Pernikahan Sepuluh Juta

Pernikahan Sepuluh Juta

Oleh:  Zedanzee  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
23Bab
867Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rate 21+ Sesuaikan umur kalian jika membaca novel ini karena adegan panas bisa membuat jantung kalian berdetak jauh lebih kencang seperti benderang mau perang! Yollanda yang tengah berbadan dua tanpa suami hendak bunuh diri karena depresi berat, tapi digagalkan oleh Ben. Gilanya, pria itu siap bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Yollanda, dengan imbalan uang sepuluh juta. Setelah mencapai kesepakatan, pernikahan mereka berjalan mulus, hingga masalah besar mengguncang keluarga mereka. Sebenarnya apa yang terjadi antara Ben dengan Yollanda?

Lihat lebih banyak
Pernikahan Sepuluh Juta Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Iin Rahayu
sy kira kelanjutannya cerita Devi dan Rangga pd hal sy berharap cerita mereka berlanjut ...
2022-09-18 20:59:08
1
user avatar
Musthodi Abtadi
kereen. semangat up date ya torr
2022-08-31 10:07:15
0
23 Bab
Bab 1. Gagal Mati
Duniaku tidak sesempit urusan nasabah, jumlah saldo dan segala urusan kantor berlantai tiga. Tidak hanya itu. Di kepalaku, di pundak dan segumpal darah di balik dada ini menyimpan kesakitan luar biasa. Termasuk bakal janin di dalam perutku ini. Semuanya terasa sulit diurai, sulit dimengerti oleh diri sendiri apalagi orang lain. Logikaku nyaris mati bahkan pendidikan selama enam belas tahun serasa tidak berguna.Oleh sebab itu akhir-akhir ini aku sering mengabarkan kematian dari akhir sebuah masalahku. Meskipun aku tahu itu sebuah kesalahan fatal. Tidak ada satupun manusia yang mengerti mengapa aku begitu rumit.Aku merasa kehilangan diriku yang sesungguhnya. Yollanda manusia tanpa jiwa.Akan tetapi ketika pria yang mengaku bernama Ben, mengatakan jika ia mengerti keadaanku berat, satu persen beban di pundakku mulai lepas. Dan aku mulai ragu untuk loncat jembatan tempat aku berpijak sekarang. Membayangkan jika aku tidak mati, tapi hanya patah tulang. Itu justru semakin menambah se
Baca selengkapnya
Bab 2. Skenario Hebat Arya
Satu jam berlalu, Ben hanya omong kosong. Dia tidak akan kemari. Lagipula untuk apa dia kemari? Untuk menertawakan diriku yang gagal bunuh diri? Aku tersenyum kecut sambil menutup wajah dengan bantal. Kuraba perutku yang masih rata, sedangkan pikiranku berlayar tanpa arah. Membayangkan tubuhku beberapa bulan yang akan datang dengan perut buncit. Sedangkan orang-orang akan bertanya siapa bapak dari anakku. Sebagian akan mencibir aku sebagai wanita tak bermartabat, wanita murahan. Mungkin sebagian orang yang mengenal diriku akan menyangkut pautkan pekerjaanku sebagai pegawai bank ternama. Dan aku yang bergelar sarjana tapi berotak udang, atau malah tidak berotak. Sungguh ngeri sekali jika aku membayangkan semua itu. Harus bagaimana aku menghadapi semuanya sendirian. Suara ketukan pintu membuat lamunan itu bubar. Aku bangun membuka pintu, ternyata aku salah besar, Ben datang dengan membawa makanan. “Aku beli makanan, ini untuk kamu. Katanya coklat bisa mengatasi gangguan mood.” W
Baca selengkapnya
Bab 3. Terlanjur Hamil
Dari jam ke hari aku terus menunggu kedatangan Arya namun tak kunjung pria itu menunjukan batang hidungnya. Dan baru aku sadari setelah beberapa hari kemudian jika BPKB (Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor) di laci lemari hilang.Entah sejak kapan benda itu hilang. Yang jelas semua surat-surat berharga telah aku satukan salam map dan aku simpan dalam laci lemari. Aku tidak mungkin lupa!Kamar kostku hanya seluas lima kali lima, hanya ruang tidur dan kamar mandi. Dan furniture pun terbatas, satu tempat tidur, satu lemari kayu ukuran sedang, meja dan kursi hanya itu. Barang-barang pribadiku pun terhitung sedikit, aku hanya punya sesuatu yang benar-benar aku butuhkan. Aku bukan tipikal orang gemar belanja.Dan seluruh kamar sudah aku bongkar dan BPKB tidak aku temukan. Dan aku menduga Arya telah mengambilnya ketika aku pergi membeli jus waktu itu. Aku yakin seratus persen.Dan fakta yang memperkuat duganku itu, ketika beberapa hari lalu aku datang ke rumah dinas yang selama ini tempat
Baca selengkapnya
Bab 4. Arya Kembali
Dari pandangan mata Arya persis seorang tentara. Sosok yang kharismatik dengan otot-otot kuat melekat di kulit coklatnya, tingginya pun lebih 175 cm dan dengan gaya rambut selalu rapi. Yang aku sukai adalah bau tubuhnya selalu wangi dan segar. Teringat bagaimana pertama aku mengenal Arya. Saat itu aku dan Sintia ngopi di cafe, sedangkan Arya duduk di barisan tak jauh dariku. Sempat aku curi pandang karena dari sekian orang, hanya satu orang dengan baju seragam tentara lengkap, ngopi sendirian di cafe. Dan ternyata hal yang sama juga terjadi pada Arya, dia curi pandang padaku. Dan beberapa kali pandangan kami bertemu. Ketika aku hendak pulang dia menghampiriku di parkiran. “Mbak,” seru Arya setengah berlari menghapiriku. “Ya, ada apa Pak?” Naluri spontan memanggil seorang tentara “Pak” sebagai bentuk rasa hormat meskipun aku tahu sosok itu masih muda. “Jangan panggil saya Pak. Saya belum berkeluarga…perkenalkan saya Arya.” Dengan sopan dia mengulurkan tangan. Aku ragu-ragu t
Baca selengkapnya
Bab 5. Nasi Goreng ditukar Pizza
Mata yang minus satu membuat pandanganku kabur ketika melihat sesuatu dari jarak jauh. Namun ketika sosok itu semakin mendekat aku mulai menyadari sesuatu. Dia bukan Arya tapi Ben. Sial, aku mengumpat dalam hati.Ben berhenti tepat di depanku yang berdiri di pinggiran teras, lalu membuka helm serta maskernya. "Ngapain di sini? Nunggu orang?"Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha tetap tenang. Karena sejak melihat penampakan motor Yamaha NMAX jantungku berdendang keras. "Tidak kok." "Oh, aku bawa nasi goreng. Mau?" tanya Ben sambil berdiri dari atas motor.Karena kelamaan nunggu jawabanku Ben akhirnya menimpali, "tenang aja aku bawa dua bungkus." Dia raih dua bungkus nasi goreng di motornya lalu ia bawa ke teras kamar kostku. Namun, kini ia yang tersentak melihat satu kotak pizza di atas meja. "Wah ada pizza ini." "Iya itu buat kamu, sebagai gantinya sudah kasih makan aku tadi malam dan tadi pagi." "Ya, sudah begini saja, kita tukeran makanan. Dua nasi goreng dengan pizza. Bagai
Baca selengkapnya
Bab 6. Uang ditukar Nikah
Ben tertawa.Aku melihat giginya berjejer rapi lalu pandangannya ke arah barat tepatnya di lantai dua. “Beberapa kali aku melihatnya, dari sana.” Ben mengangkat dagu ke arah barat. Aku berdesis, “kamu mata-matain aku?”“Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya menebak. Aku di sini baru dua bulan. Melihat pacarmu itu baru dua kali.” Aku buang muka, emosiku tersulut tapi aku tidak mampu marah. “Aku sudah putus.” Suaraku ketus. *Dua minggu berlalu, aku dan Ben menjadi saling kenal. Tapi tidak pernah bertanya mengapa aku hendak bunuh diri. Aneh, pria itu tidak penasaran mengapa aku hendak bunuh diri di malam itu. Tapi dalam lubuk hati aku juga tidak berharap dia ingin tahu. Dan sejak saat itu pula aku berteman dengan Ben, tidak terlalu akrab hanya saja sering saling sapa. Beberapa kali bertemu di jalan saat hendak berangkat kerja, dia menawarkan diri untuk mengantarku. Awalnya aku menolak.Aku memilih jalan kaki toh sejak motorku hilang dibawa Arya aku selalu berangkat kerja dengan j
Baca selengkapnya
Bab 7. Bakal Calon Mertua
Benang kusut semakin ruwet. Semalaman aku mengalami insomnia, isi kepalaku terus berputar memikirkan “aku harus bagaimana?” Keputusan apa yang harus aku pilih? Mempermainkan ikatan suci hanya untuk menutupi aib? Atau aku benar-benar menggugurkan janinku sendiri? Namun, setiap kali berpikir menggugurkan janinku sendiri entah mengapa ucapan Ben, "aku bukanlah bagian dari pembunuh," selalu menghantui pikiranku. Sialnya hati kecilku membenarkan ucapan Ben, jika aku menggugurkan janin ini aku bagian dari pembunuh. Tidak! Aku bukan pembunuh! Setelah semalaman suntuk aku berfikir, akhirnya aku memberanikan diri mengambil keputusan. Aku akan menerima tawaran Ben. Uang sepuluh juta barter dengan status perkawinan selama satu tahun. Aku masih punya tabungan sebelas juta. Biar bagaimanapun kehadiran bakal manusia kecil ini aku yang mempersilahkan. Aku tak ingin menambah dosa dengan membunuh calon manusia kecil dalam rahimku ini. Jika ada sosok yang harus aku hukum dalam hal ini, Arya-l
Baca selengkapnya
Bab 8. Siapakah Sebenarnya Ben?
“Ya sudah nanti kita bicara…ayo masuk dulu. Makan dulu. Pasti Nak Yollanda capek habis motoran jauh.” Mama Eva merangkul pundakku, membimbingku masuk. Syukurlah Mama Eva tidak bereaksi berlebihan yang membuatku semakin gugup. Aku duduk di ruang tamu sendirian, sedangkan Ben mengikuti ibunya entah ke mana aku tidak tahu. Di ruang tamu itu aku lihat pigura besar dengan gambar Ben di tengah diapit Mama Eva dan disebelahnya seorang pria aku yakin itu ayah Ben. Rumah Ben tampak besar, tidak ada apa-apanya dengan rumah Kakek atau orang tuaku dulu di Malang. Halaman plesteran terbuka luas tanpa pagar, dan di samping rumah tampak pohon mangga dan rambutan menjulang tinggi. Suasananya pun tenang khas hawa perdesaan. Ruang tamunya dua kali lebih luas dari kamar kostku. Terdapat sebuah kursi kayu jati dengan ukiran dan pahatan indah berbentuk bunga. Dan tepat di tengah aku duduk terdapat bantalan empuk berlapis kain beludru berwarna merah maron. Yang membuatku sedikit terkesima ialah aq
Baca selengkapnya
Bab 9. Tikaman Ayah Anjas
"Sejak mengenal Yollanda.” Ben terdiam sesaat dengan mata menatap wajahku. “Ben berkeinginan menikah,” jawaban Ben menggema di seluruh ruangan. Bahkan gema itu mampu menembus tulang rusukku, masuk kedalam hatiku. Jantungku berdendang keras mendengar betapa serius Ben menjiwai sandiwara ini. Sorot matanya tidak menggambarkan kebohongan. Dia seperti laki-laki dengan tekad kuat untuk menikah tanpa basa basi. Ayah Anjas tersenyum tipis sambil menatapku. “Apakah kamu juga memiliki keinginan yang sama dengan Ben?” Aku lancarkan sandiwara Ben dengan mengangguk kepala dua kali. “Iya Om.” Bedanya aku menjawab sambil menundukan pandanganku. Sejak suasana ruang makan itu hening, seisi ruangan sibuk menikmati makanan. Hanya aku yang tak bisa fokus dengan sepiring makanan di hadapanku. Pikiranku terus melayang entah kemana arahnya. Sampai akhirnya pria yang aku takuti itu kembali menatapku dengan tajam. "Yollanda, kerja di mana? Lulusan sekolah dimana?" Dadaku hangat, aku semakin ragu dan
Baca selengkapnya
Bab 10. Eliezer Anak Cengeng!
Sebagai orang tua, pemimpin masyarakat dan terpelajar, Ayah Anjas tidak hanya menduga-duga. Kasus asusila di masyarakat sering dia jumpai, dari orang-orang yang berumur belia hingga lanjut usia. Dan yang sering terjadi ialah kasus wanita hamil diluar nikah. Dan perselingkuhan. Dari banyaknya pengalaman itu, hanya dengan melihat sorot mata dan gestur tubuh Yollanda, pria itu bisa meraba ada hal yang tidak beres. Ketakutan dan cemas. Terlebih lagi tingkah anaknya yang sering berulah, Ayah Anjas bisa membaca situasi yang sebenarnya terjadi di ruang meja makan. Ayah Anjas tahu dan cukup mengerti Ben adalah fotocopy dirinya. Sama-sama pembangkang dan keras kepala. Akan tetapi jika Ayah Anjas harus mendidik putranya seperti istrinya, dia angkat tangan. Tidak mampu. Bagaimana bisa seorang kepala keluarga lemah lembut? Yang paling dibenci Ayah Anjas ialah, keinginannya selalu bertolak belakang dengan anaknya. Sejak Ben kecil.Termasuk menolak dipanggil dengan sebutan “Eliezer” nama yang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status