Share

Part 2

Aku menarik nafas lalu memghembuskannya pelan. Apa aku kabur saja, secara malam pertama belum kami lakukan. Itu artinya aku masih seperti gadis alias perawan. 

Ayah dan ibuku melambaikan tangan, apa mereka tahu jika laki-laki bernama Reza ini sudah menikah. Astagfirullah sudah mahluk tidak jelas, kemungkinan juga aku adalah istri keduanya.

Dia masuk dan duduk disebelahku. 

"Berangkat pak Jum ...."

"Siap Den!" Lagi-lagi aku menghembuskan nafas sambil berdo'a semoga keadaanku baik-baik saja.

"Bisu lagi? Santai aja, kamu kayak mau perang!" Matanya dikedipkan sok cool banget ini orang.

"Kamu sudah punya anak?" tanyaku memberanikan diri, tidak tahan dengan semua rasa penasaran ini.

"Iya, memang kenapa?" 

"Berarti kamu telah menipu keluargaku, Reza. Bukannya kamu mengaku perjaka?"

"Siapa bilang?! Nikmati saja kehidupan baru kita. Kamu sudah menjadi istriku dan orang tuamu sudah menyerahkanmu kepadaku jadi tidak perlu komplen," ucapnya penuh penekanan.

Lagi, aku dilanda perasaan resah. Tenang Nina. Lima tahun belajar psikolog harusnya aku bisa menahan emosi. Ini hanya praduga saja yang belum tentu menjadi sebuah kenyataan.  

  

Jika kubisa, ingin kuubah takdir yang kulewati ini. Namun, jelas wajah ayah yang penuh misteri sangat menginginkanku menikah dengan si Reza ini.

  

Ponselnya berdering lagi.

  

"Sabar, Nak. Daddy ada di jalan sama pak Jum. Brayen tunggu Daddy, perjalanan masih lumayan jauh." Bersama anaknya yang bernama Brayen itu dia mengubah suaranya. Lembut sekali.

  

Kupejam mataku. Berfikir keras bahwa ini akan menjadi awal babak baru dalam hidupku. Gadis desa yang hobi silat, karate, naik gunung, manjat pohon kelapa telah menjadi seorang istri. Aku tahu alasan ayah menyuruhku untuk kuliah psikologi agar bisa lebih peminim. Meski begitu aku tidak pernah lepas jilbab walau sedikit bar-bar jika didekati orang yang tidak jelas.

Wajah dokter Gunawan pun ikut menghiasi dalam bayanganku. Setelah sekian purnama baru kali ini hatiku dipenuhi dengan satu nama. Wajahnya mampu membuat candu sendiri. Tenang dan damai, sesuai dengan laki-laki idamanku.

Ketika kamu jatuh cinta, kamu harus menyiapkan dua ruang dalam hatimu. Satu ruang untuk cinta, satu ruang untuk luka. Dan aku pun merasakannya.

***

"Neng, bangun. Sudah sampai di rumahnya Bos."   Bahkan Pak Jum pun tidak tahu kalau bos nya sudah menikah denganku. 

Entahlah dia suami macam apa, istrinya ditinggal  begitu saja di mobil.

Keluar dari mobil hatiku sedikit berdebar, rumah modern yang megah dengan taman yang luas  bak istana kerajaan. Jadi si Reza ini orang kaya lalu punya banyak istri? Entahlah, kenapa aku selalu berfikiran negatif dengan si Reza ini. Seketika perasaan horor menyergapku apa didalam juga ada selir-selirnya si Reza? Tu kan, negatif lagi ini pikiran.

Asisten rumah tangganya menunggu di depan pintu. Meski sudah larut malam mereka masih siaga menunggu bosnya. Lucunya wajah mereka sedikit cemberut melihat si Reza menungguku di luar mobil. Sepertinya ini akan menjadi kisah yang menarik di rumah ini. Kecemburuan Para fans Reza yang membawa seorang gadis. Eh.

"Kenalkan ini namanya bu Dora kepala asisten rumah tangga di rumah ini. Kamu bisa minta tolong kepadanya." Lagi, dia hanya mengenalkan tetapi dia tidak mengatakan bahwa ini adalah istrinya. 

Satu per satu dia mengenalkanku dengan ART nya, begitu juga dengan kamar yang akan aku tempati. Namun, lagi-lagi dia tidak mengatakan bahwa aku ini adalah istrinya didepan semua ART nya. Baiklah, mungkin ini yang namanya istri hanya di atas kertas. 

Kurapikan bajuku yang tak seberapa ini. Tak lupa foto ayah dan ibu kupajang. Waktu menunjukkan jam sebelas malam, tapi tak ada rasa kantuk yang kurasa. Ini mungkin yang namanua dilema tinggal jauh dari orang tua dan lebih anehnya orang tuaku begitu sangat percaya dengan si Reza. Ingin mengadu ke mereka, tapi nampaknya hanya sia-sia belaka.

Dia datang tanpa basa-basi dan langsung duduk di sofa kamarku.

"Bagaimana? Semoga kamu betah disini."

"Hm ...."

"Bersiaplah, aku akan kenalkan dengan ibuku." Dia menarikku menuju kamar ibunya. Semua barangku yang masih tersisa langsung dibereskan oleh pembantunya. Ngakunya kaya, tapi kata ayah dia hanya mampu memberi mas kawin seperangkat alat salat. Aneh.

Di kamar yang  lumayan besar ada seorang wanita yang berumur sekitar 50 tahun. Jam sebelas malam ibunya masih belum tidur.  Tatapannya kosong, seperti ada beban dihatinya. Begitu kami masuk dia tak ada reaksi apa pun.  

"Mi, Reza pulang ...." Dia mencium tangan ibunya lalu memeluknya. Namun, respon tidak ada dari ibunya.

"Ini namanya Nina, dia yang akan menemani ibu setiap harinya." Deg! Maksudnya? Aku bakalan jadi perawat ibunya?

 

Dia menjelaskan jika ibunya sudah ada perawat khusus. Setahun belakangan ini ibunya mengalami gangguan jiwa jadi dia lebih banyak dikurung. Selain itu, ibunya mengidap insomnia, setiap malam dia nyaris tidak bisa tidur. Namun, si Reza tidak menjelaskan alasan kenapa ibunya mengalami gangguan. Aku hanya menjadi pendengar saja, tidak ingin banyak bertanya ini dan itu.

"Bagaimana keadaan mami?" tanya Reza ke perawat yang menjaga ibunya.

"Tadi sempat histeris waktu kami menelpon tuan, tapi sekarang udah mulai tenang setelah disuntik." si Reza menarik nafasnya. Ada beban di wajahnya.

"Kami mengatakan tuan sedang di jalan, makanya nyonya besar tenang. Tadi kami sempat kewalahan, tuan."

Walau bagaimana pun salut juga dengan si Reza, dia sangat bertanggung jawab dengan ibunya. Eits, pikiranku kenapa memujinya?  

"Semua kebutuhanmu akan dipenuhi di rumah ini. Yang kuminta kamu melihat dan menemani ibuku di rumah ini. Dia kesepian." Begitu katanya.  Kulihat ada dua perawat yang stand by di kamarnya.

"Selain kamu siapa di rumah ini?" tanyaku. Ini penting agar bisa menjaga kestabilan emosiku di rumah. Tak apa-apa tidak dianggap sebagai istri olehnya. Minimal aku bisa menjaga diriku agar tetap baik-baik saja di rumah ini.

"Aku punya saudara perempuan. Namanya Rena sekarang dia sedang jalan-jalan ke luar negeri." Oh, jadi si Reza ini punya anak, punya saudara perempuan dan ibu yang sedang sakit. Rumit banget hidupnya orang kaya satu ini. Rena punya hobi traveling, tidak suka di rumah. Bisa dikatakan kerjaannya menghabiskan duit apalagi menjaga ibunya yang sedang sakit.

Perawat yang dibelakang terdengar bisik-bisik.

"Mungkin itu baby siternya Brayen, secara tu anak sudah sepuluh kali ganti pengasuh. Kalau aku sih ogah jagain si Brayen. Nakalnya ketulungan." Deg, apaan lagi ini. Rumit amat isi di rumah ini. Jadi si Brayen itu juga banyak masalah dengan pengasuhnya.

Tak lama setelah dia menjelaskan dan suara bisik-bisik dari para ART  terdengar suara anak kecil berteriak sambil berlari.  

"Daddy ...!"

"Kenapa tidak bangunkan Brayen. Kangen sama Daddy. Semua di rumah ini sangat menyebalkan. Brayen minta ini itu tidak ada yang penuhi. Apalagi miss Dora yang Daddy banggakan itu tak bisa sama sekali kerja." Kusilangkan kakiku kali ini sambil tarik nafas. Sepertinya kehidupanku makin berat. Si Reza langsung memeluk anaknya. Seperti menenangkan.

"Itu siapa, Dad?" tanya si bocah. Umurnya kisaran empat tahun dari tatapan mata anak ini butuh kasih sayang, meski begitu nampaknya membuat ulah adalah sebuah kebanggaannya. Senyumnya mulai diubah melihatku. Oh, ini bocah mulai mengujiku. 

"Hai, Bro. Apa kabar? Kenalkan aku Nina yang akan menjadi sahabatmu." Dia diam, nampaknya aku mulai satu langkah kedepan darinya.

"Santai saja denganku, Bro. Kita akan jadi teman seperti para Bestie lovers di luar sana." Dia mulai kaget, masak aku kalah sama bocah. Ogah!  

"Pak Reza yang terhormat aku kembali ke kamar dulu, perjalanan dari desa ke kota sangat jauh." Dia hanya mengangguk. Kupandang lagi ibunya yang seperti meresponku, tapi dia segera alihkan. Apa benar dia sakit ibunya? Aneh.

"Besok kita main ya, Bestie. Kali ini aku begitu lelah." kukedipkan mata kepada si bocah. Setidaknya menghindari banyak rasa di kamar ibunya. Si Reza nampak tersenyum. Terpesona kali ma gadis desa. Uhuk!

Sesampai di kamar, semua sudah bersih dan harum. Bu Dora yang dipanggil Miss Dora oleh Brayen nampak meneliti semua ruangan.

"Itu alat apa, Miss?" tanyaku, dia nampak terkejut aku panggil miss.

"Maaf tadi aku dengar dari Brayen dia memanggil ibu dengan sebutan Miss."

"Ini adalah alat untuk mengukur debu, supaya nona nyaman di rumah ini. Tapi, ngomong-ngomong ...." suaranya terputus.

"Ngomong-ngomong apa, Miss?"

"Nona siapanya tuan? Sampai Tuan Reza menempatkan nona di ruangan ini?" apa aku harus jujur, aku ini istri tuannya itu.  

"Memang kenapa?" tanyaku penasaran.

"Dari sekian wanita baru kali ini tuan Reza membawa ke rumah dan mengenalkan ke nyonya besar. Dan aneh lagi nona diberikan ruangan yang kami tidak boleh masuki sekian tahun." maksudnya? Makin membuat bingung saja. Apa si Reza ini masih perjaka? Atau duda? Banyak istri sepertinya hanya dugaanku saja. Ini sungguh semakin menarik.

"Miss Dora ...!" Brayen berteriak memanggilnya. Syukurlah aku aman berarti, bagaimana aku menjelaskan bahwa aku ini istri sah bosnya. Sementara bosnya tidak mengungkit sedikit pun bahwa aku ini istrinya.

***

Suasana makin terasa sunyi. Sepertinya semua sudah tidur. Kuambil selembar kertas lalu membuat rancangan di rumah ini. Aku merasa ilmu perguruan tinggi yang kupelajari benar-benar diterapkan di rumah ini. Brayen yang terlihat banyak mencari perhatian. Ibunya seperti ada beban yang dipikul. Lalu hubungan ayah dan ibuku apa? Tidak mungkin mereka tidak mengetahui kondisi yang kualami di rumah ini. 

Satu persatu kuhubungkan dengan semua yang kurasakan hari ini. Terutama mengapa ayah begitu ikhlas Reza menjadikanku sebagai istrinya. Sementara selama ini ayah adalah orang yang selalu menentang jika aku dekat dengan laki-laki yang menurutnya harus jelas bibit, bebet, dan bobotnya.  

"Lagi buat apa? Katanya capek." Deg. Kenapa aku berdebar si Reza masuk ke kamarku. Kenapa pula ini orang seenaknya masuk ke kamar begitu saja. Sepertinya mulai besok aku harus mengunci kamar ini.  

"Mau apa ke kamarku?" Eh, dia malah senyum.  

"Aku suamimu, kamu lupa?" Harusnya dia mengakui di depan semua orang, seenaknya saja ini orang.

"Kamu tidak mau melayaniku malam ini, ha?" Astagfirullah ini orang seenak jidat ngomongnya.

"Maksudmu?" tanyaku kembali.

"Bukannya ini malam pertama kita, sayang?"  

Oalaaa. Kelakuan si Reza.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Suherni 123
lucu ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status