Share

Kode

Tak terasa sudah hari terakhir training. Ini hari ke tujuh, berarti besok mereka sudah mulai aktif bekerja. Hari ini acara penutupan, di mana tidak banyak materi yang dibagikan. Hanya post test yang harus dikerjakan, untuk me-review seberapa paham para peserta dalam menerima materi.  

"Baiklah. Kita tiba di sesi terakhir di mana kami akan memberikan job desk Bapak Ibu semua."

Salah seorang dari staf HRD memulai pembicaraan. Selama training berlangsung, dia hanya tampil sesaat pada waktu pembukaan hari pertama, serta penutup di hari terakhir acara. Selebihnya, materi diisi oleh berbagai divisi lain, dan tentunya ada Reza yang sesekali masuk dan memantau situasi.

Reza benar-benar mengawasi selama acara berlangsung. Dia ingin memastikan sendiri.bahwa segala sesuatunya berjalan dengan lancar. Peserta yang tidak banyak, tentu saja memudahkan panitia untuk mengurus semua.

"Selamat bergabung."

Sambutan Reza begitu hanga, ketika masing-masing peserta mulai diberikan posisi dan lokasi penempatan kerja. Ada beberapa orang yang ditempatkan di cabang lain. 

Hani gemetaran membayangkan bagaimana jika tangan mereka kembali bersentuhan. Selama training berlangsung, dia lebih fokus pada layar presentasi di depan mereka, bukan pada sosok Reza yang berdiri di depan. Apalagi materi yang diberikan cukup berat dan sulit dipahami. Mungkin karena faktor usia, sehingga dia lama mencerna padahal penjelasan sudah cukup rinci. Berkali-kali dia bertanya untuk memastikan, apakah benar itu yang dimaksud atau bukan. 

Hani sendiri mendapatkan posisi sebagai staf administrasi sesuai dengan yang dilamarnya. Tugasnya adalah mengerjakan laporan dan sesekali diminta mengantarkan dokumen ke beberapa divisi terkait. 

"Kami pamit ya, Mbak."

Beberapa peserta saling berpelukan. Tidak ada rasa canggung sama sekali, karena satu minggu ini sudah begitu dekat. Hani merasa mereka sudah seperti adiknya sendiri. 

"Iya. Sampai ketemu lagi di lain waktu," ucapnya.

Tangan mereka saling berjabat. Ada rasa haru setelah semuanya selesai. Rasanya Hani tidak ingin berakhir sampai di sini, tetapi kewajiban mereka sudah menanti. 

"Kayaknya Mbak Hani bakalan jadi karyawan kesayangan,” kata salah seorang peserta sembari mengedipkan mata. 

Hani mendelik karena tak tahu apa maksudnya. Wanita itu hanya malah mencebik ketika yang lain mulai menggoda. 

"Apaan coba? Belum juga mulai kerja," elaknya.

Jawaban itu malah membuat para peserta yang lain tergelak. Apalagi saat Hani sengaja menekuk bibir seolah-olah merajuk. 

"Iya, bener. Kesayangan pak bos."

"Jangan ngawur," sanggah Hani. 

"Habisnya, mata Pak Reza ngelirik ke arah Mbak Hani terus. Ya, kan?" 

Hani terkejut ketika yang lain mengiyakan. Sejujurnya dia tidak memperhatikan sama sekali. Jika memang benar selama training Reza memperhatikan, betapa malunya dia. Pipinya bersemu merah saat membayangkan itu. 

"Kasih ciuman perpisahan dong, Mbak. Aku kan di cabang lain."

Tiba-tiba salah seorang peserta datang menghampirinya. Hani menepuk bahunya dengan keras setelah mengucapkan itu. Lalu wanita itu tergelak. Ada-ada saja kelakuan mereka. Memang lucu dan konyol, tetapi rasanya dia tidak mau berpisah.

Mereka asyik berbincang ketika seseorang mendekat. 

"Ehem!"

Mereka serentak menoleh saat terdengar suara batuk yang cukup keras. Melihat siapa orangnya, sebagian peserta langsung tersadar sadar dan berhenti tertawa.

"Hani, boleh saya bicara sebentar," pinta Reza. 

Hani mengangguk. Sementara itu, peserta yang lain langsung berpamitan ketika mendengar ucapan Reza tadi.

"Semoga sukses." Wanita itu menyemangati rekan kerja yang lain.

"Sampai ketemu di lain kesempatan, ya. Kami bakalan kangen." Mereka keluar dan melambaikan tangan.

Hani kembali duduk di kursinya. Tak nyaman jika harus berbicara sambil berdiri. Apalagi yang akan dibicarakan ini kelihatannya sesuatu yang penting.

Reza berjalan mendekat. Aroma harum tubuhnya tercium jelas meski jarak mereka cukup jauh. Suasana tiba-tiba menjadi hening. Sejenak mereka bertatapan, kemudian dia mengambil tempat duduk di sebelah wanita itu.

"Saya duduk di sini, ya?"

"Eh, iya. Silahkan, Pak,” jawab Hani gelagapan.

"Panggil nama aja, Reza. Gak usah pakai pak. Training, kan, udah selesai," jawabnya santai. 

Hani mengangguk lagi kemudian menunduk. Rasanya dia tidak sanggup menatap wajah tampan di depannya. Suasana menjadi canggung hingga akhirnya Reza memulai pembicaraan.  

"Mbak tau posisinya apa di perusahaan ini?" tanya Reza dengan wajah serius.

"Administrasi, kan?" jawabnya.

"Benar. Tapi beberapa dokumen harus diantar ke ruangan saya. Itu juga salah satu job desk-nya."

Hani menatap wajah itu, menelusuri satu per satu bagiannya. Dari rambut yang hitam, hidung mancung, dan bibir seksi yang menggoda. Terakhir mata hitam pekat setajam elang.

Reza berhenti berbicara dan balas menatap wajah cantik di hadapannya. Siapa sangka wanita ini sudah memiliki suami dan anak. Lama mereka terdiam dengan pikiran masing-masing sambil saling menatap dengan mata yang bertautan.

Hani memalingkan wajah karena malu. Melihat rona di wajah cantik itu, entah mengapa Reza menjadi gemas dan ingin sekali mencubit pipi bulat yang menarik hati. Dia juga ingin melepaskan kacamata itu dan melihat seperti apa wajah aslinya. 

Bermata empat saja Hani cukup menggoda, apalagi ....

"Jadi saya ke ruangan Bapak juga?" tanya Hani memrcah kesunyian. 

"Ya."

Selama hidupnya, Reza sudah terbiasa bertemu dengan banyak wanita cantik, seksi dan menggoda. Bahkan mantan tunangannya sendiri sangatlah cantik. Namun, yang malu-malu seperti wanita di hadapannya ini benar-benar berbeda. Istri orang lagi, sungguh menggoda iman.

"Tapi, kan, bapak punya sekretaris, ya."

Hani tidak percaya dengan apa barusan lelaki itu katakan. Mengantar dokumen? Sungguh rasanya tidak bisa di nalar.

"Benar. Tapi kamu juga ikut membantu."

Reza melipat kedua tangannya di dada, menegakkan tubuh dan bersandar di kursi. Gesture tubuhnya menunjukkan bahwa dialah yang berkuasa di.sini. 

"Tapi--"

"Sssttt ... jangan banyak tanya."

Reza menyentuh bibir Hani dengan jarinya. Seketika wanita itu mematung dan tangannya menepis sentuhan itu karena lancang. Sekalipun statusnya sebagai atasan, bagi Hani sikap Reza yang tadi tidak sopan.

"Besok pagi jam delapan masuk seperti biasa, ya."

Setelah itu Reza berdiri dan berjalan dengan santai menuju keluar ruangan, bahkan tidak menoleh lagi saat menutup pintu.

Hani masih mematung tak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Sekilas dia tersenyum mengusap bibirnya. Kemudian mengambil tas dan segera bergegas keluar. Hanya dia sendiri yang tersisa di ruangan ini. Sambil menunggu ojek online yang akan menjemputnya, dia duduk di lobby dan bermain ponsel. 

”Mas, besok aku udah masuk kerja.”

Begitu pesan yang Hani kirimkan kepada suaminya. Tidak ada balasan. Sepertinya Ardi sedang sibuk. 

"Belum pulang, Mbak?" tanya salah seorang karyawan di situ.

"Masih nunggu jemputan," jawab Hani sopan. Sekarang dia harus pintar membawa diri, dengan bersikap ramah dengan siapa saja. Mana tahu, dia dapat teman baru yang baik.

"Kita duluan." 

Satu per satu mereka pergi. Hani sendiri masih sabar menunggu. Inilah resikonya karena dia tidak bisa membawa kendaraan apa pun, sehingga harus tergantung kepada orang lain. Begitu jemputan tiba, wanita itu mengambil tas dan bergegas pulang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status