, "Sekarang minggir! Aku mau masuk!” Seketika mata Jillian

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 105 -- Harap-Harap Cemas

    Maalam Grand Final"Aku di ruang ganti. Kabari aku kalau sudah sampai."Pesan dari Lillian masuk, bertepatan dengan Maureen tiba di tempat pagelaran. Sejak siang Lillian sudah sibuk di tempat acara untuk memastikan semua persiapan lancar.Dia datang sendiri ke acara ini karena teman-temannya juga sudah pulang ke rumah masing-masing, sementara dia terbang bersama Lillian dan tim ke kota karantina. "Aku sudah sampai," balas Maureen, kemudian melangkah dengan anggun sambil menahan debar jantung yang bertambah cepat.Gaun rancangan rumah mode Lillian membalut tubuhnya dengan anggun, membuat wajahnya terlihat semakin manis dengan riasan lembut. Lampu-lampu panggung berpendar dari kejauhan, memberi kesan megah dan meriah. Namun Maureen tidak sempat menikmatinya. Dia langsung menuju pintu backstage sesuai petunjuk Lillian.Semakin dekat dengan pintu backstage, hatinya berdebar semakin keras. Dia tahu dibalik pintu itu ada Erland. Mereka akan bertemu setelah sekian lama kehilangan kontak.

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 104 - Tidak Masuk Logika

    Malam sudah merambat pekat ketika Maureen bersama ketiga sahabatnya tiba di rumah. Lampu ruang keluarga menyala redup, menyambut mereka yang baru saja pulang dari mall dengan hati tak karuan.Begitu menginjakkan kaki di ruang tengah, Maureen langsung melempar tas ke sofa dengan penuh emosi, lalu menghempaskan tubuhnya dengan kasar.“Hhh…” desahnya panjang, napasnya berat seolah menanggung beban berton-ton di dada.Ruby, Emily, dan Marcella ikut duduk, lalu bertukar pandang dengan canggung. Ekspresi ketiganya keruh. Tidak ada satupun dari mereka yang bisa tersenyum.Dalam hati, ketiganya ingin sekali mengumpat nama Erland. Tetapi seburuk-buruknya Erland, lelaki itu tetap suami Maureen.Sebut saja Erland suami yang tidak tahu diri, tetap saja ada rasa sungkan yang menahan mereka. Tapi kalau tidak mengumpat, dada mereka terasa sesak. Serba salah.Lost contact seminggu lebih karena ponsel rusak, alasannya itu tidak masuk di logika mereka. Tapi, mereka memilih diam.Ruby mendengus pelan sa

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 103 - Bukan Dia Yang Mengundang Aku

    Suasana klinik kecantikan sore itu masih cukup ramai. Maureen bersama Ruby, Marcella, dan Emily baru saja selesai menjalani perawatan seluruh tubuh. Seharian di klinik, mereka tampak lebih relax, kulit wajah terlihat segar, dan tawa ringan pun terdengar ketika mereka menuju meja pembayaran. "Terima kasih sudah berkunjung. Kami menanti kunjungan berikutnya," ucap gadis yang bertugas menjaga resepsionist. Mereka mengangguk dan tersenyum ramah ketika langkah Maureen terhenti sejenak karena telinganya menangkap sebuah nama yang begitu familiar. “Aku sudah membeli tiket malam final hanya demi melihat Erland,” ucap petugas di bagian pembayaran, suaranya penuh semangat dan bangga. Mata Maureen langsung membesar, sementara Ruby spontan melirik Marcella dan Emily. Seketika radar mereka menjadi lebih sensitif, mencoba menangkap apa pun yang berhubungan dengan Erland. “Dia memang tampan sekali. Suaranya enak,” sahut seorang rekan petugas sambil terkekeh. "Ah, aku tidak sabar bertemu dengan E

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 102 - Husband Material

    Erland sedang pusing dengan kepalanya yang dipenuhi masalah, sementara di sisi lain, Maureen justru menemukan hiburan di tengah kepedihan.Kehilangan nenek tercinta jelas meninggalkan luka, ditambah lagi suami yang menghilang entah ke mana. Untungnya, ada Ruby, Emily, dan Marcella—tiga sahabat yang setia mengisi kekosongan hatinya.“Maureen, aku beli banyak makanan. Pokoknya malam ini kita party!” Ruby berseru riang. Dia tadi pergi dan sekarang datamg dengan membawa satu kantong besar berisi makanan.Teman-temannya berkerumun sambil mengendus aroma lezat yang menguar dari kantong tersebut. Aroma ayam goreng berpadu french fries, pizza, dan burger langsung memenuhi ruangan.“Aku benci makanan ini. Hari ini aku adalah hari dietku," keluh Emily, raut wajahnya memelas."Kamu bisa diet kapan-kapan," celetuk Marcella, mengedipkan sebelah mata dengan kocak.Maureen mengeluarkan kotak pizza dan mengoyangkannya di depan wajah Emily. "Kamu akan menyesal kalau diet," godanya, sambil tertawa pela

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 101 - Bisik - Bisik

    Pikiran Erland kusut seperti benang ruwet. Setiap tarikan napas dan gerak langkah di ruang latihan hari itu terasa berat. Bukan karena fisik, tetapi karena bisik-bisik yang sempat dia dengar.Di setiap lingkungan pasti ada orang yang tidak suka atau iri.“Pantas jumlah suara dia naik terus, ternyata kenalannya orang berpengaruh,” bisik seorang peserta sambil menatap Erland yang duduk tidak jauh dari mereka.“Siapa yang tidak kenal Lillian Odelia?” tambah yang lain, nada setengah kagum, setengah mencibir.“Omong-omong, wajah mereka sedikit mirip. Apa mereka ada hubungan?” seorang peserta perempuan menegur temannya, menahan tawa, matanya terus mengintip Erland."Biasanya karena dekat, lama kelamaan wajah kita jadi mirip," celetuk yang lain. Dia memberi mengucapkan kata dekat dengan mimik penuh arti.“Hush! Sembarangan saja. Erland itu berpacaran dengan Clarisse,” sahut yang lain cepat. Nadanya seperti orang berbisik, tapi bisa didengar dengan jelas oleh orang-orang disekitar mereka, ter

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status