Share

BAB 4

Author: Celebes
last update Last Updated: 2023-10-03 21:43:49

Sera sontak mengalihkan pandangannya.

'Dia ... tidak boleh berbicara denganku.'

Sera harus melakukan apa pun untuk membuat dirinya selamat dari pandangan tajam pria yang sudah menghancurkan dirinya itu. Sudah cukup penderitaan yang dia alami sampai saat ini. Dia tidak akan pernah menambah masalah. Semuanya akan dia tutup dengan rapat!

Hanya saja, lamunan Sera teralihkan saat lelaki di sebelah suaminya mendadak mendekat.

"Kedua matanya indah sekali. Sangat bening, seperti air sungai mengalir. Bahkan, aku bisa melihat diriku seolah-olah berada di dalam kedua mata itu," ucap Willem, sahabat Anggoro dari Belanda.

Mereka sudah berteman sejak Anggoro berkuliah di Negara kincir angin itu dan terus berlanjut. Willem bahkan sempat bekerja dua tahun di Indonesia untuk mempelajari bahasa sang sahabat dan membangun bisnis di sini.

"Belum pernah aku melihat ini pada wanita mana pun," lanjut lelaki itu tak mengalihkan pandangannya sama sekali.

Sementara itu, Sera tampak bingung. Terlebih, Willem mengulurkan tangan mendadak padanya. “A–aku …”

"Dia istri Mas Anggoro," sela Bima tiba-tiba, "sebagai sahabat, kau tidak boleh menyentuhnya, Willem."

Dengan tak tahu malu, pria itu mendadak mendekat. Menyentuh telapak tangan kanan Sera.

Hal ini membuat yang lain kebingungan. Ada apa antara para pria itu dan Sera?

Menyadari tensi tinggi yang mendadak, Anggoro spontan menepis tangan Bima.

"Ya, dia istriku," ucap pria itu tegas sambil menatap kedua lelaki yang masih saja menatap Sera. Dirangkulnya pinggang Sera erat, seolah menunjukkan teritorinya.

"Bima, kembali ke tempat dudukmu," titahnya lagi dengan pandangan tajam.

Namun, Bima malah terkekeh pelan sebelum duduk kembali di kursinya. Melihat itu, Anggoro mengepalkan tangan–emosi.

Untungnya, Simbah menarik lengannya dan mengisyaratkan Anggoro agar mengendalikan diri.

Jadi, suami Sera itu terpaksa menyunggingkan senyum, seolah semua baik-baik saja.

"Willem, kau akan datang di acara pelantikanku, ‘kan?" tanya Anggoro kemudian duduk dan meninggalkan istrinya yang masih berdiri kaku.

Alih-alih menjawab, Willem justru menatap Sera. "Duduklah, Nyonya Sera. Kau terlihat sangat lelah," ucap pria tampan itu mengarahkan tangannya ke kursi sofa.

Sera sontak melirik Anggoro yang hanya menatapnya tajam.

"Istriku, kemarilah," ucapnya lalu sembari menepuk sofa tepat di sebelahnya.

Dengan gemetar, Sera melangkah pelan.

Dia ketakutan pada sikap Anggoro yang cukup aneh.

Terlebih, Bima masih saja memperhatikan dari jauh dan Willem menatapnya dengan pandangan sulit diartikan.

"Apakah kau malas membalas pertanyaanku?" Anggoro tersenyum ke arah Willem. Dia kali ini berbicara dengan bahasa Belanda dan membuat Willem tersadar dari lamunan.

"Istrimu sangat cantik dan kedua matanya itu sangat indah," balas Willem masih memandang Sera.

Entah mengapa, Anggoro mengeraskan wajahnya. "Bersikaplah yang sopan, Willem," sinisnya.

"Kakak," sela Bima juga menggunakan bahasa Belanda karena pernah berkuliah di sana sebelumnya.

Anggoro dan Willem sontak menatap bingung pria itu.

"Aku sepertinya mengenal istrimu ini. Apakah kau tidak melihat asal-usulnya?" lanjutnya.

Mendengar itu, Sera sontak menegang. Dia khawatir Bima mengatakan macam-macam, bahkan membongkar perihal kesuciannya ….

"Siapapun istriku, tidak ada hubungannya denganmu," ucap Anggoro dengan pandangan dipenuhi amarah.

Willem sontak berdiri dan mendekati Anggoro yang sudah memerah. "Hei, tenanglah. Dia memang sangat cantik. Itu sudah resikomu sebagai suaminya, tapi—"

"Berhenti!" teriak Sera dalam bahasa Belanda.

Simbah yang akan melerai anaknya, bahkan mendadak terdiam, tak percaya.

Bima bahkan melotot tajam. Selama ini, dia mengenal Sera sebagai gadis polos yang tidak memiliki keahlian apa pun.

"Aku istri Tuan Anggoro Wicaksono. Hargai aku, sebagai istrinya." Sera berbicara sambil menatap tajam Willem.

Bukannya takut, pria Belanda itu malah tersenyum tanpa sungkan. Terlebih kala melihat Sera meninggalkan ruangan.

"Luar biasa. Dia bisa berbahasa Belanda dengan sempurna?" Willem masih menatap pintu yang dilewati Sera saat keluar ruangan.

Dalam pikirannya, masih saja berisi sosok wanita yang pertama kali membuat konglomerat itu jatuh cinta.

"Anggoro, sepertinya kau tidak menyukai istrimu. Jika iya, berikan saja dia kepadaku," ucap Willem asal.

PLAK!

Anggoro yang sedari tadi diam, akhirnya melayangkan pukulan keras. Tubuh Willem seketika tersungkur ke lantai.

"Mulai sekarang, persahabatan kita berakhir! Tidak ada kerja sama apa pun!" teriak Anggoro kemudian keluar ruangan. Entah mengapa, dia merasa marah dengan tindakan sahabatnya itu pada Sera.

Hal ini membuat Simbah mendekati Willem yang masih berada di lantai. "Jangan pernah merendahkan dirimu karena wanita, Willem," ucapnya, lalu meninggalkan ruangan bersama semua pelayan.

Meski teman Anggoro ini bisa membawa peruntungan untuk bisnis mereka, tapi sikapnya sangat tidak sopan. Kali ini, Simbah setuju pada tindakan putranya dan Sera.

Sementara itu, beberapa pasang mata masih menatap tajam semua drama yang berada di hadapan mereka.

Ayah Bima yang biasa dipanggil Juragan Broto bahkan mendengar istrinya sedang menghubungi seseorang.

"Cari tahu istri Anggoro yang sepertinya Bima kenal. Aku ingin tahu siapa dia," ucap Ibu Bima dengan wajah muram saat menutup ponselnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 135

    Mereka berdua masih saling bertatapan. Selang beberapa detik Willem mengalihkan pandangannya. Dia tidak mau Sera membahas tentang apa pun. "Hanya masalah pekerjaan biasa yang selalu membuatku pusing. Sudah kita lebih baik kembali saja. Kau ingin bertemu dengan Satria kan?" Lelaki Belanda itu menarik tangan kanan Sera dan menggenggamnya dengan erat. Wanita itu berjalan dengan sangat pelan karena perutnya yang terasa sangat nyeri. Sesekali dia memegangnya. "Aduh Pak. Maafkan saya. Tadi saya mencari Nyonya kemana-mana. Syukurlah dia sudah bersama Bapak," ucap sang sopir sambil menarik nafas lega. "Jadi kau membiarkan dia masuk ke sana sendirian?" Willem dengan tegas menatap lelaki itu yang hanya menundukkan kepala. "Sudahlah. Ngapain dia ikut masuk ke dalam? Itu kan khusus untuk wanita. Lagi pula aku sudah bertemu denganmu. Ayo kita masuk ke dalam mobil." Sera bergegas masuk ke sana. Willem masih saja berusaha mengatasi emosinya. Dia tidak mau terlihat panik dan cemas. "Menca

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 134

    Anggoro tidak mengerti kenapa Pamela pergi dari hadapannya begitu saja seperti orang ketakutan. "Pamela! Kenapa kamu pergi Pamela? Kita belum selesai bicara Pamela!" Padahal sebelumnya dia tidak mau bertemu dengan Pamela. Tapi karena gelagat Pamela yang mencurigakan seperti itu membuat Anggoro tertarik untuk menemui wanita itu. Anggoro berjalan cepat keluar dari ruangan itu. Sebenarnya dia tidak boleh melakukannya. Melihat Anggoro yang hendak meninggalkan ruangan, beberapa polisi yang terduduk spontan berdiri dan menarik lengan sang Bupati. "Pak! Sudah ku katakan kalau Bapak itu tidak boleh keluar tanpa seizin kita. Kenapa? Jangan-jangan Bapak melakukan kekerasan lagi kepada Nyonya Pamela. Ayo ngaku!" teriak polisi sambil menunjuk Anggoro yang terus menatap Pamela sampai keluar dari kantor kepolisian. "Pasti anda melakukan sesuatu dengan Nyonya Pamela. Aduh seharusnya Nyonya Pamela itu bersama dengan pengacaranya. Lihatlah dia keluar ke jalan cepat seperti itu." Polisi lainn

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 133

    Oh tidak. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Sera tiba-tiba memberikan tugas itu kepada Willem? Jelas-jelas tugas itu adalah suatu hal yang tidak akan pernah dia lakukan. Pamela sangat kesal ketika Satria mengancamnya. Dia masih saja setengah mabuk saat itu. Apa yang bisa dia lakukan? Tidak ada yang bisa dia minta bantuan kecuali Willem. Tanpa basa-basi Pamela menelepon lelaki Belanda itu dan mengatakan semuanya. "Satria bisa mengancam hidupku. Jika aku tertangkap, aku akan membawamu juga." Ucapan Pamela saat itu membuat Willem sangat emosi. "Apa kau tidak memiliki perasaan apapun terhadap anakmu? Dia adalah anak kandungmu dan kenapa kau tidak bisa mengatasinya?" Willem masih saja meminta Pamela untuk tidak berbuat bodoh. Apalagi itu adalah anaknya sendiri. Tapi apa hasilnya? Pamela hanya menginginkan kemenangan. "Bawa dia pergi. Tapi jangan pernah kau sakiti dia," balas Pamela kemudian menutup panggilan. "Sialan. Dia selalu memberiku pekerjaan yang sangat bodoh seperti ini. A

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 132

    Willem tersenyum sambil melebarkan kedua matanya. Dia masih belum bisa menjawab apa yang menjadi permintaan Sera. "Kenapa?" tanya Sera dengan suara pelan. "Aku sangat merindukan anak itu dan aku memiliki janji yang belum aku lakukan. Entah kenapa aku ingin sekali bertemu dengannya. Bukankah kau bisa melakukan apa pun yang aku inginkan? Pertemukanlah aku dengan Satria." Willem menarik nafas panjang untuk mengatasi rasa gelisah di dalam dirinya. Dia sudah berjanji kepada Sera. Mempertemukan Sera dengan Satria adalah hal yang bisa dia lakukan dengan sangat mudah. "Jika kau tidak bisa melakukannya, baiklah. Aku tidak akan memaksa. Mungkin aku akan meminta bantuan Bima. Dia adalah paman dari Satria. Pasti dia bisa mengabulkan keinginanku," lanjut Sera tidak menyerah. "Tidak," sela Willem. "Akan aku lakukan apa pun yang kau inginkan." Lelaki Belanda itu menatap sang sopir dari kaca spion dan lanjut berkata, "Kita akan menuju ke rumah Anggoro. Kita akan bertemu Satria di sana." Sa

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 131

    Maya mendekati Bima, berusaha untuk menjaga lelaki itu agar tidak mengejar Sera yang sekarang sudah dibawa oleh Willem keluar dari kantor persidangan. "Aku tahu kau ingin mengetahui sesuatu bukan? Kau sudah menyelidiki semuanya. Tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Aku akan tetap menjagamu untuk menikahi Sera karena itu merupakan pembalasan dendam yang harus aku lakukan untuk membuatmu menderita." "Sudah jelas-jelas aku salah memilihmu. Bahkan Ibuku sekarang tidak menyukaimu. Untuk apa kau mempertahankan diriku sementara aku sama sekali tidak tertarik padamu?" balas Bima sambil mengawasi Maya dari atas sampai bawah. "Kau sama sekali tidak memiliki apa pun untuk menarik perhatianku. Jadi lebih baik kau berkaca sebelum kau mencari yang lain, karena aku yakin tidak akan ada lelaki yang tertarik kepadamu." Bima akan melewati Maya begitu saja. "Oh ya. Aku memang tidak akan pernah melepaskanmu dan melampiaskan diriku pada lelaki lain." Maya mendekati Bima kemudian tertawa dengan s

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 130

    "Bupati tidak ada di ruangan!" teriak salah satu polisi. "Ke mana dia? Tadi dia bertemu dengan Nyonya Maya tapi sekarang dia menghilang begitu saja," lanjutnya dengan sangat panik, membuat beberapa anggota polisi lainnya berlari berhamburan dan memeriksa semua ruangan. Ketika ada salah satu yang akan memeriksa ruangan sebelah, mendadak anggota polisi lainnya menahan gerakannya. "Bukankah kita sudah memeriksa ruangan itu dan mengembalikan kursi yang dilempar itu? Tidak ada siapa-siapa di dalam. Ayo jangan buang waktu. Pasti dia kabur tidak jauh dari sini." Mereka akhirnya pergi dari sana. Sera yang semula mendorong tubuh Anggoro agar bibirnya bisa lepas itu tidak jadi ketika Anggoro menggelengkan kepala. Mereka berdua masih saja dimabuk asmara. Tidak peduli mereka mendengar keributan terjadi di luar. Anggoro pun tidak peduli jika dia nantinya akan mendapatkan hukuman tambahan karena menghilang begitu saja dan membuat semua orang panik. Ketika Anggoro sudah melakukannya dengan san

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status