LOGIN“Pernikahan kita tinggal menghitung hari.”
“Lalu?” Leon melepaskan sabuk pengaman ketika mereka tiba di rumah yang akan mereka tempati. “Di pernikahan nanti. Setidaknya kita berciuman.” “Berciuman?” tanya Maudy dengan panik. “Ya, tentu saja itu akan terjadi. Tidak mungkin kita menikah lalu setelah itu selesai begitu saja. Orang tuaku dan orang tuamu tidak akan percaya dengan pernikahan kita. Mereka akan curiga tentang rencana kita di belakang.” “Kita sudah sepakat kalau kita tidak ada kontak fisik.” Leon menggeleng. “Tidak. Kita hanya sepakat tidak seranjang. Bukan berarti tidak ada kontak fisik seperti ciuman. Ini hanya terjadi saat di pesta pernikahan saja, Maudy.” Maudy tidak dipaksa untuk membahas tentang itu. Juga tidak melanjutkan obrolan tentang ciuman. Mereka turun dari mobilnya Leon. Rumah Leon jauh lebih besar dibandingkan dengan rumah orang tuanya Maudy. “Apakah orang tuamu juga di sini?” “Tentu saja tidak. Ini rumah untuk kita berdua. Orang tuaku tidak tinggal di sini. Aku juga tidak mau kalau sampai mereka tinggal denganku. Rencana kita berdua akan gagal.” “Aku punya permintaan.” “Katakan!” “Aku tidak mau mengundang orang terdekatku. Termasuk teman kuliahku, aku ingin menyelesaikan pendidikanku dengan baik tanpa melibatkan asmara.” “Terserah siapa pun yang ingin kamu undang.” “Bukan hanya aku. Kamu juga tidak boleh mengatakannya pada siapa pun.” Leon langsung terdiam dengan permintaan Maudy. Mungkin tidak setuju dengan apa yang barusan dikatakannya. Mungkin juga itu agak menyinggung perasaan Leon kalau pernikahan mereka tidak boleh dipublikasikan. “Sebenarnya aku tidak setuju, Maudy.” “Kamu tidak setuju kalau aku memintamu tidak mengundang siapa pun?” “Ya, karena papa pasti akan mengundang banyak orang ketika pesta pernikahan kita nanti. Mungkin aku juga berpikiran sama sepertimu. Kita hanya menikah dalam jangka waktu yang ditentukan. Kita berdua tidak akan dirugikan dalam apa pun. Aku akan memberikan hak untukmu ketika kita berpisah.” Kalau soal itu memang dari awal dia sudah percaya terhadap ucapannya Leon. Kalau mereka mungkin akan sama-sama diuntungkan dari pernikahan ini. Tidak melibatkan cinta, juga tidak membuat masalah ke depannya. Maudy juga sudah mengatakan kalau dirinya masih ingin melanjutkan pendidikan, tidak dihalangi oleh Leon. Dia mengikuti Leon ketika pria itu berjalan ke dapur. Membuka kulkas dan menuangkan air untuknya. Gelas diletakkan di atas meja. “Aku tidak akan menuntutmu untuk masak. Kamu hanya perlu urus hidupmu sendiri. Tidak ada yang repot nanti di rumah ini. Semua akan aku sediakan, kita akan menjalankan kehidupan rumah tangga seperti rencana awal.” “Kalau misal nanti asisten rumah tangga kamu tahu soal kita tidak seranjang. Bagaimana menurutmu?” Leon yang baru saja minum, menoleh ke arah Maudy. “Aku akan memikirkan itu nanti.” Dia menaruh gelas itu di atas meja. Kemudian dia mengikuti langkahnya Leon ke mana saja pria itu pergi. “Aku mau mandi. Kamu mau ikut?” ucapnya Leon ketika Maudy berjalan di belakang pria itu. “Kamu tidak mengatakannya.” Leon menarik napas panjang. “Kalau begitu, kamu bisa melihat kamarmu.” Langkahnya masih saja mengikuti ke mana Leon pergi. Karena akan melihat kamar yang ditempatinya nanti. Maudy benar-benar dibuat takjub oleh rumah yang ditinggali oleh Leon ini. Sangat besar dan juga wangi pengharum ruangan yang dari tadi membuatnya merasa begitu nyaman. Pintu kamar dibuka. Maudy sempat tidak bisa berkata-kata karena dia melihat kamar yang begitu luas. Kamar yang sangat besar sekali dibandingkan dengan kamar yang ada di rumah orang tuanya. Kali ini, dia bisa bebas dan betah untuk berada di kamar seharian ketika sedang bosan. “Aku akan di sini?” “Ya, kamarku ada di sebelah. Kalau ada apa-apa, kamu bisa mencariku nanti. Ruang kerjaku ada di sebelah kiri kamarmu. Jadi, usahakan kamu tidak membuat kegaduhan nanti.” Leon meninggalkannya di kamar itu sendirian. Maudy berkeliling dan membuka jendela, pemandangan yang pertama kali dia lihat adalah halaman belakang rumah yang sangat luas. Kehidupan sempurna dirasakan oleh Leon. Berbanding terbalik dengan Maudy yang selama ini mendapatkan kebencian yang luar biasa dari keluarganya sendiri. Dia tidak tahu apakah William juga sebenarnya membencinya atau tidak. Namun selama ini, pria itu juga tidak pernah membelanya secara terang-terangan ketika dia memiliki masalah dengan Ana. Pintu kamar terbuka. Leon yang terlihat sudah cukup segar, dengan rambut yang masih setengah kering. “Maaf membuatmu menunggu.” Maudy menggelengkan kepala. “Tidak masalah.” Mungkin dengan menikah seperti ini semua akan jauh lebih baik. Maudy bukan orang yang beruntung dalam keluarga. Ada rasa iri ketika melihat kehidupan Leon yang serba tertata. Mengetahui kalau Leon ingin menikahinya agar harta tidak diambil oleh saudaranya. Itu sedikit masuk akal, dibandingkan dengan Maudy yang ingin melarikan diri. Leon duduk di sebelah Maudy. Tepi ranjang sedikit bergerak ketika pria itu baru saja mendaratkan bokongnya. “Kita makan malam di luar.” “Aku boleh menginap di sini?” Maudy ingin memukul mulutnya usai ucapan itu keluar begitu saja dari mulutnya. “Ya. Sebentar lagi kamu akan menjadi istriku, tidak ada yang salah.” Bisa dikatakan kalau dia memang ingin menghindari rumah orang tuanya sendiri. Kalau berada di sini, setidaknya ada ketenangan. Tidak mendengar teriakan Ana, juga tidak mendengar teriakan sang kakak yang ingin dilayani untuk segala kebutuhannya. Entah itu untuk makan, atau sekadar mengambil pakaian. “Aku menyukai rumahmu. Halaman belakang luas, kamu bisa jalan-jalan menenangkan diri. Berjalan kaki dan setidaknya pikiranmu bisa lebih jernih lagi. Atau memelihara seekor anjing yang lucu.” “Aku tidak ada waktu memelihara anjing. Kalau kamu ingin memelihara, aku tidak keberatan. Pastikan kamu masih sempat mengurusnya.” “Kalau kucing?” “Ya, aku tidak keberatan.” Setidaknya mulai besok, Maudy tidak perlu merasakan dadanya penuh lagi ketika bangun dari tidurnya. Tidak terbangun oleh teriakan yang menyinggungnya. Dituduh melakukan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan. Rasa sakit yang tumpul tepat di dadanya. Sebagai seorang anak perempuan yang tidak ingin kehilangan arah oleh pergaulan. Dia memilih pernikahan ini sebagai jalan pintas setelah mengetahui bagaimana karakter calon suaminya. Leon adalah orang yang begitu teduh dan penuh perhitungan. Setidaknya, Maudy tidak ingin merepotkannya suatu saat nanti. Jelas dirinya setuju setelah dia mendapatkan banyak sekali keuntungan dari pernikahan ini. Mulai dari dukungan tentang masa depan, tidak ada yang perlu dia pikirkan lagi. Tinggal melakukan sesuatu yang Leon sepakati. Itu sudah cukup. Meski pernikahan ini adalah sebuah pernikahan yang memiliki durasi tertentu, namun dia akan mendapatkan banyak sekali kesempatan untuk berkembang. Dia akan menyiapkan masa depannya dengan sangat baik sekali. Entah kapan dia akan dikeluarkan dari rumah ini oleh Leon suatu saat nanti. Dia akan bersiap tentang itu. “Hadiah apa yang kamu inginkan saat kita bercerai nanti, Maudy?”Maudy berkunjung ke rumah neneknya. Dia memang membuat kesalahan tadi pagi dengan cara membuat emosinya Leon meledak. Seharusnya dia tidak membahas itu lebih dulu.Benar kata Leon, jangan pernah menyinggung soal perceraian kalau bukan Leon yang memulai.Padahal pria itu ingin memastikan kalau hidupnya Maudy baik-baik saja.Maudy duduk di taman sendirian sambil main ayunan yang sudah belasan tahun menjadi teman bermainnya.Neneknya juga ada di taman. Duduk di kursi yang tidak jauh dari tempat dia sekarang ini.“Kamu ke sini pasti karena ada masalah.”“Nggak ada, nek. Aku cuman kangen.”“Karena sejak menikah. Kamu ke sini pasti sama suami kamu. Leon nggak penah izinkan kamu datang sendirian.”“Leon sibuk akhir-akhir ini, Nek.”Maudy berkata seperti ini dan tentu saja ada kebohongan. Leon tidak pernah sesibuk itu setiap kali dia ajak pulang
Wanita itu adalah Maudy? Erland tidak habis pikir tentang anaknya memperebutkan satu wanita. Sedangkan bisa dilihat dari raut wajah marahnya Leon. “Semua sudah aku lakukan untuk Papa. Aku harap Papa kali ini bantu aku. Cuman itu permintaanku.” “Itu urusanmu sama, Regan.” “Kalau sampai Regan tahu rencana ini. Berarti Papa yang bocorin.” Dia menatap dingin ke arah anak pertamanya. Memang dia sebenarnya sangat berharap sekali bisa akur dengan Leon seperti dia bisa akur dengan Regan. Anak pertamanya terlalu banyak rasa kecewa yang tidak bisa diobati oleh Erland sendiri. Erland mengulurkan tangannya untuk Leon. “Apa ini?” tanya Leon dengan bingung. “Papa janji tidak akan ikut campur sama urusan kamu dan juga Regan.” Leon membalas uluran tangannya. Erland tahu, semenjak Leon menikah. Sikap anaknya jauh lebih dewasa dibandingkan dulu. Leon seperti anak-anak ketika memberontak. Sekarang lebih bisa diajak bicara seperti ini. Dulu, jangankan untuk makan satu meja seperti ini. Berpapasa
“Kapan kita akan bercerai?” Leon mendapatkan pertanyaan itu dari istrinya dan seketika nafsu makannya langsung hilang. Dia melihat Maudy penuh dengan percaya diri melemparkan pertanyaan itu. Dia menghela napas dan kemudian menjawab. “Kalau kamu ingin pacaran sama pemilik kafe itu. Silakan lakukan saja, Maudy. Sekalipun kita punya perjanjian kalau kita nggak boleh masukin orang baru ke dalam hidup kita.” “Kamu juga punya wanita lain.” Leon ingin mengatakan kalau wanita yang dimaksud oleh Leon adalah Maudy sendiri. Namun selama ini respons yang diberikan oleh Maudy saja tidak menunjukkan ada ketertarikan pada dirinya. Kalau dia mengungkapkan perasaannya dan ditolak oleh Maudy. Itu akan berakhir fatal dan mereka berdua akan asing kembali seperti dulu. Leon tidak mau hubungannya menyedihkan seperti itu lagi dan akhirnya mereka berdua tidak saling sapa seperti dulu. Dia sudah berusaha untuk membangun rumah tangga yang sebaik-baiknya dan mempertahankan semuanya. “Maudy, bisakah kita be
Maudy baru selesai mandi karena dia akan olahraga pagi ini. Memungut pakaian yang berserakan di lantai. Pakaian yang dibuang oleh Leon kemarin. Saat dia sudah mengganti pakaian dan hendak keluar untuk lari pagi. Dia tidak perlu keluar ke mana-mana untuk berolahraga, dia hanya perlu keliling di halaman belakang rumahnya untuk sekadar lari. Dia duduk di tepi ranjang dan melihat suaminya masih terlelap. Semalam setelah percintaan panas mereka. Leon langsung tidur dan Maudy juga begitu. Setelah dia selesai berhubungan. Pasti kualitas tidurnya meningkat drastis. Leon bangun dan kemudian menggeliatkan tubuhnya. “Kamu mau ke mana?” “Aku mau lari pagi di belakang.” “Oh.” Maudy mencium suaminya dan pipinya diusap oleh suaminya. Bagaimana pun dia berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi suaminya. Leon akan tetap bereaksi sama seperti dulu. Tidak ada yang istimewa. Bahkan Maudy ingin sesekali dapat pujian atau sekadar dipanggil sayang oleh suaminya. Itu tidak dia dapatkan sampai s
Regan ngadu ke papa kamu tentang dia suka sama Maudy. Tapi Mama nggak cerita kalau yang Regan maksud adalah istri kamu.Tawa Leon pecah saat dia membaca pesan dari mamanya ketika wanita itu mengatakan bahwa Regan mengadu ke Erland tentang perempuan yang disukai olehnya dan ingin direbut oleh Leon. Bagus kalau sampai itu terdengar ke telinga Erland. Jadi, Leon tidak perlu menjelaskan bagaimana niat busuknya itu untuk menghancurkan adiknya sendiri. Hiburan Leon saat dirinya lelah bekerja ternyata jauh lebih unik dibandingkan dengan dia harus pergi untuk menonton tayangan yang pura-pura menghiburnya. Cukup membaca pesan dari Titian saja sudah membuatnya merasa jauh lebih baik. Leon sudah membalas pesan itu dan mengajak mamanya untuk bertemu. Dia meminta sang mama untuk ke rumahnya. “Bagus kalau kamu sampai sejauh ini, Regan. Aku bahkan sudah membaca kejahatanmu ingin menghancurkanku sejak awal. Aku tidak akan membiarkanmu mencuci otak papa lagi.” Digenggamnya ponselnya dengan er
“Aku akan mulai masuk ke perusahaan, Pa.” Erland terkejut mendengar permintaan dari anak keduanya yang meminta izin untuk masuk ke perusahaan. Sedangkan di sana ada Leon yang tidak bisa dia singkirkan. Bahkan Erland sendiri tidak bisa sedikit saja menggeser Leon. Perbandingan Leon dengan Regan sangat jauh sekali dari segi kecerdasan. Dia diajak bertemu oleh anaknya di luar. Mendengar permintaan itulah yang membuat Erland langsung setuju diajak bertemu oleh anaknya. “Papa sudah dengar dari mama kamu, Regan. Kalau Leon akan mengambil alih kafe kamu kalau kamu berbuat kesalahan. Ingat baik-baik, Leon tidak akan bercanda sama omongannya. Beberapa waktu lalu juga, Papa pernah mendengar kalau kamu memukulnya. Anak buah papa melaporkan kamu menghajar dia di depan umum.” Regan seperti sedang berusaha untuk mencari pembenaran dan anaknya memang terlihat seperti orang yang berbeda sekali. “Regan, Papa tahu kalau Leon membencimu. Sampai detik ini, belum pernah dia membuat kamu menderita. Dia







