Share

Zen

POV Zen

*****

Hampir satu minggu aku tidak bisa menghubungi Miranti. 

Gadis yang kukenal dua tahun terakhir, melalui sebuah chat grup. 

Seorang gadis dewasa, dan sangat matang. 

Dengan postur tubuh semampai dan wajah oriental yang sangat cantik. 

Ditambah lesung pipi, yang membuatku semakin tergila-gila padanya. 

Butuh perjuangan yang panjang untuk mendapatkan perhatiannya.

Bahkan untuk menarik perhatiannya, aku harus melakukan kebohongan demi kebohongan.

Namun akhirnya, semua terbayar ketika dia mulai membuka hatinya untukku, bahkan bersedia menerima pinangan dariku. 

Walau sebenarnya, statusku masih sah sebagai suami dari Aprillia Rahayu. 

Wanita yang aku nikahi selama hampir tiga tahun. 

Dulu, aku memang pernah tergila-gila pada April. 

Namun setelah menikah denganku, tak kulihat lagi dirinya yang dulu. 

Jika dulu dia tampak begitu menggoda, dengan wajah cantik yang selalu dihiasi make up, kini yang kutemui tiap kali pulang ke rumah, tak lebih dari seorang perempuan berdaster dengan wajah pucat. 

Dan lebih mengecewakan jika aku harus membahas bagaimana pelayanannya di atas ranjang. 

Aku adalah laki-laki normal, jika setiap hari hanya disuguhi pemandangan seperti itu, aku pasti akan bosan. 

Hal tersebut awalnya kuanggap sebagai kebosanan biasa, namun semua menjadi berubah ketika aku berkenalan dengan Miranti. 

Namun entah mengapa, setiap kali aku memandang wajah Miranti, aku seperti terhipnotis, lupa akan statusku. 

Dalam pikiranku adalah, aku harus mendapatkan Miranti, walau dengan cara apapun. 

Salahkah aku jika mencari yang lain, yang bisa membuat aku bahagia? 

Hingga suatu ketika, kudapati April tengah membaca semua pesan dari Miranti yang ada di ponselku. 

Tapi hal itu tidak membuatku mundur ataupun menjauhi Miranti. 

Aku justru tertantang untuk membuktikan pada April, bahwa aku bisa mendapatkan seorang istri lagi, walau tanpa persetujuannya. 

Bukankah beristri lebih dari satu bukan suatu hal yang terlarang? Bukankah hal tersebut jauh lebih baik daripada aku melakukan zina dan membeli kepuasan diluar? 

Beberapa kali April memohon padaku untuk berhenti berhubungan dengan Miranti. 

Tapi kata-katanya hanya aku anggap sebagai angin lalu. 

Dan selebihnya, dia hanya memilih untuk mendiamkanku. 

Hingga puncaknya, saat dia berusaha membuka telepon genggamku yang sudah aku pasang kata sandi. Aku melihat perbuatannya, hal tersebut membuat aku benar-benar marah dan memutuskan untuk meninggalkan April dan memilih pulang kerumah orang tuaku. 

Beberapa kali April mencoba menghubungiku, baik melalui pesan maupun panggilan telepon. 

Namun semua itu aku abaikan, aku memilih untuk memblokir akses komunikasi dengannya. 

Setelah beberapa bulan bebas dari rengekan April, kembali aku mendapatkan kabar, bahwa dia tengah hamil. 

Akan tetapi hal tersebut tidak serta merta membuatku pulang, tapi justru membuat tekadku semakin bulat untuk berpisah dengan April. 

Drrttt... drrttt... 

Beberapa panggilan masuk, aku tau siapa yang menelponku. 

April. 

Lalu, beberapa detik kemudian, sebuah pesan dari Kak Amel, kakak iparku kuterima.

Dia mengabarkan bahwa April mengalami pendarahan,  dan sedang dirawat dirumah sakit. 

Sebenarnya saat itu aku begitu kaget, dan ingin ada disampingnya. Bagaimanapun, anak yang ada dalam kandungannya adalah darah dagingku. 

Tapi aku tidak bisa datang dan berada disampingnya.

Karena saat itu, aku dan keluarga besarku sedang melangsungkan proses lamaran dirumah Miranti. 

Dan aku tidak mau merusak apa yang selama ini aku perjuangkan. 

Sebuah pesan kuterima. 

"Mas, kamu telah membuat aku begitu kecewa padamu. Dan selamat atas pertunangan kalian, tapi jangan senang dulu. Aku akan memberimu kejutan. Sesuatu yang tidak pernah kamu bayangkan."

Tulis pesan itu, yang kuketahui dikirim oleh April dengan menggunakan nomer baru. 

Kejutan? 

Kejutan apa yang bisa kamu berikan padaku, April? 

Walau aku masih sayang padamu, tapi kini, kamu sudah tidak semenarik dahulu. 

Percayalah, setelah aku mendapatkan Miranti, aku akan menyelesaikan masalah diantara kita. 

Drrttt... drrtt... 

Sebuah panggilan masuk dalam telepon genggamku. 

Kegalauan dalam hatiku langsung sirna, ketika kulihat nama ternyata Miranti.

"Halo, Bund ... kamu dimana? Kamu baik-baik saja, kan?" cecarku tatkala panggilan tersambung. 

"Aku ingin bertemu denganmu, Mas," jawab Miranti datar. 

Walau aku merasa sedikit janggal akan jawabannya, namun aku urung bertanya lebih jauh. 

Karena, tidak biasanya Miranti memanggilku dengan sebutan Mas. 

Membayangkan dan menunggu hari pertemuan dengan Miranti, sungguh sesuatu yang teramat membosankan.

Beberapa kali aku melakukan kesalahan dalam bekerja, dan ini benar-benar menyiksa.

Miranti sayang, tunggu aku datang ya....

***

Sesuai janjiku kemarin, hari ini aku berniat untuk menemui Miranti di Bandung. 

Sengaja aku berangkat pagi-pagi, untuk menghindari kemacetan. 

Selama perjalanan, aku selalu membayangkan wajah Miranti yang ayu. 

Apakah kamu sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan kita, sehingga kamu begitu ingin bertemu denganku?

Akhirnya, sampai juga aku ditempat dimana kami akan bertemu. 

Kupesan minuman dingin dan menunggu kedatangan Miranti. 

Dari balik jendela kaca, kulihat seorang gadis berjalan ke arah dimana aku duduk. 

Namun, tak kulihat senyum di wajah itu. Senyum yang sering kulihat dan aku bayangkan. 

Wajah itu, terlihat murung. 

Bahkan, saat kami sudah duduk berhadap-hadapanpun, wajah itu tetap tampak murung.

Ada apakah dengan gadisku ini? 

"Bund, kamu baik-baik saja kan, kamu sakit?" tanyaku khawatir.

"A-aku baik-baik saja, Mas," jawabmu. 

Dan lagi-lagi aku merasa ada yang janggal dengan Miranti. 

Lagi-lagi, dia memanggilku dengan sebutan Mas. 

Belum habis rasa terkejutku, Miranti mengeluarkan sebuah amplop coklat yang cukup besar dari dalam tasnya. 

Diserahkannya amplop itu padaku. 

Saat kutanya apa isi amplop tersebut, dia malah menyuruhku membukanya untuk menemukan jawaban. 

Betapa terkejutnya aku, saat kulihat apa yang ada dalam amplop tersebut. 

Beberapa lembar foto pernikahanku dengan Aprillia, juga fotokopi dari surat nikahku, serta beberapa screen shot percakapan antara dirinya dengan April, istriku.

"Darimana kamu mendapatkan ini semua, Miranti?" tanya saat itu. 

Bukannya menjawab pertanyaanku, Miranti justru kembali bertanya padaku. 

"Benarkah semua itu, Mas?" tanya Miranti penuh selidik, sambil matanya menatap tajam kepadaku. 

Seolah ingin menguliti keberanianku. 

Tak kujawab pertanyaan Miranti, aku justru memintanya untuk memberiku kesempatan sekali lagi. 

Ternyata, hal itu membuat Miranti marah, masih denga tatapan penghakimannya, dia memutuskan hubungan denganku. 

Miranti ingin mengakhiri semua hubungan denganku. 

Belum sempat aku berkata, menjawab semua kalimat yang meluncur dari bibirnya, dia telah berlari meninggalkan aku. 

Setelah sebelumnya memberiku sebuah foto. Foto April ketika dia tengah dirawat di rumah sakit akibat keguguran. 

Dan hal itu benar-benar membuatku kehilangan kata-kata. 

Inikah kejutan yang dimaksud oleh April waktu itu? 

Tidak, aku tidak boleh begitu saja menyerah ataupun mundur. Setelah semua perjuangan dan pengorbanan yang aku lakukan untuk mendapatkan Miranti. 

***

Beberapa kali kucoba menghubungi Miranti, namun ternyata dia telah memblokir semua akses komunikasi denganku. 

Bahkan semua akun media sosialkupun tak luput dari blokirnya. 

Bermodal sebuah akun baru, kucoba untuk melihat aktifitas Miranti di akun media sosialnya. 

Hatiku mendidih tatkala kulihat dia ber ha ha hi hi ddengan teman-temannya disana. 

Bahkan kulihat sebuah postingan yang dia unggah, yang mengatakan bahwa dia ingin mengubur semua kenangan silam dan move on. 

Aku benar-benar tidak terima. 

Begitu mudah dia ingin mengakhiri semua setelah apa yang aku berikan padanya. 

Mataku tertuju pada beberapa akun, kulihat dua akun tersebut begitu aktif komen di setiap postingan yang diunggah oleh Miranti. 

Dan aku tidak terima melihat kedekatan mereka. 

Lalu, aku hubungi satu persatu akun yang kurasa dekat dengan Miranti, terutama akun pria. 

Dalam pesan, aku menyuruh mereka untuk menjauhi Miranti. 

Tentu saja dengan kububuhi sedikit kalimat intimidasi dan makian jika mereka kekeh bertahan. 

Aku sudah berjalan sejauh ini, aku rela kehilangan istriku.

Dan aku tidak rela jika harus kehilangan Miranti. 

Akan kulakukan apapun untuk mempertahankannya.

***
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mario Seixas
mungkin banyak pria di luaran sana kurang lebih berfikir sprti zien , yang menjadikan wanita sebuah permainan .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status