Share

Part 2

Author: Ummi Salmiah
last update Last Updated: 2023-04-10 11:03:28

Aku menarik nafas lalu memghembuskannya pelan. Apa aku kabur saja, secara malam pertama belum kami lakukan. Itu artinya aku masih seperti gadis alias perawan. 

Ayah dan ibuku melambaikan tangan, apa mereka tahu jika laki-laki bernama Reza ini sudah menikah. Astagfirullah sudah mahluk tidak jelas, kemungkinan juga aku adalah istri keduanya.

Dia masuk dan duduk disebelahku. 

"Berangkat pak Jum ...."

"Siap Den!" Lagi-lagi aku menghembuskan nafas sambil berdo'a semoga keadaanku baik-baik saja.

"Bisu lagi? Santai aja, kamu kayak mau perang!" Matanya dikedipkan sok cool banget ini orang.

"Kamu sudah punya anak?" tanyaku memberanikan diri, tidak tahan dengan semua rasa penasaran ini.

"Iya, memang kenapa?" 

"Berarti kamu telah menipu keluargaku, Reza. Bukannya kamu mengaku perjaka?"

"Siapa bilang?! Nikmati saja kehidupan baru kita. Kamu sudah menjadi istriku dan orang tuamu sudah menyerahkanmu kepadaku jadi tidak perlu komplen," ucapnya penuh penekanan.

Lagi, aku dilanda perasaan resah. Tenang Nina. Lima tahun belajar psikolog harusnya aku bisa menahan emosi. Ini hanya praduga saja yang belum tentu menjadi sebuah kenyataan.  

  

Jika kubisa, ingin kuubah takdir yang kulewati ini. Namun, jelas wajah ayah yang penuh misteri sangat menginginkanku menikah dengan si Reza ini.

  

Ponselnya berdering lagi.

  

"Sabar, Nak. Daddy ada di jalan sama pak Jum. Brayen tunggu Daddy, perjalanan masih lumayan jauh." Bersama anaknya yang bernama Brayen itu dia mengubah suaranya. Lembut sekali.

  

Kupejam mataku. Berfikir keras bahwa ini akan menjadi awal babak baru dalam hidupku. Gadis desa yang hobi silat, karate, naik gunung, manjat pohon kelapa telah menjadi seorang istri. Aku tahu alasan ayah menyuruhku untuk kuliah psikologi agar bisa lebih peminim. Meski begitu aku tidak pernah lepas jilbab walau sedikit bar-bar jika didekati orang yang tidak jelas.

Wajah dokter Gunawan pun ikut menghiasi dalam bayanganku. Setelah sekian purnama baru kali ini hatiku dipenuhi dengan satu nama. Wajahnya mampu membuat candu sendiri. Tenang dan damai, sesuai dengan laki-laki idamanku.

Ketika kamu jatuh cinta, kamu harus menyiapkan dua ruang dalam hatimu. Satu ruang untuk cinta, satu ruang untuk luka. Dan aku pun merasakannya.

***

"Neng, bangun. Sudah sampai di rumahnya Bos."   Bahkan Pak Jum pun tidak tahu kalau bos nya sudah menikah denganku. 

Entahlah dia suami macam apa, istrinya ditinggal  begitu saja di mobil.

Keluar dari mobil hatiku sedikit berdebar, rumah modern yang megah dengan taman yang luas  bak istana kerajaan. Jadi si Reza ini orang kaya lalu punya banyak istri? Entahlah, kenapa aku selalu berfikiran negatif dengan si Reza ini. Seketika perasaan horor menyergapku apa didalam juga ada selir-selirnya si Reza? Tu kan, negatif lagi ini pikiran.

Asisten rumah tangganya menunggu di depan pintu. Meski sudah larut malam mereka masih siaga menunggu bosnya. Lucunya wajah mereka sedikit cemberut melihat si Reza menungguku di luar mobil. Sepertinya ini akan menjadi kisah yang menarik di rumah ini. Kecemburuan Para fans Reza yang membawa seorang gadis. Eh.

"Kenalkan ini namanya bu Dora kepala asisten rumah tangga di rumah ini. Kamu bisa minta tolong kepadanya." Lagi, dia hanya mengenalkan tetapi dia tidak mengatakan bahwa ini adalah istrinya. 

Satu per satu dia mengenalkanku dengan ART nya, begitu juga dengan kamar yang akan aku tempati. Namun, lagi-lagi dia tidak mengatakan bahwa aku ini adalah istrinya didepan semua ART nya. Baiklah, mungkin ini yang namanya istri hanya di atas kertas. 

Kurapikan bajuku yang tak seberapa ini. Tak lupa foto ayah dan ibu kupajang. Waktu menunjukkan jam sebelas malam, tapi tak ada rasa kantuk yang kurasa. Ini mungkin yang namanua dilema tinggal jauh dari orang tua dan lebih anehnya orang tuaku begitu sangat percaya dengan si Reza. Ingin mengadu ke mereka, tapi nampaknya hanya sia-sia belaka.

Dia datang tanpa basa-basi dan langsung duduk di sofa kamarku.

"Bagaimana? Semoga kamu betah disini."

"Hm ...."

"Bersiaplah, aku akan kenalkan dengan ibuku." Dia menarikku menuju kamar ibunya. Semua barangku yang masih tersisa langsung dibereskan oleh pembantunya. Ngakunya kaya, tapi kata ayah dia hanya mampu memberi mas kawin seperangkat alat salat. Aneh.

Di kamar yang  lumayan besar ada seorang wanita yang berumur sekitar 50 tahun. Jam sebelas malam ibunya masih belum tidur.  Tatapannya kosong, seperti ada beban dihatinya. Begitu kami masuk dia tak ada reaksi apa pun.  

"Mi, Reza pulang ...." Dia mencium tangan ibunya lalu memeluknya. Namun, respon tidak ada dari ibunya.

"Ini namanya Nina, dia yang akan menemani ibu setiap harinya." Deg! Maksudnya? Aku bakalan jadi perawat ibunya?

 

Dia menjelaskan jika ibunya sudah ada perawat khusus. Setahun belakangan ini ibunya mengalami gangguan jiwa jadi dia lebih banyak dikurung. Selain itu, ibunya mengidap insomnia, setiap malam dia nyaris tidak bisa tidur. Namun, si Reza tidak menjelaskan alasan kenapa ibunya mengalami gangguan. Aku hanya menjadi pendengar saja, tidak ingin banyak bertanya ini dan itu.

"Bagaimana keadaan mami?" tanya Reza ke perawat yang menjaga ibunya.

"Tadi sempat histeris waktu kami menelpon tuan, tapi sekarang udah mulai tenang setelah disuntik." si Reza menarik nafasnya. Ada beban di wajahnya.

"Kami mengatakan tuan sedang di jalan, makanya nyonya besar tenang. Tadi kami sempat kewalahan, tuan."

Walau bagaimana pun salut juga dengan si Reza, dia sangat bertanggung jawab dengan ibunya. Eits, pikiranku kenapa memujinya?  

"Semua kebutuhanmu akan dipenuhi di rumah ini. Yang kuminta kamu melihat dan menemani ibuku di rumah ini. Dia kesepian." Begitu katanya.  Kulihat ada dua perawat yang stand by di kamarnya.

"Selain kamu siapa di rumah ini?" tanyaku. Ini penting agar bisa menjaga kestabilan emosiku di rumah. Tak apa-apa tidak dianggap sebagai istri olehnya. Minimal aku bisa menjaga diriku agar tetap baik-baik saja di rumah ini.

"Aku punya saudara perempuan. Namanya Rena sekarang dia sedang jalan-jalan ke luar negeri." Oh, jadi si Reza ini punya anak, punya saudara perempuan dan ibu yang sedang sakit. Rumit banget hidupnya orang kaya satu ini. Rena punya hobi traveling, tidak suka di rumah. Bisa dikatakan kerjaannya menghabiskan duit apalagi menjaga ibunya yang sedang sakit.

Perawat yang dibelakang terdengar bisik-bisik.

"Mungkin itu baby siternya Brayen, secara tu anak sudah sepuluh kali ganti pengasuh. Kalau aku sih ogah jagain si Brayen. Nakalnya ketulungan." Deg, apaan lagi ini. Rumit amat isi di rumah ini. Jadi si Brayen itu juga banyak masalah dengan pengasuhnya.

Tak lama setelah dia menjelaskan dan suara bisik-bisik dari para ART  terdengar suara anak kecil berteriak sambil berlari.  

"Daddy ...!"

"Kenapa tidak bangunkan Brayen. Kangen sama Daddy. Semua di rumah ini sangat menyebalkan. Brayen minta ini itu tidak ada yang penuhi. Apalagi miss Dora yang Daddy banggakan itu tak bisa sama sekali kerja." Kusilangkan kakiku kali ini sambil tarik nafas. Sepertinya kehidupanku makin berat. Si Reza langsung memeluk anaknya. Seperti menenangkan.

"Itu siapa, Dad?" tanya si bocah. Umurnya kisaran empat tahun dari tatapan mata anak ini butuh kasih sayang, meski begitu nampaknya membuat ulah adalah sebuah kebanggaannya. Senyumnya mulai diubah melihatku. Oh, ini bocah mulai mengujiku. 

"Hai, Bro. Apa kabar? Kenalkan aku Nina yang akan menjadi sahabatmu." Dia diam, nampaknya aku mulai satu langkah kedepan darinya.

"Santai saja denganku, Bro. Kita akan jadi teman seperti para Bestie lovers di luar sana." Dia mulai kaget, masak aku kalah sama bocah. Ogah!  

"Pak Reza yang terhormat aku kembali ke kamar dulu, perjalanan dari desa ke kota sangat jauh." Dia hanya mengangguk. Kupandang lagi ibunya yang seperti meresponku, tapi dia segera alihkan. Apa benar dia sakit ibunya? Aneh.

"Besok kita main ya, Bestie. Kali ini aku begitu lelah." kukedipkan mata kepada si bocah. Setidaknya menghindari banyak rasa di kamar ibunya. Si Reza nampak tersenyum. Terpesona kali ma gadis desa. Uhuk!

Sesampai di kamar, semua sudah bersih dan harum. Bu Dora yang dipanggil Miss Dora oleh Brayen nampak meneliti semua ruangan.

"Itu alat apa, Miss?" tanyaku, dia nampak terkejut aku panggil miss.

"Maaf tadi aku dengar dari Brayen dia memanggil ibu dengan sebutan Miss."

"Ini adalah alat untuk mengukur debu, supaya nona nyaman di rumah ini. Tapi, ngomong-ngomong ...." suaranya terputus.

"Ngomong-ngomong apa, Miss?"

"Nona siapanya tuan? Sampai Tuan Reza menempatkan nona di ruangan ini?" apa aku harus jujur, aku ini istri tuannya itu.  

"Memang kenapa?" tanyaku penasaran.

"Dari sekian wanita baru kali ini tuan Reza membawa ke rumah dan mengenalkan ke nyonya besar. Dan aneh lagi nona diberikan ruangan yang kami tidak boleh masuki sekian tahun." maksudnya? Makin membuat bingung saja. Apa si Reza ini masih perjaka? Atau duda? Banyak istri sepertinya hanya dugaanku saja. Ini sungguh semakin menarik.

"Miss Dora ...!" Brayen berteriak memanggilnya. Syukurlah aku aman berarti, bagaimana aku menjelaskan bahwa aku ini istri sah bosnya. Sementara bosnya tidak mengungkit sedikit pun bahwa aku ini istrinya.

***

Suasana makin terasa sunyi. Sepertinya semua sudah tidur. Kuambil selembar kertas lalu membuat rancangan di rumah ini. Aku merasa ilmu perguruan tinggi yang kupelajari benar-benar diterapkan di rumah ini. Brayen yang terlihat banyak mencari perhatian. Ibunya seperti ada beban yang dipikul. Lalu hubungan ayah dan ibuku apa? Tidak mungkin mereka tidak mengetahui kondisi yang kualami di rumah ini. 

Satu persatu kuhubungkan dengan semua yang kurasakan hari ini. Terutama mengapa ayah begitu ikhlas Reza menjadikanku sebagai istrinya. Sementara selama ini ayah adalah orang yang selalu menentang jika aku dekat dengan laki-laki yang menurutnya harus jelas bibit, bebet, dan bobotnya.  

"Lagi buat apa? Katanya capek." Deg. Kenapa aku berdebar si Reza masuk ke kamarku. Kenapa pula ini orang seenaknya masuk ke kamar begitu saja. Sepertinya mulai besok aku harus mengunci kamar ini.  

"Mau apa ke kamarku?" Eh, dia malah senyum.  

"Aku suamimu, kamu lupa?" Harusnya dia mengakui di depan semua orang, seenaknya saja ini orang.

"Kamu tidak mau melayaniku malam ini, ha?" Astagfirullah ini orang seenak jidat ngomongnya.

"Maksudmu?" tanyaku kembali.

"Bukannya ini malam pertama kita, sayang?"  

Oalaaa. Kelakuan si Reza.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (11)
goodnovel comment avatar
Bunda RAYA
Brayen? astaga... Brian kaleeer
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
suka banget sama sosok Reza yang suka godain Nina ...
goodnovel comment avatar
Muhammad Hanif Habibi Munifab_05
oalah... .
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Istri Dari Desa   Semuanya baik-baik saja 'kan?

    Semua sibuk menyiapkan makan malam, tentunya semua bahagia karena daddy sepertinya membuka kembali lembaran baru bersama abang Brayen. Saat ini yang terpenting daddy bahagia dan sehat seperti sedia kala lagi. Tentunya menjadi keluarga yang utuh kembali seperti dulu lagi.“Dek mikirin apa? ayo bantu bunda,” ajak bunda yang langsung menarik tanganku. Aku yakin bunda pasti mengetahui apa yang kurasakan. Mengapa ini sangat berat, padahal semua yang ada di pikiranku bisa jadi itu tidak benar.“Dek, jangan mikirin sesuatu yang belum terjadi, nikmati apa yang sedang terjadi tanpa membuatmu berpikir yang aneh-aneh.” Bunda memang sangat peka dengan apa yang menjadi pikiranku.“Berkaryalah sayang, buat sesuatu yang membuatmu tidak jenuh menunggu malam ini,” ujar bunda.“Iya, Bund. Jangan menata Monica begitu, aku malu.” Bunda hanya tertawa renyah menatapku.Aku menyiapkan menu favoritku, Minimal jika malu nanti malam, aku punya kesibukan menghabiskan puding buatanku. Iya, aku hanya bisa membuat

  • Pesona Istri Dari Desa   Aku takut kehilangan dirimu

    “Arvian pamit bund,” ucap Arvian yang menarik tangan abang Brayen untuk masuk ke mobil. Mereka begitu akrab satu sama lain. Saling merindukan satu sama lain. Aku iri, padahal aku ibunya.Mereka yang begitu akrab satu sama lain yang membuatku merasa menjadi ibu yang tidak sempurna. Apa selama ini aku salah mendidik Arvian, atau aku terlampau egois? Semua pertanyaan benar-benar menggangguku “Istirahatlah sayang, semua pasti akan baik-baik saja. Yakin itu,” bisik abang Brayen yang masih bertahan meski tangannya ditarik oleh Arvian. Ya Allah benar-benar dia selalu pintar membuat jantung ini berdetak lebih cepat.“Ayah cepet, sudah dibilang bukan muhrim masih saja pakai adegan sayang-sayang” teriak Arvian. Astagfirullah bikin malu saja adegan orang dewasa ini. Abang Brayen sempat-sempatnya mengedipkan mata. “I love you,” ucapnya.Aku segera masuk menemui bunda dan abang Shaka. Oksigen di tubuhku bisa habis dibuat tingkah abang Brayen dan Arvian. Mereka tak henti tertawa melihat tingkahku y

  • Pesona Istri Dari Desa   Semua pasti ada jalan keluar

    "Bunda maafin Arvian, ya," ucap Arvian yang langsung memelukku. Arvian tidak salah. Ini murni kesalahan orang dewasa seperti kami yang egois."Arvian tidak salah, Nak. Beri waktu opa, ya untuk bisa bersama ayah lagi.""Semuanya baik-baik saja 'kan, Bun?" aku hanya membalas dengan anggukan. Meski aku pun tidak berani berharap semuanya kembali seperti dulu lagi. "Semuanya baik-baik saja, Nak. Opa sehat itu yang penting." Aku memeluk Arvian, air mata yang sedari tadi kutahan akhirnya turun tanpa diminta. Dalam hatiku ini semua salahku yang begitu egois. "Ayah jemput Arvian gak bun?" tanya Arvian."Arvian tidak mau menginap?" "Arvian kangen ayah, sejak opa di rumah sakit Arvian hanya ketemu satu kali." Rasanya menyesakkan sekali mendengarnya. Arvian lebih merindukan ayahnya. luka yang kurasa sulit untuk sembuh. Bagi anak seperti Arvian memiliki keluarga utuh adalah anugerah. Walau dia tidak kekurangan kasih sayang, tapi nalurinya ingin seperti anak pada umumnya. Disayang dan dimanja.

  • Pesona Istri Dari Desa   Berdamailah dengan masa lalu, Bang!

    Reza dibolehkan pulang, Brayen hanya bisa mencuri pandang dari jauh. Namun, lucunya mereka seperti saling merindukan. Itu terlihat dari Reza yang diam-diam ikut juga mencarinya."Ayo, Bang. Sopirnya sudah menunggu," kata Nina-istrinya.Reza hanya menjawab dengan anggukan kepala. Nina menyadari, tapi dia tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang menahan gengsi. Laki-laki terkadang tidak bercerita, tetapi ketika sudah di puncak rasa, dia akan cepat membuka diri. "Daddy kenapa, Bund?" tanya Shaka yang melihat Reza lebih banyak diam."Biasa orang gengsian gitu." "Masalah abang?" tanya Shaka lagi, Nina hanya mengangguk."Susah memang dua laki-laki ini, tuh lihat abang Brayen di pojokan juga natap daddy," tunjuk Shaka. Seketika Nina tidak bisa menahan tawanya."Pantes mereka disatukan, kelakuannya sama," jawab Nina."Kalian kenapa senyum-senyum tidak jelas?" tanya Reza penasaran. Aneh melihat istrinya tertawa renyah bersama putra sulungnya."Itu, Dad. Abang Brayen melambaikan tangan ke k

  • Pesona Istri Dari Desa   Harus Menerima Kenyataan

    Brayen langsung menemui semua dokter agar Reza di cek menyeluruh. Sebelumnya Reza sudah di observasi dan sudah di cek kesehatannya. Keadaannya semakin membaik. Namun, Brayen belum puas karena khawatir dengan kesehatan di dalam tubuh ayah angkatnya itu."Abang kenapa?" tanya Monica sepertinya ikut terlihat panik. Sekilas Monica mendengar pembicaraan abang angkatnya itu."Abang khawatir daddy kenapa-napa?""Maksudnya?""Daddy makan tidak sepertinya biasanya."Monica ikut berpikir keras karena kemarin Reza juga meminta Monica membawa kopi kesukaannya."Daddy kemarin juga memintaku membelikannya kopi Americano kesukaannya ketika masih muda." "Apa daddy terminal lucidity?" tanya Monica yang terdengar panik."Abang percaya semuanya atas izin Allah, tetapi tidak ada salahnya kita tes ulang semua kesehatan daddy," sambung Brayen.Monica hanya mengangguk tanda setuju dengan ungkapan Brayen. Beberapa dokter dipanggil untuk mengecek kesehatan Reza. Brayen meminta khusus karena merasa ini sangat

  • Pesona Istri Dari Desa   Semua baik-baik saja, kan?

    Reza terus tersenyum melihat tingkah Brayen, mereka seperti cinta lama bersemi kembali. Tanpa harus berucap pun mereka saling merindukan. Hanya saja mereka malu untuk mengutarakan. Bisa dikatakan mereka sebenarnya memiliki sifat yang hampir mirip.“Bukan Brayen yang nakal, tapi Daddy. Apa daddy ingin menyiksa Brayen lebih lama lagi?” tanya Brayen kepada Reza yang masih memalingkan wajahnya. Sementara Nina dan Shaka mundur teratur, memberikan ruang waktu kepada Brayen dan Reza. Monica menatap sebentar kepada Brayen mantan suaminya itu. Tatapan harapan agar semuanya baik-baik saja. Brayen spontan memegang tangan Monica dengan lembut.“Semuanya pasti baik-baik saja sayang,” bisiknya. Ucapan lembut dari Brayen membuat Monica bergetar. Hati yang semula layu tumbuh bermekaran lagi. Cinta memang luar biasa membuat hati dan pikiran tak menentu. Monica pamit keluar ikut memberikan ruang waktu Reza dan Brayen agar mereka leluasa untuk bercerita. “Dad, kita baikan yuk, kita jalan-jalan lagi s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status