Share

BAB 3

Penulis: Celebes
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-28 20:51:41

Sera melangkah mundur kala menyadari tatapan aneh sang tuan. Dia sendiri tidak percaya dengan pandangan itu. Ia pun jatuh berlutut sambil menundukkan wajah. "Saya tahu ini semua salah saya. Tolong, berikan saya waktu untuk memperbaikinya. Saya akan bertanggung jawab." Tangis Sera menetes hingga membasahi lantai.

Anggoro kembali mengusap wajahnya. Dia berkali-kali menarik napas panjang untuk mengatasi dirinya yang semakin tidak jelas.

"Diam!" balas Anggoro lalu memalingkan wajah. Entah mengapa, dia tak sanggup melihat Sera menangis.

"Tuan ..."

"Aku bilang diam!" teriak Anggoro masih membelakangi Sera dengan penuh amarah.

Sera tidak ingin membuat suaminya semakin meluapkan amarah. Ia bangkit, lalu menunduk, dan mengambil sandal yang sudah terlepas dari kaki lelaki itu. Kemudian memungut kemeja yang sebelumnya berada di lantai. Masih sambil menunduk, Sera kembali mendekati almari.

'Aku tidak boleh ceroboh lagi. Aku akan berusaha.'

Diamatinya dengan seksama semua baju itu karena tidak mau membuat kesalahan kedua kalinya. Tangannya yang masih dipenuhi goresan luka, mengambil satu piyama. Dengan bergetar, Sera kembali mendekati suaminya.

"Izinkan saya melayani Tuan," ucapnya masih menunduk dan bergetar. Dia terus berusaha mengatur dirinya yang sangat ketakutan. "Tuan ... bisakah saya ...," lanjutnya dengan sedikit melirik Anggoro.

Saat lelaki itu diam, Sera mulai membuka setiap kancing kemeja suaminya. Namun, Anggoro menepis tangannya dengan kasar.

"Kau tak berhak menyentuhku." Anggoro merebut piyama dari genggaman Sera dan mengganti bajunya sendiri.

Sera hanya menarik napas panjang sambil menunduk.

"Besok kau hanya diam saja. Jangan mengatakan apa pun," kata Anggoro kali ini dengan nada pelan. Sera hanya menganggukkan kepala.

Lelaki itu mendekati jendela dan memandang taman belakang kediaman itu yang dipenuhi berbagai macam bunga. Tatapannya masih dipenuhi kebencian.

Selama satu jam, lelaki itu hanya terdiam, hingga akhirnya menuju ranjang dan terlelap.

Sera menarik napas panjang. Perlahan dia merebahkan tubuhnya di lantai. Untung saja, lantai itu dialasi karpet di semua arah. Paling tidak, dia tidak akan kedinginan. Air mata kembali menetes deras. Napasnya pun kembali sesak. Sera harus menahan itu dan berusaha kuat. Ini adalah sebuah perjanjian dan semua yang harus dia tanggung.

"Tuhan, takdir macam apa ini? Apakah nantinya aku akan mendapatkan kebahagiaan?" batinnya masih meneteskan air mata.

Dia semakin sedih mengingat sang ayah. "Bapak, bagaimana kabarmu? Maafkan, Sera," lanjutnya membatin hingga akhirnya dia terlelap.

Tanpa disadari, matahari sudah naik dan membuat tubuhnya hangat.

"Nduk, bangun."

Sera perlahan terbangun ketika seseorang menggoyang tubuhnya.

"Nduk, ayo. Sudah saatnya kamu bangun." Mbok Wati, kepala pelayan di sana tersenyum saat Sera membuka kedua matanya. "Mbok diperintah untuk membantumu bersiap."

"Mbok," ucap Sera terkejut melihat wanita yang pertama kali menolongnya saat masuk ke dalam rumah itu dua hari lalu.

“Ada apa, Mbok?” tanyanya kembali.

"Hari ini akan ada pertemuan besar keluarga. Lalu, ada sahabat Tuan Anggoro dari Belanda," ucap wanita tua itu, “jadi, kamu harus melakukan perawatan agar terlihat sangat cantik dan pantas. Bukan berantakan dan mata sembab seperti ini."

"Pertemuan keluarga?"

Meski tak mengerti, Sera mengikuti Mbok dan beberapa pelayan yang menemaninya menuju kamar. Sebuah kamar yang sebelumnya dia gunakan sebelum menikah. Namun, kedua matanya melotot saat menatap kebaya berwarna biru dan jarit bermotif batik Parang Kusumo.

"Mbok, ini batik yang digunakan untuk para raja zaman dulu. Mana bisa aku menggunakannya?" ucap Sera dengan mengernyit. Dia mendekati jarit itu dan menyentuhnya dengan gemetar.

"Itu zaman dulu. Sekarang ‘kan sudah zaman modern dan batik ini biasa digunakan para pejabat. Sebagai istri pejabat, kamu harus membiasakan diri.”

Lagi-lagi, Sera hanya bisa mengangguk.

Tak lama, Mbok bersama dua pelayan wanita itu memberikan perawatan yang biasanya digunakan para putri zaman dulu.

Rempah-rempah dengan bau khasnya yang sangat harum tercium, hingga Sera sendiri tak percaya akan merasakannya.

Terlebih, saat perawatan selesai dan Sera melihat fitur wajah yang selama ini tak dia sadari. Sera terus menatap dirinya di depan cermin. Dia sangat berbeda dan cantik. Wajahnya seperti campuran kaukasian.

Matanya abu-abu, hidung mancung, dan kulitnya seputih salju. Bibirnya sangat merah merona, walaupun polesan bibir tidak pernah dia berikan.

"Sangat cantik," ucap Mbok tersenyum, lalu membantu Sera memasang kalung berbandul berlian biru.

"Sekarang, ikuti Mbok."

Wanita itu bersama beberapa pelayan wanita menggandeng Sera ke luar ruangan.

'Aku ... mana bisa bertemu semua orang itu?' Hati Sera semakin tak menentu. Sera menarik napas panjang kala mendekati pintu berwarna cokelat tua berukiran Jawa bergambar Garuda. Ruangan inti kediaman mewah itu jika menerima tamu terhormat ataupun acara penting keluarga.

Sera mendadak menghentikan langkah ketika Mbok akan membuka pintu. Spontan dia menarik jemari Mbok.

"Aku belum siap, Mbok," ucapnya gemetar.

"Simbah mengundang seluruh keluarga untuk memperkenalkan kamu, sebagai Nyonya baru. Mbok yakin kamu bisa membawa diri dengan baik," ucap Mbok kemudian perlahan membuka pintu ruang utama, “ikuti saja semua dengan tenang.”

"Mbok, aku ..."

Mbok lalu menarik lengan Sera, hingga dia tak punya pilihan. Meski menundukkan kepala, dia dapat merasakan semua mata tertuju padanya. Kakinya terus perlahan melangkah sampai di tengah ruangan.

"Kenalkan. Dia menantu di rumah ini dan pendamping Anggoro saat pelantikan Bupati nanti." Simbah berbicara lalu mendekati dirinya. "Sera, angkat wajahmu."

Sera melakukan apa yang diperintahkan sang mertua. Diperhatikannya semua orang yang tengah hadir.

"Dia ..."

Namun ... Sera terpaku dengan sosok di hadapannya tengah menatap sangat tajam.

"Kenapa dia di sini?” batinnya kala melihat Bima–pria yang menodainya–ada di tengah keluarga besar Tuan Anggoro!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 135

    Mereka berdua masih saling bertatapan. Selang beberapa detik Willem mengalihkan pandangannya. Dia tidak mau Sera membahas tentang apa pun. "Hanya masalah pekerjaan biasa yang selalu membuatku pusing. Sudah kita lebih baik kembali saja. Kau ingin bertemu dengan Satria kan?" Lelaki Belanda itu menarik tangan kanan Sera dan menggenggamnya dengan erat. Wanita itu berjalan dengan sangat pelan karena perutnya yang terasa sangat nyeri. Sesekali dia memegangnya. "Aduh Pak. Maafkan saya. Tadi saya mencari Nyonya kemana-mana. Syukurlah dia sudah bersama Bapak," ucap sang sopir sambil menarik nafas lega. "Jadi kau membiarkan dia masuk ke sana sendirian?" Willem dengan tegas menatap lelaki itu yang hanya menundukkan kepala. "Sudahlah. Ngapain dia ikut masuk ke dalam? Itu kan khusus untuk wanita. Lagi pula aku sudah bertemu denganmu. Ayo kita masuk ke dalam mobil." Sera bergegas masuk ke sana. Willem masih saja berusaha mengatasi emosinya. Dia tidak mau terlihat panik dan cemas. "Menca

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 134

    Anggoro tidak mengerti kenapa Pamela pergi dari hadapannya begitu saja seperti orang ketakutan. "Pamela! Kenapa kamu pergi Pamela? Kita belum selesai bicara Pamela!" Padahal sebelumnya dia tidak mau bertemu dengan Pamela. Tapi karena gelagat Pamela yang mencurigakan seperti itu membuat Anggoro tertarik untuk menemui wanita itu. Anggoro berjalan cepat keluar dari ruangan itu. Sebenarnya dia tidak boleh melakukannya. Melihat Anggoro yang hendak meninggalkan ruangan, beberapa polisi yang terduduk spontan berdiri dan menarik lengan sang Bupati. "Pak! Sudah ku katakan kalau Bapak itu tidak boleh keluar tanpa seizin kita. Kenapa? Jangan-jangan Bapak melakukan kekerasan lagi kepada Nyonya Pamela. Ayo ngaku!" teriak polisi sambil menunjuk Anggoro yang terus menatap Pamela sampai keluar dari kantor kepolisian. "Pasti anda melakukan sesuatu dengan Nyonya Pamela. Aduh seharusnya Nyonya Pamela itu bersama dengan pengacaranya. Lihatlah dia keluar ke jalan cepat seperti itu." Polisi lainn

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 133

    Oh tidak. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Sera tiba-tiba memberikan tugas itu kepada Willem? Jelas-jelas tugas itu adalah suatu hal yang tidak akan pernah dia lakukan. Pamela sangat kesal ketika Satria mengancamnya. Dia masih saja setengah mabuk saat itu. Apa yang bisa dia lakukan? Tidak ada yang bisa dia minta bantuan kecuali Willem. Tanpa basa-basi Pamela menelepon lelaki Belanda itu dan mengatakan semuanya. "Satria bisa mengancam hidupku. Jika aku tertangkap, aku akan membawamu juga." Ucapan Pamela saat itu membuat Willem sangat emosi. "Apa kau tidak memiliki perasaan apapun terhadap anakmu? Dia adalah anak kandungmu dan kenapa kau tidak bisa mengatasinya?" Willem masih saja meminta Pamela untuk tidak berbuat bodoh. Apalagi itu adalah anaknya sendiri. Tapi apa hasilnya? Pamela hanya menginginkan kemenangan. "Bawa dia pergi. Tapi jangan pernah kau sakiti dia," balas Pamela kemudian menutup panggilan. "Sialan. Dia selalu memberiku pekerjaan yang sangat bodoh seperti ini. A

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 132

    Willem tersenyum sambil melebarkan kedua matanya. Dia masih belum bisa menjawab apa yang menjadi permintaan Sera. "Kenapa?" tanya Sera dengan suara pelan. "Aku sangat merindukan anak itu dan aku memiliki janji yang belum aku lakukan. Entah kenapa aku ingin sekali bertemu dengannya. Bukankah kau bisa melakukan apa pun yang aku inginkan? Pertemukanlah aku dengan Satria." Willem menarik nafas panjang untuk mengatasi rasa gelisah di dalam dirinya. Dia sudah berjanji kepada Sera. Mempertemukan Sera dengan Satria adalah hal yang bisa dia lakukan dengan sangat mudah. "Jika kau tidak bisa melakukannya, baiklah. Aku tidak akan memaksa. Mungkin aku akan meminta bantuan Bima. Dia adalah paman dari Satria. Pasti dia bisa mengabulkan keinginanku," lanjut Sera tidak menyerah. "Tidak," sela Willem. "Akan aku lakukan apa pun yang kau inginkan." Lelaki Belanda itu menatap sang sopir dari kaca spion dan lanjut berkata, "Kita akan menuju ke rumah Anggoro. Kita akan bertemu Satria di sana." Sa

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 131

    Maya mendekati Bima, berusaha untuk menjaga lelaki itu agar tidak mengejar Sera yang sekarang sudah dibawa oleh Willem keluar dari kantor persidangan. "Aku tahu kau ingin mengetahui sesuatu bukan? Kau sudah menyelidiki semuanya. Tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Aku akan tetap menjagamu untuk menikahi Sera karena itu merupakan pembalasan dendam yang harus aku lakukan untuk membuatmu menderita." "Sudah jelas-jelas aku salah memilihmu. Bahkan Ibuku sekarang tidak menyukaimu. Untuk apa kau mempertahankan diriku sementara aku sama sekali tidak tertarik padamu?" balas Bima sambil mengawasi Maya dari atas sampai bawah. "Kau sama sekali tidak memiliki apa pun untuk menarik perhatianku. Jadi lebih baik kau berkaca sebelum kau mencari yang lain, karena aku yakin tidak akan ada lelaki yang tertarik kepadamu." Bima akan melewati Maya begitu saja. "Oh ya. Aku memang tidak akan pernah melepaskanmu dan melampiaskan diriku pada lelaki lain." Maya mendekati Bima kemudian tertawa dengan s

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 130

    "Bupati tidak ada di ruangan!" teriak salah satu polisi. "Ke mana dia? Tadi dia bertemu dengan Nyonya Maya tapi sekarang dia menghilang begitu saja," lanjutnya dengan sangat panik, membuat beberapa anggota polisi lainnya berlari berhamburan dan memeriksa semua ruangan. Ketika ada salah satu yang akan memeriksa ruangan sebelah, mendadak anggota polisi lainnya menahan gerakannya. "Bukankah kita sudah memeriksa ruangan itu dan mengembalikan kursi yang dilempar itu? Tidak ada siapa-siapa di dalam. Ayo jangan buang waktu. Pasti dia kabur tidak jauh dari sini." Mereka akhirnya pergi dari sana. Sera yang semula mendorong tubuh Anggoro agar bibirnya bisa lepas itu tidak jadi ketika Anggoro menggelengkan kepala. Mereka berdua masih saja dimabuk asmara. Tidak peduli mereka mendengar keributan terjadi di luar. Anggoro pun tidak peduli jika dia nantinya akan mendapatkan hukuman tambahan karena menghilang begitu saja dan membuat semua orang panik. Ketika Anggoro sudah melakukannya dengan san

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status