Share

Bab 5

Menjelang magrib Safira baru tiba di kosannya menggunakan ojol. Dia baru selesai mengerjakan tugas kelompok dari rumah Riri.

Safira berjalan melewati lorong yang sepi menuju kamarnya dengan wajah dongkol. Perasaannya masih kesal mengingat kejadian di rumah Riri tadi. Dia masih ingat jelas bagaimana Andra memodusinya. Dia tidak suka sikap Andra yang seperti itu.

"Hai, Bro, lagi ngapain? Gue lagi kerja kelompok di rumah temen," cerita Andra pada teman video call-nya waktu itu. Safira yang duduk di kursi yang sama dengan Andra melirik sekilas ke arah layar ponsel Andra yang menampakkan wajah temannya. Saat itu mereka yang lebih dulu tiba di rumah Riri, menunggu kedatangan yang lainnya untuk mengerjakan tugas. Bosan, Andra pun memutuskan video call-an dengan Tristan. Sementara Riri membuatkannya minum di dapur. Lalu terdengar teman Andra berbicara entah apa, Safira tak mendengarnya dengan jelas.

"Gue punya cewek baru, nih," ucap Andra lagi. Safira menoleh sebentar, lalu menatap ke depan, memandangi guci antik yang ada di ruang tamu Riri. Jari-jarinya meremasi roknya. "Mau gue kenalin nggak?" Andra tiba-tiba menggeser duduknya mendekat ke Safira. Lalu dengan PD nya dia melingkarkan lengannya ke bahu Safira, merangkul gadis itu. Pergerakan itu begitu cepat hingga Safira tak dapat menghindar. "Nih, cewek baru gue," katanya seenak jidatnya.

Safira melotot dan melepaskan rangkulan Andra. "Lo apa-apaan, sih?"

Andra menatap Safira, "gue kan cuman mau kenalin lo ke temen gue,"

"Gue bukan pacar lo!" bentak Safira bersamaan dengan tangan Andra yang mulai merangkul lagi. Tapi kali ini Safira menghindar dan refleks tangannya menampar pipi Andra. Tidak keras, tapi cukup membuat Andra terkejut dengan tindakannya yang tak biasa itu. "Jangan macam-macam, ya?!"

Andra menatap Safira heran, dia baru akan bicara lagi ketika Safira justru berdiri, masuk ke dalam mendatangi Riri.

"Bercanda doang, aelah gitu, aja, marah. Dasar cewek!" teriak Andra yang tentu masih bisa Safira dengar, tapi Safira tak menggubrisnya.

Ketika Riri bertanya mengapa Safira tiba-tiba masuk. Safira hanya menjawab kalau dia hanya ingin membantu Riri membuat minuman. Dia tidak menceritakan yang sebenarnya pada Riri.

Safira mengehela napas mengingat kejadian itu. Dia segera menepiskan pikirannya, tidak mau terlalu lama memikirkan lelaki itu. Gadis itu segera mengganti bajunya. Bersiap-siap untuk salat magrib.

***

Waktu menunjukkan pukul dua belas malam dan Jakarta masih belum sunyi-senyap. Jadi, jangan heran jika ada yang menjuluki Jakarta sebagai kota yang tidak pernah tidur. Salah satunya adalah club malam di Jakarta. 

Tristan sedang duduk di salah satu sofa di bawah suasana remang-remang, ditemani sorotan lampu yang menembak penuh warna-warni. Menyirnakan seluruh rasa kantuk dari para pengunjung. Seorang disk joki di atas dancefloor terlihat meliuk-liuk memainkan sentakan musik diikuti oleh seluruh orang yang berjoget di bawah dengan adrenalin yang semakin malam kian meninggi.

Setya memesan minuman pada seorang pelayan yang segera datang memberikan beberapa gelas loki dan botol minuman besar.

Ricky mengisap rokoknya yang tinggal setengah. Lalu mengembuskan asapnya yang mengepul di udara.

Andra yang duduk di samping Tristan bersiul melihat cewek berjalan di depannya, mulai dari yang pakaian tertutup hingga punggung terbuka, dari yang mengenakan jins panjang hingga rok mini.

"Cewek yang tadi beneran pacar lo?" tanya Tristan pada Andra.

Andra tak menghiraukan pertanyaan Tristan. Dia malah minta bagi rokok pada Ricky. Ricky mencampakkan kotak rokok yang isinya tinggal dua batang. Andra mengambilnya satu, mengapitkannya pada bibirnya, mencucul ujung rokok dengan api, mengisapnya dalam-dalam dan mengembuskan asapnya. "Gue ke sana dulu," ucapnya. Lalu beranjak dari duduknya, berjalan mendekati salah satu cewek berpakaian terbuka itu. Ketiga temannya hanya menggeleng melihat aksinya.

Beginilah kegiatan Andra di luar sekolah. Di sini Andra bebas merokok, minum-minum dan main perempuan .... Terkadang dia mengonsumsi shabu tatkala sedang stres dengan tugas sekolah yang memeras otaknya.

Tidak ada yang tahu dengan kelakukannya yang demikian selain teman dekatnya seperti Tristan, Ricky dan Setya yang hanya menemani. Sebagai ketua ekstrakurikuler yang disegani, tentu, Tristan menjaga reputasinya. Dia tidak akan gegabah melakukan hal seperti Andra. Dia sebisa mungkin meminimalkan risiko dari tindakan yang dia perbuat.

***

Dua jam mereka menghabiskan waktu di diskotik yang semakin ramai itu. Tristan panik melihat Andra yang terlihat mabuk. Kalau sudah begini Andra biasanya tak pulang ke rumahnya. Setya dan Ricky baru saja pulang. Mereka tidak mau kalau harus ke luar sampai terlalu malam.

Andra berdiri sempoyongan, "Sekarang anterin gue ke rumah dia," katanya.

"Ke rumah siapa?" Tristan merasa waswas ikut berdiri.

Andra terkekeh, telunjuknya teracung ke Tristan, tapi kepalanya tertunduk, "lo punya janji ke gue buat anterin gue ke rumah dia,"

"Maksud lo Risty?"

"Iya,"

Tristan menggeleng, dia tidak mungkin membawa Andra ke sana dalam keadaan mabuk. "Gue nggak bisa bawa lo dalam keadaan kayak gini. Lo mabuk. Lo minum berapa banyak, sih?"

Andra menggeleng, "nggak, gue masih sadar," jawabnya. "Kalau lo nggak mau anterin, biar gue yang pergi sendiri," ucapnya seraya berjalan keluar club.

Tristan yang melihat sedikit panik. Dia takut terjadi sesuatu hal pada Andra jika lelaki itu mengendarai sendiri.

"Lo jangan nekat, gue tau lo nggak tau rumahnya kan? Jadi lo nggak mungkin bisa pergi sendiri." Mereka telah tiba di halaman club.

Andra yang sudah menaiki motornya menoleh, "gue nggak mabuk. Lo nggak liat? Gue tadi cuman pura-pura aja sambil nunggu Ricky dan Setya balik."

Tristan mengernyit tak habis pikir, tapi dia percaya bahwa temannya itu memang tidak mabuk. Dia mengangguk. "Oke, deh. Gue kasi liat lo di mana rumah Risty." Lalu lelaki itu mengenakan helm dan menaiki motornya. Motor Tristan dan Andra melaju beriringan keluar dari gerbang club mengarungi kota Jakarta yang tak pernah tidur.

***

Safira mendadak di serang insomnia. Sejak tadi dia berusaha untuk tidur, tapi telinga dan pikirannya masih bekerja hingga matanya membuka lagi. Alhasil, dia hanya bolak-balik badan. Padahal waktu telah menunjukkan pukul setengah dua.

"Sial! Gue kehabisan bensin!"

Terdengar suara mesin motor menyala, lalu mati lagi.

"Gimana, nih?!"

"Nebeng gue aja." Suara itu terdengar samar-samar.

"Motor gue gimana?!"

Safira tersentak mendengar suara orang berteriak-teriak dan sepertinya suara itu berasal dari depan gedung kosannya. Dia duduk di atas tempat tidur, melirik jam. Dahinya mengernyit. Malam-malam begini masih ada orang berkeliaran? Pikirnya.

Karena penasaran, dia berdiri untuk mendengar suara itu lebih jelas. Dan dia semakin mengenali suara itu.

"Andra?" gumamnya. Ya, suara itu adalah suara Andra, jelas sekali. Dan suara yang satunya dia tak mengenal siapa. Safira terlalu sibuk dengan pikirannya ketika suara itu terdengar lagi hingga dia tidak merespons apa yang mereka bicarakan. Dia mengintip ke jendela. Dari ketinggian lantai dua kamarnya dia melihat dua lelaki sebaya dengannya sedang naik motor, lalu motor itu melaju bersamaan dengan suara mesinnya yang terdengar semakin jauh. Safira tak bisa melihat jelas siapa dua lelaki itu.

Siapakah mereka? Apakah benar salah satunya adalah Andra? Jika iya dengan siapa dia? Kemana mereka malam-malam begini? Safira bertanya-tanya.

***

Tak seperti malam biasanya. Malam ini rumah Risty tampak sepi. Tidak terdengar tawa. Tidak ada ABG yang biasa nongkrong di terasnya yang luas. Pasalnya malam ini orang tua Risty ada di rumah. Sebab itulah para ABG yang biasa main ke rumah Risty setiap malam, hari ini tidak tampak. Risty juga takut keluar malam bersama Gilang bahkan sekadar jalan-jalan.

Orang tua Risty sungguh tak tahu bagaimana kelakukan putri semata wayangnya jika mereka tak berada di rumah. Setiap pulang kerja yang mereka dapatkan hanyalah Risty yang selalu menyambut kedatangan mereka dengan gembira, menceritakan prestasi yang diraihnya, menceritakan kesehariannya di sekolah, menceritakan kegiatannya bersama teman-temannya. Risty bersikap seolah semua baik-baik saja. Orang tua nya memepercayai itu tanpa curiga sedikit pun pada putri cantiknya. Mereka tak tahu kalau putri cantiknya itu sering kali merasa kesepian. Mereka juga tak tahu kalau anak kebanggaannya diam-diam senang melakukan oral seks dengan banyak lelaki, tak terkecuali dengan pacarnya sendiri. Orang tuanya bahkan tak tahu kalau anaknya memiliki pacar.

Di halaman rumahnya yang luas itu, dua lelaki remaja SMA sejak tadi memperhatikan rumah itu.

"Lo bilang rumahnya rame. Mana? Nggak ada siapa-siapa," kata Andra pada Tristan. Ya, mereka berdua akhirnya berhasil masuk ke halaman rumah itu dengan memanjati pagarnya yang menjulang. Motornya mereka parkir cukup jauh dari rumah besar itu.

Tristan menggeleng, "gue nggak tahu kenapa hari ini sepi. Biasanya rame. Mungkin udah terlalu malam."

Andra tersenyum menyeringai, "ini kesempatan bagus," ucapnya.

"Eh, lo mau ngapain?" tanya Tristan ketika Andra melangkahkan kakinya menuju teras rumah Risty.

Andra kemudian menoleh, "kamar Risty di mana?"

"Di atas," jawab Tristan spontan sambil tangannya teracung, menunjuk lantai dua rumah Risty.

Andra tersenyum menyeringai sembari berjalan menuju teras rumah besar itu.

"Lo mau  ngapain?" tanya Tristan sedikit waswas.

"Lo liat aja nanti."

***

Aprillia D

Hmm kira2 mau ngapain ya mereka? Ikuti terus kelanjutannya ya..

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status