Home / Romansa / Pesona Gelap Tuan Mafia / Ch—2 Takdir Yang Ironis

Share

Ch—2 Takdir Yang Ironis

Author: My_passion94
last update Last Updated: 2025-05-23 21:25:52

Kini Siena kembali bergabung di acara pernikahan saudaranya. Ia duduk di kursi yang disiapkan. Tepat di samping anak kecil yang sedang asyik menikmati sepotong kue.

Siena Sartori, wanita yang kini menginjak usia 24 tahun itu telah kembali sendiri. Hubungannya dengan Aloïs baru saja berakhir. Padahal ia sempat membayangkan dirinya akan menikah dengan Aloïs saat melihat saudaranya mengucap janji suci pernikahan.

“Siena, kau tidak ikut menari?”

Ia menoleh. Pria bersetelan tuxedo hitam dengan dasi kupu-kupu itu tersenyum lebar menampakkan rona kebahagiaan yang ketara di wajahnya.

Siena menggelengkan kepala. “Tidak. Aku tidak bisa menari.”

“Sudahlah, ikuti aku. Ayo.”

Siena mendesah kasar tetapi langsung memasang senyum palsu ketika beberapa pasang mata tertuju padanya. Ia menerima uluran tangan Maxime.

“Aku tidak bisa,” desis Siena, wajahnya tampak kesal saat Maxime menariknya ke tengah.

“Tidak ada orang Italia yang tidak bisa menari, Siena,” ledek Maxime.

Siena menggulingkan bola matanya. “Tch.”

Maxime mulai mengajak Siena menari. Sedangkan pengantin wanita menari dengan para saudara lelakinya.

***

Malam semakin dingin menarik bulu tengkuk pria yang terperangkap selama dua hari. Kedua tangannya diborgol terpisah begitupun dengan kakinya. Tubuh dan wajahnya penuh luka. Beberapa masih meneteskan cairan merah pekat.

Derap langkah pelan semakin terdengar jelas membuatnya terjaga. Ia gelagapan. Mencari wujud dari suara tersebut.

Niccolo berhenti tepat di depannya. Sorot matanya tajam memandangi anak buahnya yang berkhianat.

Niccolo memasukkan satu tangan ke dalam saku celana. Sedangkan tangan yang lain memainkan jari-jarinya. Pandangan Niccolo sejenak tertuju ke arah tangannya.

“Menjual organ dalam dan mengkhianati bisnis keluarga ini, kau melakukan dua kesalahan fatal.”

“Aku mempertaruhkan hidupku untuk keluarga I Lupi Del Sud. Tapi apa yang aku terima? Hanya sampah omong kosong!”

Seringaian tipis tampak jelas di bibir Niccolo. Kini kedua telapak tangannya tersimpan di balik saku celana. Ia menegakkan tubuhnya lalu maju satu langkah. Ujung sepatunya menyentuh ujung jari kaki Terzo.

“Bukankah itu sebuah balas budi? Bahkan nyawamu tidak bisa membayar kebaikan keluargaku padamu di masa lalu,” ucap Niccolo.

Terzo menggeram penuh amarah. Rantai-rantai itu bergoyang menimbulkan suara nyaring dan tajam. Tangannya bergerak reflek seperti ingin memukul wajah Niccolo.

“Kau akan dihapus dari keluarga ini,” desis Niccolo sambil tersenyum.

Ia menepuk-nepuk pipi Terzo. Mengabaikan tatapan penuh kebencian darinya. Lalu dirinya berbalik badan. Suara tembakan yang melengking itu mengiringi langkah Niccolo. Ia menjauh meninggalkan ruangan bawah tanah.

***

Tiga mobil hitam melaju beriringan. Dua mobil sedan di depan dan satu mobil vans di barisan belakang. Niccolo berada di mobil barisan tengah.

Pietro duduk di samping sopir. Keningnya berkerut saat matanya memperhatikan sebuah foto di ponsel. Ingatannya mencoba mengenali sosok wanita itu.

“Aku rasa kau harus melihat ini,” ucap Pietro dan memberikan ponselnya pada Niccolo.

Niccolo menegakkan badannya. Lalu menerima uluran tangan Pietro yang ada di depannya. Ia kembali bersandar sambil memperhatikan layar ponsel.

“Apa ini?” tanyanya enggan, seolah tak tertarik sedikit pun.

“Siena Sartori, wanita yang bertemu denganmu kemarin malam saat Valencia tidak bisa datang,” ucap Pietro memberitahu.

Niccolo termangu sambil memperhatikan potret Siena. Lalu menggeser layar ponsel untuk membaca setiap informasi yang tertera di sana.

“Ironis sekali,” sindir Niccolo.

“Lalu, apa yang harus kita lakukan? Cosimo sudah berangkat untuk melakukan tugasnya,” tanya Pietro.

“Biarkan saja. Itu urusan mereka.”

Niccolo meletakkan ponsel itu di sampingnya. Ia mendongakkan kepala sambil memejamkan mata.

Selang beberapa menit, mobil mereka sudah memasuki area bandar udara di Palermo. Niccolo menatap deretan mobil taksi yang berjejer rapi di depan bandara. Hingga matanya menangkap sosok wanita yang kini tak lagi asing. Wanita itu turun dari mobil taksi bersama kedua orang tuanya.

Niccolo mengalihkan pandangannya. Menyadari kalau sejak tadi Pietro memperhatikannya melalui kaca spion. Tapi ia tidak merespon apapun.

“Apa kau menyukai wanita itu?” tanya Niccolo, kesal dengan tatapan Pietro.

“Tidak. Aku hanya… itu terlihat kejam sekali,” jawab Pietro.

Niccolo tertawa pelan mendengar jawaban Pietro. Ia tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut eksekutor seperti dirinya.

“Kau akan cepat kehilangan jabatanmu jika masih mengatakan itu.”

Pietro mendesah kasar, berusaha untuk kembali pada jati diri yang sebenarnya. “Maaf.”

Niccolo kembali mengalihkan perhatiannya pada jalanan. Hingga saatnya mobil yang ditumpangi terparkir di lapangan bandara. Ia, Pietro, dan Bosco keluar dari mobil masing-masing.

Niccolo mengambil langkah lebar diikuti yang lain. Mereka mendekat ke arah pesawat pribadi milik Niccolo. Kini kaki mereka sudah berpijak di atas kabin jet pribadi. Niccolo dan lainnya mengambil tempat duduk masing-masing.

Sedangkan Siena bersama orangtuanya sedang duduk di kursi besi yang dingin. Sembari menunggu waktu keberangkatannya sekitar satu jam ke depan. Mereka datang lebih awal ke bandara karena permintaannya sang ibu.

“Maman, aku ingin ke toilet dulu. Apa Maman mau ikut denganku?” tanya Siena lalu berdiri.

“Tidak, Siena. Kami menunggu di sini saja.”

Siena tersenyum seraya mengangguk, “Baiklah.”

Siena mulai berjalan menjauh menuju toilet. Ia mengikuti petunjuk arah yang menggantung di langit-langit.

Siena mulai memasuki ruang toilet yang tampak sepi. Ia segera masuk ke dalam salah satu bilik untuk buang air kecil. Tak lama kemudian ia kembali keluar.

Langkahnya mendekat ke arah wastafel. Ia mencuci tangan sambil sesekali memperhatikan pantulan cermin besar yang ada di depan.

Sejenak ia disibukkan oleh kegiatannya sendiri. Sampai akhirnya Siena tertegun ketika melihat seorang laki-laki yang mengenakan pakaian serba hitam. Sontak dirinya berbalik badan menghadap ke arah pria itu.

“Ini toilet wanita. Kau salah masuk toilet,” ucap Siena. Suaranya bergetar karena menyadari dirinya sendirian di dalam toilet itu.

Pria itu tidak mengatakan apapun. Ia justru mengeluarkan sebilah pisau tajam dari balik celana. Langkahnya perlahan mendekati Siena.

Mata Siena membelalak. Kakinya gemetar ketakutan. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Saat ia akan membuka mulut untuk berteriak, pria asing itu justru membungkam mulutnya kuat-kuat membuat badan Siena terdorong ke belakang.

Tangan Siena gelagapan mencari sesuatu yang dapat menyelamatkan hidupnya. Saat ia berhasil menyentuh botol sabun, benda itu justru jatuh menggelinding.

Airmata Siena menetes saat pria itu mengangkat pisau di genggamannya. Ia menutup mata seolah pasrah menjemput kematiannya.

Namun sesuatu terjadi. Bukan ujung pisau yang merobek perutnya melainkan suara tembakan yang melengking di telinga. Tubuh Siena terdorong oleh sang pria yang perlahan merosot lalu tergeletak di atas lantai.

Darah segar mulai membasahi sepatunya. Bahkan pakaiannya sempat terkena percikan darah dari pria itu.

Siena mulai membuka matanya. Ia kembali melotot. Tapi kali ini karena alasan yang berbeda. Jantungnya berdegup kencang. Tubuhnya bergetar lebih hebat dari sebelumnya saat menyadari arah moncong senapan yang berada tak jauh darinya.

Tak sampai lima detik, matanya terasa berat. Sedang kakinya lemas tak bertenaga. Dan…

Gelap.

Siena pingsan. Niccolo bergerak cepat menghampirinya. Menopang tubuhnya yang ringan supaya tidak ternodai oleh darah yang berceceran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-19 Tak Ada Cinta, Hanya Harga

    Siena mengikuti langkah Niccolò. Mereka memasuki pesawat. Seketika nuansa putih yang menguasai kabin terlihat mencolok di mata Siena, sangat kontras dengan warna pesawat yang gelap. Mereka mulai memilih tempat duduk. Niccolò duduk di salah satu kursi, begitupun dengan Pietro dan yang lain. Namun Siena masih berjalan, lebih dalam memasuki kabin hingga menemukan tempat yang membuatnya merasa nyaman. Siena duduk di kursi panjang. Setelah mendengar suara instruksi kalau pesawat take off, ia mengubah posisinya. Dirinya berbaring karena ingin melanjutkan tidur. Sedangkan dari arah lain, Niccolò tampak menyadari itu. Ia pun bangkit dari tempatnya. Langkahnya menghampiri Siena. “Kalau kau ingin tidur, masuklah ke dalam kamar. Jangan di sini,” ucapnya sambil melirik ke arah anak buahnya sekilas. Siena membuka matanya. Ia duduk dengan lesu sambil menguap. “Di sini juga tidak masalah,” ujarnya lalu menyandarkan kepala. Niccolò menghela napas berat. Ia meraih tangan Siena lalu menariknya t

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-18 Rasa Yang Mulai Berkembang

    Niccolò terbangun saat mendengar ponsel di atas nakas berdengung. Ia meraih benda itu, menengok jam yang tertera di layar. Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Ternyata dirinya hanya tidur selama dua jam. Pandangan Niccolò teralihkan. Sorot matanya tertuju ke arah wanita yang tertidur di sampingnya. Napas masih tenang, menandakan jika tidurnya sangat lelap. Kemarin malam usai perbincangan panjang mereka, Niccolò memang membiarkan Siena tidur di kamarnya. Hanya tidur. Tak ada pelukan, ciuman maupun hal-hal yang lebih jauh. Ia hanya membiarkan Siena tertidur dengan tenang. Kaki Niccolò menapak di atas lantai. Ia bangkit dari tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi. Sekedar mencuci wajah untuk menyadarkannya dari rasa kantuk yang masih melekat. Perhatian Niccolò teralihkan saat mendengar suara ketukan dari arah pintu kamar. Ia pun menghampiri suara tersebut. Lalu membuka pintunya. “Semuanya sudah siap, Don. Pietro juga sudah menyusul di depan.” “Ya.” Niccolò menjawabnya dengan singka

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-17 Janji Seorang Penjahat

    Malam itu dingin. Tapi bukan karena suhu udara, melainkan sesuatu dalam diri Siena yang membeku. Siena terbangun dengan napas memburu. Keringat dingin membasahi pelipis, dan suara pria asing seolah masih memenuhi pendengarannya. Dalam mimpinya, ia berada di sebuah ruangan kayu tua yang terkunci rapat, tanpa celah. Lalu dari luar, ia mendengar suara beberapa orang berbicara. Ia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, tapi mengerti maksud dari percakapan mereka. Penculikan, penjualan orang, pengiriman barang dan yang paling mengerikan adalah pengambilan organ dalam dengan kondisi korban masih hidup. Mimpinya mengulang kenangan masa lalu yang pernah ia alami. Pandangan Siena menatap sekeliling. Seharusnya ia merasa lega karena itu hanya mimpi, dan dirinya sudah kembali ke rumah. Seharusnya ia merasa aman ada di sini. Tapi, kenapa rasa takut masih membungkus hati dan pikirannya rapat-rapat? Siena bangkit dari tempat tidur. Langkahnya cepat, menuju pintu kamar. Saat ia menuruni ana

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-16 Diantara Dada Yang Bergejolak

    Di tengah-tengah emosi yang berkecamuk di dalam diri Siena, ponsel di dalam tasnya berbunyi. Suaranya nyaring, memecah keheningan yang sempat membalut mereka. Siena tertegun sedang Niccolò hanya melirik ke arah tas yang ada di atas pangkuan. Sebelah tangan Siena merogoh ke dalam, mengeluarkan benda pipih yang masih berdering. Matanya tertegun saat menatap nama Maxime tertera di layar yang menyala. “Maxime…” gumamnya penuh ketakutan, lalu menoleh ke arah Niccolò. “Dia menelpon. Apa yang harus aku lakukan? Sebelumnya dia menyuruhku untuk menemuinya. Mungkin… dia masih menungguku.” “Angkat saja teleponnya. Katakan padanya kalau kau tidak bisa menemuinya sekarang. Dan suruh dia untuk datang ke restoran La Cripta Bianca di Palermo.” “Apa?!” Siena terkejut. “Bukankah kau melarangku untuk menemui mereka? Kenapa berubah pikiran?” “Kita akan menemuinya bersama-sama, kau tidak perlu khawatir.” “Tapi…” Siena menggigit bibirnya. Ia merasa frustasi. Rasa takutnya tidak hilang begitu saj

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-15 Rasa Yang Berbeda

    Suara ketukan pintu mengalihkan lamunan Niccolò. Langkahnya tertuju ke arah pintu, lalu membukanya. Ia melihat bayangan wanita yang membuat pikirannya berantakan. Hening. Keduanya saling menatap intens. Seolah menyimpan sesuatu yang mengganggu benak masing-masing. Siena tampak mematung kaku. Untuk pertama kalinya, pria itu berhasil menghancurkan irama jantungnya. Kaos hitam yang pas di badan. Dan celana panjang berwarna senada. Rambutnya masih acak-acakan dan basah, sebuah tanda kalau pria itu baru saja mandi. Tidak ada sapaan lembut atau senyuman ramah di antara mereka. Niccolò membuka penuh pintunya dan memberikan jalan, seolah membiarkannya masuk. Sedangkan Siena langsung menundukkan kepala, tak berani menatap wajah yang sekarang memberikan rasa berbeda. Mereka duduk di sofa berseberangan. Niccolò mulai menuangkan Red Wine ke dalam gelas kristal yang kosong. Lalu mendorongnya ke arah Siena. “Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Niccolò sambil menggenggam gelas miliknya. Sorot

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-14 Hujan Yang Tak Pernah Usai

    Seorang pria sedang duduk diam di dalam mobil yang melaju pelan di jalan batu. Matanya tak lepas dari pemandangan malam kota Roma. Suasana kota yang ramai dan penuh, tidak mampu mengisi kekosongan di dadanya. Ia pulang dibalut rasa kecewa. Ia pulang tanpa pamit. Sepertinya ini adalah akhir pertemuannya dengan Siena. Ia harus menelan kekecewaan itu untuk kedua kalinya. Mobil itu berhenti di sebuah hotel di tengah kota. Niccolò sengaja menginap satu malam untuk menunggu hasil rekam medis Siena di masa lalu. Setelah menyelesaikan tugas terakhirnya untuk Siena mendapatkan warisan, ia akan kembali ke Palermo. Sendirian tanpa Siena. Selang beberapa saat, akhirnya Niccolò sudah berada di dalam kamar hotel. Seiring langkahnya, ia melepaskan jas lalu melemparnya ke arah sofa. Jari tangannya mulai membuka kancing kemeja hitam itu lalu melepaskannya. Dalam sekejap, terlihat tubuh atletis yang mampu menghipnotis setiap wanita. Sebuah tato salib kayu tua yang dibalut ular memenuhi punggungnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status