Niela adalah seorang gadis pekerja keras tanpa tujuan hidup setelah kematian ayahnya. Tak punya keluarga, tak punya sandaran, hanya memiliki diri sendiri sebagai tempat bergantung. Menjalani hidup yang kesepian, membuat Niela ber-impian memiliki seorang suami yang bisa berperan sebagai orangtua sekaligus teman cerita. Namun semuanya hancur ketika sosok suami yang diimpikan justru membenci dirinya setengah mati. Sang suami bahkan tidak takut membawa kekasihnya ke dalam rumah, tanpa peduli seberapa hancur perasaan Niela. Mengapa? Apakah sikap buruk suaminya itu akan berubah?
View More"Drama apa lagi yang kau buat?" Suara berat Kindly menghentikan Niela yang hendak menaiki tangga.
Niela menarik nafas jengah menghadapi pertanyaan konyol dari suaminya. Sudah jelas dia pingsan kelelahan dalam kondisi hamil muda. Dan itu sama sekali bukan akting. Lagi pula dokter mana yang mengijinkan pasien sehat menginap di rumah sakit? Kindly bahkan tak mau menjenguk atau menjemput... Ah lupakan."Aku baru keluar rumah sakit Kin, aku malas berdebat."Niela tahu penjelasan serinci apa pun tidak akan merubah pola pikir suaminya. Kindly selalu berpandangan buruk pada Niela. Jadi apapun yang Niela lakukan tetap akan salah dan selalu salah di mata Kindly.Kindly berdiri dari sofa lalu berjalan perlahan mendekati Niela. Cara memandang mata coklat itu sungguh di benci Niela. Sangat meremehkan seolah melihat sampah."Kau pikir aku percaya? Kau pikir aku akan mengasihanimu?" Ucapnya dengan wajah dingin yang selalu saja melekat padanya.Niela hanya mampu menatap datar tanpa bersuara. Dia sudah kebal menghadapi situasi begini. Diam adalah solusi paling tepat jika tak ingin memperkeruh konflik."Bukankah sudah ku bilang berhenti mengadu pada mama?" Lanjut Kindly yang sudah geram. Sorot matanya sangat tajam mengintimidasi."Aku tidak melakukannya." jawab Niela setenang mungkin. Dia ingin pulang agar beristirahat tapi situasi ini lebih buruk dari pada di rumah sakit."Mama menelponku karena tidak menemanimu wanita sialan." bentak Kindly semakin menaikkan suaranya.Jantung Niela seolah melompat mendengar suara keras itu. Matanya terpejam sembari buka suara. "Dokter Ester yang memberi tahu mama."Tanpa peduli jawaban yang baru terdengar, Kindly mencengkram rahang Niela hingga terdengar suara ringisan."Telpon mama sekarang, sampaikan betapa aku menjadi suami baik yang menjagamu! Dan ingat perjanjian kita, pernikahan ini akan usai setelah bayinya lahir." Katanya dengan suara rendah namun terkesan mengancam.Niela hanya bisa mengangguk agar segera di lepaskan. Rahangnya terasa hampir bergeser bila lebih di tekan lagi.Kindly melepas kasar cengkraman itu lalu mendahului Niela naik ke atas."Menyusahkan."Satu kata itu masih bisa di dengar Niela. Dia menyusul naik ke atas dan masuk ke kamar yang berbeda dengan Kindly. Niela duduk di tepi ranjang sembari meraba rahang yang terasa sakit. Bulir bening meluncur tanpa ada suara isakan. Meski sudah tahu sang suami kasar tapi bukan berarti perasaan dan hatinya berhenti berfungsi.Kindly dan Niela menikah tanpa ada ikatan ataupun rasa sayang. Niela hanyalah karyawan biasa yang berkerja di perusahaan dari lelaki yang sudah menjadi suaminya itu. Suatu malam Kindly mabuk dan salah mengira perusahaan sebagai rumah-nya. Pengaruh alkohol membuat kakinya lemas hinggah jatuh di depan lift. Kejadian itu di lihat oleh Niela yang memang sedang lembur dan hendak kembali usai mengambil makanan pesanan. Tanpa berpikiran buruk, Niela memapah atasannya sampai ke ruangan yang diinginkan Kindly.Saat hendak pergi, pergelangan tangan Niela di tarik hingga jatuh ke pangkuan Kindly. Gadis 24 tahun itu panik dan berusaha lari tapi tenaga Kindly tak terkalahkan. Akhirnya terjadilah hal yang di sesalkan ke-2nya.Entah mau di sebut kesialan atau keberuntungan, pagi harinya Sena yang merupakan mama dari Kindly datang ke kantor dan mendapati pemandangan tak layak itu. Sena yang tak mau mengotori nama baik keluarga pun memutuskan untuk menikahkan mereka tanpa mendengarkan bantahan. Sena merupakan wanita yang menjunjung tinggi etika dari pada melihat tingkat kekayaan.Terlepas dari Niela yang terkesan murahan tapi bukan berarti anaknya bisa dibenarkan juga. Mereka melakukan itu secara bersama jadi harus menanggung akibat dari kesalahan itu secara bersama juga. Tidak bisa menyalakan sepihak. Lagi pula jika Niela hanya ingin harta, dia tak mungkin menolak pernikahan yang Sena usulkan. Niela justru membuat banyak alasan untuk menunda rencana tersebut. Sena sampai menutup telinga dan mulai mengurus pernikahan mereka sendiri.Di sinilah Niela sekarang. Tinggal di rumah mewah dan megah bersama Kindly setelah menikah 1 bulan lalu. Kehidupan normalnya berubah jadi neraka. Kindly menuduh Niela menggodanya hingga mereka melakukan hal yang tak seharusnya. Bahkan tidak menganggap janin itu anaknya. Tak ada tempat mengadu bagi Niela. Ke-2 orang tuanya sudah meniggal. Hanya ada seorang bibi yang tinggal di kota lain. Namun dia terlalu malu untuk membicarakan hal-hal demikian. Yang bibinya tahu Niela hidup bahagia bersama suaminya yang kaya raya."Kau bahkan tumbuh tanpa ada yang mengharapkan." lirih Niela mengelus perutnya yang belum menonjol. "Ayahmu menolak kita."Air matanya terus jatuh tanpa bisa di cegah. Padahal setelah kematian orangtuanya, Niela mendambakan seorang lelaki yang bisa mengembalikan kebahagiannya. Kehangatan yang dia rasakan dari sang ayah sewaktu masih hidup begitu melekat dalam memori ingatan. Dekapan sang ayah kala itu sangat nyaman dan melindungi.Tapi harapan itu sekarang hancur tak bersisa. Tidak ada tanda-tanda Kindly mau mewujudkan impiannya. Melindungi? Suaminya itu bahkan lebih terlihat ingin memusnahkan Niela. Dia lah sumber bahaya Niela saat ini.Drrt... Drrt... DrrtGetaran ponsel menghentikan lamunan Niela. Dia segera menghapus air mata dan menstabilkan suaranya setelah melihat nama 'Mama Sena' tertuliskan di layar."Hallo ma." sapa Niela berusaha tegar, tak ingin membuat Sena khawatir atau masalah baru akan bertambah lagi."Niel, bagaimana keadaanmu sayang?" Tanya Sena dengan lembut namun tegas yang sudah merupakan sifatnya."Baik ma. Cucu mama juga sehat.""Baguslah." ucap Sena bernafas lega. "Sudah pulang? Kin menjemputmu kan?""Iya, Niel di jemput Kin kok." Bohongnya sembari meremas ponsel. Sungguh, Niela tidak biasa berbohong. Rasa bersalah cukup menghantuinya ketika melakukan hal itu. Apa lagi Sena sangat baik dan perhatian. Setidaknya kehangatan yang diimpikan Niela bisa diberikan Sena."Beritahu mama jika dia berulah lagi." perintah Sena.Niela hanya bisa menggigit bibir, tak sanggup mengiyakan lagi."Maaf mama tidak bisa ke sana. Urusan di sini belum selesai. Mama tidak bisa meninggalkan papa sendiri." Ucap Sena tulus. Sekarang mereka ada di luar negeri mengurus cabang perusahaan. Meski sudah ada Kindly, mereka tidak mau berdiam diri di rumah. Karakter pekerja keras dan ulet menjadi ciri khas keluarga mereka. Justru badan terasa sakit jika tidak melakukan rutinitas yang sudah biasa mereka lakukan. Apa lagi kondisi fisik yang masih sangat mendukung."Tidak apa ma. Niel baik-baik saja kok.""Jaga terus kesehatan kalian yah. Oh hampir lupa, bagaimana Kin memperlakukanmu selama mama tidak ada di sana?"DegPertanyaan itu sukses membuat jantung Niela berpacu. Tangannya tremor mendadak. Lidahnya pun kelu harus mengatakan apa. Niela takut memancing amarah Kindly melalui Sena. Tapi di sisi lain dia adalah wanita rapuh yang butuh di dengar. Ingin sekali mengatakan yang sesungguhnya tapi--"Baik ma, Kin mulai berubah dan juga menjaga Niel." lagi, dia berbohong. Bantal samping kiri di remas kuat, guna menyalurkan perasaan yang tertahan di dada."Sungguh?"Kali ini bulir bening kembali jatuh lagi. Niela menggigit pergelangan tangannya sendiri agar tidak mengeluarkan isakan. Pantulan dirinya di cermin rias terlihat menyedihkan. Mendadak kemusuhan diri sendiri yang semakin sensitif jika menyangkut hati."Iya ma."Tidak, dia sering memukul Niel."Kin benar-benar berubah"Berubah lebih jahat."Mama tidak perlu kawatir"Tolong Niel ma, Kin adalah monster.Setiap keluhan batin itu hanya ditelan tanpa disuarakan.Jeda di antara kalimat-kalimat itu sedikit mecurigakan. Namun Sena berhenti bertanya jika itu memang privasi. Mereka juga harus di latih mandiri membangun rumah tangga."Oh baguslah. Pokoknya telpon mama jika ada perlu, oke?""Iya ma."Panggilan itu pun berakhir. Niela meletakkan ponsel ke sembarang arah lalu memeluk lututnya. Seruan-seruan kecil dari hatinya tadi ingin sekali di perdengarkan. Tapi di balik itu dia juga takut curhatannya tidak di anggap penting.Sekarang matanya tertuju pada balkon kamar. Mungkin menikmati pemandangan luar akan memberi semangat baru. Niela melangkah tanpa alas kaki. Tapi pemandangan di balkon lainnya jauh lebih menghantam hati hingga hancur lebur.Kindly sedang berciuman panas dengan Alika, kekasihnya. Kesibukan mereka yang bernafsu tidak menyadari kehadiran Niela di seberang sana.Pedih tapi tak bisa berbuat apa-apa. Niela sadar bahwa sebenarnya dialah penghancur hubungan mereka. Kindly dan Alika sudah lama berpacaran bahkan mungkin akan menikah. Sayangnya rencana itu gagal oleh karena kejadian yang merugikan berbagai pihak.Sakit, marah, menyesal, iri, semua jadi satu sekarang. Niela mengalihkan pandangan ke arah bawah sembari meremas pagar pembatas. Dadanya sesak seperti tertimpa barang berat. Matanya buram terhalang air yang berlomba keluar."Ayahmu benar-benar tidak butuh kita." lirihnya merasa tak berguna."Apa kita menyusul kakek dan nenek saja?" Katanya lagi sembari menatap langit. "Maaf, Niel menyerah."Tubuh bergetar itu perlahan mulai menaiki pagar.Menghilangnya Kindly telah membukakan jalan lebar bagi rivalnya beraksi. Inilah alasan Kindly melarang Niela sembarang keluar rumah tanpa penjagaan. Namun dia kurang perhitungan dalam penyediaan tenaga bayaran.Orang-orang itu mentargetkan Niela dalam penculikan. Mereka membuat kedua pengawal tumbang dan meninggalkan Sena yang histeris. Sena sempat melakukan perlawanan untuk merebut Niela dan pada akhirnya pingsan setelah tengkuk kepalanya di hantam benda tumpul.Pertolongan baru datang usai mereka berhasil lari.Niela tidak tahu apa yang dia alami selanjutnya. Pandangannya menggelap ketika sebuah kain beraroma tajam menutup mulut dan hidungnya. Dia kira akan terbangun di tempat kumuh seperti gudang berdebu, tempat penyekapan yang sering muncul dalam film.Salah.Begitu kelopak matanya terbuka, yang pertama dilihatnya adalah langit-langit putih yang terlampau terang akibat biasan lampu bagian tengah. Menoleh kiri kanan, ini merupakan kamar yang nyaman ditiduri.Tunggu.Apa Andri suda
Tak ada petunjuk. Tak ada saksi. Cctv terhapus secara misterius.Kindly benar-benar menghilang tanpa jejak. Polisi turun tangan dalam pencarian. Andri mengerahkan segenap kekuasaannya.Niela menggila, uring-uringan di jalanan tanpa arah. Fokusnya mencari batang hidung Kindly di mana pun. Para pengawal hanya sanggup mengantar dan mengikuti intruksinya. Selama empat hari ini Sena dan Andri berusaha bersikap tenang, memutuskan menemani Niela juga menginap selama Kindly belum ditemukan.Sena terpaksa mengurung Niela yang memaksa keluar mencari sang suami. Wanita itu menolak makan, sering melamun, dan menangis tanpa suara. Dia juga lebih banyak menyendiri di balkon kamar, menatap langit dalam keheningan. Wajahnya pucat karena kurang nutrisi. Kantung matanya menebal, separuh lingkaran hitam membingkai bawah matanya.Dari pintu, Sena memperhatikan dengan helaan nafas lesu. Dia merasa kehilangan, tentu. Tapi sang menantu pasti punya tanggungan kesakitan yang berbeda. Antara bersyukur karena
Secepat kilat menyambar, sama cepatnya dengan aksi bunuh diri Alika. Tak ada yang bisa dilakukan lagi. Alika mengalami pendarahan hebat, kepalanya pecah, tangan kirinya bengkok terlindas bola depan mobil. Kana meraung dalam bahasa sedih. Kindly berlari, berusaha meraih tubuh Alika yang separuhnya terjebak di bawah kolong mobil. Jalanan ribut suara-suara ringisan, prihatin, dan bercampur dengan bunyi klakson dari belakang (mereka tidak tahu situasi di depan).Alika menghembuskan nafas terakhirnya. Meninggalkan luka pukulan besar sekaligus kenangan terburuk.Pemakaman di laksanakan dua hari kemudian. Tangis pilu mengelilingi petinya. Kana sudah kehabisan air mata. Dia menatap penuh dendam pada Kindly yang datang bersama Niela. Mungkin ingin memaki dan marah-marah jika tidak di depan umum. Seluruh keluarganya pun tak mau repot-repot menyapa. Itu wajar. Niela sudah menduga skenario ini sebelum tiba.Kindly berdiri bak mayat hidup. Wajahnya datar, lebih seperti melamun. Binar matanya meng
Kana tersenyum percaya diri. Memaksimalkan drama, bertingkah sebagai korban paling tersakiti. "Kin, istrimu memukul Alika."Kindly masih berdiri di ambang pintu, menatap bergantian antara Niela dan Alika. Matanya tajam seperti biasa. Aroma parfum maskulinnya berbaur dengan wangi roti panggang mentega.Niela diam menunggu penasaran apa yang akan dilakukan sang suami. Bunyi sepatu Kindly adalah satu-satunya yang terdengar. Bagaikan latar musik horor mendekati puncak kemunculan setan. Perlahan dia berjalan mendekat, dan berhenti di hadapan istrinya."Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan suara rendah.Niela diam, menatap lekat mata Kindly. Membaca situasi hati lelaki itu. Terbesit keraguan dalam dirinya ketika mendapati sorot mata yang sulit ditebak."Dia memukul Alika." Ulang Kana memanasi. "Dia sangat kasar dan...""Aku bertanya padamu." Kindly menoleh pada Kana. "Ada apa kau datang mengganggu istriku lagi?"Mulut Kana menganga, bingung. Kepercayaan dirinya luntur sesaat. "Kau membela
Beberapa pelanggan yang baru datang dan pejalan kaki yang lewat menyaksikan perdebatan di depan toko roti itu. Si ibu pemilik toko berkacak pinggang, melontarkan kalimat-kalimat gerutuan. Suaranya nyaring, sanggup menenggelamkan suara Kana.Si pengawal (dua orang) memasang badan, mencegah Kana melewati batas pintu. Wajah mereka tak banyak berubah, datar, tampak seperti melawan anak ayam.Kana sudah kehilangan akal sehatnya. Dia benci diperlakukan kasar. Dia benci orang-orang memandangnya rendah. Emosi itu membakar dirinya hingga lupa sedang berada di tempat umum dan memancing atensi banyak orang. Sial, ini sangat buruk.Pintu kaca terbuka. Seseorang menariknya dari dalam. Niela keluar, menatap Kana. Perdebatan mereka terintrupsi."Apa yang kau lakukan Kana?" Tanya Niela, berpura-pura tidak mengerti kondisi."Ah maaf nona, kenyamanan anda terganggu karena orang ini." Ucap si wanita pemilik toko.Niela memborong banyak roti, pun wajahnya sudah dikenal karena terlalu sering membeli bebe
Keadaan berubah. Kini Niela yang merasa bersalah dan memaki dirinya sendiri dalam hati. "Kau salah mengerti." Ralat Niela dengan mata berkaca-kaca."Apa pun yang kau tidak suka dariku. Bisakah kita membicarakannya bersama?"Niela pun tak tahan. Dia menghadapkan tubuh pada Kindly dan meraih wajah itu ke dalam dekapannya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya Niela yang di dekap, ditenangkan, dibisiki kata-kata hangat. Berbeda dengan sekarang. Dia merasakan kerapuhan lelaki yang selalu menunjukkan wajah garang. Hampir mustahil mempecayai momen ini terjadi jika mata tak melihat langsung.Apa Kindly juga begini pada Alika? Oh sialan, pikiran negatif begitu tak membantu."Baiklah, maaf kalau aku menyudutkanmu, bukan maksudku." Ucap Niela sembari mengusap punggung sang suami."Jangan katakan hal itu lagi padaku." Suara Kindly masih serak, namun tidak lagi sumbang.Niela mengangguk. "Selama kau tidak berbuat macam-macam, aku tidak akan mengatakannya lagi. Kau sadar? Hubungan kita sep
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments