Share

5. Berubahnya Meisya

PESAN WA DARI JANDA SEBELAH

Part 5

"Meisya …," ucapku tertahan. Nggak mungkin juga aku memanggilnya disituasi begini.

"Mohon dibantu kerja samanya ya teman-teman. Kalau misalkan ada sesuatu yang belum saya pahami. Tolong dibimbing, dan jangan bosan berteman dengan saya ya," tutur Meisya berdiri tegap. Senyum manis itu selalu menghiasi bibir tipisnya yang berbalut gincu warna merah berani.

Penampilan Meisya berubah 180 derajat ketika di rumah dan sekarang berdiri di depanku.

Biasanya, rambut Meisya selalu hitam lurus. Tidak pernah dicat sama sekali. Tapi sekarang, gaya rambutnya saja sudah berubah. Ia malah mirip bule tapi wajahnya lokal. Kesan manis pada wajah baby face Meisya makin terpancar. Aura berkelasnya muncul dengan gaya bicaranya yang humble namun tak mengurangi kesan serius. Aku begitu terpanah melihatnya, baru kusadari, ternyata Meisya bisa secantik itu.

Ingin sekali aku menghambur memluk pinggang ramping Meisya dan mendaratkam kecupan lama di pipinya. Oh Meisya, kau begitu cantik, sama seperti pertama kali kita bertemu. Hati ini kembali gusar ketika wajah cantikmu terpahat dalam ingatan. Dan yang lebih dahsyatnya lagi, aku merasa gelora cinta ini meningkat berkali-kali lipat lagi. Tak akan kubiarkan Sena dekat denganmu walau jarak sepuluh meter sekali pun.

Tangan sedikit kuangkat. Memberi kode pada Meisya bahwa suaminya berada di sini sedang mengagumi dalam diam.

Tapi, kedua mata indah itu tak mau membalas tatapanku. Ia malah melemparkan senyum juga melihat ke arah Sena.

Aku benci pemandangan itu. Ketika Meisya lebih memilih menatap lelaki ketimbang aku. Sena juga terlihat cari perhatian sekali, berkali-kali kudapati mata Sena curi-curi pandang pada Meisya.

Meski kutahu hubungan mereka baik kaena Meisya dan Sena pernah sekolah di tempat yang sama. Meisya bilang, kalau Sena kakak kelasnya dulu. Dan kebetulan saja sekarang jadi tetangga, makanya mereka akrab. Tapi, dalam hati orang siapa yang tahu, bisa saja Sena punya perasaan sama istriku. Dia kan duda. Ditambah sekarang Meisya ikut gabung di perusahaan Sena, sudah jelas tergambar kalau Sena punya maksud tersembunyi.

Ternyata ini pekerjaan yang dimaksud Meisya kemarin. Sangat-sangat membuatku terkejut.

"Dia siapa, Pak? Calon istri Pak Sena ya?" tanya salah satu pegawai, namanya Mila.

"Bukan, dia teman saya," jawab Sena cepat. Sekilas ia melirikku.

"Oh, saya kira calon istri, Pak. Habisnya cocok banget. Semoga bisa jadi teman hidup ya, Pak." Sungguh, ucapan Mila makin ngawur dan membuatku dongkol.

"Em, dia hanya teman," sanggah Sena lagi.

Jangan pura-pura nggak enak deh lu Sena! Seneng kan lu dicomblangin sama orang-orang? Kesal aku tuh. Batinku ingin nonjok wajahnya.

"Baik, kita kembali ke topik. Meisya silakan duduk." Sena menyuruh Meisya duduk di kursi yang masih kosong.

Itu kursi tepat di samping tempat duduk Sena. Nah kan, makin kelihatan kalau Sena pengen deket-deket sama Meisya.

"Selain kita akan membahas soal produk baru. Saya juga akan mengumumkan kebijakan baru terkait aturan perusahaan ini. Di mana salah satunya adalah, bagi karyawan yang ketahuan selingkuh akan dipecat. Nanti biar asisten Heru yang menjelaskan semuanya. Cukup pahami, dan patuhi. Kalau bebal dan melanggar siap-siap out dari sini," tegas Sena. Semua mata karyawan saling menatap satu sama lain. Termasuk Ridwan, ia langsung menyorotku tajam.

Gawat juga sih kalau Meisya sampai lapor ke Sena, terkait kedekatanku sama Marimar.

Tapi, Meisya punya bukti apa?

Nggak ada 'kan? Jadi, semua tetap aman terkendali.

*

Setelah acara rapat tadi. Aku tak mendapati Meisya lagi. Meski jam makan siang telah tiba.

Ke mana sih dia? Bikin pikiran nggak tenang aja.

Ponsel dalam genggaman menyala. Pesan dari Marimar membuat mata langsung melebar.

Ia mengajakku untuk makan siang lagi. Tentu langsung kuiyakan. Apalagi kini uangku sudah kembali, meski tidak banyak. Tapi cukuplah untuk sekadar ntraktir Marimar.

Dua menu siap saji sudah terhidang di meja kami. Marimar perlahan melahap makanan itu begitu pun denganku.

"Maaf ya, Mas. Akhir-akhir ini aku sibuk. Jadi nggak ada waktu buat kamu." Marimar berkata lembut.

"Nggak pa-pa, aku paham kok." Kusentuh pipi kanannya, lalu memberi sedikit usapan tipis.

Byur!

Mata ini langsung terpejam. Kala tiba-tiba ada yang menyiram tepat ke wajahku.

"Pak Sena, silakan pecat dia. Sudah jelas buktinya kalau dia selingkuh."

"Me-Meisya … aku …."

"Aku apa, Mas? Sudah jelaskan buktinya. Kamu selingkuh sama janda gatel ini." Meisya memaki. Suaranya membuat para pengunjung kafe tertuju pada kami. Bahkan ada juga yang mengarahkan ponsel. Pasti mereka merekam kejadian ini.

"Aku bisa jel--"

"Jelasin apa hah?! Sudah ketangkap basah masih aja ngelak. Kamu pikir aku bodoh apa? Aku tuh udah lama ngintai kamu, Mas. Jadi aku tahu ke manapun kamu pergi dan apa aja yang ada dalam Hp kamu itu. Aku sudah menyadap WA kamu sama ngaktifin GPS buat ngelacak keberadaan kamu. Kamu baru sadar ya, aku selama ini diam karena sekali aku bergerak itu akan mematikan!"

Brak!

Meisya mengucap semua dengan emosi menggebu. Gelas yang dipakai untuk menyiramku tadi diletakan di meja dengan kasar.

Marimar tentu kaget sekali dengan kedatangan Meisya bersama Sena. Sama halnya denganku. Kenapa aku nggak sadar kalau Meisya bisa seperti ini. Mungkin, setelah ini foto bahkan video pelabrakan ini akan melanglang buana di sosial media.

"Pantesan aja suamimu nggak betah sama kamu, Mbak. Orang galaknya kayak singa." Marimar nyeletuk. Tatapannya nyalang pada Meisya.

Kedua wanita beda karakter itu saling menatap sengit.

Sudut bibir Meisya terangkat ke atas. Ia tersenyum miring seolah mencemooh Marimar yang tengah bersendekap tangan di dada.

"Meskipun aku galak. Tapi aku nggak pernah kegatelan sama suami orang," pungkas Meisya tegas.

"Oh, gitu. Oke, kalau semuanya udah terlanjur begini, malah bagus. Kita nggak perlu kucing-kucingan lagi, Mas. Sekarang juga, kamu ceraiin si Meisya dan nikah sama aku. Toh, yang akan menyesal juga Meisya, bakalan jadi gembel dia!" Marimar menunjuk tepat ke wajah Meisya.

Tangan Marimar yang mengambang di udara lekas ditepis oleh Meisya.

"Ambil saja lelaki sampah ini. Aku tidak butuh!" Kedua mata Meisya mengarah padaku. Ia berdecih, mengintimidasi aku yang memang saat ini sedang tersudut.

Jujur, aku nggak mau pisah sama dia. Nggak, aku sama Meisya nggak boleh pisah.

"Ayo Mas Ridho. Cepetan sekarang kamu talak istri tidak tahu diri ini." Marimar memintaku mengatakan talak pada Meisya. Tentu ini jadi pertimbangan yang berat bagiku.

"Nggak, Mar. Meisya istriku, aku nggak mau pisah sama dia!" kataku membuat Marimar kesal.

"Kok kamu gitu sih, Mas?! Selama ini aku kamu anggap apa? Hah! Seenak jidat kamu sendiri mempermainkan aku!" Seloroh Marimar. Ia mencengkram kedua pudakku.

Aku tak mampu bersitatap dengannya. Aku harus bagaimana ini. Aku masih mencintai Meisya. Tapi aku tak tega juga melihat Marimar menelan kecewa.

"Mas Ridho, silakan jelaskan semuanya. Jika sekiranya Mas punya pembelaan yang menguatkan tidak bersalah. Maka saya akan mempertimbangkan untuk tidak memecat Mas." Sena yang berdiri tepat di sisi Meisya mengarahkan pandang padaku.

"Mau seperti apa pun pembelaanku. Mau aku salah atau tidak. Kamu akan tetap berpihak pada Meisya. Kamu pasti juga akan melempar aku dari perusahaanmu. Karena apa?! Karena kamu suka 'kan sama Meisya?!" Aku tak tahan, semua yang mengendap dalam dada kuutarakan juga.

"Kenapa kamu berpikiran picik begitu, Mas? Kamu perlu ingat ya, aku bukan kamu yang suka menyakiti hati orang lain. Jikalau pun aku suka sama Meisya, aku juga akan merebutnya dengan cara elegant. Bukan cara kotor dengan memecatmu. Karena bagiku, masalah hati sama kerjaan itu beda. Kita itu lelaki, nggak seharusnya berlaku seperti pengecut yang bersembunyi dalam topeng kepalsuan. Jadi, jangan pernah salahkan orang atas apa yang menimpamu sekarang. Sadarlah, berapa air mata dan luka yang harusnya kau bayar untuk Meisya. Setiap kau membalas pesan mesra dengan wanita lain, saat itu Meisya begitu sakit hati. Dan asal kamu tahu, selama ini hanya pundakku yang nyaman untuk menopang semua keluh kesah Meisya. Sadar dirilah Mas kamu! Lepaskan saja jika kau hanya bisa menyakitinya."

Wow, aku tertegun mendengar perkataan Sena. Tebakanku tak meleset. Sena benar menyimpan rasa untuk Meisya.

Tapi, jangan harap aku mau melepaskan apa yang sudah ada dalam genggaman saat ini. Meisya tetap milikku.

Dadaku bergemuruh, sesuatu terus merangkak naik hingga ke ubun-ubun. Kesabaranku telah habis. Menghadapi lelaki satu ini tak cukup dengan otak atau mulut. Dia harus mendapat pelajaran berharga hari ini. Jangan kira dia mampu merebut apa yang aku punya.

Aku membusungkan dada. Melangkah maju hingga berhadapan dengan Sena.

Meski postur Sena lebih tinggi dariku. Bagiku, berhadapan dengannya adalah hal kecil.

"Kau memintaku melepaskan Meisya? Jangan harap! Kau pria tidak laku ya? Sampai-sampai tergila-gila sama istri orang?" ucapku menantang.

Tangan ini mulai mengepal keras.

"Lebih baik aku ke luar dari perusahaanmu daripada harus menjadi manusia paling memalukan di dunia ini. Hanya menjadi bawahan orang congkak sepertimu!" Tegasku, gigiku sudah mengerat berderit dengan rahang mengeras.

Kutarik napas. Dan ….

Bugh!

Aku kalap. Hingga kupukul wajah Sena.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status