Share

Kode

Penulis: Rini Ermaya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-01 16:26:09

Tak terasa sudah hari terakhir training. Ini hari ke tujuh, berarti besok mereka sudah mulai aktif bekerja. Hari ini acara penutupan, di mana tidak banyak materi yang dibagikan. Hanya post test yang harus dikerjakan, untuk me-review seberapa paham para peserta dalam menerima materi.  

"Baiklah. Kita tiba di sesi terakhir di mana kami akan memberikan job desk Bapak Ibu semua."

Salah seorang dari staf HRD memulai pembicaraan. Selama training berlangsung, dia hanya tampil sesaat pada waktu pembukaan hari pertama, serta penutup di hari terakhir acara. Selebihnya, materi diisi oleh berbagai divisi lain, dan tentunya ada Reza yang sesekali masuk dan memantau situasi.

Reza benar-benar mengawasi selama acara berlangsung. Dia ingin memastikan sendiri.bahwa segala sesuatunya berjalan dengan lancar. Peserta yang tidak banyak, tentu saja memudahkan panitia untuk mengurus semua.

"Selamat bergabung."

Sambutan Reza begitu hanga, ketika masing-masing peserta mulai diberikan posisi dan lokasi penempatan kerja. Ada beberapa orang yang ditempatkan di cabang lain. 

Hani gemetaran membayangkan bagaimana jika tangan mereka kembali bersentuhan. Selama training berlangsung, dia lebih fokus pada layar presentasi di depan mereka, bukan pada sosok Reza yang berdiri di depan. Apalagi materi yang diberikan cukup berat dan sulit dipahami. Mungkin karena faktor usia, sehingga dia lama mencerna padahal penjelasan sudah cukup rinci. Berkali-kali dia bertanya untuk memastikan, apakah benar itu yang dimaksud atau bukan. 

Hani sendiri mendapatkan posisi sebagai staf administrasi sesuai dengan yang dilamarnya. Tugasnya adalah mengerjakan laporan dan sesekali diminta mengantarkan dokumen ke beberapa divisi terkait. 

"Kami pamit ya, Mbak."

Beberapa peserta saling berpelukan. Tidak ada rasa canggung sama sekali, karena satu minggu ini sudah begitu dekat. Hani merasa mereka sudah seperti adiknya sendiri. 

"Iya. Sampai ketemu lagi di lain waktu," ucapnya.

Tangan mereka saling berjabat. Ada rasa haru setelah semuanya selesai. Rasanya Hani tidak ingin berakhir sampai di sini, tetapi kewajiban mereka sudah menanti. 

"Kayaknya Mbak Hani bakalan jadi karyawan kesayangan,” kata salah seorang peserta sembari mengedipkan mata. 

Hani mendelik karena tak tahu apa maksudnya. Wanita itu hanya malah mencebik ketika yang lain mulai menggoda. 

"Apaan coba? Belum juga mulai kerja," elaknya.

Jawaban itu malah membuat para peserta yang lain tergelak. Apalagi saat Hani sengaja menekuk bibir seolah-olah merajuk. 

"Iya, bener. Kesayangan pak bos."

"Jangan ngawur," sanggah Hani. 

"Habisnya, mata Pak Reza ngelirik ke arah Mbak Hani terus. Ya, kan?" 

Hani terkejut ketika yang lain mengiyakan. Sejujurnya dia tidak memperhatikan sama sekali. Jika memang benar selama training Reza memperhatikan, betapa malunya dia. Pipinya bersemu merah saat membayangkan itu. 

"Kasih ciuman perpisahan dong, Mbak. Aku kan di cabang lain."

Tiba-tiba salah seorang peserta datang menghampirinya. Hani menepuk bahunya dengan keras setelah mengucapkan itu. Lalu wanita itu tergelak. Ada-ada saja kelakuan mereka. Memang lucu dan konyol, tetapi rasanya dia tidak mau berpisah.

Mereka asyik berbincang ketika seseorang mendekat. 

"Ehem!"

Mereka serentak menoleh saat terdengar suara batuk yang cukup keras. Melihat siapa orangnya, sebagian peserta langsung tersadar sadar dan berhenti tertawa.

"Hani, boleh saya bicara sebentar," pinta Reza. 

Hani mengangguk. Sementara itu, peserta yang lain langsung berpamitan ketika mendengar ucapan Reza tadi.

"Semoga sukses." Wanita itu menyemangati rekan kerja yang lain.

"Sampai ketemu di lain kesempatan, ya. Kami bakalan kangen." Mereka keluar dan melambaikan tangan.

Hani kembali duduk di kursinya. Tak nyaman jika harus berbicara sambil berdiri. Apalagi yang akan dibicarakan ini kelihatannya sesuatu yang penting.

Reza berjalan mendekat. Aroma harum tubuhnya tercium jelas meski jarak mereka cukup jauh. Suasana tiba-tiba menjadi hening. Sejenak mereka bertatapan, kemudian dia mengambil tempat duduk di sebelah wanita itu.

"Saya duduk di sini, ya?"

"Eh, iya. Silahkan, Pak,” jawab Hani gelagapan.

"Panggil nama aja, Reza. Gak usah pakai pak. Training, kan, udah selesai," jawabnya santai. 

Hani mengangguk lagi kemudian menunduk. Rasanya dia tidak sanggup menatap wajah tampan di depannya. Suasana menjadi canggung hingga akhirnya Reza memulai pembicaraan.  

"Mbak tau posisinya apa di perusahaan ini?" tanya Reza dengan wajah serius.

"Administrasi, kan?" jawabnya.

"Benar. Tapi beberapa dokumen harus diantar ke ruangan saya. Itu juga salah satu job desk-nya."

Hani menatap wajah itu, menelusuri satu per satu bagiannya. Dari rambut yang hitam, hidung mancung, dan bibir seksi yang menggoda. Terakhir mata hitam pekat setajam elang.

Reza berhenti berbicara dan balas menatap wajah cantik di hadapannya. Siapa sangka wanita ini sudah memiliki suami dan anak. Lama mereka terdiam dengan pikiran masing-masing sambil saling menatap dengan mata yang bertautan.

Hani memalingkan wajah karena malu. Melihat rona di wajah cantik itu, entah mengapa Reza menjadi gemas dan ingin sekali mencubit pipi bulat yang menarik hati. Dia juga ingin melepaskan kacamata itu dan melihat seperti apa wajah aslinya. 

Bermata empat saja Hani cukup menggoda, apalagi ....

"Jadi saya ke ruangan Bapak juga?" tanya Hani memrcah kesunyian. 

"Ya."

Selama hidupnya, Reza sudah terbiasa bertemu dengan banyak wanita cantik, seksi dan menggoda. Bahkan mantan tunangannya sendiri sangatlah cantik. Namun, yang malu-malu seperti wanita di hadapannya ini benar-benar berbeda. Istri orang lagi, sungguh menggoda iman.

"Tapi, kan, bapak punya sekretaris, ya."

Hani tidak percaya dengan apa barusan lelaki itu katakan. Mengantar dokumen? Sungguh rasanya tidak bisa di nalar.

"Benar. Tapi kamu juga ikut membantu."

Reza melipat kedua tangannya di dada, menegakkan tubuh dan bersandar di kursi. Gesture tubuhnya menunjukkan bahwa dialah yang berkuasa di.sini. 

"Tapi--"

"Sssttt ... jangan banyak tanya."

Reza menyentuh bibir Hani dengan jarinya. Seketika wanita itu mematung dan tangannya menepis sentuhan itu karena lancang. Sekalipun statusnya sebagai atasan, bagi Hani sikap Reza yang tadi tidak sopan.

"Besok pagi jam delapan masuk seperti biasa, ya."

Setelah itu Reza berdiri dan berjalan dengan santai menuju keluar ruangan, bahkan tidak menoleh lagi saat menutup pintu.

Hani masih mematung tak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Sekilas dia tersenyum mengusap bibirnya. Kemudian mengambil tas dan segera bergegas keluar. Hanya dia sendiri yang tersisa di ruangan ini. Sambil menunggu ojek online yang akan menjemputnya, dia duduk di lobby dan bermain ponsel. 

”Mas, besok aku udah masuk kerja.”

Begitu pesan yang Hani kirimkan kepada suaminya. Tidak ada balasan. Sepertinya Ardi sedang sibuk. 

"Belum pulang, Mbak?" tanya salah seorang karyawan di situ.

"Masih nunggu jemputan," jawab Hani sopan. Sekarang dia harus pintar membawa diri, dengan bersikap ramah dengan siapa saja. Mana tahu, dia dapat teman baru yang baik.

"Kita duluan." 

Satu per satu mereka pergi. Hani sendiri masih sabar menunggu. Inilah resikonya karena dia tidak bisa membawa kendaraan apa pun, sehingga harus tergantung kepada orang lain. Begitu jemputan tiba, wanita itu mengambil tas dan bergegas pulang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Bos Tampan   Syukur

    Hani menatap bangunan itu dengan perasaan campur aduk. Hari ini Reza membawanya jalan-jalan berdua dan tidak mengatakan akan pergi kemana. Begitu tiba di tempat tujuan, wanita itu speachless dengan apa yang dilihatnya."Suka?" ucap Reza sembari melingkarkan lengan di bahu istrinya.Hani mengangguk dan membalas pelukan itu dengan membenamkan wajah di dadaReza. Wanita itu menagis sesegukan sehingga membuat kaus suaminya basah oleh air mata."Cengeng," goda Reza sembari mengusap kepala Hani. Lelaki itu tertawa geli melihat tingkah sang istri yang kekanakan."Kamu kenapa baik banget sama aku?""Karena kamu istri aku. Sudah seharusnya aku bersikap kayak gini," jawab Reza tulus."Tapi ini berlebihan," ucapnya malu.Reza meraih dagu Hani sehingga kini mereka saling bertatapan. Debar-debar di dada wanita itu semakin kencang ketika tatapan mereka bertautan. Kedua mata hitam pekat itu seakan menghipnotisnya."Gak ada yang berlebihan dari

  • Pesona Bos Tampan   Aqiqah

    "Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh."Suara MC terdengar menggema memandu acara. Hari ini seluruh keluarga berkumpul di Masjid Raya untuk menghadiri acara aqiqah putra mereka. Ada bagian dari Masjid yang gedungnya diperuntukkan untuk acara seperti ini. "Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas berkah, rahmat dan karunia-Nya, maka hari ini kita dapat menghadiri acara aqiqah adik Sylvia Pratama binti Reza Pratama. Untuk itu marilah kita ...."Semua orang begitu khidmat mengikuti setiap rangkaian acara, mulai dari pembacaan ayat suci Al Qur'an, sambutan tuan rumah, pencukuran rambut serta doa penutup.Papanya Reza duduk paling depan, walaupun agak canggung saat mengikuti acara. Hal yang sama dirasakan oleh keluarga besar Reza. Namun, semua diwajibkan datang untuk menghormati lelaki

  • Pesona Bos Tampan   Bahagia

    Hari itu cuaca begitu teduh dengan awan yang berarak memenuhi langit. Belum ada tanda-tanda hujan akan turun, tetapi udara cukup sejuk karena angin berembus sepoi-sepoi. Seorang lelaki paruh baya sedang asyik menggendong cucunya di kursi roda. Wajah tuanya tersenyum sembringah sembari mengajak bayi itu berbicara."Kok tidur aja dari tadi? Jawab dong pertanyaan Opa.""Silvya nanti kalau udah gede mau ke Amerika? Ada aunty Krista di sana."Reza yang sejak tadi diam-diam memerhatikan, mengulum senyum saat menyaksikan kejadian itu. Papanya sedang berbicara dengan Sylvia, putrinya yang belum berusia empat puluh hari. Rona bahagia yang terpancar dari wajah tua itu, membuat hatinya menghangat.

  • Pesona Bos Tampan   Selamat Datang, Nak

    Beberapa bulan kemudian.Sedari tadi Reza merasa gelisah, mondar-mandir di depan ruang tunggu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, dia hanya berpasrah diri kepada Tuhan.Reza ingin mendampingi Hani, tetapi dia dilarang masuk. Lelaki itu berulang kali menggosok kedua tangan, kemudian mengusap wajah dan meremas rambut. Mirip seperti seseorang yang sedang frustasi.Sudah satu jam Reza menunggu bersama ibu mertuanya dan beberapa keluarga lain. Jika posisinya begini, lelaki itu merasa serba salah. Apalagi saat terdengar erangan kesakitan dari dalam ruangan itu. Hal yang membuat jantungnya berdetak kencang dan ingin melompat keluar."Duduk saja."Ibu mertuanya menegur karena melihat tingkah Reza yang resah sedari tadi. Wanita paruh baya itu juga merasa gelisah sejak tadi, hanya saja berusaha menenangkan diri.Dokter bilang tali pusar bayinya terlilit sehingga Hani harus dioperasi. Hanya saja wanita itu masih bersikeras ingin melahirkan secara no

  • Pesona Bos Tampan   Ikhlas

    Hani menatap Sherly dan Nina secara bergantian dengan perasaan bersalah. Reza sudah tak mengizinkannya bekerja setelah pemeriksaan minggu lalu. Sang suami hanya menginginkannya beristirahat di rumah tanpa melakukan aktivitas yang berat.Kondisi Hani yang semakin payah membuat Reza harus bersikap tegas demi bayi mereka. Jika istrinya membantah, maka lelaki itu akan mengultimatum dengan mengurungnya di apartemen dan mengembalikan ibu ke Yogyakarta.Hani tidak masalah jika harus tinggal di apartemen. Namun, dia tidak rela jika ibunya pulang. Selama hamil, hanya masakan sang ibu yang bisa dia makan."Ibu minta maaf kalau selama ini ada salah sama kalian. Tapi ini keputusan Bapak. Jadi Ibu manut saja," ucap Hani dengan lemas. Matanya menatap sekeliling ruang toko yang sebentar lagi akan ditutup entah untuk berapa lama."Gak apa-apa, Bu. Kami senang ikut Ibu.""Ya, Bu. Kalau memang Bapak gak ngasih izin baiknya Ibu istirahat saja."Hani memeluk Ni

  • Pesona Bos Tampan   Periksa

    Ruangan dokter itu nampak sejuk di mata. Nuansanya putih, dengan wallpaper abstrak, minimalis tetapi elegan. Di salah satu dindingnya dipasang beberapa poster mengenai kehamilan dan persalinan."Silakan duduk."Seorang dokter kandungan bernama Andini menyambut kedatangan mereka malam itu. Ini dokter yang berbeda dengan yang sebelumnya.Hani ingin mencoba beberapa dokter yang berbeda untuk mencari yang benar-benar cocok. Jika dirasa sudah pas, maka dia tidak akan berpindah dan akan melahirkan bayinya atas bantuan dokter tersebut.Reza menarik sebuah kursi untuk Hani. Sekalipun kandungannya masih kecil, lelaki itu tetap memperlakukan istrinya seperti ratu."Gimana Ibu, apa yang dirasakan sekarang?"

  • Pesona Bos Tampan   Sebuah Permintaan

    "Akhirnya kalian datang juga. Papi pikir sudah lupa sama orang tua."Reza memeluk papanya erat sementara Hani mencium tangan lelaki paruh baya itu dengan hormat. Pintu rumah besar itu terbuka lebar dan berbagai macam hidangan tersaji di meja untuk menyambut mereka. Hanya sayang, suasana memang sepi karena hanya ditempati oleh orang tua Reza dan pengurus rumah."Maaf kami sibuk, Pi. Hani juga kan lagi hamil," jawab Reza santai.Mereka duduk di sofa sembari berbincang. Hani lebih banyak diam dan mendengarkan. Selain merasa sungkan, dia belum bisa membaur dengan keluarga suaminya. Apalagi sejak awal keluarga Reza tak menyukainya. Walaupun karena pancake semua restu akhirnya bisa didapatkan."Kalian nginap di sini?"Hani menatap Reza. Tadinya mereka hanya ingin mampir sebentar, lalu ke dokter untuk memeriksakan kandungan, karena di hari Sabtu suaminya libur. Abang juga ditinggal bersama ibunya di apartemen."Kayaknya gak, Pi. Hani kan lemes jadi

  • Pesona Bos Tampan   Lelah

    Hani menggeliat dan merasakan tubuhnya begitu pegal. Wanita itu membuka mata dan merasakan mual mendera perutnya. Dia berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan semua cairan lambung, hingga tubuhnya menjadi lemas.Hani memutar keran dan mencuci wajah agar merasa lebih segar. Sepertinya dia harus ke dokter untuk memeriksakan diri mengingat kondisinya semakin drop. Dia mengambil handuk dan mengusap wajah lalu bersandar di wastafel.Begitu keluar kamar, Hani terkejut saat melihat jam di dinding. Dia bergegas menunaikan kewajiban sebagai muslim walaupun tubuhnya terasa limbung."Baru bangun, Nak?" tanya Ibunya ketika Hani berjalan menuju dapur.Apartemen ini lebih luas dari rumah mereka di Yogyakarta dulu. Hanya saja tidak ada ruangan yang disekat kecuali kamar, sehingga Hani merasa agak sungkan jika Reza bersikap mesra jika terlihat ibunya. Oleh karena itulah, mereka hanya berani berduaan di kamar.Situasi ini sangat berbeda sewaktu mereka baru menikah k

  • Pesona Bos Tampan   Assalamualaikum My Mualaf

    Reza menatap Hani yang masih tertidur lelap dan mengusap kepalanya dengan lembut. Lelaki itu menarik selimut sehingga menutupi seluruh tubuh istrinya. Dia bergegas bangun dan membersihkan diri, tak lupa menunaikan dua rakaat walaupun bacaannya masih terbata.Setiap hari libur ada seorang guru yang akan datang ke apartemen mereka untuk mengajar mengaji. Tak hanya Reza, abang juga ikut belajar. Hani dan ibunya akan menyimak. Wanita itu belum bisa mengikuti kajian karena kondisinya yang belum memungkinkan.Setelah mengucapkan salam, Reza melipat sajadah dan bersiap-siap berangkat kerja. Hari masih gelap, tetapi dia sudah harus ke kantor untuk menghindari macet.Reza membuka lemari dan tampaklah berbagai kemeja dengan merek ternama berderet di dalamnya. Sebenarnya, pakaiannya yang disimpan di apartemen ini hanya sebagian. Di rumah papanya, Reza bakan punya ruangan tersendiri untuk menyimpan semua perlengkapannya.Baju, sepatu, tas dan barang lain menumpuk dan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status