Share

Bab 2

last update Dernière mise à jour: 2024-01-12 16:59:02

"NIELA!" Sebuah suara teriakan menghentikan pergerakan Niela.

Salah 1 kaki yang sempat naik pun kembali turun ke lantai. Tubuh kurus itu bergetar tak terkendali, akibat dari kombinasi hati kacau dan udara dingin yang menyapu kulit.

"Berhenti di sana!"

Niela menoleh mendapati Kindly berteriak dari seberang sana. 'Ah mereka sudah selesai rupanya'.

Entah definisi apa yang menggambarkan ekspresi wajah sang suami, apakah khawatir atau marah? Niela sulit membedakan. Apakah lelaki itu berteriak karena tak mau kehilangan atau ada alasan lain yang bisa membunuh batin Niela lebih kejam dari pada ini? Niela penasaran apa yang akan dilakukan pria itu.

"Jangan lakukan apapun, tunggu aku di sana!" Perintah Kindly kemudian berlari meninggalkan Alika yang tampak ikut shok.

Gadis itu hanya mematung saling tukar pandang dengan Niela. Jujur saja dia merasa tidak enak sebab Niela sudah berstatus sebagai istri sah Kindly. Tapi dia juga tidak rela melepas hubungan mereka begitu saja. Alika bingung harus berbuat apa. Ingin bicara tapi lidahnya canggung menyapa. Apa lagi dia tahu sudah jadi duri dalam pernikahan Niela.

Tap..tap..tap

Suara langkah kaki semakin mendekat. Kindly menarik kasar Niela dari pinggir balkon, menyeretnya lalu di hempaskan ke kasur.

"Apa kau gila hah?" Bentak Kindly. Amarah sudah sangat menguasainya, terbukti dari wajah yang memerah.

Niela hanya diam berpandangan kosong. Dia kira Kindly akan datang menenangkan tapi nyatanya lelaki itu tetaplah Kin yang pemarah dan kejam. Nyawa nya tidaklah sepenting itu bagi sang suami.

"Berhenti membuat masalah! Apa kau tidak merasa cukup sudah menghancurkan hidupku?" Tambahnya lagi tak mampu menahan emosi.

Namun kali ini Kindly berusaha tidak bermain tangan. Meski benci, dia bisa melihat kerapuhan Niela di balik sikap diamnya. Tapi lagi-lagi ada ego yang menahan rasa iba meski hanya sekedar berucap tenang.

"Kenapa?" Akhirnya suara Niela menyahut pelan dan bergetar. "Bukankah jika aku mati hidupmu tidak akan hancur lagi? Kenapa menghalangiku?" Niela sungguh ingin mendengar jawaban Kindly.

"Apa kau bodoh? Kita baru menikah. Aku bukan orang kecil sepertimu. Berita kematianmu akan mempengaruhi keluargaku. Aku tidak mau namaku hancur karena masalah yang kau buat." Ucap Kindly dengan kesal. Merasa bersalah? Agak mustahil manusia keras kepala itu mau mengaku.

'Oh jadi hanya masalah karirnya yah? Lucu sekali aku berharap hal lainnya tadi' batin sedih Niela. Jika tahu begini Niela menyesal mendengarkan suaminya untuk berhenti naik pagar pembatas. Seharusnya dia tetap terjun agar tidak mendapat hinaan lagi.

"Ap... Apa kamu tidak ada rasa khawatir sedikit saja terhadap bayi ini?" Tanya Niela memastikan sembari memegang perutnya. Dia memberanikan diri menatap mata sang suami.

"Dia ada karena kesalahan bukan keinginanku."

Bodoh seharusnya Niela tidak usah bertanya.

Kindly menutup pintu balkon dan menyimpan kuncinya.

"Behenti melakukan aneh-aneh lagi. Aku tidak mau buang waktu untuk pemakamanmu." Ucap Kindly sebelum hendak melangkah.

"Kin."

Kindly mebalikkan badan mendapati Niela yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipi Kindly. Tidak sakit memang, tapi tentu saja seorang Kin tidak akan menerima perlakuan demikian. Wajahnya mengeras dengan bola api di matanya.

"Kamu pikir aku mau dihamili orang brengsek sepertimu? Kamu sendiri yang memaksaku waktu itu." Geram Niela meluapkan rasa dalam dada. Tak ada ketakutan di wajah baru itu.

"Jadi begini sifat aslimu?" Kindly terkekeh menyepelekan amarah Niela. Bukan menyerap makna perkataan Niela tapi lelaki itu malah fokus ke sikap kasar Niela yang baru dia lihat.

"Binatang pun masih punya hati melindungi pasangannya meskipun tanpa di didik." ucap Niela pelan.

Plak

Sebuah tamparan yang lebih kasar membalas pipi Niela hingga wanita yang tengah hamil itu jatuh terduduk ke lantai. Tangannya refleks menahan perut.

Kindly jongkok berhadapan lalu menarik kasar rambut Niela sampai mendongak.

"Ingat ini wanita jalang. Kau tak punya hak menuntut apa-apa di sini. Jangan bertingkah seolah kau adalah nyonya!" Tegasnya lalu menghempas kasar tubuh Niela.

Kindly menatap jijik Niela kemudian berlalu dari ruangan itu.

Bagai hantaman berlipat ganda, Niela tidak bisa berpikir jernih lagi. Kepalanya terasa pusing dengan argumen-argumen yang meronta di otak. Ingin sekali menghilang dari bumi ini.

'Kenapa aku harus menanggung kesalahan yang tidak kubuat?'

'Bukan aku yang meminta untuk dinikahi apa lagi kehamilan ini. Tapi seolah Kin hanya mau melampiaskan semuanya padaku dan menutup mata pada kebenaran yang sebenarnya dia tahu.'

Matanya terasa berat. Kelopak itu perlahan turun menutup cahaya. Gelap.

***

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Alika saat Kindly kembali ke kamarnya.

Tak ada jawaban. Kindly duduk menyandarkan tubuh dan kepalanya dengan mata terpejam. Pikirannya cukup kacau sekarang. Alika duduk di samping Kindly lalu menuangkan air ke gelas yang tersedia di meja.

"Ini minumlah." Ucapnya lembut. Gadis itu berharap semuanya akan baik-baik saja.

Kindly meletakkan gelas usai meminum semua isinya. Air dingin itu sedikit membantu meredakan emosi. Atau mungkin karena yang memberikan adalah Alika.

"Apa kalian bertengkar?" Tanya Alika lagi.

"Kapan kami tidak bertengkar? Sudahlah aku tidak mau membahas tentangnya lagi."

"Maaf, aku membuat kalian jadi lebih rumit." Kata Alika menunduk. Dia tentu sadar hubungan mereka bukanlah hal yang pantas. Sudah ada tembok besar yang menghalangi ke-2 nya bersama. Kecuali kalau Kindly dan Niela bercerai.

"Berhenti merasa bersalah. Kau korban juga di sini." Ucap Kindly sembari menggenggam tangan mulus Alika.

"Jika dia tidak muncul, seharusnya kau yang menjadi istriku sekarang." Lanjut Kindly lagi dengan sikap ramah dan senyum yang belum pernah Niela lihat.

"Tapi mau sampai kapan kita begini Kin? Rasanya sudah tidak ada harapan lagi untuk kita." Lirih Alika. Mata berembun itu menatap lurus pada Kindly.

"Beri aku waktu. Aku hanya perlu membuat mama benci wanita sialan itu."

Alika terdiam. Ada rasa tidak tega mendengar penuturan Kindly. Bagaimana pun Niela sedang mengandung anak Kindly. Harusnya wanita itu dapat perhatian lebih dari sang suami bukan seperti ini.

"Aku... Aku merasa jahat jika kau lakukan hal itu untukku."

"Dia yang jahat Alika. Dia menggodaku agar punya alasan kuat untuk menikah denganku. Dia hanya bertingkah jadi korban." Katanya meyakinkan Alika. "Apa kau mau merelakanku dengan wanita licik seperti itu?"

Alika sepontan menggeleng. Alasan ini yang membuat Alika tidak bisa melepaskan Kindly begitu saja. Kindly selalu berucap bahwa Niela bukan wanita yang baik.

"Terserah kamu saja. Tapi aku akan mundur jika sudah merasa harus."

"Tenanglah. Aku akan berusaha agar kita tetap bersama."

***

Malam hari pukul 8, Niela bangun merasakan sakit di bagian perut bawahnya. Tak ada yang tahu keadaan gadis malang di kamar gelap itu. Niela berusaha bangun perlahan menahan sakit yang kian menghantam. Semakin bergerak, semakin perih.

"Argh.. hhh.. sakit sekali." Gumannya.

Sadar tak akan ada yang mau bantu, Niela pun mencoba menolong diri sendiri. Tubuh lemah itu berjalan tertatih keluar kamar usai meraih ponsel dan tas salempangnya. Berpegangan pada tembok dan benda apa pun yang ada di sekitar menjadi pilihan agar bisa menjaga keseimbangan.

Tapi pusing di kepala mendera kencang ketika Niela mencapai anak tangga terakhir. Dia pun duduk di sana sembari menyembunyikan wajah di ke-2 lutut. Matanya terpejam menikmati kesakitan yang datang bertubi-tubi.

Kindly yang sedang duduk menikmati kopi di ruang keluarga beralih menatap Niela di ujung tangga. Layar ponsel yang tadinya di utak-atik terabaikan.

Seorang pelayan yang baru masuk setelah membuang sampah melirik Niela di sana. Pelayan itu berlari kecil mendekat untuk memeriksa keadaan Niela.

"Nak, kamu kenapa?" Ucapnya perhatian sembari mengusap rambut Niela.

Niela mengangkat kepalanya. Pelayan itu panik saat melihat wajah pucat Niela dan lebam di pipi kiri.

"To.. tolong antar aku ke rumah sakit." Pintanya memohon. Suaranya sangat pelan persis orang skarat.

"Ya ampun, tunggu di sini! Bibi pangilkan pak Jeri dulu." Katanya lalu buru-buru pergi meninggalkan Niela.

"Ssssh argh ku mohon jangan dulu." Lirihnya berharap rasa sakit itu bisa reda. Dia menggigit bibir keringnya guna menyalurkan rasa.

Kindly hanya diam menonton. Ada begitu banyak keraguan dalam dirinya untuk melangkah. Rasa tidak ingin di perdaya, dan gengsi yang tidak ingin diturunkan. Belum lagi rasa tidak percaya pada wanita itu.

"Ayo, ayo cepat!" Suara pelayan yang diikuti Jeri, supir keluarga Kindly.

"Langsung gendong saja!" Sekali lagi pelayan itu berucap panik.

Jeri pun mengangkat Niela yang terkulai lemas, tak punya daya lagi untuk sekedar membantah. Mereka melewati Kindly yang sedang sibuk dengan ponsel. Ah, orang-orang di sana sudah cukup tahu bagaimana tidak pedulinya sang tuan terhadap istrinnya sendiri. Hingga hal gawat seperti ini pun tidak perlu di laporkan.

Kindly meneguk kopinya sampai habis lalu meletak kasar gelasnya hingga mengahasilkan suara tamparan kaca.

Mata Kindly dan Niela sempat bertemu sebelum pelayan dan supirnya datang. Tak bertahan lama, wanita itu segera membuang muka dan memilih meringis sendirian.

"Dia bahkan tidak memohon padaku." Monolog Kindly.

'apa dia baik-baik saja?' lanjutnya dalam hati.

'Aku hancur. Aku lebih hancur darimu. Aku tidak baik-baik saja.' Ucapan hati Niela ketika saling menatap singkat dengan sang suami tadi.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 48

    Menghilangnya Kindly telah membukakan jalan lebar bagi rivalnya beraksi. Inilah alasan Kindly melarang Niela sembarang keluar rumah tanpa penjagaan. Namun dia kurang perhitungan dalam penyediaan tenaga bayaran.Orang-orang itu mentargetkan Niela dalam penculikan. Mereka membuat kedua pengawal tumbang dan meninggalkan Sena yang histeris. Sena sempat melakukan perlawanan untuk merebut Niela dan pada akhirnya pingsan setelah tengkuk kepalanya di hantam benda tumpul.Pertolongan baru datang usai mereka berhasil lari.Niela tidak tahu apa yang dia alami selanjutnya. Pandangannya menggelap ketika sebuah kain beraroma tajam menutup mulut dan hidungnya. Dia kira akan terbangun di tempat kumuh seperti gudang berdebu, tempat penyekapan yang sering muncul dalam film.Salah.Begitu kelopak matanya terbuka, yang pertama dilihatnya adalah langit-langit putih yang terlampau terang akibat biasan lampu bagian tengah. Menoleh kiri kanan, ini merupakan kamar yang nyaman ditiduri.Tunggu.Apa Andri suda

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 47

    Tak ada petunjuk. Tak ada saksi. Cctv terhapus secara misterius.Kindly benar-benar menghilang tanpa jejak. Polisi turun tangan dalam pencarian. Andri mengerahkan segenap kekuasaannya.Niela menggila, uring-uringan di jalanan tanpa arah. Fokusnya mencari batang hidung Kindly di mana pun. Para pengawal hanya sanggup mengantar dan mengikuti intruksinya. Selama empat hari ini Sena dan Andri berusaha bersikap tenang, memutuskan menemani Niela juga menginap selama Kindly belum ditemukan.Sena terpaksa mengurung Niela yang memaksa keluar mencari sang suami. Wanita itu menolak makan, sering melamun, dan menangis tanpa suara. Dia juga lebih banyak menyendiri di balkon kamar, menatap langit dalam keheningan. Wajahnya pucat karena kurang nutrisi. Kantung matanya menebal, separuh lingkaran hitam membingkai bawah matanya.Dari pintu, Sena memperhatikan dengan helaan nafas lesu. Dia merasa kehilangan, tentu. Tapi sang menantu pasti punya tanggungan kesakitan yang berbeda. Antara bersyukur karena

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 46

    Secepat kilat menyambar, sama cepatnya dengan aksi bunuh diri Alika. Tak ada yang bisa dilakukan lagi. Alika mengalami pendarahan hebat, kepalanya pecah, tangan kirinya bengkok terlindas bola depan mobil. Kana meraung dalam bahasa sedih. Kindly berlari, berusaha meraih tubuh Alika yang separuhnya terjebak di bawah kolong mobil. Jalanan ribut suara-suara ringisan, prihatin, dan bercampur dengan bunyi klakson dari belakang (mereka tidak tahu situasi di depan).Alika menghembuskan nafas terakhirnya. Meninggalkan luka pukulan besar sekaligus kenangan terburuk.Pemakaman di laksanakan dua hari kemudian. Tangis pilu mengelilingi petinya. Kana sudah kehabisan air mata. Dia menatap penuh dendam pada Kindly yang datang bersama Niela. Mungkin ingin memaki dan marah-marah jika tidak di depan umum. Seluruh keluarganya pun tak mau repot-repot menyapa. Itu wajar. Niela sudah menduga skenario ini sebelum tiba.Kindly berdiri bak mayat hidup. Wajahnya datar, lebih seperti melamun. Binar matanya meng

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 45

    Kana tersenyum percaya diri. Memaksimalkan drama, bertingkah sebagai korban paling tersakiti. "Kin, istrimu memukul Alika."Kindly masih berdiri di ambang pintu, menatap bergantian antara Niela dan Alika. Matanya tajam seperti biasa. Aroma parfum maskulinnya berbaur dengan wangi roti panggang mentega.Niela diam menunggu penasaran apa yang akan dilakukan sang suami. Bunyi sepatu Kindly adalah satu-satunya yang terdengar. Bagaikan latar musik horor mendekati puncak kemunculan setan. Perlahan dia berjalan mendekat, dan berhenti di hadapan istrinya."Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan suara rendah.Niela diam, menatap lekat mata Kindly. Membaca situasi hati lelaki itu. Terbesit keraguan dalam dirinya ketika mendapati sorot mata yang sulit ditebak."Dia memukul Alika." Ulang Kana memanasi. "Dia sangat kasar dan...""Aku bertanya padamu." Kindly menoleh pada Kana. "Ada apa kau datang mengganggu istriku lagi?"Mulut Kana menganga, bingung. Kepercayaan dirinya luntur sesaat. "Kau membela

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 44

    Beberapa pelanggan yang baru datang dan pejalan kaki yang lewat menyaksikan perdebatan di depan toko roti itu. Si ibu pemilik toko berkacak pinggang, melontarkan kalimat-kalimat gerutuan. Suaranya nyaring, sanggup menenggelamkan suara Kana.Si pengawal (dua orang) memasang badan, mencegah Kana melewati batas pintu. Wajah mereka tak banyak berubah, datar, tampak seperti melawan anak ayam.Kana sudah kehilangan akal sehatnya. Dia benci diperlakukan kasar. Dia benci orang-orang memandangnya rendah. Emosi itu membakar dirinya hingga lupa sedang berada di tempat umum dan memancing atensi banyak orang. Sial, ini sangat buruk.Pintu kaca terbuka. Seseorang menariknya dari dalam. Niela keluar, menatap Kana. Perdebatan mereka terintrupsi."Apa yang kau lakukan Kana?" Tanya Niela, berpura-pura tidak mengerti kondisi."Ah maaf nona, kenyamanan anda terganggu karena orang ini." Ucap si wanita pemilik toko.Niela memborong banyak roti, pun wajahnya sudah dikenal karena terlalu sering membeli bebe

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 43

    Keadaan berubah. Kini Niela yang merasa bersalah dan memaki dirinya sendiri dalam hati. "Kau salah mengerti." Ralat Niela dengan mata berkaca-kaca."Apa pun yang kau tidak suka dariku. Bisakah kita membicarakannya bersama?"Niela pun tak tahan. Dia menghadapkan tubuh pada Kindly dan meraih wajah itu ke dalam dekapannya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya Niela yang di dekap, ditenangkan, dibisiki kata-kata hangat. Berbeda dengan sekarang. Dia merasakan kerapuhan lelaki yang selalu menunjukkan wajah garang. Hampir mustahil mempecayai momen ini terjadi jika mata tak melihat langsung.Apa Kindly juga begini pada Alika? Oh sialan, pikiran negatif begitu tak membantu."Baiklah, maaf kalau aku menyudutkanmu, bukan maksudku." Ucap Niela sembari mengusap punggung sang suami."Jangan katakan hal itu lagi padaku." Suara Kindly masih serak, namun tidak lagi sumbang.Niela mengangguk. "Selama kau tidak berbuat macam-macam, aku tidak akan mengatakannya lagi. Kau sadar? Hubungan kita sep

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status