Share

Pernikahan Singkat
Pernikahan Singkat
Penulis: Nf

Menolak Pernikahan

Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu.

"Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan.

"Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.

Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sudah menganggap seperti ibunya sendiri. Kemiripan Helsi dan ibunya itu membuat Raditya selalu bahagia memandang wajahnya. Sulit memang memilih antara Hawa dan Helsi mereka sama-sama penting dalam hidupnya yang tak bisa di pisahkan begitu saja.

Namun jika harus memilih salah satunya, Radit tetap memilih adiknya. Pria itu bahkan menganggap Hawa yang terpenting dalam hidupnya, bagaimana tidak? Ia turut andil membesarkan adik kesayangannya itu. Dia masih mengingat adik kecil yang ia lihat di balik ruang inkubator setelah di lahirkan oleh ibunya melalui operasi cesar. Saat di operasi, ibunya sudah meninggal dunia dan suatu keajaiban adik kecilnya itu masih bertahan hidup. Radit yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menangis histeris setidaknya di dunia ini dia tidak sendirian.

Pria itu sudah memprediksi segala hal buruk yang akan terjadi. Jika suatu saat nanti Hawa menderita, Radit tidak akan segan-segan mengambil tindakan agar mereka bercerai. Sekalipun Hawa sangat mencintai Adam namun adiknya tidak bahagia atas perilaku Helsi, Radit siap kapanpun mencarikan pengganti Adam. Adiknya itu sangat cantik bahkan Leon siap menikahi Hawa.

"Ada yang lain lagi, Tante?" tanya Radit.

"Tidak ada lagi semua sudah selesai," kata Helsi cepat menampakkan senyuman pada keponakannya. Mereka semua meninggalkan balroom dan pergi istirahat. Pihak keluarga Adam sengaja menginap di hotel tempat resepsi tersebut karena mereka kelelahan dan sangat malas untuk ke rumah lagi. Tak ada yang tahu bagaimana ke depannya kisah cinta dua sejoli yang sedang memadu kasih tersebut.

Mereka hanya berpikir menjadi pasangan yang tak dapat di pisahkan, padahal mereka tidak tahu terlalu banyak kerikil tajam menguji kesetian cinta mereka yang bisa kandas kapan saja.

***

Di kamar hotel, sang mempelai pengantin sudah mandi dan mengenakan baju tidur yang sudah di siapkan oleh pihak hotel untuk mengganti pakaian mereka. Adam melihat Hawa yang sudah memakai selimut menenggelamkan dirinya dalam balutan kehangatan bulu halus selimut tersebut. Pria itu membuang dirinya di atas kasur tepat di samping Hawa kemudian merekatkan dirinya pada istrinya sambil berbisik.

"Apa kau senang sekarang? Aku sudah memperkenalkan dirimu pada dunia. Ini yang kau inginkan, Kan?" Adam bertanya memandang manik mata Hawa yang mengisyaratkan bahwa ia memang sangat bahagia sekarang.

"Perjalanan rumah tangga kita masih panjang Adam. Aku takut di masa depan semua yang kita inginkan tidak tercapai mungkin aku akan kecewa dan tidak ingin bertemu denganmu lagi. Kau tahu benar jika aku sampai terluka kakakku pasti akan memisahkan kita. Itu sebabnya aku sangat berharap padamu agar kita tak mengumbar masalah kita pada orang luar. Segala hal buruk bisa terjadi kapan saja dan jika kau mengkhianatiku, kau benar-benar akan kehilanganku dan kau tahu benar aku tidak suka kesempatan kedua." Hawa berbicara panjang lebar pada Adam berusaha menjelaskan masalah yang akan terjadi nanti dan solusi yang harus di lakukan.

"Percaya padaku! Kita takdir yang tak mudah di pisahkan. Aku sudah berkali-kali bilang padamu aku hanya ingin menikah satu kali seumur hidup dan hanya kau Hawa yang sudah ku nikahi. Tidak ada wanita lain lagi selain dirimu. Kita di jodohkan sewaktu dalam kandungan dan lihat kita sudah menikah, Kan?" Adam yakin sekali bahwa pernikahan mereka akan baik-baik saja hingga ajal menjemput mereka.

"Itu semua tidak menjamin Adam. Tapi aku berdoa semoga pernikahan kita akan menjadi yang terakhir sampai kita menua bersama." Genggaman tangan Hawa erat dan penuh harap, Adam mengerti perasaan suaminya. Mereka pun terlelap terbuai dalam mimpi tanpa melakukan penyatuan.

Mereka sangat lelah dan menundanya melakukan penyatuan itu. Lagipula besok pagi-pagi sekali mereka harus berbenah ke rumah Helsi dan tinggal di sana. Hawa ragu tapi ia tak punya pilihan lain untuk tidak menuruti permintaan suaminya.

***

Adam dan Hawa sudah tiba lebih dulu di rumah Helsi. Pasalnya mereka akan memberi orang tuanya kejutan, mengingat keberhasilannya mendapatkan restunya. Hawa sudah memasak berbagai macam makanan yang lezat dan semuanya makanan kesukaan mertuanya. Pagi-pagi sekali ia sudah berkemas dan membawa koper pakaian mereka di rumah.

Saat memasuki rumah mertuanya, Hawa begitu takjub dengan model rumah yang terkesan mewah, corak daerah timur tengah di hias dengan batu granit yang berkilauan. Anggap saja Hawa beruntung memasuki istana megah yang tak pernah ia bayangkan akan tinggal di rumah ini, dia memang beruntung memiliki mertua yang kaya tapi tidak beruntung karena dia harus di benci oleh ibu mertuanya.

Memasuki rumah itu Hawa hanya bisa memandang sesaat tanpa berkedip melihat seisi ruangannya. Wanita itu ternganga takjub, Adam tertawa cekikan melihat ekspresi Hawa yang terus saja melongo. Hawa awalnya memang keponakan di keluarga ini, namun sayang sekali tidak mendapat perhatian bahkan untuk melihat rumah ini saja ia tak boleh tapi sekarang Hawa sudah masuk ke dalamnya. Ia benar-benar bahagia menjadi bagian dari rumah ini.

Mertuanya sudah datang tubuhnya panas dingin merasa gugup, Hawa berdiri di samping suaminya menatap mereka masuk ke ruang tamu.

"Selamat datang, Ma, Pa. Hawa sudah mempersiapkan sarapan untuk kalian. Ayo, kita cicipi! Masakannya sangat enak melebihi masakan bibik Linda," girang Adam tidak berhenti tersenyum menatap kedua orang tuanya.

"Baiklah, ayo kita makan!" ajak Papa Adam mendekati meja makan namun Helsi tak bergerak di tempatnya dia hanya menatap Hawa yang masih mematung di hadapannya.

"Kalian makan saja. Aku tidak lapar, aku ingin beristirahat di kamarku. Tubuhku kesakitan karena menjadi pembantu di resepsi pernikahanmu kemarin." ejek Helsi pada Hawa yang memucat. Ia tidak menyangka mendapat sindiran seperti itu oleh ibu mertuanya. Hawa meremas ujung bajunya kesal, seharusnya ia tahu Helsi tidak akan berubah tapi ia bersyukur tak mendapatkan hal buruk seperti biasanya. Kata-kata sindiran itu bagai bumerang untuk dirinya sendiri.

Helsi pergi dengan menaiki tangga menuju kamarnya dan semua orang yang mendengar sindiran itu hanya bisa diam membisu tak menggubris kata yang menyindir seseorang yang tidak lain Hawa.

Raditya tidak tahu harus berbuat apa agar Helsi tidak membenci HawaAcara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu.

"Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan.

"Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.

Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sudah menganggap seperti ibunya sendiri. Kemiripan Helsi dan ibunya itu membuat Raditya selalu bahagia memandang wajahnya. Sulit memang memilih antara Hawa dan Helsi mereka sama-sama penting dalam hidupnya yang tak bisa di pisahkan begitu saja.

Namun jika harus memilih salah satunya, Radit tetap memilih adiknya. Pria itu bahkan menganggap Hawa yang terpenting dalam hidupnya, bagaimana tidak? Ia turut andil membesarkan adik kesayangannya itu. Dia masih mengingat adik kecil yang ia lihat di balik ruang inkubator setelah di lahirkan oleh ibunya melalui operasi cesar. Saat di operasi, ibunya sudah meninggal dunia dan suatu keajaiban adik kecilnya itu masih bertahan hidup. Radit yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menangis histeris setidaknya di dunia ini dia tidak sendirian.

Pria itu sudah memprediksi segala hal buruk yang akan terjadi. Jika suatu saat nanti Hawa menderita, Radit tidak akan segan-segan mengambil tindakan agar mereka bercerai. Sekalipun Hawa sangat mencintai Adam namun adiknya tidak bahagia atas perilaku Helsi, Radit siap kapanpun mencarikan pengganti Adam. Adiknya itu sangat cantik bahkan Leon siap menikahi Hawa.

"Ada yang lain lagi, Tante?" tanya Radit.

"Tidak ada lagi semua sudah selesai," kata Helsi cepat menampakkan senyuman pada keponakannya. Mereka semua meninggalkan balroom dan pergi istirahat. Pihak keluarga Adam sengaja menginap di hotel tempat resepsi tersebut karena mereka kelelahan dan sangat malas untuk ke rumah lagi. Tak ada yang tahu bagaimana ke depannya kisah cinta dua sejoli yang sedang memadu kasih tersebut.

Mereka hanya berpikir menjadi pasangan yang tak dapat di pisahkan, padahal mereka tidak tahu terlalu banyak kerikil tajam menguji kesetian cinta mereka yang bisa kandas kapan saja.

***

Di kamar hotel, sang mempelai pengantin sudah mandi dan mengenakan baju tidur yang sudah di siapkan oleh pihak hotel untuk mengganti pakaian mereka. Adam melihat Hawa yang sudah memakai selimut menenggelamkan dirinya dalam balutan kehangatan bulu halus selimut tersebut. Pria itu membuang dirinya di atas kasur tepat di samping Hawa kemudian merekatkan dirinya pada istrinya sambil berbisik.

"Apa kau senang sekarang? Aku sudah memperkenalkan dirimu pada dunia. Ini yang kau inginkan, Kan?" Adam bertanya memandang manik mata Hawa yang mengisyaratkan bahwa ia memang sangat bahagia sekarang.

"Perjalanan rumah tangga kita masih panjang Adam. Aku takut di masa depan semua yang kita inginkan tidak tercapai mungkin aku akan kecewa dan tidak ingin bertemu denganmu lagi. Kau tahu benar jika aku sampai terluka kakakku pasti akan memisahkan kita. Itu sebabnya aku sangat berharap padamu agar kita tak mengumbar masalah kita pada orang luar. Segala hal buruk bisa terjadi kapan saja dan jika kau mengkhianatiku, kau benar-benar akan kehilanganku dan kau tahu benar aku tidak suka kesempatan kedua." Hawa berbicara panjang lebar pada Adam berusaha menjelaskan masalah yang akan terjadi nanti dan solusi yang harus di lakukan.

"Percaya padaku! Kita takdir yang tak mudah di pisahkan. Aku sudah berkali-kali bilang padamu aku hanya ingin menikah satu kali seumur hidup dan hanya kau Hawa yang sudah ku nikahi. Tidak ada wanita lain lagi selain dirimu. Kita di jodohkan sewaktu dalam kandungan dan lihat kita sudah menikah, Kan?" Adam yakin sekali bahwa pernikahan mereka akan baik-baik saja hingga ajal menjemput mereka.

"Itu semua tidak menjamin Adam. Tapi aku berdoa semoga pernikahan kita akan menjadi yang terakhir sampai kita menua bersama." Genggaman tangan Hawa erat dan penuh harap, Adam mengerti perasaan suaminya. Mereka pun terlelap terbuai dalam mimpi tanpa melakukan penyatuan.

Mereka sangat lelah dan menundanya melakukan penyatuan itu. Lagipula besok pagi-pagi sekali mereka harus berbenah ke rumah Helsi dan tinggal di sana. Hawa ragu tapi ia tak punya pilihan lain untuk tidak menuruti permintaan suaminya.

***

Adam dan Hawa sudah tiba lebih dulu di rumah Helsi. Pasalnya mereka akan memberi orang tuanya kejutan, mengingat keberhasilannya mendapatkan restunya. Hawa sudah memasak berbagai macam makanan yang lezat dan semuanya makanan kesukaan mertuanya. Pagi-pagi sekali ia sudah berkemas dan membawa koper pakaian mereka di rumah.

Saat memasuki rumah mertuanya, Hawa begitu takjub dengan model rumah yang terkesan mewah, corak daerah timur tengah di hias dengan batu granit yang berkilauan. Anggap saja Hawa beruntung memasuki istana megah yang tak pernah ia bayangkan akan tinggal di rumah ini, dia memang beruntung memiliki mertua yang kaya tapi tidak beruntung karena dia harus di benci oleh ibu mertuanya.

Memasuki rumah itu Hawa hanya bisa memandang sesaat tanpa berkedip melihat seisi ruangannya. Wanita itu ternganga takjub, Adam tertawa cekikan melihat ekspresi Hawa yang terus saja melongo. Hawa awalnya memang keponakan di keluarga ini, namun sayang sekali tidak mendapat perhatian bahkan untuk melihat rumah ini saja ia tak boleh tapi sekarang Hawa sudah masuk ke dalamnya. Ia benar-benar bahagia menjadi bagian dari rumah ini.

Mertuanya sudah datang tubuhnya panas dingin merasa gugup, Hawa berdiri di samping suaminya menatap mereka masuk ke ruang tamu.

"Selamat datang, Ma, Pa. Hawa sudah mempersiapkan sarapan untuk kalian. Ayo, kita cicipi! Masakannya sangat enak melebihi masakan bibik Linda," girang Adam tidak berhenti tersenyum menatap kedua orang tuanya.

"Baiklah, ayo kita makan!" ajak Papa Adam mendekati meja makan namun Helsi tak bergerak di tempatnya dia hanya menatap Hawa yang masih mematung di hadapannya.

"Kalian makan saja. Aku tidak lapar, aku ingin beristirahat di kamarku. Tubuhku kesakitan karena menjadi pembantu di resepsi pernikahanmu kemarin." ejek Helsi pada Hawa yang memucat. Ia tidak menyangka mendapat sindiran seperti itu oleh ibu mertuanya. Hawa meremas ujung bajunya kesal, seharusnya ia tahu Helsi tidak akan berubah tapi ia bersyukur tak mendapatkan hal buruk seperti biasanya. Kata-kata sindiran itu bagai bumerang untuk dirinya sendiri.

Helsi pergi dengan menaiki tangga menuju kamarnya dan semua orang yang mendengar sindiran itu hanya bisa diam membisu tak menggubris kata yang menyindir seseorang yang tidak lain Hawa.

Raditya tidak tahu harus berbuat apa agar Helsi tidak membenci Hawa​​

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status