Share

5. Si Tuan Takur

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-04 13:02:40

Mungkin kakek tua itu seumuran Daniel, papinya. Atau bisa jadi lebih. Uban putihnya menutupi hampir semua kepalanya. Bahkan jambang dan kumisnya yang melintang pun berwarna putih. Mata legamnya yang terbingkai alis lebat itu menatap begitu tajam. Agak mengerikan seperti Tuan Takur Sing di serial India yang sering Bi Sari—asisten rumah tangga di rumah Kakek Ricko—tonton dulu jaman Kavia masih kecil.

Malam ini Javas membawa Kavia ke rumah besar Kakek Javendra. Kakek yang menurut Javas sering berseberangan dengan dirinya. Dari sini Kavia tahu betapa kaya rayanya keluarga Wirahardja itu. Rumahnya serupa penthouse milik almarhum Nani di Florencia. Jika dibanding Fabby yang berasal dari keluarga biasa jelas mantannya itu kalah telak. Tapi Kavia mencintai pria biasa brengsek itu. Jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih ingin bersama Pria bedebah itu.

Deheman keras membuat Kavia tersentak. Dia segera sadar dari kenyataan bahwa dirinya saat ini berada di ruang tamu besar keluarga Wirahardja. Javas di sebelah mencolek sedikit lengannya dan menunduk seraya berbisik.

"Sapa kakek."

Kavia menelan ludah gugup. Lalu segera mengangguk. Tangannya terangkat dan melambai penuh semangat. "Halo, Kakek. Saya Kavia, saya calon istri Javas. Senang bertemu kakek," sapa Kavia dengan wajah ceria dan senyum lebar.

Namun keceriaannya berubah canggung kala tidak ada tanggapan sedikit pun dari si kakek. Orang-orang di sekitarnya pun tampak ikut mengheningkan cipta. Apa sapaannya tadi salah? Bahkan Javas di sebelahnya pun diam saja. Kavia jadi bingung.

"Selamat malam." Akhirnya si Tuan Takur bersuara. Suara yang berat dan dalam.

Entah bagaimana ceritanya suara itu mampu membuat kuduk Kavia meremang. Benar-benar suara keramat.

Tidak lebar seperti tadi, kali ini Kavia tersenyum kikuk. "Selamat malam, Kek."

"Kita makan malam dulu," ucap Kakek Javendra tegas, lantas berbalik diikuti oleh seorang yang sejak tadi berdiri di sampingnya. Mungkin asisten pribadinya.

"Aku nggak tau kalau kakekmu semenyeramkan ini," bisik Kavia, mencondongkan badan mendekati Javas.

"Kamu kan baru mengenalnya. Daripada menyeramkan, dia lebih ke menyebalkan."

Kavia melotot mendengarnya. Cucu macam apa Javas ini mengatai kakeknya sendiri menyebalkan? Kavia juga punya kakek, tapi ganteng dan ramah meskipun sudah tua. Tapi orang tua memang kadang menyebalkan sih.

Makan malam ini terlalu formal. Tidak ada suara selain denting sendok dan garpu. Suasana macam apa ini? Namun yang menjadi pertanyaan di benak Kavia adalah di mana orang tua Javas berada? Kalau pria lain mengenalkan calon istri lebih utama ke orang tuanya terlebih dulu, tapi Javas malah membawanya ke rumah sang kakek.

Meja makan panjang ini terasa sunyi. Jika bukan karena pelayan-pelayan yang berkeliaran di rumah ini, Kavia yakin rumah besar ini sudah mirip sebuah pemakaman.

"Jadi kapan kalian menikah?" tanya Javendra setelah makan malam itu usai.

Saat ini ketiga orang itu berada dalam sebuah ruangan yang lebih privasi. Bahkan asisten sang kakek diminta keluar lebih dulu.

Kavia mengernyit mendengar pertanyaan itu. Semendesak itukah pernikahan ini?

"Rencananya dua minggu lagi, Kek," sahut Javas.

"Dua Minggu? Apa tidak bisa lebih cepat lagi?"

Hampir saja rahang Kavia terjatuh. Mau secepat apa lagi memangnya?

"Kakek mencoba menantangku lagi?" Rahang Javas tampak mengeras. Dia tahu Kakek sedang marah padanya lantaran dia menolak semua kandidat yang kakeknya pilihkan.

"Kenapa? Bukankah makin cepat makin baik? Kamu tidak bisa mempersiapkan rencana pernikahanmu sendiri? Masih perlu bantuan kakek?" Suara itu terdengar begitu meremehkan. "Sebenarnya apa yang bisa kamu lakukan tanpa kakek, Javas?"

Javas meremas arm rest kursinya dengan erat. Pria tua itu selalu saja membuat kepalanya mendidih. "Kakek tidak perlu mencemaskan itu," ucapnya menyeringai. "Aku bisa mengurus semuanya."

"Memang seharusnya begitu kan?" Alis lebat Kakek terangkat. "Kamu yang memilih wanitamu sendiri, maka kamu pula yang akan mengurus semuanya sendiri." Tatapannya beranjak kepada wanita di samping cucunya yang masih saja diam. "Siapa nama kamu tadi?"

Kavia terperanjat. Dengan gugup dia menjawab, "Ka-Kavia, Kek."

"Cucuku memberi imbalan apa padamu sampai wanita secantik kamu mau menikah dengannya?"

Pertanyaan itu sama sekali tidak pernah Kavia duga. Alih-alih menanyakan tentang bibit bebet bobot, pria tua itu menanyakan sesuatu yang sulit untuk Kavia jawab.

"Ka-kami tidak—"

"Omong kosong apa ini? Aku sudah memenuhi keinginan kakek, tidak bisa kah kakek memuluskan jalan kami saja?" sela Javas terlihat kesal. "Asal kakek tahu." Javas tiba-tiba meraih tangan Kavia dan menggenggamnya. "Kami menikah karena saling mencintai. Jadi, kakek tidak perlu melontarkan pertanyaan yang tidak masuk akal."

Javendra terdiam seraya memandangi wajah cucunya yang penuh emosi. Lagi-lagi pria tua itu masih melihat sikap kekanakan Javas. Banyak pertimbangan yang membuatnya tidak bisa langsung segera menyerahkan hak waris pada cucunya itu. Dengan sikap yang emosianal seperti itu Javas bisa dikalahkan dengan mudah oleh para pesaingnya. Javendra jelas tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Baik." Javendra mengangguk. "Lakukan apa yang kamu mau."

***

"Sekarang kamu tau kan betapa menyebalkannya pria tua itu?"

"Hei, pria tua itu kakek kamu. Nggak sopan." Kavia mendengus. "Hubungan kalian tidak akur?"

Javas terdiam. Dua tangannya memegang erat kemudi. Mata cokelatnya lurus memperhatikan jalanan. Dulu hubungannya dengan sang kakek sangat harmonis. Semua menjadi menyebalkan ketika Javas beranjak remaja dan kakek terlalu banyak memberinya aturan. Terlebih setelah peristiwa itu.

"Kamu melihatnya seperti itu?"

Kavia mengangkat bahu. "Percakapan kalian yang membuatku berkesimpulan begitu. Aku juga punya kakek, dan hubungan kami nggak berjarak seperti kamu dan kakekmu."

Javas tidak menjawab. Dia hanya merespons dengan senyum kecil. Jujur Javas juga menyesali hubungannya sekarang dengan pria tua keras kepala itu.

"Dan aku minta maaf kalau lancang. Kenapa kamu tidak mengenalkan aku sama orang tua kamu? Mereka—"

"Kedua orang tuaku meninggal ketika usiaku 15 tahun," potong Javas yang langsung membuat Kavia menyesal.

"Javas, Sori. Aku nggak bermaksud...."

"It's okay. Kamu wajar bertanya. Aku nggak masalah. Mereka meninggal karena kecelakaan ketika aku sedang mengikuti kegiatan kemah bakti. Ibu sempat melarangku ikut, mungkin seandainya aku menurut dia nggak akan mengalami kecelakaan itu bersama Ayah." Javas menelan ludah. Penyesalan terbesar di hidupnya sampai saat ini dia belum bisa patuh sepenuhnya pada sang Ibu.

Remasan di pundaknya membuat Javas makin memegang erat kemudi.

"Jangan menyalahkan diri sendiri. Mereka pergi karena memang sudah takdir. Tidak ada kata 'seandainya' jika Tuhan sudah berkehendak," ucap Kavia. Dia tidak pandai menghibur, entah darimana kata-katanya itu meluncur. "Jangan cerita lagi kalau itu membuat kamu sedih." Kavia menarik napas panjang dan mengembuskannya kasar. "Mungkin sebaiknya kita memikirkan bagaimana cara mempersiapkan sebuah pernikahan dalam waktu sesingkat ini."

Senyum Javas kembali mengembang. "Kamu nggak perlu pusing, Phil akan membuat pernikahan kita sangat istimewa. Jadi, kamu bisa menunjukkan pada mantan dan sahabatmu itu kalau penghianatan yang mereka lakukan tidak akan bisa membuatmu terpuruk sedikit pun."

Terdengar sempurna. Kavia sangat ingin menunjukkan itu pada mereka. Kehilangan Fabby tidak membuatnya rugi sama sekali. Semua akan mengira dialah yang meninggalkan Fabby demi bersama pria yang lebih baik. Harga dirinya terselamatkan. Seperti kata Dian, Kavia tidak layak disingkirkan oleh seorang Fabby, apalagi demi wanita bermuka dua seperti Jemma.

=============

Welcome to the Jagland Family. Sudah tahu kan Kavia itu siapa? Aku tunggu dukungan teman-teman dan ulasannya. Happy reading.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Bundanya Ichaekaaksay
suka Thor ceritanya
goodnovel comment avatar
Dewi Zura
lanjutan "pesona teman papa" keingen banget dengan gyan.dellota.daniel
goodnovel comment avatar
Rahmalia Namaku
ceritanya bagus dan lumayan buat greget waktu bacanya. semangat Thor!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Berkuda

    Selagi Karel tenang bermain bersama Kakek Javendra dan para asisten, Kavia dan Javas melipir ke arena berkuda. Kavia kangen menunggangi Evelyn. Kuda betina putih itu terawat dengan sangat baik saat Kavia melihatnya. Hewan tangguh berkaki empat itu ternyata masih mengenali wanita itu dengan baik. "Sayang! Ayo cepat!" teriak Javas di atas kudanya. Kavia melambaikan tinggi tangannya ke arah Javas, lalu bergerak menaiki pelana kuda. "Evelyn, kita susul suamimu sekarang," ujar Kavia sambil mengusap pelan leher betina tangguh yang dia tunggangi. Dengan cepat dia pun memacu kudanya menyusul Javas. Keduanya mengendarai kuda-kuda itu mengelilingi tanah lapang. Melewati penangkaran rusa milik Kakek, dan sebuah danau buatan yang dipenuhi angsa putih. Pohon-pohon rindang masih tumbuh dengan subur di beberapa area. Setelah beberapa lama saling berkejaran dengan Javas, Kavia menghentikan kudanya di dekat pepohonan yang tumbuh di tepi danau. "Kayak udah lama banget nggak ke sini. Aku kangen men

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Drama Kakek

    "Semua yang ada di sini kelak akan menjadi milikmu, Nak." Mata tua Javendra mengedar. Melihat betapa luasnya tanah yang dia miliki. Belum lagi rumah yang dia huni. Rumah kebanggaannya yang sampai saat ini masih eksis di pinggiran kota. Rumah masa depan yang sebenarnya dulu dia siapkan untuk putranya, Ravendra. "Mau bagaimana lagi? Papamu nggak mau menempati rumah ini dan memiliki rumah sendiri. Jadi rumah ini akan kakek wariskan padamu." Javendra terus mengajak Karel ngobrol. Seolah bayi sembilan bulan itu paham apa yang dia bicarakan. "Malah sekarang papamu beli rumah baru. Padahal apa salahnya tinggal di sini sama kakek. Iya kan? Toh rumah ini nanti bakal jadi milik kamu." Tidak jauh dari tempat pria tua itu, Kavia menggeser duduk memepet suaminya dan berbisik. "Kakek kenapa?" "Dia lagi jadi pemeran utama drama keluarga," sahut Javas asal, yang langsung mendapat pukulan ringan di lengan kanannya. Dia mengaduh sambil mengusap lengannya. "Apa sih, Yang? Aku ngomong bener kok."

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Mata Genit

    "Dia sudah nggak bekerja di anak cabang HYOT lagi." Kabar itu membuat Kavia yang sudah merebah segera mengangkat badannya lagi. "Sejak kapan?" Javas mengangkat bahu. "Kamu peduli banget?" Alis tebalnya tertaut. Agak tidak suka istrinya makin kepo. "Bukan peduli, tapi setahuku dia dulu berjuang banget buat dapat posisi bagus di perusahaan tempatnya bekerja." "Mungkin dia dapat tawaran yang lebih bagus." "Mungkin gara-gara dia dimutasi ke luar pulau." Javas menghela napas panjang lalu menarik tangan Kavia agar bergerak memeluknya. "Kenapa sih bahas mantan terus? Kamu nggak ada rencana buat ketemuan lagi kayak dulu kan?" Kavia mesem-mesem tak jelas mendengar pertanyaan Javas. Ekpresi dan cara bicara pria itu membuat Kavia makin merasa dicintai. Mungkin jika pertanyaan itu terlontar saat mereka masih belum menyadari perasaan masing-masing, Kavia bakal jawab iya-iya aja. Javas menjauhkan diri dan menatap Kavia. "Kok malah senyum-senyum?" Matanya refleks memelotot. "Jangan bilang ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Apa Kabar, Kavia?

    "Aku di farmer market. Kalian langsung ke sini aja ntar." "Oke. Kami masih di jalan. Tungguin kami ya, Macan.... " Kavia tersenyum mendengar suara Javas di seberang sana. Tangannya masih sibuk memilih buah pear di rak. "Oke, aku tutup dulu ya. Hati-hati, nggak usah ngebut." Tidak lama, dia mematikan panggilan dari suaminya itu dan kembali melanjutkan memilih buah segar yang tertata rapi di rak. Akhir-akhir ini Kavia senang membuat salad buah. Stok salad di kulkas cepat habis karena ternyata Javas juga menyukai salad buatannya itu. Senyumnya kembali merekah saat melihat rak bagian apel. Apel adalah buah yang wajib ada di rumah lantaran buah itu menjadi salah satu favoritnya. Mata Kavia tertarik dengan apel bulat yang terletak di tumpukan paling atas. Kulitnya mengkilat dan terlihat besar. Namun saat tangannya terjulur untuk meraih buah tersebut, tangan lain lebih dulu melakukannya. Sehingga tanpa sengaja tangannya menangkup tangan orang itu. Kavia refleks menarik tangannya. "Maaf.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Pumping

    "Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Sofa Baru

    "Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Terlanjur Sayang

    Kecuali barang-barang yang ada di kamar Karen, tidak ada lagi barang yang Kavia bawa dari rumah Javas. Rumah dan isinya ditinggalkan begitu saja seolah sudah tidak berguna lagi. Bahkan ketika Javas meminta alat-alat gym untuk ikut dipindahkan, Kavia menolak tegas. "Nggak bisa. Siapa yang jamin alat-alat itu streril dari kalian?" Penolakan Kavia membuat Javas menganga tak percaya. "Ya ampun, Sayang. Kami nggak melakukan sampai sejauh itu. Rumah itu masih dalam keadaan kosong waktu itu. Ak—" Ucapan Javas kontan terhenti ketika dengan cepat Kavia mengangkat tangannya. "Aku nggak mau dengar dongeng jadul percintaan kamu lagi. Oh ya, soal sofa di ruang tamu itu, udah aku bakar." "Apa? Itu sofa bisa kita jual buat beli yang baru kalau kamu nggak mau pake lag—" Kembali Javas merapatkan mulut saat Kavia melotot padanya. "Oke, terserah kamu," lanjutnya pasrah. Benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dia selamatkan. Dia menatap rumah besar kebanggaannya dengan pandangan merana. Ruma

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Perkara Rumah

    Mata Kavia berbinar saat melihat Javas sudah ada di kamar ketika dia datang. Seperti malam kemarin, pria itu masih membaca buku yang sama sebelum tidur. Buku tentang ilmu parenting. Alih-alih Kavia, malah Javas yang gencar belajar soal parenting, padahal siangnya pria itu masih berjibaku dengan tumpukan pekerjaan. Kavia mengambil sebuah flyer dari dalam tas. Flyer yang sengaja dia bawa dari kantor papinya. Dengan senyum yang dibuat semelengkung mungkin, wanita itu menghampiri Javas yang masih terlihat fokus. "Pa," panggilnya lirih sembari beranjak duduk di sisi Javas. "Hm." "Lihat ini deh."Pandangan Javas langsung teralihkan sesaat. Matanya melirik benda yang Kavia bawa. "Apa tuh?" tanya dia sebelum balik lagi ke bacaannya. "Ini flyer perumahan elite terbarunya Blue Jagland. Proyek milik Mas Gyan."Javas hanya mengangguk-angguk. Matanya masih lurus menatap barisan huruf di depannya. "Hunian kelas atas yang cuma ada 10 unit. Lokasinya juga nggak jauh dari kantor kamu. Strategis

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Face and body care

    Kavia membuka pintu kamar dengan pelan. Takut mengganggu dua anak dan ayah yang sedang terlelap dengan tenang. Hampir-hampir dia tertawa melihat posisi Karel yang tidur terlentang dengan tangan dan kaki yang merentang. Salah satu kakinya bahkan mengenai wajah Javas lantaran posisi tidurnya berlawanan arah dengan papanya. Javas sendiri terlihat sangat lelah. Mukanya kucel, ada beberapa stiker yang menempel di wajahnya. Rambutnya bahkan acak-acakan tak karuan. Kavia mendekati pria itu dengan hati-hati lantas berjongkok tepat di dekatnya. Tangannya terulur, mengusap wajah Javas. "Sayang, banguuun," bisiknya pelan, tepat di dekat telinga Javas. Hanya satu kali tiupan ringan, mata Javas langsung memicing. Pria itu terjaga dengan segera, dan agak terkejut menemukan kaki Karel ada di depan mulutnya. "Astaga," desahnya lirih. Membuat Kavia kontan terkikik pelan. Dengan hati-hati, Javas menyingkirkan kaki Karel sebelum beringsut. "Kamu baru pulang?" tanyanya setelah berhasil bangkit dari a

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status