Share

Pesona Istri Dari Desa
Pesona Istri Dari Desa
Author: Ummi Salmiah

Part 1

"Saya terima nikah dan kawinnya Nina Humaira dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai."

"Sah?"

"Sah!" semua tamu undangan yang hadir ikut bahagia dengan pernikahan kami. Harusnya kami, tapi itu tidak denganku.

Aku Nina Humaira gadis desa yang nikah entah dengan pangeran darimana. Tiba-tiba tanpa basa basi hari ini aku dipersunting menjadi istrinya. Namanya Reza Adytama katanya laki-laki dari kota. Entahlah, tapi dia hanya mampu memberiku mas kawin seperangkat alat salat.

Satu minggu yang lalu seorang laki-laki datang ke rumah katanya ingin mempersuntingku menjadi istrinya. Anehnya, ayah dan ibuku langsung saja setuju.

"Menikahlah, ayah ridho kamu menikah dengannya."

"Aku baru saja pulang, yah. Apa ini alasannya aku dipaksa pulang untuk menikah?"

Aku baru saja pulang dari desa terpencil untuk menjadi sukarelawan. Ini pun aku dipaksa untuk segera sampai rumah, usut punya usut ternyata aku dipaksa untuk menikah dengan orang yang tidak kukenal. Dari segi umur aku masih sangat muda, usiaku baru saja beranjak 25 tahun tentunya banyak hal yang ingin aku lakukan. Seperti cita-citaku menjadi sukarelawan di desa terpencil. Aku mengambil kuliah psikologi, itu pun karena dipaksa oleh ayahku untuk mengambil jurusan itu. Padahal sedari kecil aku ingin ikut sekolah kedinasan. Namun, ditolak oleh ayahku. Katanya nanti aku ditempatkan di lokasi yang jauh.  Sebagai anak, aku selalu mengikuti kemauan mereka.

"Yah, apa sudah dipikirkan dengan matang Nina menikah dengan orang antah berantah?"

"Namanya Reza dari kota bukan dari orang antah berantah."

"Tetap saja, Yah. Nina juga berhak memilih yang sesuai selera Nina."

"Maksudmu Gunawan dokter muda itu. Ayah bukannya tidak setuju, tapi Gunawan pasti akan membawamu kesana kemari untuk tugas."

Ya Sallam pemikiran macam apa ini. Aku menyukai Gunawan bukan karena dia Dokter, tapi kami satu visi dan misi untuk menjadi sukarelawan. Hatiku baru saja bermekaran, kami memang belum saling menyatakan cinta. Namun, sikap dan pengertiannya nampak jelas bahwa dia sebenarnya menyukaiku. Tapi apalah daya sudah dihalangi oleh restu orang tua.

"Ikuti saja mau ayahmu. Ibu juga tidak bisa banyak membantu karena sampai saat ini ibu tidak tahu mengapa ayahmu sangat ngotot ingin kamu menikah dengan Reza."

Dari sebagian hal dalam hidup ini yang diinginkan sebagian orang sebelum menikah adalah menikah dengan orang yang dicintai, berdebar ketika akad nikah dan tentunya ketika dipelaminan merasakan manisnya pengantin baru, tapi sayangnya itu tidak berlaku untuk diriku saat ini.

"Restu orang tua adalah segalanya." Itu kalimat ibu yang bersemayam dihatiku. Meski tak cinta yang terpenting mendapatkan restu orang tua.

***

Jalannya sangat angkuh, raut wajahnya cuek. Ganteng, tapi tak ada cahaya sinar kedamaian di wajahnya. Entah kapan juga kamar tidurku ini dihias, perasaan tadi masih tetap seperti semula. Kalau orang tua sudah merestui hal tak terduga pun terlaksana, seperti kamar ini yang penuh dengan bunga-bunga serta hiasan dinding di setiap sudut kamar. 

Dilihat dari tampang bisa dipastikan semua yang ada pada dirinya terawat. Wajahnya glowing tanpa ada jerawat sedikit pun. Sepertinya dia menggunakan skin care yang bagus sampai wajahnya mulus tanpa ada bintik-bintik sedikit pun. Dari segi rupa persis kayak pemain korea yang di tivi-tivi. Semoga hati dan wajah seimbang glowingnya.

"Terpesona dengan wajahku?"

Idiih pede amat ini orang. Dipastikan tingkat percaya dirinya sangat tinggi. 

"Aku Reza, kamu Nina kan?" Hm, biasa cuma basa basi doang. 

Entah mengapa kamar ini terasa panas sekali. Si Reza tatapannya sungguh songong sekali.

"Eh, kamu gak bisa ngomong?" sambungnya lagi, curcol amat ni orang. Malas sekali meladeni laki model beginian.

Duh, Gusti apa bisa aku hidup dengan orang ini.

"Besok kita ke kota. Aku akan kenalkan kamu dengan orang tuaku. Kuharap kamu kagak bisu begini. Jangan terlalu pede aku menikah denganmu, Nina. Anggap aja bonus aku mau."

Ya Sallam benar-benar mau di hih ini orang. Kalau disuruh ngasih bintang dipastikan kukasih bintang lima nih orang, karena pedenya sekebon. 

"Oh, iya ini mas kawinmu." Dia menyerahkan seperangkat alat salat dan sepaket kosmetik. Seperti kosmetik yang sering kupakai. Apa dia tukang intip.

"Ini kosmetikmu kan? Semoga aku gak salah," ucapnya lagi. Entah siapa yang memberikan dia informasi kalau brand ini adalah kosmetik yang kugunakan sehari-hari.

"Semoga wajah dan hatimu secerah skin care yang kamu pakai. Karena aku Reza Adytama tidak menyukai gadis yang kusam."

"Astgfirullah ini orang mau di hih kayaknya pede amat." Lagi- lagi hanya berucap dalam hati.

"Aku keluar dulu," ucapnya lagi sambil menepuk wajah usai menggunakan anti acne di wajahnya. Pantas dia glowing dia pakai skin care yang sama denganku. Jarang-jarang laki-laki skin care an. 

Entahlah ini pernikahan karena perjodohan atau obsesi orang tuaku. Pusing dan mumet memikirkannya. 

Dia keluar sementara aku bersih-bersih rasanya remuk sekali menghadapi banyak tamu undangan. Yang bikin sesak ada dokter Gunawan yang hadir juga di sana. Kasih yang tak sampai mungkin begitu yang kami rasakan.

Tok! Tok! Tok!

"Nina, ini kopi suamimu." Ibuku dengan semangat sekali melayani menantunya.

"Ibu saja yang ngasih, aku malas, bu. Laki songong kek gitu dijadikan menantu."

"Tau darimana Nin, dia songong."

"Dari segi tampang, Bu. Dia terlalu pede untuk ukuran sepertiku. Memangnya dia seperti apa sampai ibu dan ayah tega menikahkanku dengannya?" Rasanya ingin teriak, tapi masih ditahan.

"Tanya ayahmu, itu bukan urusan ibu. Bagi ibu setelah dia menjadi menantu di rumah ini, ibu akan menjadikannya seperti anak." 

Enak sekali si Reza, sementara aku entah bagaimana nasib ketemu orang tuanya. Mungkin diusir seperti cerita yang di tivi-tivi. Anehnya lagi satu pun keluarganya tak ada yang datang. Semoga dia benar-benar mahluk dari bumi ini si Reza.

"Nih, kopinya. Kasih suamimu dia ada di teras sama ayahmu."

Ikuti saja maunya orang tua demi bakti terhadap negeri. Ulala pengen nyanyi seketika.

"Misi, nih kopinya."

"Masya Allah bisa ngomong juga istri Abang."

 Idiih, istri Abang. Mual deh. Si Ayah senyum-senyum kagak jelas. Aneh semua orang ini.

"Enak, ternyata istri abang pintar buat kopi." sambil mengedipkan mata.

"Hooh, emak dari istri abang alias mamah mertua idamanku yang bikin kopi." 

Dia tersedak.

Puas banget aku. Rasain! Dikira bisa apa lawan anak desa jago silat, hobi naik puncak dan suka manjat pohon kelapa. Berani mah, hantam saja songong kayak begini.

Si Ayah mau marah, tapi menahan tawa melihat ekspresinya si Reza. Puas gaes, puas banget.

"Nina itu sejak kecil memang cerdas meski anaknya sedikit keras. Jadi Nak Reza harus sabar saja menghadapinya." sangat jelas sekali suara ayah yang menjelaskan ke Reza. Aku pura-pura jalan pelan untuk masuk sambil mendengarkan obrolan mereka.

"Meski begitu dia anak baik. Cita-citanya ingin menjadi sukarelawan. Semoga Nak Reza bisa mendampingi Nina yang masih sedikit labil."  Kali ini suara ayah terdengar sangat berat bagiku. Entah apa sebenarnya motif ayah pada pernikahanku dengan si songong.

"Sejak pertama bertemu denganmu ayah setuju kamu menikah dengannya karena ayah yakin kamu bisa menjaganya. Ayah percaya sejak pertama kali Nak Reza membantu ayah ketika kecelakaan dua minggu yang lalu. Nak Reza dengan ikhlas membantu ayah disaat kamu juga butuh untuk dikuatkan. Maafkan ayah, nak.."  Deg! Maksudnya ayah meminta maaf untuk apa?

Tak berselang lama ponsel si songong bunyi. Sepertinya ada kabar penting. Dia sedikit berbisik. Cukup mencurigakan.

"Nina ... kita akan langsung balik ke kota malam ini," ucapnya.

"Kenapa buru-buru?" 

"Darurat," sambungnya lagi.

"Kemasi barang-barangmu Nina, ikuti suamimu." Ayah ikut menimpali. Semua orang sungguh menyebalkan.

Mobil sudah menunggu di depan. Terlihat ada supir pribadinya juga sudah menunggu. Kali ini entah mengapa firasatku tidak baik-baik saja. 

Ayah memelukku, ada air yang jatuh dipelupuk matanya.

"Maafkan Ayah, nak. Ini semua salah ayah." Aku hanya diam mendengar kalimat ayah yang sedikit serak. Ini asli misteri bagiku. Siapa Reza dan apa hubungan ayah sebenarnya dengan Reza.

Ibu juga ikut memelukku, tangisnya lebih keras dibanding ayah. Ini sulit bagiku. Reza sudah masuk mobil dan kami masih saling berpelukan, entah mengapa aku seperti pergi ke tempat yang jauh dan sulit untuk kembali.

Apa ayah menjualku? Benar-benar ini semua misteri bagiku.

Masuk mobil ponselnya berdering lagi.

"Iya, tunggu Daddy nak sebentar lagi sampai."

Apa? Maksudnya? Dia sudah menikah dan punya anak? Lalu aku? Apa istri kedua?

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Haa Feey
bagus ini cerita
goodnovel comment avatar
Lina Wijayanti
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Catur Yt
keren banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status