Rasa frustasi mungkin bisa saja melanda semua orang apalagi melihat Ibu yang melahirkan kita terbaring di atas ranjang rumah sakit. Adam sungguh dilema dengan kejadian yang menimpanya hari ini. Dia bingung harus memihak siapa antara Hawa atau ibunya. Adam tidak menyangka dengan memilih menikahi Hawa akan membuat ibunya sangat kecewa padahal ia tidak bermaksud menyakiti siapapun.
Adam duduk di kursi ruang tunggu sambil memijit pelipisnya agar nyeri yang menyerang kepalanya segera hilang. Hawa sungguh merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Ibu mertuanya.
"Adam apa kepalamu sakit?" Hawa bertanya sedemikian polosnya. Adam menoleh menatap istrinya yang masih mengenakan gaun pengantinnya. Ia tersenyum dan mengangguk pada wanita itu.
"Aku akan memijit kepalamu," ujar Hawa lagi ingin menyentuh pelipis suaminya. Sebelum tangan mungil itu mendarat di sana, Adam sudah lebih dulu menahan tangan Hawa lalu menggenggamnya erat dan mengecupnya singkat. Sontak mata Hawa membesar lalu tersenyum, terkejut mendapat perlakuan romantis dari Adam.
"Tidak usah, Sayang. Sakit kepalaku ini akan segera hilang hanya melihat senyummu." Adam menggodanya, membiarkan wanita itu mencetak semu merah di pipinya.
"Kau tidak pernah berubah Adam, selalu saja menggodaku."
"Ya, aku tidak pernah puas menggodamu karena kau sangat menggemaskan," ucap Adam menatap bola mata hazel milik Hawa yang berbinar. Hawa memeluk suaminya lalu menangis terisak dalam dekapan tubuh kekar itu. Tangisnya meluap begitu saja setelah menahannya sejak tadi, hanya Adam tempat pelabuhan hati yang paling mengerti dirinya.
"A-aku minta maaf Adam karena aku Mama sakit, seharusnya kita tidak menikah tanpa persetujuan Mama. Dia pasti berpikir kalau aku yang meracuni otakmu untuk menikahiku." bulir-bulir air menderas di pipi Hawa, membasahi jas yang Adam kenakan.
"Ssssstt... Jangan menangis lagi sayang! Kau tidak bersalah, pilihan yang kita ambil hari ini sudah benar. Aku sudah lama menantikan hari dimana aku bisa menikahimu. Kau Hawaku, belahan jiwa Adam." lelaki itu turut menghibur hati Hawa yang gundah, mengelus punggung istrinya.
Sakit sekali melihat Hawa bersedih, semenjak mereka memutuskan menjalin hubungan. Hawa selalu murung dan sedih saat tahu Ibu Adam tidak menyetujui hubungan mereka karena Hawa tidak punya orang tua lagi. Kadangkala Helsi menuduh Hawa kalau wanita itu pembawa sial. Orang tuanya harus meninggal secara tragis akibat menabrak truk sewaktu melahirkan Hawa, sialnya hanya dia yang selamat.
Hawa kecil yang tidak tahu apapun saat mengetahui orang tuanya telah tiada hanya bisa menangis dalam gendongan Radit, kakak kandungnya. Orang tua mereka meninggalkan banyak harta termasuk perusahaan yang Radit kelola sekarang, untung saja orang tuanya memiliki pengacara yang baik mengurus seluruh aset warisan di jaga sepenuh hati sampai mereka dewasa.
"Terima kasih, Adam. Hanya kau yang mengertiku selama ini. Jangan pernah tinggalkan aku!" seru Hawa menatap Adam yang terdiam sesaat menatap sorot mata kesepian di bola mata itu.
"Sampai kapanpun aku tidak akan bisa meninggalkanmu. Jadi, berhentilah menangis dan jangan pikirkan hal yang tidak-tidak." kedua jari Adam mengusap air mata yang membekas di pipi wanita itu. "Kembalilah ke rumah kita untuk ganti pakaian! Kau juga butuh istirahat, Sayang. Tunggu aku di rumah! Setelah Mama sadar aku akan datang kesana," pinta Adam memaksa wanita itu untuk menuruti perkataannya.
"Tidak, aku disini saja menunggu Mama bangun. Aku tidak mau pulang sendirian di rumah kita." Hawa bersikukuh tinggal di rumah sakit. Ia tidak mau Ibu mertuanya berpikir yang tidak-tidak karena pergi dari rumah sakit.
"Sayang, dengarkan aku! Semua akan baik-baik saja di sini. Aku pasti datang, dan tidak akan melewatkan malam pertama kita. I promise you," bujuk Adam agar Hawa mau menuruti keinginannya. Wanita itu hanya bisa menarik nafas panjang tidak ingin membantah perkataan suaminya.
"Tapi--"
"Apa perlu aku menciummu disini agar mau menuruti perkataanku? Jangan salahkan aku kalau sampai kau malu di lihat orang lain." Hanya ini satu-satunya cara untuk mengusir secara halus istrinya. Adam menangkup kedua rahang pipi Hawa bersiap mendaratkan ciuman ganas di sana. Ia semakin mendekat dan benar-benar nekat ingin menciumnya.
Hawa mendorong jidat suaminya dengan jari telunjuknya agar pria itu menjauhkan wajahnya. "Jangan gila, Adam! Apa kau tidak malu menjadi tontonan semua orang." nyaris saja jantung Hawa melompat dari tempatnya.
Pria di hadapannya ini benar-benar tidak waras ingin menciumnya di rumah sakit. Mungkin otak suaminya sudah terbentur benda keras hingga lupa bagaimana rasa malu itu. Hawa sebaiknya memang harus pergi sekarang sebelum Adam menerjangnya.
"Kenapa harus malu mencium istri sendiri? Jika mereka iri melihat kemesraan kita, itu malah lebih bagus, memotivasi mereka yang jomblo untuk segera menikah mengikuti jejak kita," jawab Adam tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Sebaiknya aku pergi sebelum ambulance rumah sakit jiwa menjemputku sekarang karena mendengar ocehan berlebihan suamiku." Hawa memutar bola matanya jengah, kemudian berdiri memutar badannya meninggalkan suaminya.
"Kau melupakan sesuatu, sayang." Adam memegang pundak istrinya untuk berhenti melangkah. Hawa membalikkan badannya, Adam mengulurkan tangan, sebelum meraih tangan itu Hawa menepuk jidatnya karena ceroboh melupakan kewajibannya.
"Astaga, aku lupa." ia mencium punggung tangan Adam lalu pamit meninggalkan rumah sakit. Gaun yang di kenakan membuatnya gerah dan sulit melangkah. Hawa memencet tombol lift turun, tidak lama kemudian pintu lift pun terbuka lebar. Ia masuk perlahan, kebetulan Hawa sedang sendiri di dalam lift.
Pintu lift pun perlahan tertutup. Hawa terlalu asik melamun sampai lupa kalau ia sedang mengenakan gaun panjang dan setengah gaunnya terjepit di pintu lift padahal Hawa sudah merasa cukup hati-hati memasukinya. Ia menoleh kebelakang, tidak bisa melangkah lebih jauh lagi karena gaunnya terjepit di pintu.
"Sial, kenapa juga gaun ini sampai terjepit?" Hawa menariknya tapi tak kunjung lepas padahal pintu lift semakin rapat tertutup. Hawa memencet tombol agar pintunya terbuka kembali tapi tidak bisa.
"Siapapun di luar tolong aku! Hei, please buka pintunya!" hampir saja Hawa menangis mengutuki kesialan yang menimpanya hari ini. Lift tak kunjung bergerak, mungkin saja error.
"Tolong!" Hawa menggedor pintu lift. sambil berteriak kencang. Tak lupa juga memencet tombol emergency yang tidak jauh terletak dari tombol angka semua lantai rumah sakit.
Lelah meminta tolong Hawa terduduk terkulai lemas karena mulai merasa kepanasan di dalam sana.
Ting!
Akhirnya pintu lift terbuka lebar. Hawa mendongak ke atas melihat siapa orang yang membantunya. "Kak Radit!" girang Hawa menghambur ke pelukan kakaknya.
"Syukurlah, kakak datang menolongku. Aku hampir kehabisan nafas di dalam."
"Bukan aku yang menolongmu tapi dia," pungkas Radit menunjuk seseorang yang berdiri di sampingnya. Mendengar itu Hawa melepaskan pelukannya ingin melihat siapa yang menolongnya.
"Kak Leon?""Ya, Leon telah menolongmu," jawab Radit menatap adiknya yang melototkan matanya pada Leon.Leon tersenyum menebarkan aura manis pada kedua lesung pipi miliknya. Kulitnya yang putih, rambut keemasannya di potong rapi ke belakang, serta bola mata ke abu-abuan menunjukkan kalau lelaki itu blasteran Indonesia. Tinggi badannya kira-kira 180 cm membuat Hawa sedikit mendongak menatapnya.Leon adalah sahabat Radit semasa SMP tapi 7 tahun lalu ia pindah ke Los Angeles di tempat kelahiran Ayahnya. Ada hal yang membuat Leon hari itu harus pindah, ia sudah lama menyukai Hawa dan setelah tahu kalau Hawa sangat mencintai Adam. Dia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Indonesia. Leon masih ingat bagaimana Hawa menangis karena harus berpisah dengannya. Mereka dulu selalu bersama dan tanpa sepengetahuan Hawa, Leon sudah lama menyukainya tapi sangat takut untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu.Hingga khirnya H
Setelah tiba di rumah, Hawa berjalan santai memasuki rumahnya berniat untuk mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Mungkin saja beban hatinya akan hilang bersama air yang mengalir. Beberapa menit bergulat dengan perasaannya sendiri di dalam kamar mandi Hawa meraih kimono yang bergantung di dinding, membalut tubuhnya yang terekspos lalu keluar dari sana.Sebelum mengenakan pakaian Hawa merebahkan dirinya di atas kasur. Ia mengadah ke atas menatap langit-langit kamarnya yang di hiasi lampu kristal. Air mata menetes membasahi kasurnya, kenapa hatinya begitu sakit padahal setiap orang merasa bahagia di hari pernikahannya. Kenapa hidupnya sekacau ini? Helsi sangat membencinya bahkan menganggapnya pembawa sial.Sakit hati meluluhlantahkan perasaannya. Menyakitkan sekali berada di posisi gadis itu, Ia mengganti posisi tidurnya memiringkan tubuhnya, meringkuk bagai anak kecil yang ketakutan di sela tangisnya. Hawa sungguh mencintai Adam tapi Hels
Malam yang kelam di hiasi bintang kecil di langit gelap di temani semelir angin berhembus pelan. Ia sendirian menikmati keindahan malam di balkon sambil menyesap teh hijau panas. Ia sangat menjaga kebugarannya. Hawa menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan pelan, rasanya bagai mimpi hari ini untuknya. Seorang istri. Itulah statusnya sekarang, bertahun-tahun menunggu waktu dan akhirnya bisa tercapai juga.Hawa berenisiatif untuk mendekorasi kamar pernikahannya menjadi lebih berkesan di malam pertama mereka. Adam pasti suka saat dirinya mengenakan lingerie merah dan lampu kamar yang hanya menggunakan lilin. Untung saja Hawa sudah membeli semua perlengkapan yang dia butuhkan yaitu kelopak bunga mawar dan lilin aromatherapy untuk di hias di kamarnya.Ia meninggalkan balkon kamarnya menuju lemari tempat menyimpan lilin aromatherapy dan kelopak bunga mawar. Tangan Hawa lincah menaburi kelopak bunga membentuk gambar hati tepat di atas ranjangnya, beral
Cahaya pagi yang indah menerobos masuk di celah gorden kamar milik pasangan yang masih terlelap. Hawa merasakan kulitnya terasa hangat akibat panas mentari pagi. Tangannya bergerak menutupi wajahnya menghalangi silau membuatnya perlahan membuka mata.Hawa menggeliat dan merentangkan tangannya meregangkan otot-otot yang kaku setelah tidur semalaman. Ada yang tidak beres kenapa Hawa merasa ada yang berat di atas perutnya, sebelum melihat apa yang terjadi ia mengusap wajahnya dulu lalu membuka selimut pelan-pelan melihat semuanya.Sebuah tangan kekar bertengger di sana matanya membulat, lalu berganti menatap orang yang tidur nyenyak di sampingnya. Apa-apaan ini? Kenapa Hawa ketiduran padahal ia sudah bersusah payah semalam menunggui Adam di sofa dan sekarang ia berada di atas tempat tidur. Adam pasti telah menggendongnya untuk tidur di kamar ini.Hawa memutar tubuhnya menghadap ke Adam memperhatikan maha karya Allah yang sempurna tidur
Beberapa menit kemudian Adam sampai di kamarnya untuk membawakan istrinya sarapan pagi, Adam mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. Ia tak menemukan Hawa tidur di atas ranjang mereka. Hatinya mulai gelisah dan khawatir kalau Hawa sampai meninggalkannya, apa mungkin ini hanya pikiran bodohnya yang terlalu takut kehilangan wanita itu.Tangannya cekatan menaruh Sandwich dan susu yang dia bawa tadi di atas nakas lalu berinisiatif mencari Hawa di kamar mandi. Adam menarik nafas panjang saat berada di balik pintu, ia baru saja ingin mengetuknya tapi Hawa sudah lebih dulu membuka pintu.Hawa yang hanya berbalut kimuno di atas lutut dan handuk yang di gelung di atas kepalanya menandakan dia baru saja membersihkan dirinya di dalam sana. Ia cukup kaget melihat suaminya yang mematung di hadapannya, ia tahu betul ekspresi suaminya yang tampak cemas memikirkan sesuatu yang mengganggu pikirannya."Ternyata kau mandi ya, sayang. Aku pikir kau tadi pergi meninggalkanku sendi
Hawa bisa mendengar perdebatan mereka di dalam kamar, ia tahu seharusnya tidak datang ke sini. Helsi pasti akan sangat marah padanya saat melihatnya masuk di ruangan itu. Hawa terpaksa mengikuti intruksi suaminya untuk masuk ke dalam. Keringat dingin tanpa di undang seolah menusuk tulangnya, Adam membawanya ke dalam kandang singa yang lapar.Perlahan kakinya melangkah dan mendorong pintu ruangan, semua orang tengah melihatnya sekarang. Hawa benar-benar tidak tahu pikirannya sekarang, sesampai di dalam nyawanya seakan mengembang kemana-mana. Adam menghampirinya lalu menarik tangan Hawa mendekati Helsi yang sudah memasang wajah sangar. Tamatlah hidupnya hari ini Hawa percaya pasti tidak akan baik-baik saja di tempat ini."Adam mau Mama menerimanya sebagai menantu. Tidak akan ada hal buruk terjadi, Mama jangan khawatir. Adam juga mau mengadakan resepsi pernikahan untuk para kolega perusahaan dalam waktu dekat. Adam capek menyembunyikan pernikah
Sepulang dari rumah sakit Adam mengantar Hawa ke toko bunganya. Wanita itu tetap bersikukuh ingin bekerja sekalipun ia sudah menikah. Toko bunganya sangat berarti bagi Hawa, di tempat ini dia akan merasa bahagia saat melihat bunga bermekaran dengan menebarkan wangi semerbak."Aku masuk dulu yah, hati-hati kalau mengemudi jangan ugal-ugalan." Hawa memperingatinya sambil mencium tangan suaminya."Iya, sayang. Aku berangkat kerja dulu." Adam juga pamit pergi. Hawa mengangguk bersiap keluar dari mobilnya, saat akan menutup pintu mobil Adam berteriak lalu berkata, "Kau melupakan sesuatu.""Apa itu?" tanya Hawa memasang wajah bingung."Aku belum menciummu sayang,""Ada-ada saja kau Adam. Baiklah, yang mana ingin kau cium?" Hawa melongokkan kepalanya ke mulut mobil menanti Adam menciumnya."Aku cuma mau cium yang ini," jelas Adam mengecup singkat bibir istrinya. Hawa tersenyum lalu menutup pintu mobil, saat akan melangkah, Adam berteriak lagi sambil memb
Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai la