Share

Pernikahan Sandiwara
Pernikahan Sandiwara
Penulis: Nazila Arisakit

Sah

 

"Kamu bodoh! Mengapa kamu melakukan ini?" Fauzan membentak Alyne. Setelah memergoki Alyne mengirim foto mesra mereka pada Shaila. 

 

 

"You're Crazy! Kamu pikir aku akan membiarkanmu menikah dengan wanita itu, setelah kamu menghamiliku? Ingat anak di dalam perut ini adalah darah dagingmu. Janji setiamu saat melakukan nya denganku mana?" Alyne menangis keras. 

 

 

Ezra tak sengaja melewati kamar Fauzan saat hendak menemui Ibu dan Ayahnya. Dia mendengar percakapan Fauzan dengan Alyne, wanita yang dinikahinya diam-diam setelah pulang dari Australia. 

 

 

Setelah tak terdengar percakapan, Ezra berlari menaiki anak tangga menuju kamar Ibunda tercintanya. 

 

 

"Mama!" Ezra memeluk sang bunda yang ia tinggalkan 4 tahun lalu. 

 

 

"Anakku." Indira memeluk Ezra erat. 

 

 

"Ma, itu... " Perkataan Ezra terputus oleh suara pintu terbuka . 

 

 

"Kamu? Sejak kapan?" Tanya Fauzan menghampiri. 

 

 

"Itu tak penting," Jawab Ezra dingin. 

 

"Siapa wanita itu? Bukankah besok kamu akan menikah dengan Shaila? " Tanya Ezra tanpa menoleh. 

 

 

"Itu bukan urusanmu." Jawab Fauzan ketus.

 

 

"Sekarang, itu menjadi urusanku. Kamu menghamili wanita itu, lalu menikahi wanita lain lagi? Memalukan!!!" Ezra mulai emosi. 

 

 

"Ezra kamu sudah tau? " Indira memotong.

 

 

"Ezra tak sengaja mendengar percakapan mereka ma." 

 

 

"Itu dia nak, alasan mama manggil kamu. Maaf sayang! Kamu mama libatin dalam hal ini. Tidak mungkin mama membiarkan Fauzan menikah dua kali. Mama bisa gila."

 

 

"Apa mama berniat menikahkanku dengan gadis itu?"

 

 

"Iya nak, kamu cukup hadir saja dalam pernikahan itu. Setelah acara selesai terserah kamu mau bagaimana. Yang penting sekarang jaga nama baik kita."

 

 

" Aku akan tetap menikahi Shaila. Aku mencintai Shaila." ekspresi Fauzan seperti tak bersalah. 

 

" Diam kamu, anak bodoh! Ayahmu menyekolahkanmu jauh-jauh  supaya sukses, bukan sukses menghamili wanita!"  Indira menangis, menyandrakan tubuhnya di bahu Ezra. Sedangkan Fauzan berdiri kaku di dekat pintu kamar. 

 

 

"Pergi! Urus wanita itu!" Indira tak henti menangis. 

 

 

Ezra menarik nafas panjang dan mengeluarkanya pelan

 

"Tapi Ma....Ezra gak mau, apa tidak ada cara lain?"

 

 

 

Indira menggeleng. 

 

 

 

"Kita pikirkan cara lain Ma. Ezra gak mau menikah dengan orang yang nggak Ezra kenal."

 

 

Fauzan dan Ezra seperti pinang di belah dua. Hanya saja karakter mereka berbanding terbalik. Fauzan yang ceria dan mudah bergaul, sedangkan Ezra sangat dingin dan terkesan sangat cuek.

 

 

***

 

Ditempat lain,

 

"Neng, meni geulis pisan!" Puji Bi Esih. 

 

 

 "Ah Bibi, bisa aja" Shaila menatap dirinya di depan kaca yang sudah lengkap dengan balutan kebaya putih. Baju yang dirancang khusus, melambangkan kesucian dan elegan, dengan ekor dan taburan mote yang berkilau. Lalu ia menatap Siger yang melingkar di kepala. Siger khas sunda merupakan kehormatan bagi wanita ketika memakainya dalam prosesi pernikahan yang sakral. Di hiasi dengan enam buah kembang tanjung di belakang sanggul melambangkan kecantikan. Tak ketinggalan, kembang melati terurai dibagian samping kanan melambangkan kesucian seorang wanita. 

 

 

Bayangan dirinya berdiri berdampingan dengan Fauzan di atas panggung resepsi, muncul dalam pikiran Shaila seiring dengan ide konyol yang muncul di benak Shaila untuk membatalkan pernikahan yang sudah di persiapkan seratus persen. 

 

 

Berharap apa yang ia lihat minggu lalu hanyalah rekayasa. 

 

"Bi, bagaimana kalo Fauzan tidak datang?" Tanya Shaila dengan muka gelisah. 

 

"Astagfirullah Neng, jangan gitu atuh! pasti Den Fauzan teh dateng." Bi Esih menenangkan sembari merapikan ekor baju Shaila. 

 

"Ah, iya." Senyum palsu menutupi kegelisahan yang mengerumuni hati.

 

Di dalam aula, pihak keluarga mulai resah, sabar mereka mulai memudar. Belum ada tanda-tanda keluarga mempelai pria datang. Jam dinding menunjukkan angka sembilan lima belas. 

 

 

"Bagimana Bu? Ini sudah satu jam lebih, saya juga harus menikahkan pasangan yang lain." Tanya penghulu kepada Hana ibunya Shaila. 

 

 

"Sebentar lagi pak, mungkin kena macet! Tunggu sebentar saja Pak." Jawab Hana dengan muka pucat. 

 

 

"Bagimana ini ?" Hana mondar mandir melihat ke arah pintu aula. 

 

 

"Sabar! " Timpas Hardi Ayahnya Shaila. 

 

 

Tak lama kemudian muncul suara langkah seseorang berlari dari pintu aula. 

 

 

"Tunggu pak, maaf saya terlambat."

Laki-laki itu  menghentikan penghulu yang mulai meninggalkan aula. 

 

 

Indira mengejar anaknya. 

 

 

"Kamu...kamu yakin nak?" Indira menyentuh wajah Ezra yang sama persis dengan Fauzan. Hanya dia yang bisa membedakan kedua anaknya. 

 

 

Indira memeluk anak laki-laki pertamanya yang mengenakan setelan jas putih elegan. Ezra terlihat sangat tampan, rambutnya yang telah di cukur,  berbeda dengan Ezra yang selama ini Indira kenal dengan rambut gondrong acak-acakan. Hari ini ia benar-benar melihat Ezra sangat berbeda. Wajahnya tenang dan menenangkan. 

 

 

"Kamu serius?" Tanya Indira ragu. 

 

 

Ezra memejamkan mata kemudian mengangguk tanda serius. 

 

 

Dirga mengusap mukanya yang tak berkeringat. Dia merasa lega setelah semalam pikirannya benar-benar kacau. Akhirnya keluarga nataprawira, tidak jadi di permalukan oleh anak yang tidak  mengerti arti tanggung jawab seperti Fauzan. 

 

 

Shaila menatap laki-laki di sampingnya yang terlihat berbeda. Mungkin ada perasaan bersalah yang membuat laki-laki di sampingnya itu kaku. 

 

 

"Setidaknya kamu meminta maaf berlutut di depanku Fauzan." Bisik Shaila dalam hati.

 

 

Dia mengutuk dirinya sendiri. Dengan tetap melangsungkan pernikahan ini. 

 

 

Sementara yang terpenting bagi Shaila hanya menjaga nama baik keluarganya. Tak peduli apa yang terjadi setelah ini. 

 

 

"Dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." Kata-kata itu lancar melesat tanpa hambatan keluar dari mulut Ezra. Sehingga cukup sekali ia mengucapkannya. 

 

 

"Alhamdulillah!" Shaila merasa bersyukur semua berjalan lancar. Meski ada yang mengganjal dalam hati. 

 

 

Semua terharu menyaksikan momen sakral itu. Terlebih kata mahar yang jarang mereka dengar. Orang-orang akan memberikan mahar seperti uang tunai atau sebuah kunci. Lain halnya dengan Ezra ia memberikan mahar sepaket Tafsir Al-misbah Karya Muhammad Quraish Shihab. Ada makna yang tersembunyi dari itu.

 

 

Ezra menghadap ke arah Shaila. Tangan kanannya memakaikan cincin berlian. Ezra mengecup kening Shaila dengan ekspresi dingin. 

 

 

****

 

 

 

 

Di dalam mobil menuju perjalan pulang, Shaila terdiam tanpa bahasa. Laki-lako di sebelahnya fokus mengendarai. Mereka akan tinggal di kediaman Nataprawira. 

 

"Kamu?" Suara Shaila memecah keheningan. 

 

"Ya." Jawab Ezra tetap fokus menyetir. 

 

"Nanti saja kita bicara di rumah."

 

"Oh," Shaila kembali terdiam. 

 

Dia menatap jendela yang tertutup rapat. Sesekali melirik Ezra yang ia anggap Fauzan terlihat sangat tampan saat ini. Foto pernikahan yang dikirim minggu lalu apa kabar? Ah ia sampai lupa. Saat ini dirinya terhipnotis dengan ketampanan Ezra. Apalagi sudah menjadi istri sah nya. Aroma parfum yang sudah merembah  di indra penciumannya, membuat Shaila tidak ingin beranjak dari dalam mobil itu. 

 

Bi minah, pembantu keluarga Nataprawira tercengang melihat Ezra dan Shaila datang bersama. Lalu yang tadi meminta makanan itu siapa? Bi Minah merasa bingung matanya tak henti berkedip tak percaya. Bi minah bekerja baru satu tahun. Dia tidak tahu bahwa Nyonya Indri memiliki anak yang mukanya sangat mirip. 

 

"Deb Fauzan? bukannya tadi... " Pembicaran Bi Minah terputus. 

 

"Ayo, masuklah ke ke kamarku" Ezra meraih tangan Shaila

 

Shaila merasa kaget kamar yang Ezra masuki berbeda dengan kamar Fauzan yang sudah beberapa kali ia datangi ketika dulu Fauzan sering sakit. 

 

"Sejak kapan kamar mu pindah?"

Mata Shaila berputar mengelilingi seluruh ruangan. 

 

Ruangannya tidak terlalu rame dengan tempelan-tempelan poster, seperti kamar Fauzan. Rapi dan simple. Hanya saja terdapat beberapa lukisan kaligrafi yang menempel di dinding kamar. 

 

"Sejak kapan kamu menyukai kaligrafi?" Tangannya memegang salah satu kaligrafi. Entah tulisannya apa, tapi dia begitu terpikat melihat lukisan itu. Tulisan arab yang berpadu dengan gambar alam. 

 

"Sudah selesai? " Ezra kemudian mendekati Shaila berbisik di dekat telinganya membuat bulu romanya berdiri.

 

"Selesia apanya?" Shaila menghindar melihat lukisan yang lainnya. 

 

"Pertanyaanmu, kalo sudah selesai duduklah!" 

 

"Baiklah!" Shaila mengangguk berulang. 

 

"Lihat aku lebih lama, jangan berkedip sedikit pun!" Ezra melangkah duduk di sebelah Shaila. 

 

Shaila melirik Ezra. "Lalu?" 

 

"Sudahlah. Tidurlah! " 

 

Ezra beranjak meninggalkan Shaila ke kamar mandi. 

 

Shaila mengerutkan alisnya kebingungan. kepalanya pusing dengan teka-teki Fauzan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status