Share

Bab 6

Risty menangis sembari memeluk kedua lutut. Gadis itu terduduk di balik pintu. Tak percaya dengan yang telah dia lakukan. Memang selama ini dia sudah terbiasa melakukan oral seks pada banyak lelaki, tapi itu sebelum dia pacaran dengan Gilang. Semenjak menjalin hubungan dengan Gilang, lelaki itu memintanya untuk tidak melakukan itu lagi pada laki-laki lain selain dirinya. Risty menyanggupinya dan berjanji.

Tapi hari ini Risty melanggar janjinya. Dia melakukan itu dengan lelaki yang bahkan baru dia kenal dalam keadaan sadar. Sedangkan dia masih berstatus sebagai kekasih Gilang. Apa kata Gilang jika dia tahu hal ini?

Risty melirik jam yang menunjukkan pukul empat subuh. Dia meraih ponselnya di atas meja, menelepon Gilang.

"Kak..." ucapnya dengan suara serak ketika teleponnya diangkat.

"Iya, kenapa?" sahut Gilang. Suaranya terdengar seperti orang baru bangun tidur. Risty tak langsung menjawab. Dia malah sesegukan. Tenggorokkannya terasa tercekat. Dadanya sesak seperti ada yang menghimpit. "Kamu kenapa nangis?" Kali ini suara Gilang terdengar khawatir.

"Kak Andra ...," ucapnya terbata di sela isaknya. "Kak Andra sama Kak Tristan maksain aku untuk ngelakuin itu sama mereka," adunya pada kekasihnya.

"Terus kamu mau?"

"Iya, aku ...."

"Kenapa kamu mau, sih? Kamu kan bisa tolak mereka!" Seperti dugaan Risty, Gilang marah mengetahuinya.

"Mereka udah masuk ke kamar aku, Kak. Aku terpaksa. Mereka juga ngancam." Ya, Andra mengancam akan memberitahu orang tua Risty tentang kelakuan Risty yang sebenarnya jika Risty tak mau menuruti kemauannya. Risty tak mengerti dari mana Andra tahu tentang dirinya yang senang melakukan oral seks. Risty juga tak mengerti bagaimana mereka bisa masuk sampai ke kamarnya padahal seingatnya pintu rumahnya sudah dikunci.

"Ya, tapi, kan, kalau kamu nggak mau mereka nggak bisa maksain diri,"

Risty malah menangis semakin jadi, "kakak marah, ya?" tanyanya di sela tangisnya. "Maafin aku." Risty menungkupkan wajahnya di kedua lututnya.

"Kakak bakal kasi mereka pelajaran,"

Risty kembali mengangkat kepalanya, "jangan, Kak,"

"Kenapa?"

"Nanti mereka jadi tahu tentang hubungan kita,"

"Kamu tenang aja. Kakak nggak bakal bocorin hal itu,"

Risty terdiam. Dia ingin mencegah Gilang lagi, tapi rasanya percuma. Gilang pasti akan nekat. "Iya," jawabnya akhirnya.

"Ya, udah, lain kali kamu jangan gitu lagi, ya?"

"Iya,"

"Kakak tutup teleponnya--,"

"Kak," potong Risty cepat ketika mengetahui Gilang segera memutuskan sambungan.

"Apa lagi?"

"Kayaknya hari ini aku nggak sekolah dulu, deh,"

"Kenapa?"

"Aku takut, aku nggak siap buat ketemu mereka, aku mau nenangin diri. Kakak nanti ke sini, ya, ambil surat dari aku."

Terdengar Gilang menghela napas, "oke, nanti pas berangkat sekolah kakak ke rumah kamu dulu,"

Risty tersenyum, "makasih, Kak,"

"Sama-sama. Kakak tutup dulu teleponnya, ya?"

"Iya,"

Sambungan terputus.

Risty menghela napas sambil menatap layar ponsel. Lalu mengembalikan ponselnya di atas meja yang ada di dekatnya.

"Setelah ini apa Kak Gilang bakal mutusin aku?" tanyanya pada diri sendiri. Ingatannya kembali pada waktu beberapa jam lalu. Kejadian ketika dia melakukan itu pada dua lelaki sekaligus.

Risty tak mengenal Andra lebih dari sekadar nama dan wajahnya saja--berbeda dengan Tristan yang merupakan senior-nya di Pramuka. Selain itu, yang dia tahu Andra adalah senior IPS yang seangkatan dengan Gilang, kelas XII IPS 1. Mereka tak dekat. Andra bahkan tak pernah main ke rumahnya seperti teman lelakinya yang lain. Tapi bisa-bisanya Andra berani mengajaknya melakukan itu dan bodohnya dia mau seperti tak memiliki daya untuk menolak. Selama ini Risty memang sering melakukan itu dengan banyak lelaki dan lelaki yang baru dia kenal adalah pengecualian. Andra adalah pengecualian. Seharusnya dia tak melakukan itu dengan Andra.

Risty menggeram, menyesali diri.

***

Sekolah sudah ramai. Sebentar lagi bel tanda masuk berdentang. Namun, batang hidung Andra belum juga terlihat. Tak biasanya dia datang sesiang ini.

Safira duduk merenung dibangkunya, terpikirkan dengan lelaki itu. Terlebih mengingat suara yang dia dengar semalam. Rasanya dia yakin itu suara Andra dengan seorang temannya entah siapa. Tapi jika iya ke mana mereka malam-malam begitu? Safira baru tahu ternyata Andra sering mengembun sampai jauh malam di luar rumah.

Suara bel yang berdentang membuyarkan lamunan Safira yang seketika tersadar. Para siswa berbondong-bondong masuk ke kelas. Safira mengedarkan pandangan ke penjuru kelas, tapi Andra juga tak tampak. Apa lelaki itu datang terlambat atau malah tidak masuk?

Safira memandang Riri yang baru duduk di bangkunya. "Andra nggak masuk, ya?" tanyanya pada Riri. "Tapi kayaknya nggak ada surat,"

Riri mengangkat bahu, "terlambat mungkin,"

Safira menghela napas. Tak habis pikir kenapa Andra bisa datang terlambat. Apa mungkin ada kaitannya dengan kejadian yang dilihatnya semalam.

Safira memandang Riri, "eh lo tahu nggak--"

"Selamat pagi anak-anak. Siapkan sekarang. "Safira baru akan bercerita tentang Andra ketika Bu Rani masuk dan menginterupsi pembicaraannya. Ketua kelas menyiapkan dan seluruh siswa berdiri, memberi hormat, sejenak, lalu kembali duduk.

Bu Rani langsung membuka absen dan mengabsen satu-persatu muridnya.

"Andra Saputra." Hening. Tak ada yang menyahut ketika nama Andra di sebut. Bu Rani mengedarkan pandangan melihat apakah Andra hadir hari ini. Namun, dia tak menemukannya, "kemana Andra?"

"Nggak tahu, Bu. Nggak ada kabar," sahut siswa yang duduk di belakang.

"Maksudnya alpa?"

Hening kembali. Pasalnya memang tak ada seorang pun yang tahu kabar Andra.

Bu Rani menunduk, jarinya baru ingin menuliskan sesuatu ketika terdengar pintu diketuk disusul ucapan salam dari seseorang. Seisi kelas menoleh ke sumber suara tak terkecuali Bu Rani.

Andra. Berdiri di ambang pintu. Safira membelalak melihatnya. Ternyata lelaki itu datang terlambat. Kemudian lelaki itu berjalan mendekat dan menyalami Bu Rani yang memandangnya terheran. "Maaf, Bu, terlambat," ucapnya.

"Lapor guru piket," perintah Bu Rani sembari menunjuk ke luar kelas. Safira memperhatikan penampilan Andra dari bangkunya yang tak jauh dari bangku guru. Penampilan Andra berantakan. Seragamnya kusut. Rambutnya seperti tak di sisir. Matanya merah seperti kurang tidur. Lelaki itu mengangguk lalu ke luar kelas. Safira terus memandanginya hingga lelaki itu menghilang.

Safira yakin ini pasti ada hubungannya dengan apa yang dia lihat semalam.

***

Aprillia D

Kira-kira Risty bakal mutusin Gilang nggak ya? Ikuti terus ceritanya ya readers, terima kasih. Bab selanjutnya bakal lebih seru dan menegangkan!

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status