Elaine menghentikan kesibukannya, ia berjalan menuju ke dekat pintu kamar. Margaret sedang berdiri sambil melipat tangannya di depan dada, menatapnya tajam.
“Saya sedang mengeluarkan baju-baju istri tuan Zach, dari kamar ini, Nyonya.” Elaine berdiri sambil memegang kain lap yang tadi dipakai untuk membersihkan debu di lemari baju Zachary.
“Siapa yang menyuruhmu, Nona?” Margaret berjalan masuk dan berhenti di depan lemari, matanya melihat tumpukan baju-baju Amanda yang masih tersisa.
“Ini saran dari teman saya yang bekerja dibawah dokter psikiater, kalau kita perlu menjauhkan barang-barang yang bisa mengingatkan tuan muda pada masa lalunya. Kalau beliau terus menerus ingat dengan hal-hal yang menyakitkan, beliau tidak akan bisa berdamai dengan masa lalunya.” alasan yang sangat masuk akal. Margaret mengangguk-angguk tanda bisa mengerti.
“Apa hari ini tuan muda membuat masalah?” Margaret menatap wajah putranya yang sedang tertidur pulas, entah dengan cara apa tadi gadis di depannya bisa memindahkan putranya ke atas tempat tidur, selama ini ia akan meminta Leo yang melakukannya. Tadi sebelum ia berangkat kerja juga Leo membantunya, mengganti baju dan popok dewasa yang dipakai oleh Zachary.
“Tidak, Nyonya. Sepanjang hari ini tidak ada masalah serius,” mata Margaret masih terus memindai fisik putranya. Zachary sudah berganti baju.
“Apa dia sudah makan malam?”
Margaret memastikan lagi, dengan adanya Elaine sekarang, ia bisa bernapas agak lega. Bisa sedikit berkurang beban di pundaknya. Sejak Zachary mengalami kecelakaan dan sejak suaminya meninggal ia seolah menjadi orang yang tidak kenal hidup santai.
Tiap harinya akan disibukkan dengan pekerjaan, urusan perusahaan juga kesehatan putranya. Di usianya yang sudah matang, ia merasa lelah, kalau sebelumnya mungkin ambisi untuk menjadi penguasa dalam bisnis keluarga membuat ia berapi-api dan getol saat mengurus semuanya, tapi ia kini seolah sudah terlalu banyak berpikir dan bekerja.
“Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu tadi, saya masuk kamar dulu. Dan barang-barang ini nanti minta Tina untuk membuangnya. Taruh saja pakaianmu dalam lemari itu," mata Margaret menatap tas ransel milik Elaine.
“Baik, Nyonya,” Margaret meninggalkan Elaine, ia bergegas masuk ke kamar peraduannya.
Elaine menyelesaikan pekerjaannya dan segera memanggil Tina di meja makan, wanita berkulit hitam itu datang dari dapur.
“Miss,”
“El, bisa panggil saya bibi. Kamu sebaya dengan keponakan saya,”
“Baik, Bi. Tolong bawa kotak ke dalam kamar tuan muda, untuk tempat barang-barang bekas istrinya.”
“Baik, Bib, ambil dulu.”
“Terima kasih.” Elaine kembali masuk ke dalam kamar Zachary. Ia mengambil bajunya dari dalam tas ransel dan menyusun dalam lemari yang disediakan untuknya.
Rasa panas dan gerah membuat gadis berpenampilan tom boy itu segera pergi mandi. Ia mengganti pakaiannya di dalam kamar mandi, walaupun Zachary adalah pria cacat, ia tetap malu. Apa lagi hubungan mereka berdua bukanlah suami istri.
Selesai urusan di kamar mandi, Elaine berdiri di depan jendela, kamar ini tidak ada kaca. Ia hanya menyisir rambut, tanpa sebarang polesan bedak di wajahnya. Hari semakin temaram, jendela kamar yang tadi masih terbuka segera dikuncinya. Ia menatap wajah pria yang sedang tertidur pulas.
Wajah tirusnya tidak menghilangkan ketampanannya, rahangnya tegas, rambut hitamnya menunjukkan ia berdarah latin. Tatapan matanya penuh putus asa, dia butuh teman bicara. Ada rasa rindu dan kehilangan dari sorot mata itu.
“Kenapa menatap seperti saya ini makanan yang enak?” Elaine terkesiap mendengar suara bariton itu. Ia langsung mengalihkan pandangannya. Ketukan pintu kamar terdengar, Margaret masuk ke dalam. Ia menatap putranya dan tersenyum manis.
“Bagaimana keadaan kamu, Zach?” Margaret duduk di atas tempat tidur Zachary.
“Zach, oke, Mommy,”
“El, pergilah makan malam bersama Tina, saya ada hal penting untuk dibahas dengan anak saya.”
“Baik, Nyonya.”
Elaine meninggalkan kedua ibu dan anak itu. Ia melangkah ke dapur.
“Bi, Tina masak apa?” Tina yang sedang menikmati makan malamnya menoleh pada sumber suara. Ia tersenyum ramah.
“Mari makan, El. Ada Beefsteak dan kentang. Ada macaroni cheese juga.”
Elaine mengangguk dan duduk di depan Tina. Mereka menikmati makan malam bersama.
***
Di dalam kamar, Zachary dan Margaret tampaknya berbicara tentang hal yang cukup serius. Zachary enggan dengan keinginan ibunya membawa seorang perawat bahkan ibunya bilang gadis itu adalah bodyguard untuknya.
“Zach, dengar Mommy! Kamu harus sembuh. Paling tidak bisa berjalan seperti sedia kala.” Margaret menyentuh lengan putranya.
“Zach tidak yakin, Mom.”
“Kamu harus yakin, Sayang. Kami semua butuh kamu, perusahaan menunggu kesembuhan dan juga tenagamu.”
“Untuk apa aku sembuh, Mom. Grace sudah meninggalkan aku, wanita itu merebutnya dariku.” mata Zachary berkaca-kaca.
“Dia pasti kembali padamu, Sayang.”
“Mom, apa tidak sebaiknya cari perawat lelaki saja. Tenaga perempuan pasti tidak sekuat lelaki. Zach kan harus dibantu terus, apa yang bisa diandalkan dari seorang gadis muda seperti itu?” Zachary bersikeras menolak untuk dirawat Elaine.
“Zach, yakinlah dengan apa yang Mommy lakukan. El juga kuat seperti seorang lelaki, ia memiliki syarat yang Mommy minta, coba dulu dalam beberapa hari, atau beberapa bulan. Kalau perawat lelaki, Mommy tidak setuju, pasti kamu tidak dirawat dengan bersih. Ia akan sama ego seperti kamu, sebelum ini kan perawat lelaki juga, sudah berapa kali kita ganti? Semua tidak bisa bekerja dengan benar.”
Margaret meyakinkan putranya. Ia kenal siapa Zachary, paling cerewet kalau soal kebersihan, memilih perawat lelaki sama saja dengan membayar tukang angkat, kerjanya cuma angkat-angkat tubuh putranya, tidak dimandikan dan dirawat dengan baik.
“Mau duduk, Zach?” Margaret bertanya saat melihat putranya menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Seolah akan duduk dari pembaringan. Zachary menganggukkan kepalanya. Margaret segera membantu putranya untuk duduk.
“Mom, tidak mungkin juga kan, kalau dia harus tidur di kamarku?”
“Kenapa tidak? Kamar ini luas, dia bisa tidur di bawah, atau di sofa.”
“Tapi, Mom.. ”
“Dengar, Sayang. Mommy ada meeting di Jerman selama seminggu, tidak mungkin Mommy biarkan kamu tanpa teman dan penjaga.” Margaret menyentuh tangan putranya.
Tangan yang dulu berotot dan gagah, sekarang terlihat kurus, tampak pucat kulitnya, 3 tahun adalah waktu yang sulit untuk Zachary, ia berubah total setelah kecelakaan. Hati Margaret seperti dirajam dengan batu melihat netra putranya, tiada semangat untuk hidup.
“Zach tidak yakin ia akan tinggal lama di sini, tidak mungkin juga ia akan bertahan, sabar merawat orang cacat sepertiku. Apa lagi gadis muda yang belum tahu apa-apa.” Zachary mendongak, menatap langit-langit kamar.
“Nikahi dia, untuk membuatnya terus ada di sini, menjaga dan merawatmu, supaya kalian ada ikatan, tapi ingat! Jangan sampai jatuh cinta padanya. Dia bukan sekelas dengan keluarga kita, tapi untuk sementara ini, demi kesembuhan mu, Mommy tahu kamu memegang teguh prinsip hidupmu, tidak akan tinggal bersama perempuan asing tanpa status jelas. Jadi buat status kalian jelas sekarang.” Margaret menatap putranya yang menggelengkan kepalanya.
“No, Mom! Zach tidak akan jatuh cinta lagi, dengan gadis manapun. Dan untuk menikah, sepertinya Zach tidak ingin.”
“Zach, ini demi kamu. Please pertimbangkan, kamu butuh orang yang bisa menjagamu saat Mommy tiada nanti.”
Suara ketukan dari luar membuat kedua orang itu saling pandang.
“Masuk!” pintu terbuka. Elaine muncul dengan membawa dua cawan susu hangat.
“Silakan diminum, Nyonya, Tuan Muda.” panjang umur.
Gadis yang dari tadi menjadi topik perbincangan mereka berdua masuk ke dalam kamar.
“El, beri jawaban sekarang, saya tidak mau berbelit-belit lagi, kamu setuju kan menikah dengan putra saya?”
Kicau burung kenari menyatu bersama sorot warna merah mentari menambah ceria suasana pagi hari di kediaman Stewart. Elaine kini sudah bergelar sebagai istri dari seorang Zachary Stewart. Walaupun tugasnya lebih kepada seorang bodyguard merangkap pelayan, tapi itu tidak pernah menyurutkan semangat gadis itu. Semangat untuk menjalani hari, melakukan pekerjaannya sesuai perjanjian dan menunaikan janji yang sudah tertulis hitam di atas putih. Seperti hari sebelumnya, Nyonya Margaret sudah bersiap untuk keluar dari rumah. Hari ini ia ada meeting penting bersama dewan direksi. Ada satu masalah perusahaan yang harus diputuskan bersama. Wanita paruh baya itu menemui putranya yang sekarang sedang duduk berjemur di atas kursi roda. Rambut yang agak panjang diikat rapi, rambut-rambut di wajahnya sudah dicukur dengan rapi. Nyonya Margaret tersenyum sangat puas dengan kerja gadis yang kini menjadi istri di atas kertas putranya. “Good morning, Zach. How are you today?” “I
Elaine tertegun, hatinya tersentuh dengan permintaan dari Zachary. Siapa sebenarnya Grace buat dia?"Kamu mau kan, El? Grace itu putri saya."Entah kenapa ada rasa lega menjamah hati Elaine setelah mendengar ucapan dari Zachary. Ternyata Grace bukan bekas istrinya. "Tentu saja saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan Anda, Tuan. Tapi, kerja sama Anda juga sangat dibutuhkan di sini. Kalau keinginan Anda untuk sembuh tidak ada, percuma saja saya berusaha keras untuk membantu kesembuhan Anda."Zachary terdiam, kalimat dari Elaine sangat masuk akal. Ia perlu membangun keinginan dan semangat untuk pulih. "Tentu saja aku akan bersedia untuk bekerja sama." Binar mata Zachary terlihat penuh semangat. Elaine sangat bahagia mendengar tekad dari suami kontraknya itu. Dengan begini keberhasilannya dalam tugas akan semakin cepat, kontrak kerja dengan Nyonya Margaret juga cepat selesai sebelum dua tahun."Sekarang waktunya Anda sarapan Tuan." Elaine membawa baskom ber
Elaine berlari kencang menuju ke arah dua pria yang sepertinya kaget, keduanya menoleh pada gadis yang sekarang sudah berdiri dengan gagah di depan Zachary, pria itu tampak meneguk ludah melihat dua pria tadi mengeluarkan senjata tajam."Kita pulang, El!""Diam di tempat Anda, Tuan!" Elaine berkata tanpa melihat ke belakang sama sekali, ia memperhatikan musuhnya bergantian dan penuh was-was. Tangannya mengepal dan kakinya sudah membentuk kuda-kuda."Jangan ikut campur urusan kami, Nona! Kami hanya mau bermain-main dengan pewaris tunggal kerajaan Stewart ini.""Urusan dengan dia, berarti menjadi urusanku, pecundang!" mendengar itu kedua pria tadi tersenyum mengejek."Memangnya kamu bisa apa? Greg, serang gadis lancang ini! chiaaaaa!"pria bertubuh besar dengan rambut kepala plontos itu mulai menyerang Elaine. dengan sigap gadis itu mengelak, mematahkan serangan dua pria berotot yang menjadi lawannya.Elaine bisa melihat wajah khawatir Zachary, ia tersenyum samar. Zachary tidak tahu s
Elaine tersenyum mendengar kalimat dari Zachary yang menunjukkan kalau pria itu masih memiliki keinginan untuk sembuh. Ancaman dari Zachary tidak membuat ia takut sama sekali. "Dan saya menunggu saat itu datang, Tuan Muda," bisikan Elaine tepat di telinga Zachary membuat pria itu membeku. Harum rambut berwarna cokelat kehitaman membuat dada Zachary sesak. Sudah lama ia tidak merasakan sesuatu yang mendesak seperti sekarang."Gadis lancang!" gumamnya dengan suara berat. Elaine tertawa lepas menampilkan lesung pipinya, gigi rapi dan putih menyempurnakan kecantikan gadis itu. Zachary meneguk ludah beberapa kali. Elaine terus mendorong kursi roda sang suami hingga masuk ke dalam kamar mereka. "Pergilah keluar, saya mau mandi," Zachary mencoba ingin mandiri, dia ingin membuktikan kalau tenaganya mulai pulih dan bisa digunakan tanpa bantuan, kursi roda dipakai hanya saat ia berjalan lebih dari lima menit."Bukankah selalu saya yang akan bantu anda mandi?" "Kali ini aku ingin buktikan k
Tawa Zachary pecah melihat wajah pucat Elaine, gadis itu ternyata tidak seberani tantangan-tantangan yang selalu ia ucapkan sebelum ini. Ia melepaskan pinggang Elaine dan kembali duduk di atas sofa.Elaine menarik nafas lega, sentuhan dan bisikan Zachary tadi rupanya hanya untuk menggertak saja. "Jangan pikir kamu cukup membuat aku tertarik gadis kecil, aku mau makan sekarang!"Elaine mengangguk, dasar pria brengsek! mati-matian ia menenangkan hati yang berdebar hebat. "Katakan pada Mommy, kalau aku mau ke perusahaan besok,""Tapi Anda belum sembuh total, Tuan! Anda masih harus memakai kursi roda," Elaine mengingatkan Zachary. Pria itu tersenyum sinis. Kapan lagi waktu yang tepat untuk membuat gadis ini mengerti kalau tidak mudah hidup berdampingan dengan seorang Zachary."Bukankah ada kamu yang bisa membantuku? lalu apa gunanya kamu ada bersamaku kalau membuat aku pergi ke kantor saja kamu tidak bisa, tidak sanggup? Kalau menyerah bilang saja, sekarang tinggalkan aku sendiri dan tem
Langkah kaki jenjang ber-sepatu hak tinggi itu begitu yakin menuju ke lobi sebuah hotel bintang lima, disana dia berhenti, berbicara dengan seorang pria dengan gaya menawan. Pria yang menjadi teman cerita ketika prianya sedang sibuk bekerja. Ya, Amanda sedang bertemu dengan Adrian, ini pertemuan yang kesekian kalinya, dalam diam dan rahasia, karena hubungan mereka memang rahasia. “Sorry, aku datang lambat. Ini karena putriku agak rewel tadi.” Amanda berbicara pada Adrian dengan lenggok manja dan menggoda.Adrian tersenyum dan menatap wajah kekasihnya dengan segenap rasa cinta. “Tidak mengapa, bisa bertemu saja, sudah membuatku bahagia.” “Tapi, Ad. Kamu yakin di sini aman?”“Tentu, tidak akan ada yang tahu kalau kamu kesini. Jangan khawatir.” anak rambut yang menutupi wajah Amanda diselipkan ke belakang telinga. Wanita beranak satu itu tetap menawan seperti dulu, saat merekamasih duduk di bangku kuliah. “Kalau aman, aku bi
3 tahun berlalu Seorang pria dengan wajah murung sedang duduk di atas kursi roda, wajahnya dihiasi jambang yang lama tidak bercukur, badannya kurus seolah sakit parah. Aura suram di raut mukanya, seperti keadaan kamarnya yang tidak bercahaya. Urat-urat lengannya yang dulu timbul hanya dengan sedikit gerakan, sekarang seolah ikut menyusut bersama badannya yang semakin kurus kering. Rambutnya panjang sebahu, sedikit acak-acakan, sorot matanya tajam tapi penuh kebencian. Menjalani hidupnya sekarang seolah tidak ada tujuan. Sudah dua kali ia mencoba mengakhiri hidupnya, mengores lengannya dengan pecahan kaca. Sudah dua kali juga kaca di dalam kamar besar itu diganti, dan sekarang tidak dipasang lagi. “Tina...” Nyonya Margaret memanggil pembantunya yang sedang mencuci piring-piring kotor di dapur. “Iya, Nyonya.” Tina datang setelah membersihkan tangannya dari busa sabun. “Saya mau keluar, ada hal penting
Elaine tersenyum tipis, jatuh cinta dengan pria berantakan seperti ini? Yang benar saja. “Bagaimana? Setuju dengan syarat saya?” Margaret melepas kacamatanya, menunggu jawaban dari Elaine. Gadis itu menggembungkan pipinya. Berpikir lagi, apa ini tidak merugikan ia nanti? “Jangan khawatir, tiap bulan kamu tetap terima gaji, bonus belanja akan saya tambah kalau ada perkembangan yang progresif pada putraku.” “Apa saya harus tidur dengan putra anda, Nyonya? Satu kamar?” “Yes, tentu saja. Jangan berpikir terlalu jauh, dia tidak akan menyentuhmu, kamu bukan seleranya, dan dia tidak bisa menggerakkan kakinya. Tentu saja karena ia lumpuh.” ada rasa lega dalam hati Elaine. “Baiklah, saya terima kerja ini,” “Good, saya yakin kamu akan menerimanya, saya tahu kamu butuh uang yang banyak untuk membeli kembali rumah itu.” Elaine terkesiap mendengar ucapan dari wanita angkuh di depannya. “Bagaimana Anda...” “Tentu sangat mudah u