Home / Romansa / Pesona Gelap Tuan Mafia / Ch—6 Manipulasi Don Niccolo

Share

Ch—6 Manipulasi Don Niccolo

Author: My_passion94
last update Last Updated: 2025-05-27 07:22:55

Siena mencoba bangkit. Setelah ketiga kalinya akhirnya ia berhasil berdiri. Kakinya melangkah cepat menuju dinding pintu yang terkunci dari luar.

‘Dasar brengsek! Bahkan dia mengunci pintunya.’ Setidaknya kalimat itu yang ia ingin ucapkan tetapi hanya suara geraman yang keluar dari mulut.

Tiba-tiba ia menabrakkan badannya ke arah dinding pintu. Beberapa kali ia melakukannya seolah sengaja untuk memancing keributan. Ia ingin Niccolo datang.

Sedangkan dari sudut ruangan lain, Niccolo masih duduk bersama Maxime. Saat mulutnya hendak menjawab terdengar suara gebrakan pintu dari kamar Siena samar-samar. Sontak kejadian itu menarik perhatian Maxime yang sesekali menoleh ke belakang.

Niccolo bangkit dan melambaikan tangan ke arah Bosco. Pria itu pun menghampirinya.

“Kau urus masalah ini seperti biasa,” bisik Niccolo lalu bergegas meninggalkan Maxime.

“Don.” Maxime berdiri sembari menatap kepergian Niccolo.

Bosco duduk di tempat Niccolo sebelumnya. Lalu menginstruksikan Maxime untuk ikut duduk.

“Apa terjadi sesuatu di sana?” tanya Maxime.

Bosco menatap tajam seolah merasa tidak suka ada orang lain yang menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan Niccolo.

“Kami menerimanya. Tapi, kami ingin bayaran empat kali lipat dari sebelumnya.”

Maxime tampak terkejut. “Apa?! Bukankah itu terlalu banyak?”

“Mencari keberadaan seseorang yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak, itu tidak mudah. Jika kau bersedia membayarnya, kami akan lakukan keinginanmu.”

Desahan napas kasar keluar dari mulut Maxime. Tidak ada cara lain. Ia tidak mengenal orang lain seperti Niccolo. Lagipula hanya pria itu yang bisa membantunya.

“Baiklah,” jawab Maxime putus asa.

***

Siena terdorong saat seseorang membuka pintu dengan kasar. Tubuhnya tergeletak di atas lantai marmer. Ia menatap tajam sosok pria yang melangkah masuk. Berjalan pelan ke arahnya lalu berjongkok.

“Kenapa kau tidak pernah mendengarku dengan baik?” tanya Niccolo, suaranya berbisik seolah menyiratkan ancaman.

Lagi dan lagi, hanya geraman yang keluar dari mulut Siena membuat arah mata Niccolo sekilas tertuju ke arah sana.

“Kau harus mendengarkan ucapanku jika ingin hidup dan kembali ke Monaco,” ucap Niccolo.

Niccolo menghela napas panjang saat kembali mendengar geraman Siena. Ia mencengkram kedua lengan Siena dan menariknya untuk berdiri.

Saat berhasil berdiri Siena menggoyangkan badannya untuk berusaha melepas genggaman tangan pria itu di pundaknya. Ia berjalan beberapa langkah seolah memberi jarak diantara mereka.

Perhatian Niccolo teralihkan. Ia menoleh ke belakang dan melihat Pietro berdiri di depan pintu. Pandangan mereka bertemu seolah sedang bicara melalui tatapan masing-masing. Lalu Niccolo menggerakkan tangan seolah memberi isyarat untuk Pietro agar pergi.

Niccolo menghampiri Siena. Saat wanita itu hendak menghindar, ia menarik tangannya membuat badan mereka bertabrakan. Awalnya Siena memberontak tetapi ia langsung tenang saat tahu Niccolo sedang melepas ikatan dasi di tangannya.

Siena kembali memberi jarak. Ia berjalan tiga langkah ke depan dan berbalik badan menghadap Niccolo. Seiring langkahnya ia melepas isolasi yang menutupi mulut dan membuangnya ke arah Niccolo.

“Dasar brengsek! Penipu!” umpat Siena. Napasnya terengah-engah.

“Ada beberapa peraturan saat kau tinggal di sini—”

“Aku tidak mau tinggal di sini!” potong Siena. Ia masih menggunakan nada tinggi sehingga suaranya terdengar hingga sudut kamar.

“Aku tidak sedang memberimu pilihan. Jika kau masih ingin hidup, kau harus tinggal di sini.”

“Aku tidak mau,” desis Siena sembari mendongakkan wajahnya seolah sedang menantang Niccolo.

Siena hendak berjalan menuju pintu tetapi saat melewati Niccolo, pria itu mencengkram lengannya. Siena memberontak tetapi Niccolo masih menahannya. Ia memeluk pinggang Siena dan mengangkat badannya. Mendorongnya ke arah tembok. Niccolo menghimpit tubuh Siena ke tembok. Ia menggenggam erat kedua tangannya.

Pandangan mata mereka bertemu. Napas keduanya memburu. Bukan karena hasrat, melainkan emosi yang melekat di dalam diri mereka masing-masing.

Siena merasa begitu kesal karena harus bertemu dengan Niccolo lalu menjadi tawanannya. Sedangkan Niccolo, ia ingin memberitahu dengan gamblang tentang keluarganya tetapi ada sesuatu yang membuat bibirnya tidak bisa mengucapkannya.

“Dekati temanmu, tapi lebih dekati musuhmu,” bisik Niccolo menggunakan bahasa Italia. “Apa kau tidak tahu peribahasa itu?” sambungnya menggunakan bahasa Inggris.

Siena ikut berbisik. “Persetan dengan ucapanmu.”

Siena kembali memberontak tetapi Niccolo tidak memberikan celah. Bahkan kali ini genggamannya semakin erat membuat kening Siena mengernyit karena merasakan sakit di sekitar tangannya.

“Lepaskan aku.”

“Aku akan melepaskanmu jika kau mendengar ucapanku.” Niccolo mendesah kasar. “Ada seseorang yang menginginkan nyawamu, kau pun tahu hal itu bukan? Baru saja dia mendatangiku dan menyuruhku untuk mencari dan menangkapmu.”

“Kau sudah melakukannya,” timpal Siena dengan nada mencemooh.

“Ya. Kau benar. Dia juga menyuruhku untuk membunuhmu,” sambung Niccolo.

Siena terperangah. Seketika sekujur tubuhnya membeku. Matanya terbelalak. Ia tidak menyangka akan mendengar kalimat itu. Alih-alih merasa takut pada Niccolo, dirinya justru diselimuti oleh rasa penasaran.

Ia yakin hidupnya berjalan dengan normal. Ia tidak memiliki musuh. Keluarga dan teman-temannya pun sangat baik padanya. Lalu siapa yang berniat ingin membunuhnya?

“Kau bohong, itu hanya alibi untuk menahanku di sini bukan?”

Niccolo tersenyum miring. “Apa kau ingin bukti?”

Tiba-tiba Niccolo mundur beberapa langkah. Jeratan di kedua tangan Siena sudah terlepas. Ia mengeluarkan sesuatu dari balik jas. Dalam hitungan detik ujung moncong senapan mengarah tepat di depan wajah Siena.

“Aku bisa membuktikannya sekarang padamu.”

Siena mematung. Ucapan Niccolo seperti terbawa angin. Matanya hanya tertuju ke arah moncong senjata api. Seketika wajahnya memucat dengan keringat dingin yang mulai mengalir. Mata Siena memerah dengan airmata yang siap merembes detik itu juga.

“Aku adalah musuhmu, Siena. Setidaknya sampai tugas untuk membunuhmu selesai,” ucap Niccolo.

Lalu tiba-tiba suara tembakan yang melengking terdengar hingga koridor. Tubuh Siena terlonjak. Airmatanya menetes begitu saja. Suara tembakan itu masih memenuhi indra pendengarannya hingga membuatnya terasa sakit. Sedangkan suara kaca yang pecah akibat timah panas yang melesat tak dapat mengalihkan perhatian Siena.

Sampai akhirnya…

Niccolo menyanggah tubuh Siena yang terjatuh pingsan. Sedangkan dari arah pintu terdengar suara beberapa orang berlari menghampiri. Pietro terkejut melihat pecahan kaca yang berserakan di atas lantai dan Siena yang pingsan di pelukan Niccolo.

“Apa yang terjadi?” tanya Bosco yang berjalan melewati Pietro. Menghampiri Niccolo.

Niccolo mendesah kasar. Ini kedua kalinya ia menakuti Siena dengan senjata.

Niccolo tidak menjawab. Ia memberikan senjata itu pada Bosco lalu mengangkat tubuh Siena.

“Suruh pelayan untuk membersihkannya,” perintah Niccolo pada Bosco.

Lalu berjalan melewati Bosco dan Pietro serta dua anak buah lainnya. Ia pergi ke arah kamar lain. Kamar utama miliknya yang letaknya tak jauh dari kamar tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-29 Pergi Untuk Kembali

    Suara langkah kaki menggema di sepanjang koridor putih lantai lima di rumah sakit Ospedale Civile. Lampu-lampu LED di langit-langit memantulkan cahaya dingin di lantai mengkilap. Aroma antiseptik lembut bercampur lavender menyelimuti udara, menusuk tapi tenang. Pintu ruangan perawatan terbuka tiba-tiba. Lucia berjalan cepat. Langkahnya tertuju ke arah Siena yang sedang duduk di samping ranjang Elio. Sedangkan Siena hanya menoleh sekilas seolah mengabaikan kedatangannya. “Siena!” gertak Lucia. Ia berdiri tepat di belakangnya. Siena mengabaikan panggilan Lucia. “Kenapa kau tidak memberitahuku lebih dulu saat ingin membawa Elio ke rumah sakit?” Siena tak berdiri. Ia masih mematung di tempatnya. Hingga akhirnya tatapan dingin itu tertuju ke arah Lucia. “Dia kejang. Aku tidak butuh formalitas mu hanya untuk menolongnya,” jawab Siena dengan suara datar. Lucia mendengus kesal. Matanya menyipit, “Aku bertanggungjawab atas anak-anak di panti asuhan. Kau tidak bisa mengambil keputusan se

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-28 Lucia

    Malam semakin larut. Namun tak membuat wanita itu merasa kantuk sedikit pun. Tubuhnya bergerak gusar di atas ranjang tua berderit. Ia menoleh ke arah samping—jauh ke sudut ruangan. Ranjang di sana masih kosong. Ruangan itu cukup luas dan terasa menyesakkan. Meskipun Lucia belum masuk, tetapi jika harus berada satu kamar bersamanya, Siena tidak bisa tidur. Akhirnya ia turun dari ranjang. Langkahnya mengalun pelan memecah kesunyian di lorong. Suasana panti asuhan sudah benar-benar sunyi. Pintu-pintu ruangan pun tertutup rapat, kecuali satu kamar yang ada di ujung lorong sebelah kanan. Dan Siena tahu di sana ada Lucia sedang menemani seorang anak laki-laki yang sakit. Siena memilih lorong yang lain seolah tak ingin berpapasan dengan Lucia. Ia mulai menyusuri lorong hingga keluar dari area panti asuhan. Sampai akhirnya langkahnya dihentikan oleh suara seseorang yang berada jauh di depan. “Dia sudah tidur,” ucap Lucia sambil kaki kirinya menendang-nendang kecil. “Nic, kapan kau kembal

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-27 Ancaman Di Beirut, Luka Di Calabria

    Konvoi mobil berhenti di depan bangunan gedung yang berdiri kokoh di tengah kota Beirut. Niccolò keluar dari mobil saat Pietro membuka pintunya, disusul Bosco yang keluar dari pintu lain. Kemudian Giuseppe terlihat keluar dari mobil yang berbeda. Ketiga memposisikan diri berada di belakang pemimpin mereka—Niccolò.Anak buah Lebanon itu mempersilakan Niccolò dan rombongan untuk masuk ke dalam gedung. Menuntun mereka menuju lantai paling atas, tempat pemimpin sindikat Lebanon yang dikenal dengan nama Khaled Al-Hazem. Sebuah pintu lift terbuka di lantai paling atas gedung tersebut. Niccolò dan lainnya melangkah keluar, mengikuti penuntun arah menuju sebuah pintu kayu berukir yang berada di sudut koridor. Lengkap dengan beberapa pengawal bersenjata yang berjaga di sepanjang koridor. “Bukankah ini terlalu berlebihan? Seperti ingin mengepung kita,” bisik Bosco pada Niccolò. Matanya tak berhenti mengawasi. Sedang Pietro dan Giuseppe yang berada di belakang menatap waspada. Niccolò tak men

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-26 Tanpa Pamit

    Siena tertegun. Tetapi pandangannya langsung berpaling seolah tertangkap basah oleh Pastor Gabriele. Sedang sang Pastor hanya tersenyum lembut diiringi helaan napas panjang tak menghakimi. “Maafkan aku Padre,” gumam Siena. Tatapannya menunduk, “Aku... Belum ada kepastian di antara hubungan kami. Tapi Niccolò menunjukkan perasaannya padaku, jadi… dadaku terasa sesak setiap kali melihat kedekatan Niccolò dan Lucia.” Pastor Gabriele menundukkan tatapannya sekilas, sorot matanya tajam tetapi tetap lembut. “Ah… jadi itu yang mengusik hatimu.”“Jangan salah paham.” Siena menggoyangkan tangannya sembari menatap cepat ke arah sang Pastor. “Aku tidak—aku hanya tidak suka melihatnya begitu dekat dengan Lucia. Mereka terlihat seperti…” Pastor Gabriele mengangkat tangannya seolah memotong ucapan Siena. “Lucia dan Niccolò tidak memiliki hubungan seperti yang kau takutkan, Siena.” Siena terdiam. Ada sedikit rasa lega yang menyelinap masuk ke dalam hatinya saat mendengar ucapannya. “Tidak?” Ken

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-25 Api Kecil

    Setengah jam kemudian Siena keluar dari kamar mandi. Ia memang sengaja lebih lama di sana, berharap Niccolò akan mencarinya. Tetapi sepertinya pria itu sangat menikmati waktunya bersama Lucia. Langkah Siena terdengar menghentak lantai seolah menyalurkan api cemburu yang belum padam. Tetapi berubah pelan saat tidak melihat Niccolò dan yang lain. Ia menoleh sekeliling dengan langkah yang masih menyusuri koridor. Sampai akhirnya ia berhenti, menatap ke dalam ruangan. Di sana ada Niccolò dan Lucia. Lalu ada anak kecil yang berusia sekitar 7 tahun sedang berbaring di atas tempat tidur. Ia tidak melangkah masuk, lebih senang mengamati dari luar. “Jam tiga pagi dia bangun ketakutan. Untung saja aku bisa menenangkannya. Tapi, suhu badannya belum turun,” ujar Lucia sambil mengelus wajah anak laki-laki tersebut. “Mungkin saja dia akan mengalami trauma. Telepon Angelo untuk datang ke sini,” perintah Niccolò. Lucia menganggukkan kepala. “Ya, nanti aku akan menghubungi dia.” Lalu menatap Nicc

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch-24 Wanita di Pohon Oak

    Setengah jam berlalu. Ketiga mobil itu terparkir di halaman gereja tua Cattolica di Stilo. Keheningan menyelimuti sekitar gereja, menandakan jika misa pagi sudah dimulai. Niccolò, Siena dan yang lain turun dari dalam mobil. Pandangan Siena seketika mengabsen halaman gereja yang tampak sunyi. Hanya ada lima mobil yang terparkir di sana seolah memberitahu tidak banyak jemaat yang ikut misa pagi di gereja tersebut. “Ayo.” Perhatian Siena teralihkan saat merasakan pelukan di pinggang. Kepalanya mengangguk lalu mengikuti langkah Niccolò yang menuntun menuju pintu masuk gereja yang terbuka lebar. Benar saja dugaannya, tak banyak jemaat yang datang. Hanya ada tujuh jemaat yang mengisi kursi-kursi kayu yang tampak sudah rapuh. Niccolò mengajak Siena untuk berdiri di depan kursi yang kosong saat para jemaat mulai berdiri. Sang Imam masih terlihat berada di altar dengan kepala menunduk saat para biarawati menyanyikan lagu penutup Salve Regina. Suasana khidmat menyelimuti seluruh jemaat term

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status