Share

BAB 2

Mendengar suara sang anak, Anggoro segera berlari meninggalkan Sera.

Pria itu sangat terkejut melihat kamar Satria sangat berantakan.

Tubuh bocah 13 tahun itu terjatuh dari kursi roda dan tergeletak di lantai. Wajahnya tampak pucat pasi.

"Satria!" teriak Anggoro kemudian memapah Satria dan membantu untuk duduk kembali.

Tuan Besar yang selama ini terlihat perkasa dan dihormati, berlutut di hadapan sang anak. Dia berusaha menahan tubuh Satria yang terus meronta.

"Aku tidak bisa berjalan. Aku tidak berguna!" teriak Satria sambil menangis keras.

Tanpa disadari keduanya, Sera ikut menyusul.

Wanita itu merasa semakin bersalah kala melihat pemandangan di depannya.

"Satria, Ayah mohon tenang," balas Anggoro masih saja menahan tubuh anak kesayangannya yang terus meronta dan berteriak.

"Lepaskan!"

Beberapa suster yang ditugaskan di sana untuk mengamati kesehatan Satria dari kamar sebelah segera datang. Mereka memberikan suntikan penenang seperti biasanya.

Tiba-tiba saja, Anggoro mendekat ke arah Sera setelah melepas tubuh anaknya yang mulai tenang. Tatapannya sangat menusuk, seolah ingin sekali menghabisinya.

Sera hanya bisa menunduk. Ia pasrah dengan apa yang akan dilakukan Anggoro. Memang itulah tugasnya sesuai perjanjian yang tertulis ketika dia mendadak terbebas dari penjara. Menjadi budak seumur hidupnya!

Terlebih, pria itu berteriak, "Kau lihat apa yang kau lakukan? Aku akan–"

"Hentikan!" Entah sejak kapan, Simbah berdiri di hadapan Sera. "Jangan menyakitinya. Itu permintaanku. Kita membutuhkan dia dalam keadaan baik," belanya.

Anggoro menghentakkan tangannya, lalu mengusap wajahnya yang berkeringat.

Tampak sekali dia menahan amarah yang semakin membuncah dalam dadanya.

Sementara itu, Sera meneteskan air mata sambil menunduk. Dia hanya berharap bisa selamat hari ini.

"Bagaimana bisa, Ibu meminta aku menikahinya?" balas Anggoro sedikit tenang, "wanita ini seharusnya berada di dalam penjara!"

"Anggoro, penjara terlalu baik untuknya. Di sini, dia bisa membayar dosanya," balas Simbah pelan dengan nada menekan.

"Satu lagi. Kau harus menikah untuk mempertahankan jabatanmu. Wanita ini masih suci dan dia tidak akan berani melawanmu. Dia lebih pantas mendampingimu sebagai calon Bupati dibanding wanita murahan yang menelantarkan Satria," lanjut Simbah pelan masih dengan nada menekan.

Perkataan itu membuat Anggoro terdiam kaku. Terlihat ekspresi angker di sana.

Sera semakin tidak mengerti. Semula dia mengira berada di sini hanya untuk membayar kesalahannya.

Tapi .... apakah maksud dari pembicaraan ini? Satu hal yang semakin membuat dia terkejut: suci?

Sera mendadak lemas karena teringat surat yang diberikan padanya ketika dia dibebaskan dari penjara.

[Jadilah istri Anggoro dan wanita suci yang hanya bisa diam. Melakukan semua perintahnya]

Mengapa dia bisa teledor?

Saat kejadian naas yang mengakibatkan anak sambungnya lumpuh, Sera sebenarnya sedang berlari karena terlalu syok akibat hinaan seorang lelaki ketika dia meminta pertanggungjawaban akibat diperkosa sang kekasih.

Jika suci yang dimaksud artinya perawan ….

"Bagaimana jika mereka malah akan mempermasalahkan ini? Apa Bapak akan menjadi korban?" lanjutnya masih membatin. Sera menarik napas panjang sambil memejamkan mata. Dia berpikir apa yang harus dilakukannya.

Tapi … Anggoro tampak jijik padanya dan tak mungkin menyentuhnya. Jadi, rahasia ini tidak akan pernah diketahui siapapun, kan?

"Ibu, aku tidak peduli lagi dengan jabatan itu." Anggoro tiba-tiba membalas ucapan Simbah, menyadarkan Sera dari lamunan.

"Aku akan membencinya sampai kapan pun. Dia tetap wanita terkutuk," lanjut pria itu dengan nada semakin menekan.

Simbah sontak menghela napas panjang. "Ayahmu sudah memberi wasiat agar kau jadi Bupati dan didampingi seorang istri yang tulus. Demikian, reputasi keluarga kita terjaga. Kita harus selalu menjadi yang terbaik. Ingatlah musuh kita. Perkataan ayahmu sebelum meninggal, harus kita lakukan tanpa alasan apa pun."

Simbah kini menunjuk Anggoro dengan tegas. Tatapannya lebih tajam dari sebelumnya.

“Tapi, kau justru melawan Ibu dan memilih wanita tak tahu diri,” tambah Simbah, “lihat, kan? Sekarang, kau malah ditinggalkannya!”

"Kenapa harus dia?" sela Anggoro kembali menatap tajam Sera yang kini membalas tatapannya. "Banyak wanita lain yang bisa menikahiku. Kenapa harus wanita terkutuk seperti dia?"

Diabaikannya Sera yang wajahnya semakin terlihat pucat.

Simbah mendadak memajukan tongkatnya, melangkah mendekati Anggoro. "Bagaimana caranya Ibu akan mengenalkanmu dengan wanita lain jika kau menutup diri seperti kemarin-kemarin? Lagipula, wanita ini bisa membantumu dalam segala hal tanpa bertanya, dan menjadi robot yang menurutimu.”

Simbah kini memicingkan kedua matanya kepada Sera. "Budak keluarga Wicaksono adalah takdirnya setelah melukai Satria."

Sera hanya bisa menunduk pasrah mendengar sepasang ibu anak itu membicarakannya seperti sebuah objek untuk kekuasaan. Dia ingin menangis, tetapi ditahannya. Hingga lamunannya kembali teralihkan. Tiba-tiba saja, Anggoro memperhatikan lamat-lamat Sera.

Menyadari itu, Simbah menggelengkan kepala. "Semua akan baik-baik saja asal kau tidak jatuh cinta dengan keindahan mata budakmu ini."

Tanpa penjelasan, wanita itu meninggalkan ruangan dan tak lama disusul oleh Anggoro.

Sera tergugu. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam diam, Sera mengikuti suaminya kembali ke kamar seperti seekor anjing.

"Kamu," ucap Anggoro dengan mata melotot. "Kamu tidur di lantai. Lepaskan sandalku. Ambil baju dan pasangkan. Lakukan!"

"Baik ...," balas Sera pelan.

Dia membuka almari dan mengambil satu kemeja. Bergegas kembali mendekati Anggoro yang malah menarik kemeja itu dan melemparkan tepat di wajah Sera.

"Wanita bodoh!" teriaknya keras. "Aku tidak mungkin memakai baju ini!" Anggoro mengangkat tangannya sangat tinggi. Ingin sekali menampar wanita yang sangat dibencinya itu. Namun, entah kenapa dia mendadak menahannya dengan kuat saat melihat kedua mata abu menatapnya dipenuhi air mata. Tubuh Anggoro tergelitik oleh rasa aneh. Tatapannya bahkan menggelap. “Kau …”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status