Tanganku jadi gemetar hebat. Lutut ini seketika lemas. Air mata di ujung pelupuk tanpa terasa semakin banyak dan akhirnya jatuh tak tertahankan. Zulaika, kamu benar-benar telah merusak segala percaya yang selama ini kuberikan! Demi kebahagiaanmu, kulepaskan kau bagai burung di udara. Bebas pergi ke mana pun dengan teman-temanmu. Sampai saat pulang terlambat pun, aku masih maklum asal sebelum Magrib tiba. Inikah yang ternyata kamu sembunyikan dari mamimu sendiri?
Aku menguatkan diri untuk terus menjelajahi isi W******p milik Zulaika. Kubongkar isi balas-balasan pesan yang dilakukan Zulaika kepada seseorang bernama Boo. Hari ini juga, semua rahasianya harus kuungkap. Zulaika harus menerima semua konsekuensi dari perbuatan tak terpuji tersebut!
Tanganku mengulir bola mouse hingga ke atas. Belum sampai pada pesan paling awal, dadaku sudah hendak meletup. Kutemukan pesan yang dikirim sekitar satu minggu lalu. Tepatnya hari Senin, di mana Zulaika libur sekolah sebab tanggal merah.
Boo : Udah bangun belum, Bee?
Zulaika : Udah, Hubby.
Boo : Minta PAP 😊
Zulaika : PAP apa dulu?
Boo : TT
Zulaika : Ih, kebiasaan, deh!
Boo : Ayolah, Bee.
Di situ aku sudah hendak menangis sejadi-jadinya saat melihat gambar apa yang tertera di layar. Zulaika, gadis yang kuanggap seorang pendiam dan lugu, dengan santainya dia mengirimkan sebuah gambar tak senonoh. Dadanya terpampang tanpa helai penutup. Aku menangis nyaring. Menutupi kedua wajahku dengan telapak.
“Ya Allah, salah apa aku? Mengapa anakku sampai begini?” Dadaku sesak sekali. Bagaikan bebabn sudah jutaan ton menghimpit tubuh ini.
Boo, seorang lelaki yang menggunakan gambar Zoro, salah satu tokoh dalam serial manga One Piece, sebagai foto profilnya tersebut, ternyata juga mengirimkan gambar yang lebih-lebih tak senonoh. Membuat ulu hatiku langsung nyeri dan mual luar biasa. Aku bahkan langsung bergidik ngeri sambil menutup kembali mataku dengan telapak.
Benar-benar manusia laknat, benakku. Anak sekecil mereka, bahkan sudah berani mengirimkan gambar organ vital yang seharusnya menjadi privasi dan hanya boleh dilihat oleh dirinya sendiri, dokter, dan pasangan halal. Bahkan orangtua pun tak diperkenankan untuk melihat atau menjamah, tanpa persetujuan dari si anak.
Boo : Kamu lihat, kan?
Bee : Lucu. Jadi pengen 4646 hihi
Aku membelalak lebar. 4646 itu kode apa? Aku menggelengkan kepala. Semakin tak paham apa arti yang dimaksud Zulaika akan responnya setelah dikirimi gambar vulgar tak senonoh tersebut.
Kuputar otak. Segera aku meluncur ke mesin pencarian G****e untuk menemukan beberapa slang words atau kata-kata gaul yang beberapa masih asing dari kepala.
Mataku membelalak lebar ketika menemukan apa yang dimaksud dengan 4646 tersebut. Ternyata, deretan angka itu bukan nomor togel atau pin ATM, melainkan kode untuk mengajak berhubungan badan. 4646 dibaca patnam-patnam yang apabila dibali menjadi mantap-mantap atau sinonim lainnya adalah ena-ena. Allahuakbar! Kiamat rasanya duniaku. Anakku ternyata benar-benar sudah ketagihan luar biasa dengan aktifitas yang tak sepantasnya dia lakukan di usia sekolah. Ingin rasanya aku berlari ke sekolahnya sekarang juga. Menghukum anak itu habis-habisan dan mengurungnya di dalam rumah.
“Mengapa cobaan hidupku seperti ini? Bercerai, banting tulang sendiri, sampai harus menanggung malu atas perzinahan anak gadisku?” gumamku sambil terisak.
Tak kuat lagi aku menahan beban ini sendirian. Namun, untungnya aku masih bisa berpikir jernih. Segera kusalin nomor telepon si Boo dari akun W******p milik Zulaika ke aplikasi Microsoft Word. Percakapan mereka juga berusaha kulakukan screen shot dan menyalinnya menjadi gambar melalui aplikasi Microsoft Paint. Aku bersyukur, di usiaku yang ke-43 tahun ini, aku tak gaptek dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Demi mengimbangi Zulaika, aku rela membuat akun Twitter dan I*******m, mengunduh TikTok, membaca artikel-artikel tentang perkembang psikologis remaja. Namun, hanya satu yang selama ini tak kulakukan. Aku terlalu menghargai privasi Zulaika. Sebab, kupikir anak zaman sekarang tak suka terlalu dicampuri. Tak pernah kucek ponselnya, apalagi membuka-buka pesan pribadi dari aplikasi W******p maupun direct message di I*******mnya. Itulah kebodohan yang telah membuat anakku jadi hancur tak keruan sebab kurangnya pengawasan dariku.
Tring! Sebuah notifikasi pesan masuk datang lagi. Membuat aku yang sesaat melamun di depan gambar percakapan mes*m milik Zulaika dan pacarnya yang sudah berhasil kusimpan dalam folder khusus. Aku pun segera membuka kembali akun W******p milik Zulaika. Mumpung anak itu belum sadar dan log out dari W******p web.
Kutemukan sebuah pesan baru di atas pesan milik si Boo. Daddy. Begitu tulisnya. Aku mengerutkan kening. Apakah Mas Danu sudah berkirim pesan kepada Zulaika? Namun, anakku tak pernah menceritakan hal tersebut. Selama tiga tahun ini, memang kami sudah putus kontak sama sekali.
Tanganku gemetar hebat lagi. Daddy siapa ini? Tampak foto profilnya seorang lelaki berjas warna hitam dan gempal. Ada kumisnya pula. Meski foto itu belum kuperbesar dan hanya tampak pada ikon kecil, tapi aku yakin 100% itu bukanlah Mas Danu.
Kuberanikan diri untuk mengkliknya. Aku terkejut luar biasa. Jantung ini bagai diremas-remas. Sebuah struk dengan deretan nominal angka yang fantastis perlahan muncul di layar.
Aku menggelengkan kepala. Ya Allah, katakan padaku bahwa ini hanya mimpi belaka!
BAGIAN 142ENDINGKUIKHLASKAN YANG PERNAH TERJADIPOV HANA Air mataku luruh seperti hujan lebat di penghujung September yang basah. Dada ini sesak. Langkah kakiku pun terasa begitu berat sekaligus tertatih. Ucapan yang terlontar dari Jo sempurna membuat jantungku remuk redam. Hancur sudah harapku. Telah pupus segala impi tentang indahnya masa depan. Mas Doni yang berulang kali mendapat maklum dan maaf dariku, nyatanya kembali berulah di saat aku telah jatuh terlelap. “Hana!” Pekik itu sama sekali tak kugubris. Aku terus menapaki jalanan. Tak peduli lagi dengan lalu lalang kendaraan atau orang yang kebetulan memandangiku dari halaman kafetaria yang bersebelahan dengan gedung Real Grill. Kuusap air mata di pipi. Berjalan dengan sepatu hak tinggi di atas jalan beraspal bukanlah suatu hal mudah. Terlebih gaun malamku yang panjangnya menyentuh jalan. Aku terseok-seok. Sedang perasaan kini sekacau kota yang habis diterjang tsunami. Ah,
BAGIAN 141EXTRA PARTPOV DONIPENGAKUAN DOSA “Hal penting apa itu?” Istriku terdengar agak syok. Kutoleh ke arahnya, wajah cantik itu langsung pias. Dia seperti bertanya-tanya dan dilanda sebuah kecemasan. Sialan si Jo, pikirku. Dia akan membuat hubungan rumah tangga kami retak setelah ini. Namun, aku sadar bahwa ini karena kebodohanku juga. Seharusnya … aku tak membawa serta istriku ke sini. Ah, mengapa sikap ceroboh masih saja melekap di diriku? Aku ingin sekali berubah menjadi lebih baik. Akan tetapi, tetap saja sikap kekanakanku bakal muncul lagi. Sungguh, aku benci dengan diriku sendiri. “Sebaiknya, kita pesan makanan saja. Baru setalah itu ngobrol banyak. Oke?” Ika mencoba mencairkan suasana. Wanita dengan wajah bak rembulan yang sedang terang-terangnya tersebut membuat seketika tenang tatkala mendengarkan suara lembutnya. Namun, buru-buru aku istighfar. Tidak pantas aku terus begini. Doni, sadarlah! Kamu dan dia sama-sama telah membina
BAGIAN 140EXTRA PARTPOV DONIMAAFKAN AKU, HANA “Mas, makasih ya, udah ngajakin jalan-jalan malam ini. Kamu tahu aja aku seharian capek di rumah sakit.” Hana berkata saat kami telah berada di dalam mobil miliknya. Perempuan yang mengenakan gaun warna silver dengan model lengan balon bertahtakan manik-manik kristal tersebut begitu anggun malam ini. Wajah oval tembamnya dihias make up yang fresh. Sapuan perona pipi warna peach begitu serasi di kulit putih mulusnya. Apalagi bibir tipis itu. Begitu ranum nan manis. “Iya, sama-sama.” Aku mengulas senyum. Menutupi rasa bersalah yang begitu besar menggelayuti batin. Entah bagaimana reaksi Hana saat tahu tujuanku mengajaknya keluar malam ini. “Ayo, jalan, Mas. Aku udah nggak sabar pengen makan steak di Real Grill.” Hana berkata dengan penuh semangat. “Iya, Han.” Hatiku lemah sebenarnya. Takut-taku kupandangi wajah cantik Hana. Ya Allah, berdosa sekali aku selama ini. Maafk
BAGIAN 139EXTRA PARTPOV DONISALAHKU “Halo, Mas?” Suara Jo menggema di telinga. Membuatku makin tambah gelagapan. “Eh, i-iya, Jo. M-maaf.” Aku tergagap-gagap seperti orang bodoh. Sedang irama nadi ini semakin bertambah kencang. Habislah aku malam ini. “Jawab saja, Mas. Aku ingin mendengarnya langsung dari mulutmu.” Rasa bersalah itu begitu besar membebani pundak dan seluruh isi hati. Aku muak pada diriku sendiri. Andai bisa kuhapus seluruh bayang akan Ika di ingatan, pastilah ingin kulakukan sejak dulu kala. Sayangnya, tak semudah membalikkan telapak. “Jo, maaf,” lirihku. Aku sudah kehabisan kata-kata. “Tidak perlu minta maaf. Minta maaflah kepada istrimu, Mas.” Plak! Lagi-lagi aku tertampar oleh kalimat Jo. Benar-benar menohok sekali ucapannya. Membuatku semakin sadar akan kesalahan-kesalahan yang telah kuperbuat. “Aku tahu seperti apa perjuangan dokter Farhana untuk bisa
BAGIAN 138EXTRA PARTPOV DONIMASIH BERUSAHA UNTUK MENERIMA “I love you, Mas,” kata Hana sambil mengecup keningku. “I love you too, Sayang.” Hana menerima kembali sebuah kecupan di bibir merahnya. Perempuan itu terlihat tersipu-sipu. Senyumnya merekah. Aku tahu jika dia pasti merasa begitu spesial. “Selamat tidur, ya.” Hana seakan tak ingin mengakhiri percakapan. Dia masih saja berbasa-basi sambil memeluk tubuhku erat. “Iya. Kamu lekas tidur, ya. Pagi-pagi kita harus bangun untuk kerja.” Hana mengangguk. Wanita itu pun mulai memejamkan mata. Di saat-saat seperti inilah jiwaku bakal terombang-ambing. Kutatap wajah Hana lekat-lekat. Dia adalah wanita yang sempurna, sebenarnya. Cantik, ayu, cerdas. Rambut hitamnya selaksa sutera yang halus nan lembut. Pipi tembam putihnya begitu mulus dan akan merona merah apabila aku memuji-muji. Tak ada yang kurang darinya. Aku saja yang sebenarnya cukup kurang ajar.
BAGIAN 137EXTRA PARTPOV YESLINBERATNYA TERPURUK Gagal dapat warisan, hampir masuk penjara, dan dicampakkan oleh kekasih hati adalah segelintir kepahitan yang harus kuteguk dalam hidup. Begitu berat perjalanan ini. Namun, mau tak mau aku harus menjalaninya dengan tabah hati. Hidupku sempat terpuruk dalam lubang kelam yang menyeramkan. Terlunta-lunta usai dibuang oleh keluarga Mas Danu dan keluargaku sendiri. Hidup berpindah menumpang dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lainnya. Sebulan lamanya aku seperti gelandangan. Sampai urat maluku rasanya sudah putus. Ah, kalau ingat masa-masa itu, aku selalu ingin menjatuhkan air mata.Mimpi untuk memiliki seluruh harta warisan Mas Danu pun juga sirna. Hingga saat ini, segala aset mantan suamiku telah berada di tangan keluarga besarnya. Rumah mewah yang begitu kubangga-banggakan itu pun telah ditempati oleh Bu Pipit dan Poppy. Mereka sekarang menuai hasil yang sangat banyak, tanpa mau membagiku barang se