Hafens menahan sudut bibirnya yang agak berkedut akibat pertanyaan dari Christa.
"Siapa yang melakukan hal ini padaku?" Christa bergumam lirih. "Disini banyak lelaki, hanya beberapa saja yang wanita. Apakah mungkin ada seseorang yang masuk ke kamar ini tadi malam? Aku merasakan ada yang meminumkan air ke mulutku, lalu mata dan tanganku seakan di ikat oleh sesuatu. Apakah kau tahu siapa yang melakukan ini padaku?"Hafens memalingkan wajahnya, tak mau menatap ke arah Christa yang baru bertanya. Entah mengapa pula ada yang menggelitik hatinya kala mendengar ucapan-ucapannya itu."Hafens-""Berhentilah mengatakan hal-hal tidak masuk akal itu!" selanya dengan tatapan datar. "Kau bersiaplah, temui aku di luar kamar ini nantinya. Cari tahu sendiri dimana aku, dalam sepuluh menit setelah kau mandi dan membersihkan diri, jika kau tidak menemukan keberadaanku, maka aku akan memberikan sesuatu hal yang akan membuatmu menyesalinya!"Christa membulatkan matanya mendengar ucapan itu. Bahkan saat dengan santai Hafens melangkah meninggalkannya."Hafens!" panggilnya menahan saat teringat kalau pakaiannya tidak ada disini."Apalagi?!""Pakaianku tidak ada disini ..." ujarnya membuat Hafens membuang napas pendek."Ambil-" dia menahan ucapannya saat teringat kalau koper Christa ada diluar, sedangkan keadaan wanita itu hanya berbalut selimut. "Nanti akan diantarkan pelayan padamu."Christa mengangguk pelan, lalu bangkit perlahan-lahan dari atas ranjang. Dia melihat Hafens yang menutup kasar pintu kamarnya, hingga hela napasnya berhembus perlahan.Dia melihat sekitar kamarnya yang tampak hening, langsung mengarah ke arah samping taman yang tampak beberapa tumbuhan pinus dan halaman rumput. Dia melangkah perlahan ke arah jendela itu, lalu menarik napas dengan wajah sedih."Kenapa semuanya harus menjadi seperti ini?" gumamnya sedih. "Ayah ... Ibu ... aku terkurung disini, aku sudah menikah. Aku tidak tahu apa yang sudah kalian lakukan selama aku ada di luar negeri. Kenapa kalian harus bersikap sekejam itu? Sampai membunuh orang tuanya?"Air matanya jatuh menahan rasa sakit dihati dan tubuhnya. Dia memejamkan matanya, merasakan angin sejuk yang menerpa wajahnya. Sungguh, suatu perasaan tidak nyaman terasa di hatinya.Dia benar-benar sudah tidak sama, dia sudah tidak perawan lagi. Dia jadi tahu dari cara Hafens memalingkan wajah tadi, pria itulah yang sudah melakukan hubungan itu dengannya tadi malam.Hafens yang menyentuhnya, yang sudah mengambil kesuciannya dengan cara tak terhormat. Sengaja tak melakukannya saat dia sedang bangun karena memang ingin merendahkannya, ingin mempermalukannya. Sesuatu yang membuat Christa menangis sendiri merasakan kalau dia takkan mendapatkan perlakuan yang baik disini."Nona ..."Christa menyeka air matanya, lalu menatap ke arah belakang dimana seorang pelayan sudah berdiri membawa kopernya."Saya membawakan koper anda. Anda mau mandi? Biar saya siapkan airnya ..." ujar pelayan itu membuat Christa menghela napasnya pelan.Dia melangkah perlahan sembari menahan sakit ke arah pelayan itu. Sesekali dia meringis pelan, tapi tetap melangkah hingga mampu sampai di dekat kopernya.Dikeluarkannya dress berwarna merah dari dalam sebelum membuka kotak kecil berisi obat-obatan. Dia mengambil sebutir obat pereda nyeri yang memang dia siapkan, lalu memakannya dan mendongak."Apakah ada air?"Pelayan itu bergerak, menuangkan air minum di meja dan langsung melangkah mendekati Christa. Dipandanginya wanita yang sedang meminum air itu, seakan benar-benar kehausan. Dan tanpa sengaja tatapan matanya melihat bekas-bekas merah di bahu dan pundak Christa, seperti bekas-bekas gigitan hewan buas.Pelayan itu menelan ludahnya kasar, sadar atas apa yang sudah menimpa diri wanita cantik yang ada di hadapannya."Terima kasih." Christa berkata pelan saat pelayan itu membantunya bangkit. "Aku akan mandi."Pelayan itu mengangguk pelan. "Saya sudah menyalakan air hangat. Mandilah, Nona. Saya akan merapikan pakaian Anda."Christa mengangguk pelan. "Terima kasih, ya? Kau tidak dimarahi oleh Tuanmu kalau kau berada disini?" tanyanya pelan yang membuat pelayan itu terdiam."Emm, saya hanya akan ada sampai selesai merapikan pakaian Anda. Setelahnya saya pergi kok," jawabnya agak gugup, hingga Christa tahu kalau Hafens adalah sosok yang mengerikan."Baiklah, cepat lakukan. Jangan sampai Hafens menyakitimu karena aku.""Emm, saya akan segera melakukannya."Christa melihat pelayan bertubuh mungil itu bergerak membawa kopernya. Dia menghela napas pelan, lalu melangkah dengan lebih baik karena sudah memakan obat yang mulai meredakan sedikit rasa sakitnya.Masuk ke kamar mandi, Christa memperhatikan ruangan yang menjadi relatif membersihkan diri itu dengan baik. Ada sebuah bak mandi, bathtub, shower dan beberapa peralatan mandi.Namun yang menjadi masalah, ada sebuah rantai dengan borgol yang tergantung di dekat shower, membuat Christa merinding melihatnya."Untuk apa benda itu? Apakah karena dia mafia makanya meletakkan benda begitu dimana-mana?" batinnya sambil melangkah ke arah shower.Dibukanya selimut yang menjadi penutup tubuhnya, lalu menyalakan shower dan mulai mandi. Tubuhnya yang terasa sakit akibat ulah Hafens itu perlahan membaik. Walau ada rasa perih dari bekas gigitan yang ada dibelakang pundaknya dan juga bahunya. Tetapi karena air hangat, rasa perih itu perlahan membaik dan menjadi lebih nyaman.Christa menghabiskan waktu selama kurang dari dua puluh menit untuk mandi. Dia melihat sikat dan pasta gigi di wastafel, hingga akhirnya dia membersihkan gigi dan mulutnya menggunakan itu."Akhh ..." Rasa sakit terasa di bibirnya saat terkena pasta gigi itu. "Astaga berdarah." Christa membasuh mulutnya dengan air hangat, hingga warna air bekas kumurannya berwarna merah."Hafens ... bagaimana kau memperlakukanku sampai aku merasa begitu sakit? Semuanya semuanya sakit!" Christa menahan kekesalannya, terpaksa menerima semua konsekuensi yang sudah dia dapatkan.Bagaimanapun ini adalah penebusan dari kasus pembunuhan yang dilakukan oleh orang tuanya. Bagaimana bisa dia berharap kalau dia akan mendapatkan perlakuan manis dan baik dari orang yang berniat balas dendam padanya?Menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Christa memakai pakaiannya dan berhias. Walau entah apa yang akan dia dapatkan nantinya, setidaknya dia akan tetap berhias walaupun bukan untuk Hafens tapi untuk dirinya sendiri.Sudah tak ada pelayan lagi kamarnya itu, hingga Christa memutuskan untuk mengambil sprey yang tampak berbercak merah. Hatinya seakan teremas melihat bekas dari keperawanannya di atas sprey yang dia tiduri tadi malam.Namun tak ada waktu menangisi semua ini. Dia harus segera membersihkan sprey yang dipegangnya ini sebelum orang lain yang melakukannya. Dia malu kalau sampai ada pelayan lain yang membersihkan bekas percintaannya dengan Hafens, benar-benar tidak pantas, walaupun mereka pelayan.Langkahnya perlahan menginjak ruangan luar. Sunyi, tak ada orang yang terlihat. Ruangan mansion yang didominasi warna abu-abu pekat itu terasa seperti rumah angker yang tak pernah di tempati.Furniturnya juga terlihat kuno, serta dindingnya yang terlihat bercak-bercak hitam.Christa menggigit bibirnya pelan, lalu melangkah dan melihat sekeliling. "Dimana aku akan menemukan Hafens?"Christa menapaki jalanan di lorong gelap yang ada di hadapannya. Panjang sekali, ketika setelah menikah tadi dan dia diantarkan ke sini sepertinya tidak sepanjang ini. Bagaimana bisa sekarang sangat panjang seperti ini?"Hafens ... Kau dimana?" Christa bertanya sambil merapatkan pakaian yang dipakainya.Dia hanya memakai dress dengan cardingan, pakaian yang dipakai memang masih menggunakan miliknya yang dia bawa dari luar negeri ketika dia diculik oleh anak buah Hafens. Dia harus meninggalkan semua pendidikan yang dia lakukan karena sekarang dia sedang terjebak di sini."Ggggrrrr ...""Suara apa itu?" gumamnya sambil memeluk tubuhnya sendiri.Langkah Christa pun tertahan ketika dia mendengar suara yang berasal dari ujung lorong. Suara yang seperti auman dari hewan liar yang terdengar menakutkan, membuat Christa tak bisa melanjutkan langkah kakinya."Apa itu tadi? Kenapa suaranya sudah hilang? Ya Tuhan, sebenarnya ada dimana aku?" batinnya seraya menatap kiri kanan.Wajahnya ketakutan,
Christa merasa bibirnya begitu kebas karena Hafens yang masih menciumnya dengan kasar, dalam dan intens. Dia menggenggam ujung dressnya, berusaha untuk bertahan di tengah siksaan yang diberikan oleh pria ini.Ini lumayan menyakitkan, apalagi Hafens menekan tubuh mereka dan tidak ada celah sama sekali."Hafens ... Hhhh, sakit ..." Christa bergumam dengan rasa sakit yang dia tahan.Hal itu membuat Hafens berhenti menciumnya, lalu menatap wajahnya dengan tatapan serius."Bercinta denganku!" ujarnya membuat Christa menelan ludahnya sendiri."Disini?" tanyanya tak percaya membuat Hafens tersenyum miring."Ya, kenapa? Kau tidak mau bercinta denganku disini? Kau maunya di kamar? Di atas ranjang? Melakukannya dengan romantis?" tanya Hafens dingin membuat Christa merasakan tenggorokannya tak bisa bersuara. "Mimpi!""Aaaghhh ..." Christa merasakan tubuhnya jatuh ke sofa panjang yang dingin. Seolah sofa itu tidak pernah terduduki oleh siapapun. Dia bergerak hendak bangkit tapi Hafens menatapnya
Christa terengah ketika dia merasa tubuhnya lemah akibat pelepasannya yang terjadi karena jari pria itu. Dia menggapai apapun yang bisa dia gapai untuk pegangan karena merasa seperti akan jatuh dari ketinggian. Gamang, untuk pertama kalinya secara sadar dia merasakan pelepasan yang besar.Hafens menatap wajah Christa yang terengah, dia memalingkan wajahnya lalu kembali pada permainannya yang terkesan panas dan kasar. Christa merasa tubuhnya sakit dan kini kembali bergetar pelan dengan rasa nikmat, sakit dan sentuhan dalam pria ini. Dia memejamkan matanya, meringis dan mendesah dengan perlakuan Hafens yang melakukan semuanya dengan caranya sendiri. Sesuka hatinya dan memang tidak berniat untuk melakukan kelembutan sama sekali. Christa yang selalu berpikir tentang pernikahan bahagia dan bercinta dengan romantis dengan suaminya, kini tidak bisa berharap apa-apa. Mungkin saja kalau dia pun berhasil bercerai dengan pria ini nanti, yang ada adalah trauma dan ketakutan dalam bercinta karena
Hafens menatap wajah Christa yang mengatakan semua itu. Dia memang agak berbeda dari ayahnya tapi Hafens tidak akan terperdaya sekarang.Menundukkan kepalanya, Hafens mencengkeram dagu Christa hingga wanita itu meringis kesakitan."Jangan mencoba untuk memperdayaku, Anak Pembunuh! Apakah kau mengira kau bisa melakukan apapun yang kau mau di sini hanya dengan menundukkanku dengan kata-kata manismu itu?!" bentaknya tajam membuat Christa meringis tak mampu bersuara. "Kau hanya seorang wanita yang akan kujadikan sebagai penghasil anak-anakku. Tanpa ada bayaran apapun dan tanpa ada kebaikan apapun yang kau terima selain nyawa orang tuaku yang dibunuh ayah ibumu!" ujarnya lagi membuat Christa memejamkan matanya.Sejak tadi matanya sudah berkaca-kaca dan dia tidak mau menangis di hadapan Hafens atau pria ini akan menganggapnya lemah walaupun dia memang tidak sekuat itu untuk menghadapi Hafens. Dia menarik napasnya beberapa saat, dagunya masih dicengkeram dengan kuat dan itu membuatnya harus
Christa menatap wajah Hafens dengan tubuhnya yang terasa remuk. Dia lelah dengan percintaan yang baru saja mereka lakukan dan Hafens memang sengaja ingin menyiksanya makanya begitu. Lewat percintaan ini saja dia sudah merasa kesakitan, syukurlah pria ini tidak jadi mencambuk punggungnya, jika tidak bagaimana dia akan menahannya, dia tidak tahu.Hafens meneguk alkohol di tangannya sementara Christa perlahan bangkit dan sama sekali tak dipedulikan pria itu. Hafens malah santai saja bersandar dengan tubuhnya yang masih polos. Dia akui kalau tubuh pria itu memang bagus, kekar dan gagah sehingga dia ngilu membayangkan percintaannya dengan pria ini barusan. Mengambil pakaiannya yang berceceran, Christa mengusap wajahnya yang berkeringat dan menarik napas beberapa kali."Kau masih membutuhkanku disini?" tanya Christa pelan membuat Hafens mendengus. "Bukan maksudku mengatakan itu, tapi aku ingin memakai pakaian. Kalau percintaannya sudah selesai, aku akan memakainya."Hafens meletakkan alkoh
Hafens menatap kepergiannya tanpa ekspresi, dia menarik napasnya dan membuangnya perlahan lalu dengan rasa lelah dia berjalan ke arah sofa.Sebenarnya dia lelah hanya saja dia tidak menunjukkannya di depan Christa. Baru kali ini dia melakukan percintaan itu dan tentu saja dia merasa sensasinya memang luar biasa, dia tidak bisa menahannya tapi dia tidak mau Christa menganggapnya sudah jatuh hanya karena sebuah percintaan.Dia harus membuat wanita itu hamil dan dia tidak akan membiarkan Christa menjadi kelemahannya atau memiliki kelemahannya. Walau sebenarnya wanita itu sudah cenderung berani naik ke atas pangkuannya dan melakukan hubungan suami istri padanya tadi, makanya dia tidak mau membiarkan wanita itu terus-menerus menguasainya."Albene Adixon, sebenarnya aku sangat ingin membuatmu menderita dengan mengatakan kalau anakmu ada disini. Tetapi aku tidak akan melakukannya dengan cara yang tergesa-gesa. Aku harus pandai mengatur semuanya sampai benar-benar berjalan dengan baik sesuai
"Masih mau disana?" tanya Hafens datar membuat Christa perlahan berjalan mendekatinya yang sedang duduk."Aku harus melakukan apa?" Hafens mendengus pelan. "Apakah kau tidak pernah melihat bagaimana para pelayan melakukan pekerjaan mereka?" tanyanya membuat Christa diam beberapa saat."Aku tidak pernah melihat mereka membantu kami mandi. Biasanya kami mandi sendiri," ujar Christa pelan membuat Hafens mendengus pelan."Pijat badanku, sikat tubuhku, siramkan air dengan lembut ke tubuhku." Hafens berkata datar membuat Christa mengangguk.Dia menatap beberapa peralatan mandi disana hingga akhirnya dia mulai mengambil sebuah minyak aroma terapi dan mengambil kursi kecil untuk diletakkannya di belakang Hafens. Perlahan dia menuangkan minyak itu ke tangannya dan mengusapnya pelan sebelum akhirnya dia memijatnya di bahu Hafens."Katakan kalau tidak tepat, selama ini aku hanya pernah memijat tubuhku sendiri kalau kelelahan." Christa berkata pelan dan tak ada jawaban dari Hafens.Dia tampak me
Christa memegang tangan Hafens dan menahannya agar berhenti mencambuk pelayan itu. Pria itu menatapnya dengan wajahnya yang tampak memerah membuat Christa ikut bergidik ngeri tapi dia tidak mau ada sebuah penganiayaan pada wanita di sini."Apa yang kau lakukan?! Lepaskan tanganku!" Hafens menyentak tangannya tapi Christa memegangnya sekuat mungkin sambil menatap wajah pria itu dengan lembut.Para anak buah Hafens terlihat agak tak percaya karena wanita itu berani menghalangi Tuan mereka untuk menyiksa siapapun yang mau dia siksa. Walaupun selama ini dia tidak pernah menyiksa wanita secara langsung tapi kali ini Hafens benar-benar sedang marah dan emosi karena wanita pelayan itu."Aku akan melepaskan tanganmu setelah kau berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi." Christa menggeleng cepat. "Jangan menyiksanya. Apa salahnya sampai kau melakukan semua ini? Apakah itu wajar?" Hafens menarik napasnya beberapa kali, selalu menatap Dave yang ada di sana sehingga pria itu menunduk sopan seb