Share

Bab 5. Nasi Goreng ditukar Pizza

Mata yang minus satu membuat pandanganku kabur ketika melihat sesuatu dari jarak jauh. Namun ketika sosok itu semakin mendekat aku mulai menyadari sesuatu. 

Dia bukan Arya tapi Ben. Sial, aku mengumpat dalam hati.

Ben berhenti tepat di depanku yang berdiri di pinggiran teras, lalu membuka helm serta maskernya. "Ngapain di sini? Nunggu orang?"

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha tetap tenang. Karena sejak melihat penampakan motor Yamaha NMAX jantungku berdendang keras. "Tidak kok." 

"Oh, aku bawa nasi goreng. Mau?" tanya Ben sambil berdiri dari atas motor.

Karena kelamaan nunggu jawabanku Ben akhirnya menimpali, "tenang aja aku bawa dua bungkus." Dia raih dua bungkus nasi goreng di motornya lalu ia bawa ke teras kamar kostku. 

Namun, kini ia yang tersentak melihat satu kotak pizza di atas meja. "Wah ada pizza ini." 

"Iya itu buat kamu, sebagai gantinya sudah kasih makan aku tadi malam dan tadi pagi." 

"Ya, sudah begini saja, kita tukeran makanan. Dua nasi goreng dengan pizza. Bagaimana?"

"Bawa semua aja Ben. Anggap aja ucapan terimakasih," jawabku singkat. 

Tak habis pikir aku bagaimana bisa seseorang dengan percaya diri menukar nasi goreng yang harganya kurang dari dua puluh ribu dengan pizza di atas seratus ribu. Sungguh jika dipikir-pikir Ben terlalu blak-blakan. Terlebih lagi dengan orang baru kenal.

Beda dengan Arya setiap tutur katanya manis dan sopan, sungguh aku masih tidak percaya Arya seorang penipu.  

"Perutku tidak muat makan sebanyak ini Yollanda." Ben menatapku samar-samar. "Ya sudah aku makan dulu ya, laper. Bolehkan aku makan pizzanya?" 

Aku tersenyum tipis dan mengangguk. Selama lima belas menit Ben makan sendiri sedangkan aku diam, jual mahal tak menyentuh seluruh makanan yang ada. 

Dua kali menelan ludah menahan diri untuk tidak dengan tergoda dengan nasi goreng yang dibawah Ben. "Kamu beli dimana nasi goreng ini?" tanyaku basa basi.

"Di ujung jalan sana, deket kok. Dari gerbang belok kiri, lurus, jalan kaki cuma lima sepuluh menit. Yang jual pake gerobak warna biru, mangkal samping bakso." 

Aku mengangguk, lain kali aku akan beli sendiri nasi goreng itu. 

"Makanlah, siapa yang mau makan ini?" gerutu Ben. 

Aku terdiam sambil menatap dua bungkus nasi goreng itu sambil menelan ludah, aku persis bocah yang ngiler lihat teman makan. Sebenarnya ingin segera aku raih dan kulahap sampai habis tapi tidak bisa aku sudah bertekad tidak akan mudah tergoda dengan kebaikan laki-laki manapun. 

Benteng pertahanan itu hanya bertahan sepuluh menit. Dan aku tidak tahan hasrat makanku benar-benar meronta-ronta, akhirnya aku ambil satu bungkus nasi goreng. Dan barter tidak masuk akal pun terealisasi.

Kurang setengah jam, aku sudah menghabiskan satu bungkus nasi goreng sedangkan Ben habis tiga potong pizza. Sebenarnya aku mau nambah tapi gengsiku besar. Apa kata Ben jika melihat wanita makan dua bungkus nasi goreng sekaligus.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Ben sambil melirikku.

Aku menggeleng, sedikit heran dengan pertanyaan Ben. Pria itu tidak bertanya mengapa aku mau bunuh diri waktu itu tapi justru bertanya keadaanku. "Kamu kerja dimana?" tanyaku berusaha mengalihkan pertanyaan Ben. 

"Aku tukang kopi. Baru buka usaha cafe kecil-kecilan dua bulan di jalan Supratman. Namanya Kopiku, mampir aja kalau ada waktu."

Alisku mengkerut, jalan yang disebutkan Ben adalah jalan yang sama dengan kantorku. "Oh ya, sama toko roti Amanda sebelah mana?" 

"Lurus sekitar seratus meter. Kamu pegawai  BCA?" 

"Ya. Bagaimana kamu tahu?" 

"Malam itu aku melihat tanda pengenal mu." Ben tersenyum tipis ke arahku. Sontak aku buang muka, jika mengingat hal itu aku menjadi sangat ciut.

“Apakah pacarmu tentara belum kemari? Lama aku tidak melihatnya? Apakah dia tidak marah jika aku berada di sini?” Suara Ben terdengar pelan sangat hati-hati, dengan tatapan sorotan mata penuh memandang ke arahku. Sontak pertanyaan itu seperti cambuk yang menjerat leherku, menimbulkan sesak napas luar biasa. Aku bingung harus menjawab pertanyaan Ben seperti apa.

Tapi aku merasa ada hal yang aneh kurasakan dari pertanyaan Ben. Tak ingin aku semakin penasaran aku langsung tanyakan, “kamu tahu dari mana dia sering kemari?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Rahayu
semakin menarik ceritanya, lanjut terus thor sampai akhir cerita. Jangan digantung ya ceritanya kayak cerita Devi dan Rangga ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status