Share

Pernikahan Sandiwara
Pernikahan Sandiwara
Author: Nazila Arisakit

Sah

last update Huling Na-update: 2021-12-30 02:23:47

 

"Kamu bodoh! Mengapa kamu melakukan ini?" Fauzan membentak Alyne. Setelah memergoki Alyne mengirim foto mesra mereka pada Shaila. 

 

 

"You're Crazy! Kamu pikir aku akan membiarkanmu menikah dengan wanita itu, setelah kamu menghamiliku? Ingat anak di dalam perut ini adalah darah dagingmu. Janji setiamu saat melakukan nya denganku mana?" Alyne menangis keras. 

 

 

Ezra tak sengaja melewati kamar Fauzan saat hendak menemui Ibu dan Ayahnya. Dia mendengar percakapan Fauzan dengan Alyne, wanita yang dinikahinya diam-diam setelah pulang dari Australia. 

 

 

Setelah tak terdengar percakapan, Ezra berlari menaiki anak tangga menuju kamar Ibunda tercintanya. 

 

 

"Mama!" Ezra memeluk sang bunda yang ia tinggalkan 4 tahun lalu. 

 

 

"Anakku." Indira memeluk Ezra erat. 

 

 

"Ma, itu... " Perkataan Ezra terputus oleh suara pintu terbuka . 

 

 

"Kamu? Sejak kapan?" Tanya Fauzan menghampiri. 

 

 

"Itu tak penting," Jawab Ezra dingin. 

 

"Siapa wanita itu? Bukankah besok kamu akan menikah dengan Shaila? " Tanya Ezra tanpa menoleh. 

 

 

"Itu bukan urusanmu." Jawab Fauzan ketus.

 

 

"Sekarang, itu menjadi urusanku. Kamu menghamili wanita itu, lalu menikahi wanita lain lagi? Memalukan!!!" Ezra mulai emosi. 

 

 

"Ezra kamu sudah tau? " Indira memotong.

 

 

"Ezra tak sengaja mendengar percakapan mereka ma." 

 

 

"Itu dia nak, alasan mama manggil kamu. Maaf sayang! Kamu mama libatin dalam hal ini. Tidak mungkin mama membiarkan Fauzan menikah dua kali. Mama bisa gila."

 

 

"Apa mama berniat menikahkanku dengan gadis itu?"

 

 

"Iya nak, kamu cukup hadir saja dalam pernikahan itu. Setelah acara selesai terserah kamu mau bagaimana. Yang penting sekarang jaga nama baik kita."

 

 

" Aku akan tetap menikahi Shaila. Aku mencintai Shaila." ekspresi Fauzan seperti tak bersalah. 

 

" Diam kamu, anak bodoh! Ayahmu menyekolahkanmu jauh-jauh  supaya sukses, bukan sukses menghamili wanita!"  Indira menangis, menyandrakan tubuhnya di bahu Ezra. Sedangkan Fauzan berdiri kaku di dekat pintu kamar. 

 

 

"Pergi! Urus wanita itu!" Indira tak henti menangis. 

 

 

Ezra menarik nafas panjang dan mengeluarkanya pelan

 

"Tapi Ma....Ezra gak mau, apa tidak ada cara lain?"

 

 

 

Indira menggeleng. 

 

 

 

"Kita pikirkan cara lain Ma. Ezra gak mau menikah dengan orang yang nggak Ezra kenal."

 

 

Fauzan dan Ezra seperti pinang di belah dua. Hanya saja karakter mereka berbanding terbalik. Fauzan yang ceria dan mudah bergaul, sedangkan Ezra sangat dingin dan terkesan sangat cuek.

 

 

***

 

Ditempat lain,

 

"Neng, meni geulis pisan!" Puji Bi Esih. 

 

 

 "Ah Bibi, bisa aja" Shaila menatap dirinya di depan kaca yang sudah lengkap dengan balutan kebaya putih. Baju yang dirancang khusus, melambangkan kesucian dan elegan, dengan ekor dan taburan mote yang berkilau. Lalu ia menatap Siger yang melingkar di kepala. Siger khas sunda merupakan kehormatan bagi wanita ketika memakainya dalam prosesi pernikahan yang sakral. Di hiasi dengan enam buah kembang tanjung di belakang sanggul melambangkan kecantikan. Tak ketinggalan, kembang melati terurai dibagian samping kanan melambangkan kesucian seorang wanita. 

 

 

Bayangan dirinya berdiri berdampingan dengan Fauzan di atas panggung resepsi, muncul dalam pikiran Shaila seiring dengan ide konyol yang muncul di benak Shaila untuk membatalkan pernikahan yang sudah di persiapkan seratus persen. 

 

 

Berharap apa yang ia lihat minggu lalu hanyalah rekayasa. 

 

"Bi, bagaimana kalo Fauzan tidak datang?" Tanya Shaila dengan muka gelisah. 

 

"Astagfirullah Neng, jangan gitu atuh! pasti Den Fauzan teh dateng." Bi Esih menenangkan sembari merapikan ekor baju Shaila. 

 

"Ah, iya." Senyum palsu menutupi kegelisahan yang mengerumuni hati.

 

Di dalam aula, pihak keluarga mulai resah, sabar mereka mulai memudar. Belum ada tanda-tanda keluarga mempelai pria datang. Jam dinding menunjukkan angka sembilan lima belas. 

 

 

"Bagimana Bu? Ini sudah satu jam lebih, saya juga harus menikahkan pasangan yang lain." Tanya penghulu kepada Hana ibunya Shaila. 

 

 

"Sebentar lagi pak, mungkin kena macet! Tunggu sebentar saja Pak." Jawab Hana dengan muka pucat. 

 

 

"Bagimana ini ?" Hana mondar mandir melihat ke arah pintu aula. 

 

 

"Sabar! " Timpas Hardi Ayahnya Shaila. 

 

 

Tak lama kemudian muncul suara langkah seseorang berlari dari pintu aula. 

 

 

"Tunggu pak, maaf saya terlambat."

Laki-laki itu  menghentikan penghulu yang mulai meninggalkan aula. 

 

 

Indira mengejar anaknya. 

 

 

"Kamu...kamu yakin nak?" Indira menyentuh wajah Ezra yang sama persis dengan Fauzan. Hanya dia yang bisa membedakan kedua anaknya. 

 

 

Indira memeluk anak laki-laki pertamanya yang mengenakan setelan jas putih elegan. Ezra terlihat sangat tampan, rambutnya yang telah di cukur,  berbeda dengan Ezra yang selama ini Indira kenal dengan rambut gondrong acak-acakan. Hari ini ia benar-benar melihat Ezra sangat berbeda. Wajahnya tenang dan menenangkan. 

 

 

"Kamu serius?" Tanya Indira ragu. 

 

 

Ezra memejamkan mata kemudian mengangguk tanda serius. 

 

 

Dirga mengusap mukanya yang tak berkeringat. Dia merasa lega setelah semalam pikirannya benar-benar kacau. Akhirnya keluarga nataprawira, tidak jadi di permalukan oleh anak yang tidak  mengerti arti tanggung jawab seperti Fauzan. 

 

 

Shaila menatap laki-laki di sampingnya yang terlihat berbeda. Mungkin ada perasaan bersalah yang membuat laki-laki di sampingnya itu kaku. 

 

 

"Setidaknya kamu meminta maaf berlutut di depanku Fauzan." Bisik Shaila dalam hati.

 

 

Dia mengutuk dirinya sendiri. Dengan tetap melangsungkan pernikahan ini. 

 

 

Sementara yang terpenting bagi Shaila hanya menjaga nama baik keluarganya. Tak peduli apa yang terjadi setelah ini. 

 

 

"Dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." Kata-kata itu lancar melesat tanpa hambatan keluar dari mulut Ezra. Sehingga cukup sekali ia mengucapkannya. 

 

 

"Alhamdulillah!" Shaila merasa bersyukur semua berjalan lancar. Meski ada yang mengganjal dalam hati. 

 

 

Semua terharu menyaksikan momen sakral itu. Terlebih kata mahar yang jarang mereka dengar. Orang-orang akan memberikan mahar seperti uang tunai atau sebuah kunci. Lain halnya dengan Ezra ia memberikan mahar sepaket Tafsir Al-misbah Karya Muhammad Quraish Shihab. Ada makna yang tersembunyi dari itu.

 

 

Ezra menghadap ke arah Shaila. Tangan kanannya memakaikan cincin berlian. Ezra mengecup kening Shaila dengan ekspresi dingin. 

 

 

****

 

 

 

 

Di dalam mobil menuju perjalan pulang, Shaila terdiam tanpa bahasa. Laki-lako di sebelahnya fokus mengendarai. Mereka akan tinggal di kediaman Nataprawira. 

 

"Kamu?" Suara Shaila memecah keheningan. 

 

"Ya." Jawab Ezra tetap fokus menyetir. 

 

"Nanti saja kita bicara di rumah."

 

"Oh," Shaila kembali terdiam. 

 

Dia menatap jendela yang tertutup rapat. Sesekali melirik Ezra yang ia anggap Fauzan terlihat sangat tampan saat ini. Foto pernikahan yang dikirim minggu lalu apa kabar? Ah ia sampai lupa. Saat ini dirinya terhipnotis dengan ketampanan Ezra. Apalagi sudah menjadi istri sah nya. Aroma parfum yang sudah merembah  di indra penciumannya, membuat Shaila tidak ingin beranjak dari dalam mobil itu. 

 

Bi minah, pembantu keluarga Nataprawira tercengang melihat Ezra dan Shaila datang bersama. Lalu yang tadi meminta makanan itu siapa? Bi Minah merasa bingung matanya tak henti berkedip tak percaya. Bi minah bekerja baru satu tahun. Dia tidak tahu bahwa Nyonya Indri memiliki anak yang mukanya sangat mirip. 

 

"Deb Fauzan? bukannya tadi... " Pembicaran Bi Minah terputus. 

 

"Ayo, masuklah ke ke kamarku" Ezra meraih tangan Shaila

 

Shaila merasa kaget kamar yang Ezra masuki berbeda dengan kamar Fauzan yang sudah beberapa kali ia datangi ketika dulu Fauzan sering sakit. 

 

"Sejak kapan kamar mu pindah?"

Mata Shaila berputar mengelilingi seluruh ruangan. 

 

Ruangannya tidak terlalu rame dengan tempelan-tempelan poster, seperti kamar Fauzan. Rapi dan simple. Hanya saja terdapat beberapa lukisan kaligrafi yang menempel di dinding kamar. 

 

"Sejak kapan kamu menyukai kaligrafi?" Tangannya memegang salah satu kaligrafi. Entah tulisannya apa, tapi dia begitu terpikat melihat lukisan itu. Tulisan arab yang berpadu dengan gambar alam. 

 

"Sudah selesai? " Ezra kemudian mendekati Shaila berbisik di dekat telinganya membuat bulu romanya berdiri.

 

"Selesia apanya?" Shaila menghindar melihat lukisan yang lainnya. 

 

"Pertanyaanmu, kalo sudah selesai duduklah!" 

 

"Baiklah!" Shaila mengangguk berulang. 

 

"Lihat aku lebih lama, jangan berkedip sedikit pun!" Ezra melangkah duduk di sebelah Shaila. 

 

Shaila melirik Ezra. "Lalu?" 

 

"Sudahlah. Tidurlah! " 

 

Ezra beranjak meninggalkan Shaila ke kamar mandi. 

 

Shaila mengerutkan alisnya kebingungan. kepalanya pusing dengan teka-teki Fauzan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pernikahan Sandiwara   Tiba-tiba kerinduan yang menggebu semakin menyatu

    Shaila tidak melanjutkan perkataannya, dia kembali terdiam dan menunduk. Menelan ludah sedalam-dalamnya. Harusnya, dia tidak muncul, dan membiarkan Ezra mematikan api itu.Tak masalah, nanti dia bisa menyalakan lagi saat Ezra pergi. Tapi sayang, dia lepas kendali, karena rasa takut tiba-tiba menerobos dalam dirinya. Hingga dia tak sadar lari melesat keluar dari tempat dia bersembunyi. Dan harus bertatap dengan Ezra.Dia sangat takut, produk sepatu yang dia buat tidak maksimal dan tak sesuai harapan, jika tidak sesuai dalam memberikan cap sepatu karena kurang maksimal saat memanaskan untuk capnya, maka hasilnya pun tidak akan istimewa, sebab orang-orang penting lebih memilih sepatu buatan tangan dengan cap yang benar-benar sempurna. Jika capnya tidak jelas, maka akan terlihat kalau sepatu itu hanyalah produk bodong alias barang kawe, bukan original."Jawab! Sedang apa kamu di sini, Shaila? Dan, dan apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Ezra sekali lagi. Rahangnya mengeras, tanda kem

  • Pernikahan Sandiwara   Apa Yang sedang kau lakukan, Shaila?

    Angin menelusuk masuk ke jendela yang sedikit terbuka.Di dalam ruangan, hanya ad Ezra. Hari hampir sore, dia masih saja membersihkan seluruh peralatan yang terlihat kotor, kemudian menata kembali barang yang masih terpakai. Dia paling tidak suka melihat barang atau ruangan yang kotor walau hanya secuil. Baginya tidak nyaman jika harua berada di ruangan seperti itu. Walau tak terpakai, setidaknya dia bisa merawat ruangan itu. Pria itu mendesah kasar. Tidak gengsi baginya jika harus melakukan pekerjaan ini sendiri, tanpa harus menyuruh orang lain. Ezra melipat sedikit lengan kemejanya.Beberapa kali dia melirik jam di pergelangan tangannya. Hampir dua jam Ezra menunggu. Orang yang sudah berjanji akan membantunya itu tidak datang juga. Gun pun belum muncul ke hadapannya."Ish, kemana anak itu?" Ezra mengumpat, lalu melempar kain lap yang sedang ia pegang.Seja

  • Pernikahan Sandiwara   Pertemuan Shaila dengan Ezra di dalam lift

    Shaila memeluk kedua lututnya di pojok kamar. Akhir-akhir ini, dia lebih sering menyendiri. Setelah menandatangani dokumen persetujuan kontrak kerja sama dengan perusahaan Fauzan, pikiran Shaila selalu bercabang dan tidak bisa fokus.Sebenarnya, saat pulang dari kantor, Fauzan mengajak Shaila untuk ikut bersamanya, tapi perempuan itu menolak halus. Dia tidak ingin memberikan harapan lain pada Fauzan, selain urusan pekerjaan. Cukup sudah, Fauzan menjadi masa lalu. Dia tidak akan membiarkan lelaki itu kembali memporak-porandakan isi hatinya seperti dulu yang pernah dilakukannya. Memghancurkan sampai tak ada harapan.Terbuai dalam lamunan, tiba-tiba Shaila memikirkan perusahaan mendiang ayahnya yang sudah tak beroperasi, bahkan tak terawat. Bangunan yang cukup luas, terlihat sedikit angker karena tak berpenghuni. Semua itu, karena ulah kakak angkatnya, Raka.Shiala terkadang berpikir untuk membuka pabrik itu kembali. Meski

  • Pernikahan Sandiwara   Inikah, ikatan batin seorang ayah dengan calon bayinya?

    Wangi yang tak asing menelusuk, merasuk ke dalam lubang hidung Shaila. Dia terdiam seketika, menikmati harum yang membuatnya kembali bernostalgia, pada masa-masa dia bersama lelaki yang masih memenuhi ruang hatinya. Rindu dalam dadanya membuncah, pada seseorang yang memiliki bau yang sama. Rindu yang baginya serasa seabad.Nyaman, dan tak ingin beranjak, begitu yang dirasakan Shaila saat mencium wangi khas lavender kesukaannya. Bahkan, tak ada orang lain yang rela memakai parfum yang dia suka, selain Ezra. Shaila berharap ini hanyalah mimpi, dia tidak ingin bangun dan beranjak dari mimpinya.Menyadari tubuhnya jatuh pada pelukan seseorang, Shaila segera membuka kedua matanya. Tak disangka, dia dipertemukan dengan pria yang sejak tadi melayang-layang di otaknya. Lelaki yang selalu saja membuatnya rela melakukan apapun demi kebahagiaannya."Ezra." Mulut Shaila ternganga, namun tubuhnya masih

  • Pernikahan Sandiwara   Shaila ketakutan

    Langkah Shaila terhenti, setelah berada tepat di depan pintu ruangan Ezra. Terdiam dan memikirkan bagaimana resiko yang akan dihadapi, jika dia benar-benar nekad masuk, dan mengatakan seluruh kebenarannya."Tidak, aku tidak boleh melakukannya. ini tidak boleh terjadi. Aku harus punya pendirian. Yaa Allah, tapi, ini kenapa aku ingin sekali melihat dia. Aku ingin mencium aroma bau tubuhnya," keluhnya dalam hati. Sungguh kehamilannya ini membuat emosinya mudah berubah-ubah. Terkadang dia ingin marah dan terkadang rindu tak tertahan.Lantas, Shaila menghentikan tangan yang tadinya akan mengetuk pintu, membiarkannya mengambang di udara. Wanita berjilbab mocca itu mendesah kasar. Mulutnya mengerucut, lalu kembali mengurungkan niatnya untuk bertemu Ezra.Jika dia bertekad mengikuti naluri. Atau entah keinginan jabang bayi, sama saja dia akan kembali terhanyut dalam kerinduan. Sedangkan, pengorbanan yang dia lakukan untu

  • Pernikahan Sandiwara   Kemarahan Ezra

    "Tega sekali kamu Shaila, tapi kenapa harus dengan Fauzan?" tanyanya lagi dalam hati.Ezra mendesah kasar lalu melemparkan seluruh dokumen yang ada di atas meja. Amarah menguasai diri. Mencoba tidak peduli pun percuma. Nyatanya pikirannya selalu dihantui oleh Shaila. Kenangan bersama Shaila.Bersamaan dengan itu, Ezra pun sangat membenci Shaila, wanita yang telah berani-beraninya mengaborsi darah dagingnya.Ezra mengacak-acak rambut frustasi, dan menjatuhkan diri di lantai. Tangan kanananya memegang kening, air mata dan amarah bercampur menjadi satu.Setelah berdiam beberapa jam, dia kembali tersadar dari lamunannya. Menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya kasar. Dia berusaha membuang jauh-jauh bayangan Shaila, dia tidak boleh frustasi hanya karena seorang wanita yang sudah mengkhianatinya. Dia kembali berdiri dan membereskan seluruh

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status