แชร์

Bab 4

ผู้เขียน: Mil ChristiKwn
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-01-12 17:17:54

Salah satu dari perampok itu mengambil keputusan gegabah. Dia panik mendengar suara Niela yang bisa menggagalkan rencana mereka. Tanpa keraguan, dia menarik pisau bersamaan dengan padamnya listrik. Tapi kegelapan tidak menghentikan aksinya hingga...

Jleb

Tetesan darah jatuh mengotori lantai. Tak ada yang dapat melihat bagaimana kondisi orang yang terkena tusukan.

"Dasar bodoh, kau menambah masalah." Ucap rekannya.

Mereka buru-buru melangkah menebak arah keluar sembari meraba senter dalam tas bawaan. Tapi sebuah hantaman membuat mereka beku di tempat beberapa saat.

Lampu kembali menyala. Detik berikutnya ke-3 perampok itu lari ketika melihat 2 lelaki berbadan kekar ada di sebelah mereka. Kindly dengan darah di tangannya bersama Jeri sang supir. Sementara Niela terdiam di tempat, tubuhnya mendadak kaku digerakkan. Tak sejalan dengan otak yang ingin sekali mencari tempat pelarian aman.

Kindly yang emosi mengejar para perampok. Tak ada ampun untuk mereka yang berani mencari masalah dengannya. Baku hantam pun terjadi. Adu pisau dan stun gun (alat kejut listrik) pun tidak luput dari perkelahian itu.

Bug

Bruk

Ke-2 perampok jatuh setelah mendapat tendangan dari Kindly. Pisau mereka meleset jatuh entah ke mana.

"Beraninya kalian." Geram Kindly dengan rahang yang mengeras. Wajah garang dan suara berat nya menciutkan nyali.

Bug

Bug

Bug

Tendangan dan bogeman di layangkan demi memuaskan hasrat ingin membunuh. Kindly benci pada orang-orang yang berani mengganggu hidupnya. Sudah dia bilang tidak akan ada ampun bagi mereka.

"Tuan, ini salah 1 tikusnya." Kata Jeri yang baru datang.

Supir itu membawa salah 1 perampok yang sudah lebih dulu lari meninggalkan ke-2 rekannya. Tidak jauh berbeda, orang itu sama babak belur dengan rekan lainnya.

"Cih.. dasar sampah." Remeh Kindly.

Tangan yang semakin banyak mengeluarkan darah pun di abaikan. Darah dari goresan luka demi menahan pisau yang hampir mengenai Niela.

Pada saat itu dia memang sedang mengerjakan sesuatu hingga mendengar suara brisik. Kindly melewati jalur darurat yang tersedia untuk situasi semacam ini. Dia bertemu Jeri kala ingin ke sumber suara bersamaan. Para pelayan pun cekatan mematikan listrik sesuai perintah Jeri.

Ke-3 perampok itu diamankan sebelum di jemput polisi. Alat bukti senjata tajam serta cctv diserahkan untuk kelancaran penyelidikkan.

Setelah tangan Kindly di perban pelayan, dia sadar tidak melihat Niela sejak tadi. Ke mana wanita itu? Tidak mungkin dia diculik yang lain kan? Entah apa yang mendorong Kindly untuk mencari kerberadaan sang istri.

Dapur dan ruang tamu kosong. Kindly yakin Niela ada di kamarnya. Pria itu berjalan menuju lantai atas.

Ceklek

Tak ada yang menempati kasur. Apa Niela keluar? Tapi beberapa detik kemudian Kindly mendengar isakan kecil dari arah kamar mandi. Kindly perlahan mendekat lalu membuka pintu kamar mandi.

Benar. Niela duduk memeluk lutut di dalam bathtub dengan tubuh gemetar. Wajahnya tunduk bersembunyi di antara 2 lutut. Tahu ada yang mendekat, Niela mengangkat wajahnya pelan bertemu tatap dengan sang suami. Matanya merah sembab, bibirnya pucat bergetar. Niela berpandangan kosong dengan mata berembun. Tampak berusaha menahan air matanya. Dia melirik perban di tangan Kindly.

"Apa kau akan menamparku juga?" Lirihnya dengan suara sumbang dan air mata yang semakin berjatuhan.

Hati Kindly tersentil mendengar ucapan Niela. Apa dia terlihat seperti predator yang selalu ingin melukai mangsanya? bukan begitu maksud kedatangannya.

Tanpa menjawab Kindly membungkuk hendak menggendong sang istri tapi Niela refleks menahan lengan Kindly.

"Tidak, aku tidak mau menyakiti pasanganmu." katanya kemudian berdiri, berjalan sempoyongan menuju kasur.

Kindly terdiam kata. Lelaki itu tertegun di tempat. Matanya terkunci menatap setiap langkah Niela. Wanita itu rebahan di kasur membelakangi sang suami. Kindly pun memutuskan pergi meninggalkan Niela yang tampak tak mau di ganggu.

Keesokan harinya, mereka berangkat bersama untuk menghadiri pesta kecil antar kolega setelah rapat. Acara yang di sebutkan Kindly kemarin. Sepanjang jalan hanya ada keheningan. Tak ada yang memulai pembicaraan.

Kindly mengira Niela tidak akan ikut mengingat kondisinya beberapa jam yang lalu. Tapi saat melewati ruang keluarga, Niela sudah menunggu di sana. Wanita itu ternyata tahu caranya berpenampilan modis layaknya wanita karir.

Niela menghela nafas, membuang masalah yang beradu dalam otak. Dia hanya fokus melihat keluar jendela menikmati pemandangan pinggir jalan. Matanya terpaku pada pasangan yang sedang menyebrang saat lampu merah. Pria itu merangkul penuh wanitanya yang sedang hamil besar. Kelihatan sigap melindungi dari segala kondisi. Jujur Niela iri dengan si wanita.

Rapat berjalan lancar. Selanjutnya mereka ada di restoran yang sudah di sewakan penuh untuk acara orang-orang ber-uang itu. Niela hanya mengekor di belakang Kindly sesuai perintah sang suami. Dia tidak nyaman berada di antara keramaian di sana. Ranah mereka cukup jauh dari Niela.

'Aku dan dia memang berbeda.'

Kindly menyapa hangat setiap kolega yang mengajak bicara. Tatapan dan senyuman tulus yang tidak pernah di lihat Niela.

'Dia bisa bersikap lembut juga.'

Tak sengaja seorang anak yang sedang berlari menabrak Kindly dari belakang hingga si kecil terjatuh.

"Hei kau tidak apa?" Tanya Kindly usai membantu si anak berdiri. Suaranya begitu lembut khas orang dewasa membujuk baby.

'Dia hanya kasar padaku dan bayiku.'

"Oh maafkan anak saya Mr.Kindly." Ucap seorang wanita usia 30-an yang baru menghampiri mereka. Si kecil langsung menghambur ke pelukan ibunya.

"Tak masalah. Anak anda sangat lucu."

"Ah trimakasih."

'Maafkan ibu karena kau seharusnya tidak bertumbuh dalam rahim wanita serendahku.'

"Apa anak saya menyakiti istri anda?" Tanya wanita itu melihat ke arah Niela.

Kindly berbalik mendapati Niela yang melamun dengan mata berkaca-kaca. Namun bukan berarti dia tidak mendengar ucapan barusan.

"Ah tidak. Anak anda hanya mengingatkan saya pada seseorang." jawab spontan Niela tersenyum ramah. Matanya berkedip mengeringkan cairan yang nyaris keluar.

Terlihat jelas mata tajam Kindly yang memperingati istrinya agar tidak lagi memasang ekspresi begitu. Hati Niela sakit tak terkira lagi. Sebenci itu Kindly padanya sampai sekedar mengekspresikan hati pun di larang.

Niela melihat versi lain Kindly di hari itu. Versi yang tidak sudi Kindly terapkan pada dirinya. Ingin rasanya pergi ke suatu tempat tak berpenghuni. Meneriakkan segala kepedihan tanpa diketahui siapa pun. Lagi pula siapa yang mau berempati jika mereka tahu sekalipun.

Seperti pagi tadi, mereka pulang dalam keheningan. Bagai orang asing baru bertemu.

"Aku mau bekerja." Suara Niela di tengah keterdiaman.

Kindly yang sibuk membaca tabletnya mengalihkan atensi pada Niela. Masih diam beberapa detik lalu bicara.

"Posisimu sudah ada yang menggantikan."

"Bukan di kantormu."

"Terserah."

Hanya itu. Kindly tak mau ambil pusing dengan kehidupan pribadi Niela. Mereka punya urusan masing-masing. Pernikahan mereka hanya formalitas tanpa menjalankan arti suami istri sesungguhnya.

Niela menghubungi Harell usai mandi sembari membuka map berisi ijazah dan surat-surat keperluan untuk berkas lamaran kerja.

"Jadi kamu setuju?" Ucap Harell sekali lagi memastikan pendengarannya tidak salah. Berkas di meja seketika terabaikan. Dia tak peduli pada pena yang menggelinding jatuh ke lantai. Atensinya fokus pada si penelpon sembari bersandar ke kursi kebanggaannya yang di putar menghadap jendela kaca. Cukup indah melihat pemandangan lampu setiap rumah dan gedung dari tempatnya sekarang.

"Umn iya kak. Masih berlaku kan?"

"Tentu. Datang saja besok ke alamat yang kuberi waktu lalu" katanya mengetuk-ngetuk jari. "Atau mau ku jemput?"

"Ah tidak perlu kak." Tolak Niela halus. "Itu tidak jauh dari sini kok."

"Hahaha... Aku hanya bercanda. Mana mungkin juga suamimu mengijinkan."

Niela tersenyum getir sembari meremas ponsel. Tak mengijinkan? Lebih tepatnya tak peduli.

"Niel?" Panggil Harell lembut.

"Oh maaf kak, Niel sementara mempersiapkan berkasnya." Bohongnya. Tidak sepenuhnya bohong juga karena di depannya memang ada berkas-berkas itu, tapi bukan itu alasannya tak menyahut tadi.

"Tidak usah bawa berkas. Cukup bawa dirimu saja. Ingat aku yang melamarmu bekerja di sini." Kata Harell di selipkan gurauan.

Niela tersenyum mendengar calon bos-nya barusan. Harell belum berubah, masih sama seperti dulu.

"Niel yang tidak enak kak."

"Ha ha ha... Baiklah terserah kamu saja. Yang penting datang dalam keadaan sehat."

Kalimat itu. Kalimat yang Niela ingin dengar dari suaminya. Perhatian yang didambakan setiap istri.

"Iya, pasti kak."

"Beritahu aku jika perlu apa-apa."

"I..iya kak. Nanti balas chat Niel kalau ada yang mau di tanya-tanya yah."

"Siap junior."

Lagi senyum manis melengkung di bibir Niela. Senyum bahagia yang sudah hilang semenjak malam sial kala itu. Semua masalah terlupakan sejenak. Panggilan itu pun berakhir ketika Niel mengeluh baterai ponselnya hampir habis.

Setelah meletakkan ponsel, mata Harell menatap lurus layar komputer di hadapannya. Aura hangat tadi menguap entah ke mana terganti wajah datar. Dia meneliti setiap tulisan di layar.

"Kindly, apa yang kau lakukan pada Niel-ku?"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 48

    Menghilangnya Kindly telah membukakan jalan lebar bagi rivalnya beraksi. Inilah alasan Kindly melarang Niela sembarang keluar rumah tanpa penjagaan. Namun dia kurang perhitungan dalam penyediaan tenaga bayaran.Orang-orang itu mentargetkan Niela dalam penculikan. Mereka membuat kedua pengawal tumbang dan meninggalkan Sena yang histeris. Sena sempat melakukan perlawanan untuk merebut Niela dan pada akhirnya pingsan setelah tengkuk kepalanya di hantam benda tumpul.Pertolongan baru datang usai mereka berhasil lari.Niela tidak tahu apa yang dia alami selanjutnya. Pandangannya menggelap ketika sebuah kain beraroma tajam menutup mulut dan hidungnya. Dia kira akan terbangun di tempat kumuh seperti gudang berdebu, tempat penyekapan yang sering muncul dalam film.Salah.Begitu kelopak matanya terbuka, yang pertama dilihatnya adalah langit-langit putih yang terlampau terang akibat biasan lampu bagian tengah. Menoleh kiri kanan, ini merupakan kamar yang nyaman ditiduri.Tunggu.Apa Andri suda

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 47

    Tak ada petunjuk. Tak ada saksi. Cctv terhapus secara misterius.Kindly benar-benar menghilang tanpa jejak. Polisi turun tangan dalam pencarian. Andri mengerahkan segenap kekuasaannya.Niela menggila, uring-uringan di jalanan tanpa arah. Fokusnya mencari batang hidung Kindly di mana pun. Para pengawal hanya sanggup mengantar dan mengikuti intruksinya. Selama empat hari ini Sena dan Andri berusaha bersikap tenang, memutuskan menemani Niela juga menginap selama Kindly belum ditemukan.Sena terpaksa mengurung Niela yang memaksa keluar mencari sang suami. Wanita itu menolak makan, sering melamun, dan menangis tanpa suara. Dia juga lebih banyak menyendiri di balkon kamar, menatap langit dalam keheningan. Wajahnya pucat karena kurang nutrisi. Kantung matanya menebal, separuh lingkaran hitam membingkai bawah matanya.Dari pintu, Sena memperhatikan dengan helaan nafas lesu. Dia merasa kehilangan, tentu. Tapi sang menantu pasti punya tanggungan kesakitan yang berbeda. Antara bersyukur karena

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 46

    Secepat kilat menyambar, sama cepatnya dengan aksi bunuh diri Alika. Tak ada yang bisa dilakukan lagi. Alika mengalami pendarahan hebat, kepalanya pecah, tangan kirinya bengkok terlindas bola depan mobil. Kana meraung dalam bahasa sedih. Kindly berlari, berusaha meraih tubuh Alika yang separuhnya terjebak di bawah kolong mobil. Jalanan ribut suara-suara ringisan, prihatin, dan bercampur dengan bunyi klakson dari belakang (mereka tidak tahu situasi di depan).Alika menghembuskan nafas terakhirnya. Meninggalkan luka pukulan besar sekaligus kenangan terburuk.Pemakaman di laksanakan dua hari kemudian. Tangis pilu mengelilingi petinya. Kana sudah kehabisan air mata. Dia menatap penuh dendam pada Kindly yang datang bersama Niela. Mungkin ingin memaki dan marah-marah jika tidak di depan umum. Seluruh keluarganya pun tak mau repot-repot menyapa. Itu wajar. Niela sudah menduga skenario ini sebelum tiba.Kindly berdiri bak mayat hidup. Wajahnya datar, lebih seperti melamun. Binar matanya meng

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 45

    Kana tersenyum percaya diri. Memaksimalkan drama, bertingkah sebagai korban paling tersakiti. "Kin, istrimu memukul Alika."Kindly masih berdiri di ambang pintu, menatap bergantian antara Niela dan Alika. Matanya tajam seperti biasa. Aroma parfum maskulinnya berbaur dengan wangi roti panggang mentega.Niela diam menunggu penasaran apa yang akan dilakukan sang suami. Bunyi sepatu Kindly adalah satu-satunya yang terdengar. Bagaikan latar musik horor mendekati puncak kemunculan setan. Perlahan dia berjalan mendekat, dan berhenti di hadapan istrinya."Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan suara rendah.Niela diam, menatap lekat mata Kindly. Membaca situasi hati lelaki itu. Terbesit keraguan dalam dirinya ketika mendapati sorot mata yang sulit ditebak."Dia memukul Alika." Ulang Kana memanasi. "Dia sangat kasar dan...""Aku bertanya padamu." Kindly menoleh pada Kana. "Ada apa kau datang mengganggu istriku lagi?"Mulut Kana menganga, bingung. Kepercayaan dirinya luntur sesaat. "Kau membela

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 44

    Beberapa pelanggan yang baru datang dan pejalan kaki yang lewat menyaksikan perdebatan di depan toko roti itu. Si ibu pemilik toko berkacak pinggang, melontarkan kalimat-kalimat gerutuan. Suaranya nyaring, sanggup menenggelamkan suara Kana.Si pengawal (dua orang) memasang badan, mencegah Kana melewati batas pintu. Wajah mereka tak banyak berubah, datar, tampak seperti melawan anak ayam.Kana sudah kehilangan akal sehatnya. Dia benci diperlakukan kasar. Dia benci orang-orang memandangnya rendah. Emosi itu membakar dirinya hingga lupa sedang berada di tempat umum dan memancing atensi banyak orang. Sial, ini sangat buruk.Pintu kaca terbuka. Seseorang menariknya dari dalam. Niela keluar, menatap Kana. Perdebatan mereka terintrupsi."Apa yang kau lakukan Kana?" Tanya Niela, berpura-pura tidak mengerti kondisi."Ah maaf nona, kenyamanan anda terganggu karena orang ini." Ucap si wanita pemilik toko.Niela memborong banyak roti, pun wajahnya sudah dikenal karena terlalu sering membeli bebe

  • Pernikahan Tanpa Perasaan dengan Tuan Atasan   Bab 43

    Keadaan berubah. Kini Niela yang merasa bersalah dan memaki dirinya sendiri dalam hati. "Kau salah mengerti." Ralat Niela dengan mata berkaca-kaca."Apa pun yang kau tidak suka dariku. Bisakah kita membicarakannya bersama?"Niela pun tak tahan. Dia menghadapkan tubuh pada Kindly dan meraih wajah itu ke dalam dekapannya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya Niela yang di dekap, ditenangkan, dibisiki kata-kata hangat. Berbeda dengan sekarang. Dia merasakan kerapuhan lelaki yang selalu menunjukkan wajah garang. Hampir mustahil mempecayai momen ini terjadi jika mata tak melihat langsung.Apa Kindly juga begini pada Alika? Oh sialan, pikiran negatif begitu tak membantu."Baiklah, maaf kalau aku menyudutkanmu, bukan maksudku." Ucap Niela sembari mengusap punggung sang suami."Jangan katakan hal itu lagi padaku." Suara Kindly masih serak, namun tidak lagi sumbang.Niela mengangguk. "Selama kau tidak berbuat macam-macam, aku tidak akan mengatakannya lagi. Kau sadar? Hubungan kita sep

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status