Share

Bab 4. Permintaan Fathur

Adelia menatap suaminya yang baru saja pulang. Sekarang baru saja pukul 02.50 pagi dan Fathur baru tiba di rumah setelah mereka bertemu di supermarket sore kemarin. Tidak ada percakapan apa pun diantara keduanya. Pria itu berlalu begitu saja mengabaikan Adelia yang membukakan pintu untuk Fathur. Ia menghela napasnya. Tangannya yang terangkat untuk menyalimi suaminya pun juga tidak ditanggapi.

Kembali mengunci pintu. Adelia memilih masuk ke kamar di mana saat ini Fathur tengah berada di dalam kamar mandi. Terbukti karena suara air yang terdengar dari dalam. Ia mengambil mukenanya, memilih untuk sholat malam di kamar Luna–anaknya.

"Masih ada kerjaan mas?"

"Mau aku buatin teh atau coklat panas?"

Adelia pikir suaminya memilih untuk tidur. Tapi ternyata tidak, Fathur kini sedang berkutat dengan laptop di pangkuannya. Tampangnya yang tadi lelah sekarang tidak terlihat lagi sebab sudah mandi dan berganti pakaian.

Fathur melirik sejenak sosok Adelia lalu kembali fokus pada layar laptopnya. Pria itu menggeleng sebagai tanda menolak dan menjawab pertanyaan istrinya. Tidak mau pagi ini hatinya kesal. Adelia keluar dari kamar untuk pergi ke dapur. Memilih membuatkan suaminya teh hangat. Sehabis meletakkan segelas teh di atas nakas tepat di samping Fathur. Adelia kembali meninggalkan pria itu. Ia akan merapihkan rumah dan masak karena itu yang Adelia lakukan setelah selesai sholat subuh.

Sudah pukul 05.50 menu sarapan juga sudah selesai ia buat. Hanya nasi goreng dan ayam tepung yang Adelia buat. Selang beberapa menit ia meletakkan semua makanan di atas meja makan. Fathur muncul dihadapannya. Suaminya itu menarik kursi meja makan. Meski tidak melirik dirinya sedikit pun. Tapi hati Adelia sedikit menghangat sebab kemarin terakhir Fathur tidak mau makan masakkannya.

Keduanya menikmati makan dengan tenang. Tidak ada percakapan diantara mereka. Selesai sarapan, Adelia yang baru menyelesaikan cucian piringnya dibuat kaget dengan keberadaan Fathur yang berdiri di belakangnya. Dugaannya pria itu sudah kembali ke kamar atau mungkin berada di samping halaman rumah menikmati udara pagi. Tapi saat ini tidak.

"Ikut aku, aku mau bicara."

Di sini mereka, duduk di sofa ruang tengah. Adelia menunggu apa yang akan keluar dari mulut Fathur. Tadinya ia yang ingin lebih dulu mengajak Fathur berbicara soal pertemuan kemarin. Namun niatnya ia tunda karena saat ini masih pagi dan Fathur baru pulang beberapa jam lalu.

"Maaf soal kemarin dan aku minta jangan bawa Luna pergi, nanti apa yang ada dipikiran keluarga aku sama kamu kalo kalian pergi," kata Fathur menatap Adelia serius.

"Tinggalin dia."

"Del, aku lagi bahas kamu sama anak kita--,"

"Semuanya terjadi karena perempuan itu, mas. Kalo bukan karena dia aku gak akan mungkin punya niat untuk bawa Luna pergi."

Adelia sebiasa mungkin menjaga nada bicaranya. Pagi ini ia tidak ingin emosi hingga keduanya akan kembali bertengkar dan berakhir membuat Fathur pergi meninggalkan rumah. Adelia ingin membicarakan semuanya. Sampai ia tahu apa yang sebenarnya Fathur inginkan agar masalah rumah tangganya selesai.

"Hubungan aku sama dia udah selesai dari dulu, sekarang kita cuma dekat sebagai teman."

Bohong. Memang itu adalah kebohongan Fathur dan Adelia tidak percaya hal itu. Ia tidak bodoh untuk membaca apa yang terjadi. Fathur pernah membohonginya dulu jadi bermain drama seperti ini akan mudah bagi pria itu.

"Aku gak bodoh ya, mas," ujar Adelia sambil tertawa kecil karena sikap Fathur seolah membodohinya."Apa perlu aku datangin perempuan itu dan dia yang jujur?"

"Selingkuhan kamu itu dari dulu agresifkan. Jadi aku yakin dia akan lebih mudah jujur karena dia emang mau aku pisah sama kamu."

"Sudah, Adelia. Aku cuma minta kamu jangan bertindak gegabah dengan bawa Luna."

Adelia menatap jengah sosok suaminya.

"Emang kenapa kalo aku pergi membawa Luna?"

"Apa yang nanti keluarga kita pikirkan? selama ini mereka taunya kita baik-baik aja, apa gak akan jadi omongan kalo tiba-tiba kamu pergi dari rumah?" Fathur terlihat menahan amarahnya, terdengar dari nada bicaranya yang mulai meninggi.

"Terus apa kamu selingkuh sebelumnya gak mikirin ini semua, gak mikir kalo nanti keluarga kita tau kelakuan kamu itu gimana? aku tutupin tindakkan kamu dari satu tahun yang lalu dan sekarang kalo kamu emang gak bisa berubah, aku gak akan lakuin itu lagi, mas. Aku akan bilang ke mama dan aku lebih baik pulang ke rumah Ayah sama Ibu."

"Jangan berpikir untuk jelekin nama aku--,"

"Kamu takut nama kamu jelek?" Adelia menatap Fathur berani."Sejak kamu berbuat jahat ke aku dengan tidur sama perempuan itu, nama kamu udah jelek mas. Kalo bukan aku yang tutupin semuanya nama kamu udah jelek di mata keluarga aku, keluarga kamu mungkin juga karyawa dan rekan kerja kamu."

"Kalo kamu berani keluar dari rumah dengan bawa Luna selangkah saja, aku akan bikin kamu nyesal melakukan itu."

"Apa yang kamu mau, mas?" tanyanya."Kamu tetap mau sama perempuan itu dan kita cerai?" Fathur menoleh ikut menjatuhkan pandangannya pada Adelia.

"Kalo emang itu mau kamu, kita urus semuanya, ceraiin aja aku."

Tidak ingin ini semakin panjang. Fathur berlalu meninggalkan Adelia tanpa menjawab ucapan terakhir wanita itu. Sedangkan Adelia lagi dan lagi dibuat menghela napas dengan sikap suaminya. Jika Fathur terus menghindar saat sedang bicara seperti ini lalu bagaimana mereka menyelesaikan masalah dalam rumah tangga keduanya.

Fathur kembali ke kamar. Pria itu menatap anaknya yang masih terlelap di atas kasur. Beberapa hari ini ia jauh dari Luna. Sudah jarang menggendong dan mengajak bermain anak 2 Tahun itu. Pikirannya berantakan. Ia juga bingung dengan semua yang terjadi. Belum lagi baru-baru ini permalasahan di kantor membuat dirinya gampang terpancing amarah. Jadi tiap kali Adelia mengajaknya berkomunikasi. Fathur merasa kalau semua akan berkahir pada pertengkaran.

Soal Karin. Perempuan itu hanya teman kerjanya yang dulu sering sekali bertemu karena masalah pekerjaan. Karena pertemuan itu kini keduanya menjalin hubungan di belakang Adelia. Sebenarnya tidak ada pernyataan yang menegaskan bahwa Fathur dan Karin berpacaran. Hanya saja keduanya sama-sama butuh dan itu menjadi penyebab keduanya dekat.

Dari 1 tahun yang lalu juga Fathur tidak berniat menyakiti Adelia. Tapi salahkan otak bodoh dan kekhilafannya. Fathur memandangi lama wajah anaknya. Lalu memilih berganti pakaian untuk berangkat ke kantor.

...

"Sebaiknya kita gak usah sering-sering ketemu."

Karin memandang tidak suka sosok di depannya. Kalimat yang baru saja diucapkan Fathur berhasil membuat perasaannya terusik. Mereka kini berada di cafe yang tidak jauh dari apartemen Karin. Tadi Fathur mengirim wanita itu pesan agar menemuinya dan di tempat ini keduanya bertemu.

Karin tidak menduga ajakan Fathur ingin bertemu dengannya hanya untuk mengatakan hal yang tidak Karin harapkan. Ia pikir keberhasilannya membuat pria itu tidak pulang ke rumah kemarin karena Fathur sudah memilih dirinya dan akan segera meninggalkan istrinya. Tapi Karin salah, jika begini artinya masih ada kemungkinan Fathur kembali meninggalkannya seperti dulu.

Wanita itu terlihat merubah cara duduknya menjadi lebih tegap. Lalu memajukan tubuhnya hingga hampir menempel pada meja yang jadi penghala keduanya. Karin menatap serius sosok Fathur yang kini juga tengah menatap ke arahnya.

"Kamu ngomong apa sih, mas?" tanya Karin.

Tangannya baru saja ingin terangkat memegang tangan Fathur yang berada di atas meja. Namun dengan cepat Fathur membawa tangannya turun hingga Karin tidak berhasil memegang tangan pria itu. Dalam hati ia semakin kesal menerima sikap Fathur hari ini.

"Aku lagi pusing, Rin. Jadi sementara waktu ini kita gak perlu ketemu dulu."

"Jangan gitu dong mas," katanya mencoba protes permintaan Fathur."Aku gak akan dengerin kamu, kalo kamu pusing ada aku yang bisa nemenin kamu, jadi teman sharing kamu."

"Ini bukan soal aku cerita terus selesai."

Fathur memijat pelipisnya. Berusaha menahan agar tidak marah pada Karin.

"Dengarin aku ya Rin, biarin aku selesain masalah aku sama Adelia, kalo suasananya sudah lebih tenang baru aku akan kembali fokus ke kamu."

"Kamu bakal nikahin aku kan?"

Pria itu diam.

"Mas, kalo kamu ninggalin aku. Kamu tau kan aku gak akan diem aja?"

"Aku gak akan ninggalin kamu, tapi aku minta kita kurangin waktu bertemu."

Fathur sedikit bernapas lega saat Karin mengiyakan permintaannya. Setidaknya untuk beberapa hari ia akan mencoba fokus pada urusan kantor dan juga Adelia. Sebab jika ia masih terus bertemu dengan Karin, Fathur yakin dirinya akan kesulitan menyelesaikan masalahnya. Karena Karin selalu berusaha agar Fathur berada di dalam genggaman wanita itu.

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status