Share

4. Sebuah Kontrak

last update Last Updated: 2024-06-04 12:59:45

Mungkin ini terlalu impulsif. Namun telepon singkat kemarin malam itu membawa Kavia bertemu lagi dengan Javas. Dian terus mendukungnya untuk bertemu dengan pria itu. Bukan di tempat Erland seperti waktu itu. Kali ini mereka bertemu di salah satu restoran yang berada di kawasan sebuah industri estate di pinggiran kota.

Kavia langsung bisa melihat pria itu ketika memasuki restoran. Javas terlihat lebih menonjol dibandingkan pengunjung lain sehingga wanita itu bisa dengan cepat menemukannya.

"Aku nggak tau kalau ada restoran di kawasan industri begini," ujar Kavia begitu sampai di meja Javas.

"Makanya aku meminta kita bertemu di sini agar kamu tau. Silakan duduk," sahut Javas sopan. Tidak seperti malam itu yang lebih santai, outfit Javas siang ini terlihat begitu sopan.

"Ini seperti kita sedang melakukan transaksi rahasia. Bertemu di kawasan yang menurutku kurang..." bola mata biru itu bergerak, mengedar ke sekeliling. "ramai."

Javas tertawa. Jenis tawa membuatnya semakin tampan seperti malam itu. "Pertemuan ini memang rahasia," ucapnya berubah jadi serius. Namun sejurus kemudian, pria itu tersenyum hangat. "Oke, kamu mau pesan apa?"

"Jadi apa yang membuatmu berubah pikiran?" tanya Javas setelah urusan pesan makanan selesai.

Tiba-tiba wajah Kavia mengeras. Dadanya merasakan kembali ngilu yang luar biasa mengingat undangan pertunangan sang mantan. "Aku ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan," ujarnya dingin. Mata birunya penuh kabut dendam.

Tanpa sadar bara api yang bisa Javas lihat di mata wanita itu membuat bibirnya melengkung. "Aku pasti akan membantu misimu, selama kamu membantu misiku juga."

"Sebenarnya ada misi apa di balik pernikahan yang kamu mau?"

Javas tersenyum kecil. "Aku nggak punya kewajiban untuk menjawab itu. Tapi aku bisa menjamin kamu nggak akan rugi menikah denganku."

Misterius sekali. Mata Kavia menyipit. "Aku nggak akan menikahi bos mafia kan?" Otaknya mungkin terdengar novel banget, tapi siapa tahu Javas ini pimpinan gembong narkoba atau pembunuh berdarah dingin. Benefit yang pria itu tawarkan tidak main-main. Wajar kan kalau Kavia curiga?

Sekali lagi Javas tertawa. Dia tampak mengambil sesuatu dari dalam kantong jasnya. Selembar kartu nama yang lantas dia letakkan di atas meja dan didorong ke arah wanita itu. "Ini kartu nama dan pekerjaanku."

Kavia langsung meraih kartu nama itu dan membacanya dengan seksama. Dia cukup tercengang dengan jabatan yang pria itu miliki dan perusahaan besar yang menaunginya. Javas Rashaka Wirahardja dengan gelas dua master di belakang namanya, saat ini menduduki jabatan sebagai CFO perusahaan besar HYOT. Siapa yang tidak tahu perusahaan yang memiliki anak cabang di mana-mana itu? Tidak heran pria itu menawarkan kemewahan.

Kavia berdeham sesaat setelah membaca kartu nama itu. Dirinya juga bukan wanita sembarangan. Dia juga lulusan magister bisnis di UBC, ya meskipun bukan cum laude seperti kakaknya. Dan sekarang pun dirinya menempati posisi yang lumayan bergengsi di perusahaan properti sang papi. Meskipun kerap kali Gyan bilang jabatannya itu hanya formalitas. Sialan. Dia benar-benar bekerja. Otaknya tidak sejongkok itu.

Baiklah, sekarang Kavia sudah memastikan pria di hadapannya menang level soal karir daripada sang mantan.

"Percaya kalau aku bukan mafia?"

"Itu hanya sebuah kartu nama kan?"

"Setelah bertemu kakekku nanti, kamu juga akan kuperkenalkan ke jajaran direksi perusahaan."

Sontak saja hal itu membuat Kavia ternganga. "Memang harus?"

Anggukan Javas terlihat begitu serius. "Itu yang paling penting. Mereka harus tahu aku memiliki istri."

Mata biru itu mengerjap. Sepertinya ini bukan permainan ringan. Apakah dia harus tetap maju? Atau...

Bunyi notif pesan masuk mengalihkan perhatiannya. Dengan segera Kavia menggulir layar ponsel. Pesan dari Dian lengkap dengan sebuah foto yang dikirim.

Dian : sent picture

Dian : Tanpa beban banget mereka berdua di mal. Rasanya pengin gue sleding mulut mereka.

Rasanya seperti ada yang menikam tepat di ulu hati ketika melihat foto Fabby dan si pengkhianat itu berciuman. Kavia memejamkan mata seraya menarik napas panjang. Menghalau hawa panas yang menyeruak masuk ke dadanya.

"Makin cepat kita menikah, itu makin baik," ucap Kavia setelahnya.

***

"Ada lagi yang ingin kamu tambahkan?" tanya Javas setelah memberi waktu pada Kavia untuk membaca isi perjanjian pra nikah yang asistennya buat.

Semua pasal yang Kavia baca tidak ada yang memberatkan. Larangan memiliki hubungan dengan pria lain selama masa pernikahan juga bukan masalah bagi Kavia.

"Aku tidak mau melakukan seks," ujar Kavia. Itu memang tidak tertuang dalam perjanjian, tapi ada pasal yang menyebutkan mereka tidur dalam satu kamar yang sama.

Untuk beberapa saat Javas terdiam. "Kenapa?"

"Aku tidak bisa melakukannya dengan orang yang tidak aku cintai."

Bisa dimengerti. "Oke. Aku hanya akan melakukannya kalau kamu yang minta. Tapi kita akan tetap tidur di kamar yang sama."

"Dengan satu bed tambahan."

"Are you kidding me?"

"Aku nggak bisa jamin kamu nggak akan menyerangku saat tidur."

Javas tampak menarik napas panjang. Lantas dengan terpaksa mengangguk. "Oke. Phil akan mengurusnya."

Keduanya lantas menandatangani kontrak itu di atas sebuah materai. Perjanjian itu praktis berlaku setelah mereka mengikrarkan janji pernikahan nanti dua minggu dari sekarang. Namun Kavia lupa tindakan impulsifnya itu berdampak pada keluarganya. Tidak mungkin dia menikah diam-diam tanpa keluarganya tahu. Mau tak mau dia harus mengenalkan sosok Javas ke tengah-tengah keluarganya.

"Menikah?!" Suara Delotta—maminya—melengking saat Kavia memberitahu rencana pernikahan dadakan itu.

Bukan hanya Delotta yang dibuat syok. Daniel dan Gyan yang berada di ruang sama pun tak kalah terkejut.

"Jokis kamu nggak lucu, Vi," respons Gyan. Dia tahu adiknya suka iseng dan agak bandel, tapi dia tak menyangka keusilannya sekarang ini benar-benar terdengar menyebalkan.

"Sayang, kamu nggak serius kan?" tanya Daniel, papinya, yang tampak paling bisa mengendalikan ekspresi.

"Dua Minggu lagi. Lusa dia berencana datang untuk melamar Kavi ke papi."

"What?!" seru Gyan tertahan. Yang berencana menikah itu dirinya, kenapa jadi adiknya nyerobot begini? Dia mengusap wajah menahan geram. "Kamu jangan main-main ya, Vi? Apa yang merasuki kamu?"

"Sebelumnya kamu nggak pernah mengatakan apa pun ke kami. Tapi kenapa tiba-tiba membawa kabar mengejutkan begini?" Delotta tampak cemas. Pikirannya mulai menduga-duga ke hal negatif. "Kamu nggak apa-apa kan, Nak?" tanya wanita itu hati-hati.

Daniel melambaikan tangannya. "Come here, Baby," pintanya pada anak keduanya itu.

Kavia menurut. Dia mendekat dan duduk di antara Daniel dan Delotta. Dua tangannya meremas ujung dress yang dia pakai.

"Kavi Sayang. Apa kamu tau pernikahan itu apa?" tanya Daniel lembut. Yang disambut anggukan putrinya itu. "Pernikahan itu sebuah keputusan besar di hidup seseorang. Secara batin dan lahir kita harus punya kesiapan matang sebelum menjalani itu. Pernikahan itu bukan permainan."

"Aku tau, Pi. Tapi aku beneran nggak main-main."

"Sayang." Kali ini Delotta meraih tangan putrinya dengan perlahan. "Nggak terjadi sesuatu sama kamu kan, Nak?" tanya wanita itu hati-hati.

"Kalau mami menyangka aku hamil. Aku berani mami periksa sekarang. Aku nggak hamil, Mam."

Delotta menggigit bibir, tatapnya beralih kepada suaminya, lalu bergulir ke putra pertamanya. Dia bingung menyikapi persoalan ini.

"Siapa laki-laki itu? Fabby?" tanya Gyan menyipitkan mata.

"Bukan."

"Siapa, Nak? Mereka dari keluarga baik-baik kan?" tanya Daniel ikut penasaran.

Sebelum menjawab, mata serupa milik Daniel itu menatap berganti sang mami, papi, juga Gyan. "Javas. Namanya Javas Rashaka Wirahardja."

Gyan di depannya mengernyitkan kening. Dia belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. Kecuali...

"Wirahardja dari HYOT?" tanya Daniel menyipitkan mata birunya yang masih saja bersinar di usianya yang terbilang senja.

"Papi tahu?" Mata Kavia melebar. Jika sang papi tahu itu artinya Javas memang dari keluarga baik-baik.

Daniel memundurkan badan perlahan lantas mengangguk. "Kalau memang dia serius. Papi tunggu kedatangannya besok lusa," pungkas Daniel, yang langsung membuat Kavia mengembuskan napas lega.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Berkuda

    Selagi Karel tenang bermain bersama Kakek Javendra dan para asisten, Kavia dan Javas melipir ke arena berkuda. Kavia kangen menunggangi Evelyn. Kuda betina putih itu terawat dengan sangat baik saat Kavia melihatnya. Hewan tangguh berkaki empat itu ternyata masih mengenali wanita itu dengan baik. "Sayang! Ayo cepat!" teriak Javas di atas kudanya. Kavia melambaikan tinggi tangannya ke arah Javas, lalu bergerak menaiki pelana kuda. "Evelyn, kita susul suamimu sekarang," ujar Kavia sambil mengusap pelan leher betina tangguh yang dia tunggangi. Dengan cepat dia pun memacu kudanya menyusul Javas. Keduanya mengendarai kuda-kuda itu mengelilingi tanah lapang. Melewati penangkaran rusa milik Kakek, dan sebuah danau buatan yang dipenuhi angsa putih. Pohon-pohon rindang masih tumbuh dengan subur di beberapa area. Setelah beberapa lama saling berkejaran dengan Javas, Kavia menghentikan kudanya di dekat pepohonan yang tumbuh di tepi danau. "Kayak udah lama banget nggak ke sini. Aku kangen men

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Drama Kakek

    "Semua yang ada di sini kelak akan menjadi milikmu, Nak." Mata tua Javendra mengedar. Melihat betapa luasnya tanah yang dia miliki. Belum lagi rumah yang dia huni. Rumah kebanggaannya yang sampai saat ini masih eksis di pinggiran kota. Rumah masa depan yang sebenarnya dulu dia siapkan untuk putranya, Ravendra. "Mau bagaimana lagi? Papamu nggak mau menempati rumah ini dan memiliki rumah sendiri. Jadi rumah ini akan kakek wariskan padamu." Javendra terus mengajak Karel ngobrol. Seolah bayi sembilan bulan itu paham apa yang dia bicarakan. "Malah sekarang papamu beli rumah baru. Padahal apa salahnya tinggal di sini sama kakek. Iya kan? Toh rumah ini nanti bakal jadi milik kamu." Tidak jauh dari tempat pria tua itu, Kavia menggeser duduk memepet suaminya dan berbisik. "Kakek kenapa?" "Dia lagi jadi pemeran utama drama keluarga," sahut Javas asal, yang langsung mendapat pukulan ringan di lengan kanannya. Dia mengaduh sambil mengusap lengannya. "Apa sih, Yang? Aku ngomong bener kok."

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Mata Genit

    "Dia sudah nggak bekerja di anak cabang HYOT lagi." Kabar itu membuat Kavia yang sudah merebah segera mengangkat badannya lagi. "Sejak kapan?" Javas mengangkat bahu. "Kamu peduli banget?" Alis tebalnya tertaut. Agak tidak suka istrinya makin kepo. "Bukan peduli, tapi setahuku dia dulu berjuang banget buat dapat posisi bagus di perusahaan tempatnya bekerja." "Mungkin dia dapat tawaran yang lebih bagus." "Mungkin gara-gara dia dimutasi ke luar pulau." Javas menghela napas panjang lalu menarik tangan Kavia agar bergerak memeluknya. "Kenapa sih bahas mantan terus? Kamu nggak ada rencana buat ketemuan lagi kayak dulu kan?" Kavia mesem-mesem tak jelas mendengar pertanyaan Javas. Ekpresi dan cara bicara pria itu membuat Kavia makin merasa dicintai. Mungkin jika pertanyaan itu terlontar saat mereka masih belum menyadari perasaan masing-masing, Kavia bakal jawab iya-iya aja. Javas menjauhkan diri dan menatap Kavia. "Kok malah senyum-senyum?" Matanya refleks memelotot. "Jangan bilang ka

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Apa Kabar, Kavia?

    "Aku di farmer market. Kalian langsung ke sini aja ntar." "Oke. Kami masih di jalan. Tungguin kami ya, Macan.... " Kavia tersenyum mendengar suara Javas di seberang sana. Tangannya masih sibuk memilih buah pear di rak. "Oke, aku tutup dulu ya. Hati-hati, nggak usah ngebut." Tidak lama, dia mematikan panggilan dari suaminya itu dan kembali melanjutkan memilih buah segar yang tertata rapi di rak. Akhir-akhir ini Kavia senang membuat salad buah. Stok salad di kulkas cepat habis karena ternyata Javas juga menyukai salad buatannya itu. Senyumnya kembali merekah saat melihat rak bagian apel. Apel adalah buah yang wajib ada di rumah lantaran buah itu menjadi salah satu favoritnya. Mata Kavia tertarik dengan apel bulat yang terletak di tumpukan paling atas. Kulitnya mengkilat dan terlihat besar. Namun saat tangannya terjulur untuk meraih buah tersebut, tangan lain lebih dulu melakukannya. Sehingga tanpa sengaja tangannya menangkup tangan orang itu. Kavia refleks menarik tangannya. "Maaf.

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Pumping

    "Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Sofa Baru

    "Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Terlanjur Sayang

    Kecuali barang-barang yang ada di kamar Karen, tidak ada lagi barang yang Kavia bawa dari rumah Javas. Rumah dan isinya ditinggalkan begitu saja seolah sudah tidak berguna lagi. Bahkan ketika Javas meminta alat-alat gym untuk ikut dipindahkan, Kavia menolak tegas. "Nggak bisa. Siapa yang jamin alat-alat itu streril dari kalian?" Penolakan Kavia membuat Javas menganga tak percaya. "Ya ampun, Sayang. Kami nggak melakukan sampai sejauh itu. Rumah itu masih dalam keadaan kosong waktu itu. Ak—" Ucapan Javas kontan terhenti ketika dengan cepat Kavia mengangkat tangannya. "Aku nggak mau dengar dongeng jadul percintaan kamu lagi. Oh ya, soal sofa di ruang tamu itu, udah aku bakar." "Apa? Itu sofa bisa kita jual buat beli yang baru kalau kamu nggak mau pake lag—" Kembali Javas merapatkan mulut saat Kavia melotot padanya. "Oke, terserah kamu," lanjutnya pasrah. Benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dia selamatkan. Dia menatap rumah besar kebanggaannya dengan pandangan merana. Ruma

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Perkara Rumah

    Mata Kavia berbinar saat melihat Javas sudah ada di kamar ketika dia datang. Seperti malam kemarin, pria itu masih membaca buku yang sama sebelum tidur. Buku tentang ilmu parenting. Alih-alih Kavia, malah Javas yang gencar belajar soal parenting, padahal siangnya pria itu masih berjibaku dengan tumpukan pekerjaan. Kavia mengambil sebuah flyer dari dalam tas. Flyer yang sengaja dia bawa dari kantor papinya. Dengan senyum yang dibuat semelengkung mungkin, wanita itu menghampiri Javas yang masih terlihat fokus. "Pa," panggilnya lirih sembari beranjak duduk di sisi Javas. "Hm." "Lihat ini deh."Pandangan Javas langsung teralihkan sesaat. Matanya melirik benda yang Kavia bawa. "Apa tuh?" tanya dia sebelum balik lagi ke bacaannya. "Ini flyer perumahan elite terbarunya Blue Jagland. Proyek milik Mas Gyan."Javas hanya mengangguk-angguk. Matanya masih lurus menatap barisan huruf di depannya. "Hunian kelas atas yang cuma ada 10 unit. Lokasinya juga nggak jauh dari kantor kamu. Strategis

  • Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris    Extra Part - Face and body care

    Kavia membuka pintu kamar dengan pelan. Takut mengganggu dua anak dan ayah yang sedang terlelap dengan tenang. Hampir-hampir dia tertawa melihat posisi Karel yang tidur terlentang dengan tangan dan kaki yang merentang. Salah satu kakinya bahkan mengenai wajah Javas lantaran posisi tidurnya berlawanan arah dengan papanya. Javas sendiri terlihat sangat lelah. Mukanya kucel, ada beberapa stiker yang menempel di wajahnya. Rambutnya bahkan acak-acakan tak karuan. Kavia mendekati pria itu dengan hati-hati lantas berjongkok tepat di dekatnya. Tangannya terulur, mengusap wajah Javas. "Sayang, banguuun," bisiknya pelan, tepat di dekat telinga Javas. Hanya satu kali tiupan ringan, mata Javas langsung memicing. Pria itu terjaga dengan segera, dan agak terkejut menemukan kaki Karel ada di depan mulutnya. "Astaga," desahnya lirih. Membuat Kavia kontan terkikik pelan. Dengan hati-hati, Javas menyingkirkan kaki Karel sebelum beringsut. "Kamu baru pulang?" tanyanya setelah berhasil bangkit dari a

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status