Tangan Clovis merengkuh erat di pinggang ramping Meiva, menarik perhatian mereka yang tadi bersikap arogan pada gadis itu. Terutama Raline, dia terkejut dengan kedatangan Clovis yang sebelumnya tidak disangka akan datang.
“Perempuan tinggi yang sedang menatap kita paling tajam, dia adalah Raline—mantan istriku dan laki-laki angkuh itu adalah suaminya, Morgan.” Wajah Clovis begitu dekat dengan wajah Meiva, dia berbisik pelan hingga embusan napasnya terasa hangat menyapu permukaan kulit. Meiva mengangguk pelan, menarik helaian rambutnya ke belakang telinga. Gugup! Di tempat ini ada banyak aktris-aktris senior terkenal dan produser, Meiva tahu mereka, walau tidak ada yang mengenalnya. Ia sering berakting memainkan peran di dalam film, tapi akting kali ini benar-benar terasa menegangkan! “M-maafkan saya, Tuan Clovis, saya hanya menjalankan perintah.” Penjaga yang tadi kasar pada Meiva seketika tertunduk, tak berani menatap mereka berdua. Namun, Clovis memilih tidak menanggapi pria itu, justru melangkah maju melewatinya sambil menggengam tangan Meiva dan membawanya menghampiri Raline yang saat ini tampak tersenyum canggung, wajahnya pucat, tatapannya mengarah ke tangan Clovis yang memegang tangan perempuan yang tidak dia kenal begitu posesif. “Clovis, aku tidak menyangka kamu akan datang. Kupikir seperti satu tahun yang lalu, kamu menolak datang ke pesta perayaan anniversary kami. Malam ini kedatanganmu sangat mengejutkan.” Sebelum Raline berbicara, Morgan berdiri dengan satu tangan di saku, wajah angkuhnya menyapa Clovis. Dia tampak bangga berada di posisinya saat ini. Keangkuhan yang ditunjukkan masih sama, seperti tiga tahun yang lalu, di mana dia terang-terangan mengakui telah berselingkuh dengan Raline yang masih menjadi istri Clovis. Clovis yang belum memiliki apa-apa sangat terluka dengan keputusan Raline yang memilih hidup bersama Morgan lalu meninggalkannya. Hingga hinaan mereka membuat Clovis bangkit, dia sekarang berhasil meraih kesuksesan bahkan melebihi Morgan. “Kedatanganku ke mari karena Raline yang terus saja menghubungi dan memintaku datang ke pesta ini.” Clovis menatap dingin membuat Raline salah tingkah ditatap oleh suaminya. “Benarkah kamu memaksa dia, Sayang?” tanya Morgan. “Maksudku bukan seperti itu, tapi aku mau kedatangan Clovis seperti doa di pernikahan kita, Morgan. Mengingat hubungan di antara kita yang kurang baik sebelumnya. Kuharap setelah ini, orang-orang akan beranggapan kalau sudah tidak ada dendam satu sama lain. Semua yang terjadi, biarlah jadi masa lalu.” Tidak bisa disembunyikan kalau wajah Raline pucat sekarang, berusaha menyembunyikan apa yang sudah dia lakukan pada Clovis di belakang Morgan. Akhir-akhir ini, Raline terus saja menghubungi Clovis. Dia mengatakan kalau Clovis tidak datang pesta anniversary nya maka Raline memastikan, kalau mantan suaminya itu belum bisa melupakan dirinya sepenuhnya. Namun, kali ini Clovis berhasil menunjukkan kalau dia bisa melupakan Raline, dengan kedatangannya ke tempat ini. Hal itu tentu saja sangat mengejutkan bagi Raline. Bahkan Clovis bersama seorang wanita! “Tapi, Clovis siapa dia? Aku tidak pernah melihat dia di sekitarmu sebelumnya,” ucap Raline masih penasaran. Bukan hanya Raline, bahkan Ellen pun ikut memperhatikan mereka. “Perempuan yang kalian perlakukan dengan kasar ini adalah Meiva. Tunanganku.” Suara Clovis terdengar pelan, tetapi berhasil membuat Raline dan orang-orang di sekitarnya terkejut, seperti baru saja mendengar berita duka. Raline menatap penampilan Meiva dari atas sampai bawah, membandingkan dengan dirinya sendiri. Dia lah yang paling unggul, bahkan kini ia menggeleng tidak percaya kalau orang seperti Clovis bertunangan dengan perempuan seperti Meiva yang memiliki penampilan biasa saja. Meiva yang sebelumnya menunduk kini berani mengangkat wajahnya di hadapan semua orang. Meskipun ia tahu kalau orang-orang melihatnya tidak suka. Setidaknya dia bangga setelah Clovis mengakuinya sebagai tunangan. “Sekarang sudah tahu, ‘kan, siapa orang yang datang bersamaku?” tanyanya. Diam-diam melirik Ellen yang sedari tadi mencoba mempermalukannya. Meiva tahu, kalau Ellen mencoba merekamnya. Dengan sengaja ia justru ingin membuat perempuan itu panas, ia melingkarkan tangannya ke bahu Clovis kemudian bergelendot manja seperti sepasang kekasih yang sesungguhnya. “Baiklah, Clovis, aku minta maaf karena kurang sopan pada tunanganmu tadi. Sekarang kalian semua nikmati saja pestanya!” ucap Morgan. Perempuan yang tadi berseteru dengan Meiva tadi menunduk ketakutan. Apa lagi saat sorot mata Clovis terarah padanya. Dia menyadari kalau itu akan berdampak tidak bagus bagi kariernya di masa depan. "M-maafkan aku, apa yang ku ucapkan tadi, tiba-tiba keluar begitu saja. Aku janji, setengah ini tidak akan lagi bicara sembarangan," ucapnya menghampiri Meiva merasa bersalah. Meiva hanya menyunggingkan bibir, tatapannya tetap menggandeng Clovis. Raline tidak suka melihat sikap orang-orang itu pada Meiva. Tiba-tiba pergi meninggalkan tempat itu, Morgan mengikutinya di belakang, hingga mereka berhenti saat bicara di sudut pinggir kolam, berdebat di sana. Meiva yang telah menyadari orang-orang menjauh dari mereka langsung melepaskan tangannya. Mendadak situasi mereka menjadi canggung. “Mantan istrimu sangat cantik, kenapa kalian bercerai?” Cukup lama Meiva menatap Clovis, menunggu jawaban dari bibir lelaki itu, tetapi wajah Clovis justru menunjukkan tidak suka. “He um … aku akan mengambil minum.” Meiva segera meninggalkan situasi yang mulai tidak nyaman. “Meiv, apa-apaan ini?” Ellen tiba-tiba muncul di sampingnya sambil memijat kepalanya. “Aku tadi tidak salah dengar, ‘kan?” Meiva baru saja menyesap minuman berwarna merah dari gelasnya berhenti. “Maksudmu soal aku tunangan Clovis? Tentu saja tidak salah, kami sudah menjalin hubungan seperti yang dia katakan tadi.” “Terus bagaimana dengan Alden? Jadi, selama ini kamu berselingkuh dengannya?” Tangan Meiva menggenggam gelas erat. Dengan tidak tahu malunya Ellen mengatakan demikian. Bahkan dia berpura-pura prihatin dengan Alden menganggap Alden lah korbannya. Sungguh, aktingnya sangat luar biasa! Berhadapan dengan Ellen benar-benar harus memperbanyak kesabaran. "Sebagai seorang perempuan, aku bertanya padamu. Tolong nilai dari instingmu, kalau kamu disuruh memilih, kira-kira siapa yang lebih baik, Alden atau Clovis?" "Tentu saja aku akan memilih Alden. Dia memiliki karier yang cerah sebagai aktor. Dan juga memiliki wajah yang tampan." Ellen menjawab sangat cepat, membuat Meiva ingin menertawakannya. "Berarti selera kita beda. Menurutku Clovis lebih dari segalanya, dia tampan dan juga dewasa, oleh sebab itu aku menjalin hubungan dengannya." Alden hanya sebagai aktor, sedangkan Clovis Mallory merupakan pendiri rumah produksi terkenal di Ledoria, Relix Entertainment sekaligus CEO Relix Group yang yang menjalankan bisnis di beberapa bidang. Jawaban Meiva membuat Ellen meradang. "Tega sekali kamu mengkhianati Alden yang sudah menemanimu selama tiga tahun ini!" Meiva menikmati minumannya, ia bersikap sangat santai di hadapan Ellen hingga membuat perempuan itu semakin kesal. "Kamu sudah menjadi teman baikku lebih dulu, dibanding Alden. Seharusnya kamu mendukung apa yang sudah menjadi keputusanku, Ellen."Posisi Raline memang membelakangi Meiva dan Ellen, tapi ia bisa pastikan kalau pendengarannya lebih tajam di banding matanya. Bibir atas terangat tampak mencibir. Mendengar pembicaraan mereka tentu saja seperti angin segar baginya. Dia tidak begitu menyukai Meiva dari saat melihatnya pertama kali. Ditambah lagi, Clovis memperkenalkannya sebagai tunangan. Rasa tidak Sukanya semakin mengonfrontasi pikiran dan hatinya untuk mengetahui indentitas gadis itu lebih jauh. Ingin membuktikan, kalau dia benar-benar tidak lebih baik dibandingkan dengan dirinya. “Jadi kamu menjalin hubungan asmara dengan dua pria sekaligus?” Dengan bibir membentuk huruf ‘o’ Raline menunjukkan keterkejutannya. Menghampiri Meiva dan Ellen yang saling menatap menyimpan amarah masing-masing di matanya. “Meiv, aku pikir apa yang dikatakan Olive tadi hanya isapan jempol semata, tapi setelah apa yang baru saja aku dengar, kamu membuatku hampir tidak percaya. Apa Clovis mengetahui yang kamu lakukan?” Tatapan Mei
Tangan Alden meraih lengan Meiva, tubuhnya berdiri tepat di depan pintu hingga menghalangi langkahnya yang akan menekan tombol akses masuk.Menyadari laki-laki itu ada di hadapannya seketika Meiva memutar bola matanya menghindari interaksi antara keduanya. “Aku butuh penjelasan darimu, kamu tidak bisa menghindar begitu saja, Meiv!” Mendengar suara Alden yang meninggi membuat emosi Meiva ikut naik. Dengan tatapan tajam ia menaikkan dagunya seraya berkata, “Tidak perlu berteriak, pendengaranku masih berfungsi sangat baik.” Melangkah maju menabrak lengan Alden hingga membuatnya sedikit memiringkan tubuhnya memberi ruang untuk Meiva membuka pintu lalu segera menutupnya kembali. Namun, belum sempat pintu berwarna hitam itu tertutup, tangan Alden lebih dulu mencengkeram pinggirannya sambil mendesak masuk. Dengan sorot mata marah dia menatap Meiva yang sama sekali tidak berniat bicara dengannya. “Sejak kapan kamu berselingkuh? Apa karena itu, sampai membuatmu mengganti password masuk
“Putar balik mobilnya.” Miguel yang sebelumnya fokus menyetir kini mengerutkan kening, setelah mendengar perintah dari Clovis. "Maksud Anda, kita kembali lagi ke apartemen Meiva, Tuan?" tanya Miguel. Wajah Clovis begitu tenang, punggungnya bersandar ke kursi, jemarinya menyangga pelipis sambil memejamkan mata. Tanpa atasannya menjawab apa pun, Miguel, membaca situasi tak berani lagi bertanya. "Baik Tuan." Padahal, sekitar lima ratus meter lagi dari posisi, mereka akan sampai ke rumah Clovis. Tanpa ingin membantah, laki-laki itu lantas memutar mobil di persimpangan jalan depan.Matanya melirik ke spion tengah, Clovis sedang memegang ponsel milik Meiva yang tertinggal, awalnya Clovis membiarkan saja menunggu si pemilik untuk mengambilnya sendiri. Namun setelah itu, entah apa yang membuatnya berubah pikiran. Tak ingin mengganggu suasana hati Clovis yang sedang cerah ia langsung melajukan mobil ke apartemen Meiva. .... Meiva menyeret kopernya berjalan cepat, kemudian berhenti saat
Samar-samar indra pendengaran Meiva menangkap suara desingan vacuum cleaner, sontak saja ia menaikkan bantal ke atas kepala menurangi suara yang sudah mengganggu tidurnya. Meiva memejamkan mata tempat ini begitu nyaman dengan seprai dan bantal selembut sutra, hingga membuatnya tidak ingin bangun, tapi detik berikutnya matanya terbelalak lebar saat menyadari tempat nyaman yang dia rasakan terasa asing. “Oh tidak, aku di mana??” langsung melonjak kaget, mengedarkan pandangan ke kamar luas, gorden abu-abu menutupi jendela besar, ada rak kayu di dekat sofa yang berisi buku dan beberapa pajangan-pajangan mahal. Dengan keadaan rambut lurusnya masih tergerai, sedangkan di dahi ditempeli plaster penurun panas, kaki telanjang Meiva turun dari ranjang, ia menurunkan pandangan menatap penampilannya sendiri dari cermin besar yang ada di depannya. Pakaian kemeja putih kedodoran yang dikenakan berbeda dengan semalam. Sontak saja semakin membuatnya bingung lantas membuka pintu. “Non su
Meiva mengerjap, bahkan menatap laki-laki itu beberapa saat. Kalau ia memanfaatkan Clovis, maka akan meraih kesuksesan dangan waktu sangat singkat. Namun, jika ia melakukan itu, apa bedanya dirinya dengan Ellen? Selama ini mereka sama-sama memiliki bakat berakting yang bagus. Hanya saja, Ellen lebih memilih jalur cepat. Meiva memilih menggeleng seraya berkata, "Tidak. Keputusanku sudah bulat. Mungkin suatu saat, tapi aku mau bukan atas bantuan siapa pun. Aku mau maju dengan hasil kerja kerasku sendiri." Clovis menyunggingkan bibir, sedikit tersinggung dengan penolakan Meiva, tapi itu masih dalam hal wajar. "Sayang sekali," ucapnya sambil beranjak dari sofa. "Clovis." CLovis yang sudah berjalan beberapa langkah berhenti saat di belakang sofa, memiringkan wajahnya menatap Meiva. Gadis itu terlihat canggung mendekatinya. "Mulai hari ini aku masuk kerja. Sekali lagi, terima kasih dan maaf, sudah banyak merepotkan dan menyusahkan mu. Setelah ini aku janji, tidak akan
Meiva mulai bekerja hari ini, tidak ingin melewatkan kesempatan ini begitu saja. Ia melakukan dengan serius posisinya bagian dari tim kreatif. Sepertinya Meiva tidak bisa jauh-jauh dari industri media. Buktinya setelah Vacum menjadi aktris sekarang dia masih berperan di belakang layar, jadi bagian tim. Luna yang duduk di kursi sebelahnya sambil membuka sosial media terlihat sibuk. Bicara pada Meiva saat ditanya saja. Di jam makan siang seperti ini, mereka sedikit menganggur. Kecuali Meiva sebagai anak baru, sebab belum mengerti titik celah pekerjaannya. Dia masih sibuk menyiapkan naskan. "Oh astaga, gila, ini benar-benar gila!" Luna melototi layar ponselnya melihat berita mengejutkan. Meiva yang penasaran pun menoleh. "Apa ada berita mengejutkan?" tanyanya. "Kalian semua, harus lihat postingan Alden Gunadya!" Luna seorang yang sangat mengidolakan Alden. Seketika berdiri bahkan mengabaikan pertanyaan Meiva. suaranya menarik perhatian para perempuan yang ada di ruangan
Meiva tersenyum ramah saat wanita paruh baya itu berjalan melewatinya. Namun, beberapa langkah ke depan, Nyonya Liona kembali mundur, berhenti ketika berada di hadapan Meiva. Lagi-lagi Meiva hanya nyengir untuk menghargai atasannya itu. "Selamat siang, Nyonya," ucapnya. Tidak ada balasan. Justru Nyonya Liona terus saja menatap dirinya, seolah-olah sedang melihat sesuatu di wajah Meiva. "Apa kita pernah mengenal sebelumnya? Kenapa kamu menyapaku? Seperti memang kita pernah melihatmu,” tanyanya membuat Meiva menunduk malu sambil menggeleng. "Tidak Nyonya." Luna dan karyawan yang lain hanya saling melirik ke arah Meiva. Suasana sangat menegangkan, saat pemilik perusahaan itu masih berdiri di sana, dengan kedua tangan di belakang pinggang. "Aku rasa pernah melihatmu. Kalau tidak salah, di—" menaikkan bola matanya untuk mengingat ingat sejenak. "Pasti Anda salah orang, Nyonya. Ini adalah hari pertama saya bekerja di kantor ini," ucap Meiva sopan. "Sudah kubilang, dia it
“Berani sekali dia menolak panggilan dariku?” Clovis menatap layar seiring dengan satu alis terangkat. Sambil berdecak, dia terus saja mencoba menelepon Meiva. Tapi berikutnya ponsel gadis itu berujung dimatikan, hingga terdengar suara operator kalau nomor sedang tidak bisa dihubungi. ‘Gadis menjengkelkan.’ Menyandarkan punggung ke kursi hitamnya. Miguel terkekeh melirik bosnya itu. “Ini sedang jam sibuk, mungkin saja dia sedang banyak pekerjaan yang tidak bisa diganggu,” ucap Miguel yang sejak tadi duduk di hadapannya, diberi tugas untuk memeriksa berkas-berkas yang baru saja dikirim oleh klien.Asisten Clovis itu melirik sebentar sambil terkekeh melihat tingkah atasnya. Bahkan sampai tidak mau melepas ponselnya menunggu jawaban dari Meiva. “Miguel, bagaimana Mama bisa tahu, aku membawa Perempuan ke rumah malam kemarin? Apa kamu diam-diam menjadi informant untuknya?” tuduh Clovis menatap asistennya itu curiga. Sebab tidak ada orang lain yang tahu, selain dia. Hal itu membuat Mi
Liona sangat ngotot supaya putranya segera menemui gadis pilihannya, bahkan terus menelepon Clovis memaksa agar anaknya itu setuju.Karena Clovis yang langsung menutup panggilan saat ibunya masih bicara, tiba-tiba Liona datang ke kantornya, menatapnya dengan tatapan kesal. Clovis langsung beranjak dari kursinya, menggandeng sang ibu untuk duduk di sofa hitam dekat jendela.“Apa yang Istimewa dari gadis itu, sampai mama memaksaku seperti ini?” tanya Clovis sambil mendesis kesal. “Dia sangat Istimewa, dia bisa membuat kue kacang yang sangat enak, Clo.” Clovis menahan senyumnya. “Hanya membuat kue kacang, tapi mama sudah sangat bangga padannya?” Liona duduk mendekat ke samping Clovis, lalu berbisik, “Dia juga memiliki bentuk badan yang bagus, dia pasti sangat lincah— dan rambutnya hitam lurus, seperti mama. Dia sangat cocok denganmu, Clovis,” ucap Liona terus saja membujuk Clovis tanpa menyerah. Tok … tok! Miguel dan seorang pelayan yang membawa nampan ditumpangi cangkir beri
Berita tentang kehamilan Ellen sontak saja menjadi santer perbincangan di kalangan masyarakat. Namanya diperbincangkan di berbagai sosial media. Beberapa produk ternama yang sebelumnya menjalin kerja sama dengannya, kini satu persatu menarik kontrak. Bahkan Ellen harus menonaktifkan kolom komentar akun sosial medianya, karena banyaknya hujatan yang masuk. “Kamu itu sangat ceroboh, Ellen!” marah Alden, setelah melihat kabar berita yang memenuhi berandanya. “Bagaimana bisa kamu hamil?” Tatapan matanya tajam menatap Ellen yang sedang terpuruk. “Kamu harus bertanggung jawab, Alden. Gara-gara kamu, sekarang aku hamil,” ucap Ellen, penampilannya sangat lusuh, berbeda dengan biasanya. “Kalau aku menikahimu, otomatis semua orang akan tahu, kalau kita mempunyai scandal akhir-akhir ini. Lebih baik kamu tetap merahasiakan identitasku, kalau perlu, kamu gugurkan saja. Tidak ada yang menginginkan bayi itu, Ellen.” Ellen menoleh tidak percaya dengan ucapan Alden. “Sebaikny
Dalam Pantauan. "Dasar rubah kecil.” Clovis memperhatikan Meiva dari balik layar macbook yang menyiarkan secara live oleh beberapa stasiun televisi. Kini Meiva membawa Ellen yang diikuti para wartawan, pergi ke Dokter spesialis kandungan ternama di Ledoria. Clovis duduk bersandar di kursi hitam, jemarinya mengusap usap dagunya terus saja masih mengamati, sejauh mana Meiva akan berpura, padahal dia ingin menjatuhkan Ellen tanpa disadari. "Aktingnya memang tidak diragukan lagi," gumam Clovis, seringai tipis muncul dari bibirnya. "Maaf, anda bicara dengan saya, Pak?" tanya manager di kantornya yang kini sedang menyusun laporan di hadapannya. Clovis menggeleng. Tatapannya tetap tak teralihkan. "Pak Clovis, Tuan Juan sudah siap untuk meeting sekarang," ucap Miguel yang baru saja masuk dari luar. Lelaki itu sambil melirik arloji di tangannya. Sudah saatnya Clovis memimpin meeting yang akan dilakukan sekarang. Namun, Clovis sama sekali tidak peduli. Miguel yang penasaran dengan ap
"Meiva, untuk kesekian kalinya, kamu membuat kesalahan lagi." Entah kenapa, Evelyn sama sekali tak mau mendengar kebenaran dari Meiva. Akhir-akhir ini dia selalu menyalahkan Meiva, meskipun kesalahan kecil sekalipun. "Kalau kamu tidak bisa melakukan pekerjaan ini, lebih baik kamu mengundurkan diri saja dari kantor ini. Jangan mentang-mentang Nyonya Liona dan Pak Austin menyukaimu kamu bisa bersikap seenaknya." "Ini bukan masalah disukai atau menyukai siapa. Tapi, aku sudah bekerja sesuai apa yang ada di naskah." Meiva tidak tahu harus menjelaskan pada Evelyn bagaimana lagi. "Lebih baik kamu akui saja. Dari pada berbelit-belit." "Lebih baik aku resign dari pada mengakui apa yang tidak aku lakukan," ucap Meiva. "Evelyn, kalian harus melihat berita sekarang juga." Luna masuk menyela pembicaraan mereka. *** Tangan Ellen gemetar memegang ponsel, tatapan matanya masih tertuju pada akun sosial media yang menampilkan surat laporan kehamilan miliknya yang sedang ramai dibicarakan di me
"Sangat tidak profesional." Meiva mendesah kesal saat melihat Ellen berjalan santai melakukan foto bersama dengan para fansnya. Bahkan perempuan itu mengobrol, memamerkan barang-barang yang dia pakai yang bermerk edisi keluaran luar negeri. "Lihat, aku pakai sebagus ini. Kalau kalian minat, bisa langsung belanja di store terbaruku, link ada di akun sosial mediaku." Ellen justru sibuk mempromosikan usaha terbarunya. Padahal dia sudah telat sepuluh menit. Belum briefing dan segala macam, pasti akan membutuhkan waktu yang lama lagi. "Boleh aku minta foto sekali lagi?" tanya fansnya. "Tentu, tapi dengan satu syarat, kalian harus membeli produkku. Sepuluh orang, kalau kalian tidak ada yang membeli, aku akan kecewa, dan akan mempertimbangkan lagi, setelah ini apa kalian benar penggemarku atau bukan," ucap Ellen. "Kami akan membeli produkmu. Tapi, jangan bilang seperti itu. Selama ini kami sangat mengidolakanmu, Ellen." "Bagus. Setelah membeli jangan lupa, upload ke sosial media
“Aku minta maaf.” Hanya kalimat itulah yang mempu Meiva ucapkan saat kini berhadapan dengan Clovis. Di bawah pohon besar yang menghadap kolam yang ditumbuhi tanaman bunga Teratai sedang mekar berwarna merah muda. “Jadi, kamu memintaku datang ke mari hanya untuk ini?” Clovis berdecak, duduk sambil memegang ponselnya, terlihat tidak menikmati pemandangan.“Kamu mau minum?” Gerakan Meiva kaku, mengulurkan satu kaleng minuman bersoda untuk Clovis yang dia beli tadi dari mesin penjual di tepi jalan. “Kamu tidak sedang berusaha menyogokku?” tanya Clovis curiga. Tapi tanpa ragu membuka penutup kaleng, langsung menenggak isinya. “Apa Pak Clovis Malory bisa disogok dengan sekaleng minuman?” Clovis tampaknya memang sedang haus, dia terus saja menenggak minumannya. ‘Mungkin saja dia berlari sepanjang perjalanan ke sini,’ batin Meiva menikmati minuman di tangannya sendiri. “Jadi, kamu akan menerima tawaran syuting, atau menolaknya?” tanya Clovis. Meiva mengangguk. “Diterima. Hanya
Keringat membasahi pelipis Meiva, sambil mengigit bibir bawahnya ia menahan kesakitan saat Clovis memegang kakinya kuat. Sebenarnya Meiva masih kesal dengan lelaki itu, tapi kesakitan di kaki mengalahkan egonya. “Pelan-pelan, Clovis. Rasanya sakit banget.” Tubuhnya berada di kursi mobil, sedangkan kedua kakinya menjulur keluar pintu yang terbuka. Clovis berjongkok di bawahnya, menyiramkan air mineral dari botol ke kaki Meiva yang berwarna putih kemerah-merahan. dia memandang luka Meiva serius. “Aaarh! Aduh-aduh ... sakit, sepertinya masih ada kaca di dalamnya.” “Sebaiknya kita ke rumah sakit. Untuk membersihkan sisa-sisa kaca yang masih tertinggal?” Meiva langsung menggeleng. “Kalau ke rumah sakit, mereka pasti akan memberiku bermacam jenis suntikkan. Seperti beberapa waktu lalu. Tidak, aku tidak mau.” Meiva sangat takut melihat jarum suntik. Dia tak mau berhadapan dengan benda tajam itu. Clovis berdecak, mendengar ketakutan Meiva. “Oke, aku akan mencabutnya. Kita bisa mulai?”
DATANG PENUH KHAWATIR Sehari sebelumnya. Pihak casting director, produser dan Sutradara berunding untuk menentukan siapa yang akan dipilih menjadi pemeran utama. Mereka sepakat, kalau Meiva lah orang yang tepat membintangi film yang akan digarap. Kecuali, Produser yang sejak awal terus saja menunjukkan penolakan. Dengan berbagai alasan. "Terlalu beresiko kalau kita memilih Meiva, dia memiliki banyak masalah. Di belakang nanti pasti akan menimbulkan kekecewaan besar bagi masyarakat," ucap produser. "Dengan adanya masalah tentang dia, itu bisa jadi pro kontra, bahkan kalau kita pintar marketing, itu justru bisa mendongkrak popularitas film kita," ucap Sutradara. "Aku setuju, lagi pula yang kita cari karyanya, bukan masalah hidupnya. Apa pun masalah itu terlepas dari urusan kita, kan?" tanya penulis. "Benar. Kalau memang akting Meiva dinilai cocok, kalian harus segera menghubunginya. Minta dia untuk jadi pemeran utama," ucap Clovis yang sejak tadi duduk di kursi paling ujung. Ia
MEMBUAT KEKACAUAN! Mereka berdua salah tingkah saat Meiva menatap sinis. Mereka pikir rahasia yang disembunyikan selama ini cukup aman? Tidak! Kini perasaan Meiva pada mereka sudah mati. Sekarang dia hanya muak, tidak sakit hati sama sekali. “Meiv, aku sama sekali tidak mengerti dengan maksudmu. Aku bahkan tidak tahu menahu dengan berita tentang kamu,” ucap Ellen. Tampaknya menginginkan pengakuan dari bibir Ellen tidaklah mudah. “Siapa yang bisa membedakan kamu sedang berakting atau beneran sekarang?” Meiva lagi-lagi membalas dengan kalimat menusuknya. “Alden, Meiva tiba-tiba datang lalu, menuduhku yang bukan-bukan, mengatakan kalau aku tidak suka dia menjadi pemeran utama. Alden, kamu percaya padaku, kan? Selama ini selalu memikirkan tentang Meiva, dan sangat berharap dia mendapat tawaran lagi.” Suara Ellen terdengar mengayun manja dan memelas di hadapan Alden, siapa yang mendengarnya pasti akan muncul rasa simpati. Tapi, tidak dengan Meiva. “Masih saja berakting selayakn